LP Post Matur Kel 12 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN POST MATUR



Disusun Oleh : 1. Lifit Nuryanih 2. Pupu Muliawati



Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten Jl. Rawa Buntu No.10 BSD City – Serpong Telp : (021) 75871242 / 75871245 Fax : (021) 75871267



BAB II TINJAUAN TEORI 1.



Definisi Kehamilan postmatur (postterm) disebut juga kehamilan lewat waktu/bulan merupakan kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Prawirohardjo, 2008). Kehamilan lewat waktu merupakan kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu dan belum terjadi persalinan. Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari hari pertama haid terakhir.Sedangkan menurut Manuaba (1999). Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin (Helen, 2007). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kehamilan postmatur adalah kehamilan lebih dari 40 minggu.



2. Etiologi Penyebab terjadinya kehamilan postterm/ postmature sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas. Menurut (Sarwono,2010) beberapa teori yang diajukan di antaranya: 1) Pengaruh Progresteron Penurunan hormon progresteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu prose biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progresteron. 2) Teori Oksitosin Pemakaian okstitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan okstitosin dari neurohipofisis ibu



hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu penyebab kehamilan postterm. 3) Teori Kortisol/ ACTH Janin Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin, kortisol janin akan memperngaruhi plasenta sehingga produksi progresteron berkurang dan memperbesar sekresi esterogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anesefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan. 4) Saraf Uterus Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm. 5) Herediter Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan posterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan posterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuan akan mengalami kehamilan posterm. Menurut (Bayu,2009) penyebab Postmatur pasti belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang dapat dikemukakan adalah : 1) Hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. 2) Herediter, karena post naturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu. 3) Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga disimpulkan kerentanan akan stress merupakan faktor tidak timbulnya His. 4) Kurangnya air ketuban. 5) Insufiensi plasenta. 3. Manifestasi Klinis Gerakan janin yang jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali/ 20 menit atau secara objektif dengan KTG (karditopografi) kurang dari 10 kali/ 20menit. (Echa, 2012) Postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Sarwono,2010) :



1) Stadium I Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas. 2) Stadium II Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit 3) Stadium III Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat Menurut Bayu, 2009 manifestasi yang ditunjukkan yaitu bayi postmature : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)



Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram) Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur Rambut lanugo hilang atau sangat kurang Verniks kaseosa di bidan kurang Kuku-kuku panjang Rambut kepala agak tebal Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel



4. Patofisiologi Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam Rahim (Manuaba, 1998) Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan terkelupas, tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan. Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin.Bila keadaan plasenta tidak mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu. 5. Pemeriksaan Diagnostic Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada ibu dengan kehamilan postmatur (Prawirohardjo, 2008), antara lain: 1) Ultrasonografi (USG) Ketetapan usia kehamilan sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada trimester pertama. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepalatunggingn (crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan. Sedangkan pemeriksaan sesaat setelah trimester III



dapat digunakan untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan plasentan yang sering berhubungan dengan kehamilan postmatur, tetapi sulit untuk memastikan usia kehamilan. 2) Pemeriksaan radiologi Usia kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Cara ini sekarang jarang digunakan karena pengenalan pusat penulangan seringkali sulit dan radiologic mempunyai pengaruh yang kurang baik terhadap janin. 3) Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium ini meliputi pemeriksaan kadar lesitin/ spingomielin, aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA), sitologi cairan amnion, dan sitologi vagina. 6. Penatalaksanaan Menurut Sarwono Prawirohardjo (2008) dalam pengelolaan kehamilan postmatur ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: 1) Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan pada dua variasi dari postmatur ini. 2) Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin. 3) Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postmatur. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana serviks telah matang. Menurut Arif Mansjoer (2000) penatalaksanaan kehamilan lewat waktu bila keadaan janin baik dapat dilakukan dengan cara: 1) Tunda pengakhiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa tekanan 3 hari kemudian, Bila hasil positif, segera lakukan seksio sesarea. 2) Induksi Persalinan. Induksi persalinan merupakan suatu usaha supaya persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his. Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu mekanik dan kimia. Kedua cara ini pada dasarnya dilakukan untuk mengeluarkan zat prostaglandin yang fungsinya sebagai zat penyebab otot rahim berkontraksi. 1. Secara mekanik, biasanya dilakukan dengan sejumlah cara, seperti menggunakan metode stripping, vibrator, kateter, serta memecahkan ketuban. 2. Secara kimia, ibu akan diberikan obat-obatan khusus. Ada yang diberikan dengan cara diminum, dimasukan ke dalam vagina,



diinfuskan, atau pun disemprotkan pada hidung. Biasanya, tak lama setelah salah satu cara kimia itu dilakukan, ibu hamil akan merasakan datangnya kontraksi Penatalaksanaan pada bayi postmatur : Bila bayi mengalami ketidakefektifan termoregulasi tindakan yang dapat diberikan antara lain : 1) Hangatkan inkubator atau penghangat radian sebelumnya, pastikan bahwa handuk dan atau selimut yang tipis yang telah dihangatkan telah tersedia. Pertahankan suhu ruang bersalin pada suhu 22 C, dengan kelembaban relatif 60%-65%. 2) Bersihkan bayi baru lahir, dari darah dan verniks yang belebihan, khususnya yang ada di kepala, dengan handuk yang telah dihangatkan sebelumnya 3) Letakkan bayi baru lahir di bawahpenghangat radian 4) Bungkus bayi dengan selimut yang telah dihangatkan dan pindahkan bayi ke ibu 5) Rangkul bayi sehingga menempel pada dada ibu dan dibedong dengan selimut yang hangat Resiko cidera 1) Evaluasi dengan alat elektronik respon denyut jantung janin terhadap kontraksi uterus selama asuhan intrapartum 2) Kaji kadar glukosa darah dengan menggunakan strip kimia sebelum pemberian ASI dan sebelum 2 jam setelah kelahiran 3) Kaji tanda-tanda hipoglikemi 4) Ajarkan orang tua untuk memperkirakan perubahan pada kemampuan infan 5) Diskusikan dengan orang tua perlunya pemantauan konstan terhadap infan 7. Komplikasi Pada kondisi postmatur ini dapat terjadi beberapa komplikasi, yaitu: 1) Menurut Prawirohardjo (2008), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi pada janin seperti gawat janin, gerakan janin berkurang, kematian janin, asfiksia neonaturum dan kelainan letak. 2) Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi seperti kelainan kongenital, sindroma aspirasi mekonium, gawat janin dalam persalinan, bayi besar (makrosomia) atau pertumbuhan janin terlambat, kelainan jangka pangjang pada bayi.



8. Prognosis Pada kehamilan 43 minggu jumlah kematian janin/bayi tiga kali lebih besar dari pada kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.



ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data Subjektif 1) Identitas klien : nama, umur, ras, gravida, alamat, dan nomor telepon, agama,status perkawinan, pekerjaan, dan tanggal anamnesis. 2) Keluhan Utama Menurut Manuaba (1998) dalam bukunya Ilmu Kebidanan, keluhan ibu pada kasus postmatur adalah : 1. Kehamilan belum lahir setelah melewati 42 minggu. 2. Gerak janin makin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali. 3. Berat badan ibu mendatar atau menurun. 4. Air ketuban terasa berkurang. 5. Gerak janin menurun. 3) Riwayat kehamilan sekarang. Mengkaji keluhan yang yang dirsakan pasien selama kehamilan ini. Digunakan sebagai identifikasi masalah pasien. Banyaknya pemeriksaan antenatal yang dilakukan. 4) Riwayat kesehatan masa lalu. Penyakit kronis yang dapat mempengaruhi terjadinya Postterm 5) Riwayat keluarga. Mendeteksi masalah yang berkaitan dengan factor genetic, sebagai indikasi penyakit yang diturunkan oleh orang tua. 6) Riwayat mestruasi 1. Umur menarche 2. Frekuensi, jarak/siklus jika normal 3. Lamanya menstruasi 4. HPHT, lama dan jumlah normalnya 5. Disminore 6. Perdarahan uterus disfungsional, misalnya spotting, menoragia, dan lainlain. 7) Riwayat obstetri. Mengkaji riwayat obstetri dahulu meliputi kehamilan, persalinan, nifas, anak serta KB yang pernah digunakan. 1. KB Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi dan apakah ada kegagalan dalam menjalankan program berKB (Sutjiati, 2010).



2. Kehamilan Untuk mengetahui berapa umur kehamilan, bagaimana letak janin dan berapa tinggi fundus uteri, apakah sesuai dengan umur kehamilan atau tidak 3. Persalinan Spontan atau buatan, lahir aterm atau prematur, ada atau tidak perdarahan, waktu persalinan ditolong oleh siapa, dimana tempat melahirkan, ada atau tidak riwayat persalinan prematur sebelumnya. 4. Nifas Apakah ada luka episiotomi atau robekan jalan lahir yang telah dijahit. 5. Anak Jenis kelamin, hidup atau mati, kalau sudah meninggal pada usia berapa dan sebab meninggal, berat badan dan panjang badan waktu lahir. 8) Riwayat ginekologi 1. Infeksi vagina. 2. Penyakit menular seksual 9) Pola kebiasaan sehari-hari Pola kebiasaan sehari–hari yang perlu dikaji adalah : 1. Pola nutrisi Makan teratur 3 kali sehari, 1 piring nasi, lauk, sayur dan buah, minum kurang lebih 8 gelas per hari, susu, teh dan air putih. 2. Pola Aktivitas Apa aktivitas sehari-hari yang dilakukan ibu. 3. Pola Seksual Untuk mengetahui apakah hubungan seksual berlangsung dengan normal dan ada keluhan atau tidak. 4. Pola eliminasi Untuk mengetahui frekuensi BAB dan BAK serta output cairan 5. Perokok dan pemakai obat-obatan Untuk mengetahui apakah ada kebiasaan merokok dan mengkonsumsi obatobatan serta alkohol.



Data Objektif 2. Pemeriksaan Umum 1) Kesadaran umum Untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu composmentis, apatis, samnolen, atau koma. Normalnya kesadaran composmentis 2) Tekanan darah Untuk mengetahui tekanan darah ibu, normal tekanan darah adalah 120/80 mmHg



3) Suhu Apakah ada peningkatan suhu atau tidak. Normalnya suhu tubuh adalah 35,6 0 C – 37,60C 4) Denyut nadi Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit. Batas normal 60100x/menit 5) Respirasi Untuk mengetahui frekuensi pernafasan yang dihitung dalam 1 menit. Batas normal dalam 1 menit adalah 16-24 x/menit 6) Berat badan Untuk mengetahui adanya kenaikan berat badan selama hamil. Penambahan berat badan rata-rata 0,3-0,5 kg/ minggu. Tetapi nilai normal untuk penambahan berat badan selama kehamilan 9-12 kg 7) Tinggi badan Untuk mengetahui tinggi badan ibu hamil, kurang dari 145 cm atau tidak, termasuk resiko tinggi atau tidak 8) Lingkar lengan Untuk mengetahui lingkar lengan atas ibu, normalnya 23,5 cm 3. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi Mata : periksa konjungtiva dan sklera untuk menentukan apakah ibu anemia atau tidak Wajah : edema atau tidak Leher : apakah terdapat pembesaran kelenjar baik kelenjar tiroid maupun limfe Dada : bagaimana keadaan putting susu, ada tidaknya teraba massa atau tumor, tanda-tanda kehamilan (cloasma gravidarum, aerola mamae, calostrum) Abdomen : dilihat pembesaran perut yang sesuai dengan usia kehamilan, luka bekas operasi Genitalia : dilihat genetalia bagian luar oedem atau tidak serta pengeluaran pervaginam Ekstremitas : atas maupun bawah tidak oedem 4. Pemeriksaan Khusus Obstetric 1) Palpasi a. Tinggi fundus uteri. Untuk mengetahui TFU dengan cara menggunakan pita ukur, dilakukan pengukuran dengan menempatkan ujung pita ukur pada tepi atas sympisis pubis dan tetap menjaga pita ukur agar tetap menempel pada dinding abdomen dan diukur jaraknya kebagian atas fundus uteri Leopold I : Menentukan TFU dan bagian apa yang terdapat pada fundus ibu Leopod II : Menentukan apa yang terdapat disebelah kanan dan kiri perut ibu



Leopold III : Menentukan bagian apa yang terdapat dibawah perut ibu dan apakah sudah masuk PAP atau belum Leopold IV : Menentukan seberapa jauh bagian terendah janin masuk PAP (pada primipara masuk PAP pada usia kehamilan 36 minggu dan pada multipara saat persalinan) b. HIS / Kontraksi Pada ibu post matur tidak ada his walaupun kehamilan sudah mencapai 42 minggu c. Tafsiran berat Untuk memperkirakan berat badan janin. Pada ibu dengan partus prematurus iminens tafsiran berat janin adalah > 2500 gram 5. Pemeriksaan Dalam Anogenital 1) Vulva/vagina Untuk mengetahui adakah edema, varises, luka, kemerahan atau tidak, pembesaran kelenjar bartolini, ada pengeluarann pervaginam atau tidak, ada pembukaan atau tidak, penipisan, presentasi, selaput ketuban masih utuh atau tidak dan sudah sejauh mana penurunan kepala. 2) Perineum Untuk mengetahui ada bekas luka atau tidak, ada keluhan atau tidak 3) Anus Untuk mengetahui ada hemoroid atau tidak, ada kelainan atau tidak. 6. Pemeriksaan Penunjang Menurut Mansjoer (2001), pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah : 1) USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta. 2) KTG untuk menilai ada tidaknya gawat janin 3) Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa tekanan, dinilai apakah reaktif atau tidak dan tes tekanan oksitosin ). Salah satu tanda dari postmaturitas adalah air ketuban yang berwarna kehijauan yang berasal dari mekonium, menunjukkan bahwa terjadi gawat janin. 4) Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik > 20% 7. Diagnosa Keperawatan 1) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan 2) Resiko Cedera pada ibu berhubungan dengan bayi yang besar dan tidak ada dilatasi serviks 3) Resiko cedera pada janin berhubungan dengan persalinan yang lama 8. Intervensi Keperawatan



NO DIAGNOSA 1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan



2.



TUJUAN Tujuan : Meningkatkan pengetahuan keluarga klien Kriteria hasil : 1. Klien merasa tenang dan optimis dengan persalinannya 2. Klien dapat menggunakan teknik relaksasi distraksi atau nafas dalam dengan efektif 3. Klien mengungkapkan pemahaman situasi individu dan kemungkinan hasil akhir klien tampak rileks



Resiko cedera Tujuan : Tidak terjadi pada ibu cedera pada ibu berhubungan Kriteria Hasil: dengan bayi 1. Terdapat kontraksi yang besar dan uterus yang regular tidak ada dilatasi 2. Terjadi pembukaan serviks serviks



INTERVENSI 1. Memberikan health education tentang kondisi klien dan penatalaksanaan



RASIONAL Mengurangi ansietas



2. Berikan penguatan atas upaya keluarga untuk merawat klien



Menyadarkan bahwa mereka telah melakukan yang terbaik dan untuk mempermudah proses adaptasi



3. Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mendiskusikan perasaan mereka



Dengan mengungkapkan perasaan keluarga dapat melakukan penyesuaian realistis terhadap masalah klien Membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan penyebab, kebutuhan pemeriksaan diagnostic dan intervensi yang tepat



1. Tinjau ulang riwayat persalinan, awitan dan durasinya



2. Kaji pola kontraksi uterus



Disfungsi kontraksi memperlemah persalinan, meningkatkan resiko komplikasi maternal atau janin.



3. Catat kondisi



Serviks kaku



serviks dan pantau tanda amnionitis



3.



Resiko cedera pada janin berhubungan dengan persalinan yang lama



Tujuan:Resiko cedera pada janin akan berkurang Kriteria Hasil: 1. Tidak ada distres janin 2. Bayi lahir tanpa trauma



atau tidak siap akan dilatasi akan menghambat penurunan janin



4. Tetap bersama klien, berikan lingkungan yang tenang sesuai indikasi



Reduksi rangsangan dari luar mungkin perlu untuk memungkinkan tidur dan menurunkan tingkat ansietas pada ibu



5. Induksi persalinan dengan oksitosin



Oksitosin memberikan rangsangan terjadinya his. Mendeteksi respon abnormal, seperti bradikardi, takikardi, yang mungkin disebabkan oleh stress, hipoksia dan asidosis



1. Kaji DJJ secara manual atau elektronik



2. Kaji malposisi dengan menunggunakan maneuver Leopold dan temuan pemeriksaan internal



Menentukan letak janin, posisi dan presentasi dapat mengidentifikasi faktor – faktor yang memperberat disfungsional persalinan



3. Siapkan metode untuk melahirkan yang paling layak, bila



Presentase ini meningkatkan resiko CPD, karena diameter



janin pada presentase kening, wajah atau dagu



lebih besar dari tengkorak janin masuk ke pelvis karena kegagalan kemajuan dan pola persalinan memerlukan kelahiran secara caesar.



4. Perhatikan warna dan jumlah cairan amnion bila pecah ketuban



Kelebihan cairan amnion menyebabkan distensi uterus berlebihan yang berhbungan dengan anomaly janin.



DAFTAR PUSTAKA Achdiat, C. M. (2004). Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. Ahyl, Evha Vella. 2012. Postmatur. Diambil melalui http://id.scribd.com/doc pada tanggal 18 Maret 2014 Bayu. 2009. Landasan Teori Seronitus.Diambil melalui http://thieryabdee.wordpress.com/2009 pada tanggal 18 Maret 2014 FK UNPAD. (2005). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC. Helen, Varney. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan.Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC. Hockenberry, Wilson, (2007). Wong’s Nursing Care of Infant and children, 8th edition. Mosby : Evolve Ladewig, Patricia W., London, Marcia L., Olds, sally B., (2006). Asuhan Ibu & Bayi Baru Lahir. Jakarta : EGC Luxner, Karla L., (2004). Delmar’s Maternal-Infant : Nursing Care Plans, 2th edition. Thomson : Delmar Learning Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Manuaba, Ida Bagus Gde. (1999). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta: Arcan. Nanda Internasional, (2012). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Wilkinson, Judith M., Ahern, Nancy R., (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC