LP Ppok [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)



A. KONSEP PENYAKIT 1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara pada saluran pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini terjadi karena adanya respon inflamasi paru akibat pajanan partikel atau gas beracun yang disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit (Perhimpunan dokter paru Indoesia, 2010). PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama  dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asma bronchiale (S Meltzer, 2012) Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis, bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif aktivitas bronkus. 2. Etiologi Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief Mansjoer (2005) adalah : 1) Kebiasaan merokok 2) Polusi Udara 3) Paparan Debu, asap 4) Gas-gas kimiawi akibat kerja 5) Riwayat infeki saluran nafas 6) Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin



Laporan Pendahuluan : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOK



1



Sedangkan penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronikmenurut David Ovedoff (2009) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia Tingkatan keparahan penyakit PPOK : Tingkat Nilai FEV1 dan gejala 0 Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum dan dispnea. Beresiko Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi),spirometri normal. I FEV1/FVC < 70%, FEV1≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu ada gejala Ringan batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien biasanya bahkan belum berasa paru-parunya bermasalah. II FEV1/FVC < 70%, 50% < FEV1 < 80%, gejalamya biasanya mulai Sedang progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek. III FEV1/FVC < 70%, 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang yang Berat mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini pasien mulai mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau serangan penyakit. IV FEV1/FVC < 70%, FVE1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi Sangat berat kronis. Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1 > 30%, tapi pasien mengalami kegagalan pernafaasan atau gagal jantung kanan/cor pulmonary. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat terganggu dan serangan mungkin mengancam jiwa. 3. Klasifikasi Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut : 1) Bronchitis kronis a. Definisi Bronchitis kronis adalah gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dimanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentukan sputum selama 3 bulan dalam setahun ,paling sedikit 2 tahun berturut-turut (Brunner&suddart,2002). b. Etiologi Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu: 1) Infeksi : stafilkokus ,streptokokus, pneumokokus. 2) Alergi



Laporan Pendahuluan : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOK



2



3) Rangsang : misal asap pabrik,asap obil,asap rokok. c. Manifestasi klinis 1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar ukus pada bronki besar yang mana akan meingkatan produksi mucus 2) Mucus lebih 3) Kerusakan fungsi fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mucus. Oleh karena itu”mucociliary defence” dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecendrungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul kelenjar mucus akan menjadi hipertropi dan hyperplasia sehingga produksi mucus akan meningkat. 4) Dinding bronchial meradang dan menebal dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mucus yang banyakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronkitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronkus besar,tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena 5) Mukus yang kental disertai pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis 6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio



ventilasi perfusi



abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2. 7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary 8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF 2) Emfisema Laporan Pendahuluan : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOK



3



a. Definisi Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002). b. Etiologi a) Faktor tidak diketahui b) Predisposisi genetic c) Merokok d) Polusi udara 3) Asthma Bronchiale a. Definisi Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002). b. Etiologi a) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll) b) Infeksi saluran  nafas c) Stress d) Olahraga (kegiatan jasmani berat) e) Obat-obatan f) Polusi udara g) Lingkungan kerja h) Lain-lain (iklim, bahan pengawet) c. Klasifikasi Asma, dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Ekstrinsik atau alergi, disebabkan oleh alergen yang diketahui. Asma alergik disebabkan oleh kepekaan individu pada alergen (biasanya protein) dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang spora jamur, debu, serat kain, atau yang lebih jarang, terhadap makanan atau susu atau coklat. Alergen meskipun dalam jumlah yang kecil dapat mengakibatkan serangan asma. Laporan Pendahuluan : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOK



4



2) Asma nonalergik atau adioapatik, ditandai dengan sering tidak ditemukannya faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor nonspesifik seperti (flu biasa, latihan fisik atau emosi) dapat memicu serangan asma. Serangan asma nonalergik atau adioapatik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3) Asma gabungan, yang terdiri dari komponen-komponen asma ekstrinsik dan adiopatik. d. Manifestasi Klinis a) Dispnea b) Permulaan Serangan Terdapat Sensasi Kontriksi Dada (Dada Terasa Berat), c) Wheezing, d) Batuk Non Produktif e) Takikardi f) Takipnea 4. Tanda dan Gejala Tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau PPOK adalah sebagai berikut: 



Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari seiring waktu







Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukupurulent sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas Batuk dan ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan maksimal pada pagi hari







Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya penyakit pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara.



Laporan Pendahuluan : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOK



5







Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang, ronchi, dan hiperresonansi pada perkusi







Anoreksia







Penurunan berat badan dan kelemahan







Takikardia, berkeringat







Hipoksia



5. Pemeriksaan Diagnostik 1) Chest X- Ray: dapat menunjukkan hyperinflamation paru, flattened diafragma, peningkatanruanganudara



retrosternal,



penurunantanda



vascular/bullae



(emfisema), peningkatan suara bronkovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asma). 2) Pemeriksaan fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasiefek dari terapi, misalnya bronkodilator. 3) Total lung capacity (TLC): meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema. 4) Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema. 5) FEV1/FVC: rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asma. 6) Arterial blood gasses (ABGs): menunjukan prose penyakit kronis, sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan (bronchitis kronis dan emfisema), terapi sering kali menurun pada asma, Ph normal atau asidosis, alkalosis respirator iringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma). 7) Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolabsbronkial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mucus (brokitis). 8) Darah lengkap: terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan eosinophil (asma).



Laporan Pendahuluan : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOK



6



9) Kimia darah: alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema primer. 10) Skutum kultur: untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen, sedangkan pemeriksaan sitology digunakan untuk menentukan penyakit keganasan/elergi. 11) Electrokardiogram (ECG): diviasiaksis kanan, gelombang P tinggi (asma berat), atrial disritmia (bronkitis),gelombang P pada leads II, III, dan AVF panjang, tinggi (padabronchitis dan efisema), dan aksis QRS vertical (emfisema). 12) Exercise ECG, stress test: membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,



mengevaluasi



keektifan



obat



bronkodilator,



dan



merencanakan/evaluasi program. 6. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah: a) Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik. b) Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian. c) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal. Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut: a) Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara. b) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara. c) Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik. d) Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial. e) Pengobatan simtomatik. f) Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.



Laporan Pendahuluan : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOK



7



g) Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit. Tindakan rehabilitasi yang meliputi: a) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus. b) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif. c) Latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani. d) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula. e) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya. 7. Komplikasi 1) Hipoxemia Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen