LP Ppok [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Di Ruang Interne RSUD KH. Daud Arif Kuala Tungkal



Disusun oleh: Nama



: Idris



NPM



: 2021………



Kelompok



: Alfa



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM APRIL 2021



5



I. Konsep Dasar Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) A. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sebagai penyakit respirasi kronis yang dapat dicegah dan dapat diobati, ditandai adanya hambatan aliran udara yang persisten dan biasanya bersifat progresif serta  berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronis saluran napas yang disebabkan oleh gas atau partikel iritan tertentu. Eksaserbasi dan komorbid berperan pada keseluruhan beratnya penyakit pada seorang pasien (The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease (GOLD) tahun 2014). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible   (Putri Fitriana Eka Susanti, 2015). PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). B. Klasifikasi Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD, 2011), PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut: 1. Derajat 0 (berisiko)  Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.  Spirometri : Normal. 2. Derajat I (PPOK ringan)  Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum.  Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV≥ 80%.



6



3. Derajat II (PPOK sedang)  Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).  Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%.  4. Derajat III (PPOK berat)  Gejala klinis : Sesak napas ketika berjalan dan berpakaian. Eksaserbasi lebih sering terjadi  Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50% 5. Derajat IV (PPOK sangat berat)  Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai komplikasi



korpulmonale



atau



gagal



jantung



kanan.  Spirometri



:FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%.  Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut: 1. Bronchitis Kronis Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan



mucus



yang



berlebihan



dalam



bronkus



dan



termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut- turut (Bruner & Suddarth, 2002). 2. Emfisema Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,



duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner &



Suddarth, 2002). 3. Asma Bronkial Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari



trachea



dan bronkus



terhadap



berbagai



macam



rangsangan



dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).



7



C. Etiologi Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk : 1. Asap rokok a. perokok aktif b. perokok pasif 2. Polusi udara a. polusi di dalam ruangan b. asap rokok c. asap kompor d. polusi di luar ruangan e. gas buang kendaraan bermotor f. debu jalanan 3. Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun) a. infeksi saluran nafas bawah berulang D. Patofisiologi Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru.Difusi adalah peristiwa pertukaran gasantara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara disaluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio



8



volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001). Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen – komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel - sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan - perubahan pada sel – sel penghasil mucus dan silia ini mengganggu sistem



eskalator



mukosiliaris dan



menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia



akibat dari ekspirasi yang



memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009). Komponen – komponen asap rokok juga



merangsang



terjadinya



peradangan kronik pada paru. Mediato - mediator peradangan secara progresif merusak struktur - struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran



udara



dan



kolapsnya



alveolus,



maka



ventilasi



berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil)



paru



secara



pasif setelah



inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009). Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi



oleh neutrofil. Asap rokok



menginduksi



makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya



ketidakseimbangan



ventilasi



Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi



9



jalan



perfusi. napas,



edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi



mukus. Kelainan



perfusi



berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003). E. Manifestasi Klinis 1. Dispnea Dispnea sering menjadi alasan utama pasien PPOK mencari bantuan tenaga kesehatan Dispnea digambarkan sebagai usaha bernafas yang meningkat, berat, kelaparan udara atau gasping, sesak nafas pada PPOK bersifat persisten dan progresif. Awalnya sesak nafas hanya dirasakan ketika beraktifitas seperti berjalan , berlari dan naik tangga yang dapat dihindari, tetapi ketika fungsi paru memburuk, sesak nafas menjadi lebih progresif dan mereka tidak dapat melakukan aktifitas sebagimana orang lain dengan usia yang sama dapat melakukannya (GOLD, 2006). 2. Batuk Batuk Kronis menjadi gejala pertama dari pasien PPOK, setelah merokok atau terpapar oleh polutan lingkungannya. Pada awalnya batuk hanya sebentar kemudian lama kelamaan hadir sepanjang hari (Price dan Wilson, 2006, GOLD, 2006). 3. Pink Puffers Pnk puffers adalah timbulnya dispnue tanpa disertai batuk dan produksi sputum yang berarti. Biasanya dispnue timbul anatara usia 30-40 tahun dan semakin lama semakin berat. Pada penyakit yang sudah lanjut pasien akan kehabisan nafas sehingga tidak lagi dapat makan dan tubuhnya menjadi kurus selain itu untuk mengambil nafas mereka menggunakan pursed lips breathing yang biasanya terjadi pada penderita emfisema (Price dan Wilson, 2006) 4. Blue Blaters Pada tahap lanjut PPOK pasien akan mengalami blue blaters yaitu kondisi batuk produkfi dan berulang kali mengalami infeksi pernapsan yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun sebelum tampak gangguan



10



fungsi paru. Biasanya ini dimulai dari usia 20-30 tahun yang akan diikuti munculnya dispneu pada saat melakukan aktifitas fisik. Tampak gejala berkurangnya nafas sehingga mengalami hipoventilasi menjadi hipoksia dan hiperkapnia. Hipoksia kronis ini akan merangsang ginjal untuk eritroprotein meningkatkan produksi sel darah merah sehingga terjadi polisitemia sekunder. Kadar Hb dapat mencapai 20 g/100 ml atau lebih dan sianosis mudah tampak karena hemoglobin yang tereduksi. Blue blaters adalah gambaran khas pada bronkitis kronis dimana pasien gemuk, sianosis, terdapat oedema tungkai, dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer (Price dan Wilson, 2006). 5. Produksi sputum Pasien PPOK umumnya disertai batuk produktif. Batuk kronis dan pembentukan sputum mukoid atau mukopurulen selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-turut merupakan gejala klinis dari bronkitis kronis (Price dan Wilson, 2006, GOLD, 2006) 6. Wheezing dan sesak dada Wheezing dan sesak dada adalah gejala yang spesifik dan bervariasi dari satu pasien dengan pasien yang lain. Gejala ini dojumpai pada PPOK ringan yang lebih spesifik kepada asma atau pada PPOK berat atau sangat berat. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari brnkiolus yang sempit (mengalami oedem dan berisi mukus), yang dalam kondisi normal akan berkontraksi sampai pada tingkat tertentu pada saat ekspirasi. Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma. Sedangkan sesak dada adalah kondisi yang buruk sebagai kontraksi isometrik otot-otot interkostal (Price dan Wilson, 2006).



11



7. Perubahan Bentuk Dada Pada pasien PPOK dengan stadium lanjut akan ditemukan tanda-tanda hiperinflasi paru seperti barrel chest dimana diafragma terletak lebih rendah dan bergerak tidak lancar, kifosis, diameter antero-posterior bertambah, jarang tulang rawan krikotiroid dengan lekukan suprasternal kurang dari 3 jari, iga lebihh horizontal dan sudut subkostal bertambah (Price dan Wilson, 2006). F. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan rutin a. Uji bronkodilator  Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP 1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil. b. Spirometri Klasifikasi PPOK berdasarkan hasil pengukuran FEV1 dan FVC dengan spirometri setelah pemberian bronkodilator dibagi menjadi GOLD 1, 2, 3, dan 4. Pengukuran spirometri harus memenuhi kapasitas udara yang dikeluarkan secara paksa dari titik inspirasi maksimal (Forced Vital Capacity (FVC)), kapasitas udara yang dikeluarkan pada detik pertama (Forced Expiratory Volume in one second (FEV1)), dan rasio



kedua



pengukuran



tersebut



(FEV1/FVC).



Pada



tabel



1



diperlihatkan klasifikasi tingkat keparahan. 2. Darah rutin Hitung darah lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan anemia atau polisitemia. Pemeriksaan darah rutin meliputi 6 jenis pemeriksaan, yaitu : 1. Hemoglobin / Haemoglobin (Hb) 2. Hematokrit (Ht)



12



3. Leukosit: hitung leukosit (leukocyte count) dan hitung jenis (differential count) 4. Hitung trombosit / platelet count 5. Laju endap darah (LED) / erythrocyte sedimentation rate (ESR) 6. Hitung eritrosit (di beberapa instansi) 3. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.  Pada emfisema terlihat gambaran :  - Hiperinflasi - Hiperlusen Ruang retrosternal melebar - Diafragma mendatar. Pada bronkitis kronik :  • Normal • Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus. Manifestasi menonjol dari PPOK ini berupa barrel chest, barrel chest merupakan pembesaran pada bagian dada menyerupai bentuk tong/bulat. Pada pemeriksaan radiologi dapat menampakkan bentuk barrel chest tersebut. Pada dada tong (barrel chest), bentuk elips normal dada digantikan oleh yang berbentuk bulat dimana diameter anteroposterior membesar sampai sekitar diameter melintangnya.Diafragma tertekan sementara



sternum



terdorong ke



depan dan rusuk melekat



secara



horizontal, bukan menyudut. Akibatnya, dada tampak selalu berada pada posisi inpiratori. 4. Pemeriksaan Khusus tindakan rutin a. Uji latih kardiopulmoner  1) Sepeda statis (ergocycle) 2) Jentera (treadmill) 3) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal b. Uji provokasi bronkus  Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan  c. Uji coba kortikosteroid  Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama



13



2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid  d. Analisis gas darah   Terutama untuk menilai :  1) Gagal napas kronik stabil 2) Gagal napas akut pada gagal napas kronik  e. Elektrokardiografi  Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. f. Ekokardiografi  Menilai fungsi jantung kanan g. Bakteriologi  Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK. G. Penatalaksanaan 1. Terapi Medis a. Bronkodilator Bronkodilator adalah pengobatan yang berguna untuk meningkatkan FEV1 atau mengubah variable spirometri dengan cara mempengaruhi tonus otot polos pada jalan napas. b.  Antikolinergik Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium, oxitropium dan tiopropium bromide. Efek utamanya adalah memblokade efek asetilkolin pada reseptor muskarinik. Efek bronkodilator dari short acing anticholinergic inhalasi lebih lama dibanding short acting β2 agonist. Tiopropium memiliki waktu kerja lebih dari 24 jam. Aksi kerjanya dapat



14



mengurangi eksaserbasi dan hospitalisasi, memperbaiki gejala dan status kesehatan (Evidence A), serta memperbaiki efektivitas rehabilitasi pulmonal (Evidence B). Efek samping yang bisa timbul akibat penggunaan antikolinergik adalah mulut kering. Meskipun bisa menimbulkan gejala pada prostat tapi tidak ada data yang dapat membuktikan hubungan kausatif antara gejala prostat dan penggunaan obat tersebut. c. Methylxanthine Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin. Obat ini dilaporkan berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun obat ini tidak direkomendasikan jika obat lain tersedia d. Kortikosteroid Kortikosteroid



inhalasi



yang



diberikan



secara



regular



dapat



memperbaiki gejala, fungsi paru, kualitas hidup serta mengurangi frekuensi eksaserbasi pada pasien dengan FEV1 65 tahun  g. Alpha-1 Augmentation therapy Terapi ini ditujukan bagi pasien usia muda dengan defisiensi alpha-1 antitripsin herediter berat. Terapi ini sangat mahal, dan tidak tersedia di hampir semua negara dan tidak direkomendasikan untuk pasien PPOK yang tidak ada hubungannya dengan defisiensi alpha-1 antitripsin. 



15



h. Antibiotik: Penggunaannya untuk mengobati infeksi bakterial yang mencetuskan eksaserbasi. i. Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) dan antioksi dan Ambroksol, erdostein, carbocysteine, ionated glycerol dan N-acetylcystein dapat mengurangi gejala eksaserbasi. j. Terapi oksigen Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya. Indikasi : a) Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%  b) Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain k. Ventilatory support Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.    Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :  a) Ventilasi mekanik dengan intubasi b) Ventilasi mekanik tanpa intubasi     2. Terapi Non Medis a. Memberikan edukasi b. Menghentikan kebiasaan merokok c. Meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan d. Perbaikan nutrisi



16



H. Komplikasi 1. Insufiensi Pernapasan Pasien PPOK dapat mengalami gagal napas kronis secara bertahap ketika struktur paru mengalami kerusakan secara irreversible. Gagal napas dapat terjadi apabila penurunan oksigen terhadap karbon dioksida dalam paru menyebabkan ketidakmampuan memelihara laju kebutuhan oksigen. Hal ini dapat mengakibatkan tekanan oksigen arteri krang dari 50 mmHg dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besa dari 45 mmHg (Smelzer dan Bare, 2008). 2. Atelektasis Obstruksi bronkial oleh sekresi merupakan penyebab utama terjadinya kolap pada alveolus, lobus, atau unit paru yang lebih besar. Sumbatan akan mengganggu alveoli yang normalnya menerima udara dari bronkus. Udara alveolar yang terperangkap menjadi terserap kedalam pembuluh darah tetapi udara luar tidak dapat menggantikan udara yang terserap karena obstruksi. Akibatnya paru menjadi terisolasi karena kekurangan udara dan ukurannya menyusut dan bagian sisa paru lainnya berkembang secara berlebihan (Smelzer dan Bare 2008). 3. Pneumonia Pneumonia adalah proses  inflamatori parenkim paru yang disebabkan oleh agen infeksius. PPOK mendasari terjadinya pneumoni karena flora normal terganggu oleh turunnya daya tahan hospes. Hal ini menyebabkan tubuh menjadi rentan terhadp infeksi termasuk diantaranya mereka yang mendapat terapi kortikosteroid dan agen imunosupresan lainnya (Smelzer dan Bare 2008) 4. Pneumotoraks Pneumotarks spontaneous sering terjadi sebagai komplikasi dari PPOK karena adanya ruptur paru yang berawal dari pneumotoraks tertutup (Black dan Hawk, 2005). Pneumotoraks terjadi apabila adanya hubungan anftara bronkus dan alveolus dengan rongga pleura, sehingga udara masuk



17



kedalam rongga pleura melalui kerusakan yang ada (Price dan Wilson, 2006) 5. Hipertensi Paru Hipertensi pulmonal ringan atau sedang meskipun lambat akan muncul pada kasus PPOK karena hipoksia yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah kecil paru. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan struktural yang meliputi hiperplasia intimal dan hipertrophi atau hiperplasia otot halus. Hipertenai pulmonal yang progresif akan menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan dan akhirnya menyebabkan gagal jantung kanan (cor pulmonale) (Gold, 2006). 



18



II.



Konsep Dasar Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data - data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi : a. Identitas Pasien Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab. 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan



untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan -



keluhannya tersebut. c. Riwayat Penyakit Dahulu Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang sama. d. Riwayat Penyakit Keluarga Perlu



ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita



penyakit -penyakit yang sama.



19



e. Riwayat Psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. 3. Kebutuhan Bio Psiko-Sosial-Spiritual 4. Aktivitas dan Istirahat Gejala : a. Keletihan, kelelahan, malaise b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari - hari karena sulit bernafas c. Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisiduduk tinggi d. Dispnea pass saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa otot 5. Sirkulasi Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah Tanda : Peningkatan tekanan darah, Peningkatan frekuensi jantung, Distensi vena leher, Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung, Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada), Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu - abu/sianosis; kuku tabuh dansianosis perifer, Pucat dapat menunjukkan anemia. 6. Integritas Ego Gejala : Peningkatan factor resiko, Perubahan pola hidup Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang 7. Makanan/ cairan Gejala : Mual/muntah, Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema), ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan, penurunan



20



berat



badan



menetap



(emfisema), peningkatan berat badan



menunjukkan edema (bronchitis) Tanda : Turgor kulit buruk, Edema dependen, Berkeringat 8. Hyigene Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari - hari Tanda : Kebersihan buruk, bau badan 9. Pernafasan Gejala : Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode



berulangnya



sulit



nafas



(asma);



rasa



dada



tertekan,



ketidakmampuan untuk bernafas (asma) Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut - turut tiap tahun sedikitnya 2tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali(bronchitis kronis) Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap



dinimeskipun



pneumonia



dapat menjadi produktif (emfisema). Riwayat



berulang,



terpajan



pada



polusikimia/iritan



pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (misalnya asbes, debu, batubara, rami katun, serbuk gergaji. 10. Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus - menerus. Tanda : Pernafasan biasanya cepat,dapat



lambat; fase ekspresi



memanjangdengan mendengkur, nafas bibir (emfisema) Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan hidung. Dada: gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas : mungkin



redup



dengan ekspirasi mengik (emfisema); menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma) ·



21



Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara denganemfisema); bunyi pekak pada area paru (mis.Konsolidasi, cairan, mukosa), Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus. Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu – abu keseluruhan;



warna



merah (bronchitis kronis, “biru



mengembung”). Pasiendengan emfisema sedang sering disebut “pink puffer”



karena



warna



kulitnormal meskipun pertukaran gas tak



normal dan frekuensi pernafasan cepat. Tabuh pada jari-



jari



(emfisema) 11. Keamanan Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan, Adanya/berulang infeksi Kemerahan/berkeringat (asma) 12. Seksualitas Gejala : penurunan libido 13. Interaksi Sosial Gejala : Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung, Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat, Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik Tanda : Ketidakmampuan untukmembuat//mempertahankan suara karena distress pernafasan, Keterbatasan mobilitas fisik, Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d Penyakit Paru Obstruksi Kronis 2. Ketidakefektifan pola napas b.d Keletihan otot pernapasan 3. Kerusakan pertukaran gas b.d Perubahan membran alveolar-kapiler 4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d Faktor biologi. (Nurarif & Kusuma, 2016).



22



1. Intervensi Keperawatan No



Diagnosa Keperawatan



1.



Ketidakefektifan



NOC



NIC



NOC: Status pernapasan: Kepatenan jalan bersihan jalan napas napas b.d Penyakit Paru Setelah dilakukan tindakan keperawatan Obstruksi Kronis selama 2 X 24 jam diharapkan ketidakefektifan bersihan jalan napasdapat teratasi. Dengan kriteria hasil: 1. Klien mampu untuk mengeluarakan sekret 2. Klien tdak mengeluh batuk 3. Frekuensi napas 16-24 X/menit 4. Klien tidak melakukan pursed lip breathing 5. Tidak ditemukan bunyi wheezing di kedua lapang paru



18



Aktivitas



Manajemen jalan Nafas



MANDIRI Manajemen Jalan Nafas 1. Lakukan fisioterapi dada,sebagaimana mestinya. 2. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakuakn batuk atau menyedot lendir. 3. Motivasi pasien untuk bernafas pelan,dalam,berputar,dan batuk 4. Instruksikan bagaimana agar bisa melakuakan batuk efektif 5. Auskultasi suara nafas,catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adannya suara tambahan.



Monitoring Jalan Nafas



Monitor Pernafasan 1. Monitor kecepatan,irama,kedalaman dan kesuliatan bernafas 2. Monitor suara nafas tambahan 3. Auskultasi suara nafas setelah tindakan,untuk di catat 4. Monitor kemampuan batuk efektif pasien 5. Catatonset,karakteristik,dan lamanya batuk 6. Monitor sekresi pernafasan pasien.



KOLABORASI: 7. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian kortikosteroid dan  mukolitik 2.



Ketidakefektifan pola



napas



Keletihan pernapasan



b.d



Status Pernafasan Srtatus Pernafasan: Ventilasi



Management Jalan Nafas



otot Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam diharapkan ketidakefektifan pola napas dapat teratasi. Dengan kriteria hasil: 1. Tidak menggunakan otot bantu nafas 2. Frekuensi pernapasan 16-24 x/menit 3. Klien tidak melakukan pursed lip breathing 4. Pernapasan ekspirasi tidak memanjang 5. Hasil pemeriksaa   n spirometri rasio    FEV1/ FVC adalah 75-80 %



19



Monitoring Jalan Nafas



MANDIRI Manajemen Jalan Nafas: 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 2. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar, dan batuk 3. Bantu dengan dorongan spirometer 4. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan 5. Kelola pemberian bronkodilator 6. Monitor status pernafasan dan oksigenasi. Monitor Pernafasan: 1. Monitor kecepatan,irama,kedalaman dan kesulitan bernafas 2. Catat pergerakan dada,catat ketidaksimetrisan,penggunaan otototot bantu nafas,dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta 3. Monitor pola nafas 4. Monitor saturasi oksigen  yang tersedasi ( SaO2, SvO2, SpO2) sesuai dengan protokol yang ada. 5. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 6. Perkusi torak anterior dan posterior,dari apeks ke basis



paru,kanan dan kiri. 7. Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksial. 8. Monitor nilai fungsi paru,terutama kapasitas vital paru,volume inspirasi maksimal,volume ekspirasi maksimal selam 1 detik ( FEV1) dan FEV1/FVC sesuai dengan data yng tersedia. KOLABORASI 1. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi bronkodilator 3.



Kerusakan Respon Ventilasi Mekanik: Dewasa Management pertukaran gas b.d Status Pernafasan:Pertukaran Gas Jalan Nafas Perubahan membran alveolar-kapiler Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam diharapkan Kerusakan pertukaran gas dapat teratasi. Dengan kriteria hasil: 1. Klien tidak mengeluh batuk  2. Klien tidak merasa lemah dan Monitoring gelisah 3. Tidak melekukan pursed lip Jalan Nafas breathing 4. Gerakan dinding dada simetris 5. Hasil pemeriksaan spirometri rasio FEV1 / FVC adalah 75-80 %



20



MANDIRI Manajemen Jalan Nafas: 1.  Posisikan pasien untuk melakukan ventilasi 2. Motivasi pasien untuk bernafas pelan,dalam berputar ,dan batuk 3. Monitor status pernafasan dan oksigenasi,sebagaimana mestinya. Monitor Pernafasan: 1. Monitor saturasi oksigen  yang tersedasi ( SaO2, SvO2, SpO2) sesuai dengan protokol yang ada. 2.  Auskultasi suara nafas setelah tindakan,untuk di catat 3. Catat perubahan saturasi O2,volume tidal akhir CO2,dan perubahan nilai analisa gas darah dengan tepat.



4. Monitor hasil foto thoraks Terapi Oksigen 1. Pertahankan kepatenan jalan napas 2. Berikan oksigen tamabahan seperti yang di perintahkan 3. Monitor aliran oksigen 4. Monitor posisi perangkat (alat) pemberian oksigen 5. Periksa perangkat ( alat ) pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa konsentrasi (yang telah) ditentukan sedang di berikan 6. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali perngkat diganti 7. Monitor kemampuan pasien untuk mentolerir pengangkatan oksigen ketika makan 8. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen 9. Monitor peralatan oksigen untuk memastiakan bahwa alat tersebut tidak mengganggu upaya pasien untuk bernapas 10. Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan kebutuhan mendapatakan terapi oksigen 11. Monitor kerusakan kulit terhadap adanya gesekan perangkat oksigen KOLABORASI 21



1. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberaian antioksidan (NAcetylcyteine) 2. Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi oksigen 3 liter/menit 4.



Ketidakseimbangan



Status Nutrisi



nutrisi : kurang dari



Management Fluid



MANDIRI Manajemen gangguan makan: 1. Tentukan pencapaian berat badan harian sesuai keinginan 2. Monitor tanda-tanda fisiologis (TTV,elektrolit) jika diperukan 3.  Timbang berat badan klien secara rutin (pada hari yang sama dan setelah BAB/BAK) 4. Monitor intake/asupan dan asupan cairan secara tepat 5. Monitor asupan kalori makanan harian 6. Batasi makanan sesuai dengan jadwal,makanan pembuka dan makanan ringan 7. Monitor perilaku klien yang berhubungan dengan pola makan, penambahan,dan kehilangan berat badan 8. Batasi aktifitas fisik sesuai kebutuahan untuk meningkatkan berat badan



Management



Manajemen Nutrisi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan tubuh b.d selama 2 X 24 jam diharapkan Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari Faktor biologi kebutuhan tubuh dapat teratasi. Dengan kriteria hasil: 1. Klien mengalami peningkatan nafsu makan 2. Badan klien tidak merasa lemas 3. Berat badan klien mulai mengalami kenaikan



22



Nutrisi



1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien ) untuk memenuhi kebutuhan gizi 2. Identifikasi (adanaya) alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien 3. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien 4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhakan untuk memenuhi kenutuhan persyaratan gizi 5. Berikan pilihan makanan sambil menawarkan bimbingan terhadap pilihan (makanan) yang lebih sehat,jika diperlukan. 6. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut sebelum makan 7. Tawarkan makanan ringan yang padat gizi 8. Pastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah konstipasi 9. Monitor kalori dan asupan makanan 10. Monitor kecenderunagn terjadinya penuruan dan kenaikan berat badan Bantuan peningkatan berat badan: 1. Diskusikan kemungkian penyebab berat badan berkurang 2. Dukung peningkatan asupan kalori 3. Instruksikan cara peningkatan kalori



23



4. Sediakna variasi makanan yang tinggi kalori dan bernutrisi tinggi. 5. Kaji makanan kesukaaan pasien,baik itu kesukaan pribadi atau yang dianjurkan budaya dan agamanya 6. Ciptakan suasuana sosial yang tepat untuk makan. KOLABORASI 1. Kolababorasikan dengan ahli gizi untuk pemeberian diet rendah karbohidrat (Nurarif & Kusuma, 2016).



24