LP Prakonsepsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN



A. TINJAUAN TEORI MEDIS 1. Pengertian Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil menurut peraturan menteri kesehatan nomor 97 tahun 2014 adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan pada perempuan saat remaja hingga saat sebelum hamil dalam rangka menyiapkan perempuan dalam menjalani kehamilan, persalinan, dan melahirkan bayi yang sehat. Kegiatan juga ditujukan kepada laki-laki karena kesehatan laki-laki juga dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan (Kemenkes RI, 2018). Menurut WHO tahun 2013, pelayanan kesehatan masa sebelum hamil adalah penyediaan pelayanan kesehatan komprehensif yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan intervensi sosial sebelum terjadinya kehamilan yang bertujuan untuk: a. Menurunkan angka kematian ibu dan bayi b. Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan c. Mencegah terjadinya komplikasi selama kehamilan dan persalinan d. Mencegah terjadinya kematian bayi dalam kandungan, prematuritas, BBLR e. Mencegah kelainan bawaan pada bayi f. Mencegah infeksi neonatal g. Mencegah stunting dan KEK h. Mencegah penularan HIV dan IMS dari ibu ke anak i. Menurunkan resiko kejadian kanker pada anak j. Menurunkan resiko diabetes tipe 2 dan gangguan kardiovaskular dikemudian hari Sesuai peraturan menteri kesehatan nomor 97 tahun 2014, pelayanan kesehatan masa sebelum hamil ditujukan pada 3 kelompok sasaran yaitu remaja, catin, dan PUS. Pelayanan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan tata laksana dengan memberikan penekanan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan khusus untuk setiap kelompok. Pada kelompok remaja, pelayanan kesehatan masa sebelum hamil ditujukan untuk mempersiapkan remaja menjadi orang dewasa yang sehat, produktif, serta terbebas dari berbagai gangguan kesehatan yang dapat menghambat



kemampuan menjalani kehidupan kehidupan reproduksi secara sehat (Kemenkes RI, 2018). Sedangkan untuk catin dan PUS, pelayanan kesehatan masa sebelum hamil bertujuan untuk mempersiapkan pasangan agar sehat sehingga perempuan dapat menjalankan proses kehamilan, persalinan yang sehat dan selamat, serta melahirkan bayi yang sehat. 2. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil pada Pasangan Usia Subur (PUS) Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil bagi PUS diberikan kepada PUS laki-laki maupun perempuan, baik yang belum mempunyai anak maupun yang sudah memiliki anak dan ingin merencanakan kehamilan selanjutnya (Kemenkes RI, 2018). Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil pada PUS meliputi: a. Anamneis 1) Anamnesis Umum Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara tenaga kesehatan dan klien untuk memperoleh informasi tentang keluhan, penyakit yang diderita, riwayat penyakit, faktor resiko pada PUS, status imunisasi tetanus, riwayat KB, serta riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya. 2) Deteksi Dini Masalah Kesehatan Jiwa Deteksi masalah kesehatan jiwa yang relatif murah, mudah, dan efektif untuk PUS dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO yaitu Self Reporting Questionnaire (SRQ). Dalam SRQ terdapat 20 pertanyaan terkait gejala masalah kesehatan jiwa yang harus dijawab klien dengan jawaban ya atau tidak sepeti tabel dibawah ini. Table 1.1 Self Reporting Questionnaire No 1 2 3 4 5 6 7 8 9



Pertanyaan Apakah Anda sering menderita sakit kepala? Apakah Anda kehilangan nafsu makan? Apakah tidur Anda tidak lelap? Apakah Anda mudah menjadi takut? Apakah Anda merasa cemas, tegang, dan khawatir? Apakah tangan Anda gemetar? Apakah Anda mengalami gangguan pencernaan? Apakah Anda merasa sulit berpikir jernih? Apakah Anda merasa tidak bahagia?



Ya



Tidak



10 11



Apakah Anda lebih sering menangis? Apakah Anda merasa sulit untuk menikmati aktivitas sehari-hari? 12 Apakah Anda mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan? 13 Apakah aktivitas atau tugas sehari-hari Anda terbengkalai? 14 Apakah Anda merasa tidak mampu berperan dalam kehidupan ini? 15 Apakah Anda kehilangan minat terhadap banyak hal? 16 Apakah Anda merasa tidak berharga? 17 Apakah Anda mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup Anda? 18 Apakah Anda merasa lelah sepanjang waktu? 19 Apakah Anda merasa tidak enak diperut? 20 Apakah Anda mudah lelah? Sumber: Kemenkes RI, 2018. b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan



fisik



dilakukan



untuk



mengetahui



dan



mengidentifikasi status kesehatan melalui pemeriksaan denyut nadi, frekuensi nafas, tekanan darah, suhu tubuh, dan pemeriksaan lengkap. Selain itu dilakukan pemeriksaan status gizi yang meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan, LILA, dan tanda anemia. 1) Pemeriksaan Tanda Vital Bertujuan untuk mengetahui kelainan suhu tubuh, tekanan darah, kelainan denyut nadi, serta kelainan paru-paru dan jantung. Pemeriksaan tanda vital dilakukan melalui pengukuran suhu tubuh ketiak, tekanan darah (systole dan diastole), denyut nadi per menit, frekuensi nafas per menit, serta auskultasi jantung dan paru. PUS/WUS yang mengalami masalah dengan tanda vital dapat mengindikasikan masalah infeksi, hipertensi, penyakit paru (asma, tuberculosis), dan jantung yang jika tidak segera diobati beresiko mengganggu kesehatannya karena malaise (lemah), sakit kepala, sesak nafas, nafsu makan menurun. Pada PUS yang sudah mempunyai anak sebelumnya, pemeriksaan lebih difokuskan pada persiapan fisik untuk kehamilan yang diinginkan. Pada PUS yang mempunyai masalah terkait infertilitas, pemeriksaan fisik difokuskan pada organ reproduksi laki-laki dan



perempuan. Apabila diperlukan pemeriksaan fisik lebih lanjut klien dapat dirujuk ke rumah sakit. 2) Pemeriksaan Status Gizi Pelayanan gizi bagi PUS/WUS dilakukan melalui pemeriksaan: a) Indek Massa Tubuh (IMT) Status gizi dapat ditentukan dengan pengukuran IMT. Indek Massa Tubuh atau IMT merupakan proporsi standar berat badan (BB) terhadap tinggi badan (TB). IMT perlu diketahui untuk menilai status gizi PUS/WUS dalam kaitannya dengan persiapan kehamilan.



Jika



perempuan



dengan



status



gizi



kurang



menginginkan kehamilan, sebaiknya kehamilan ditunda terlebih dahulu untuk dilakukan intervensi perbaikan gizi sampai status gizinya baik. Perencanaan kehamilan yang sehat harus dilakukan pada masa prakonsepsi. Proses kehamilan yang direncanakan dengan baik, maka akan berdampak positif pada kondisi janin dan adaptasi fisik dan psikologis dari perempuan dan pasangannya. Hal-hal yang perlu dipersiapkan pada kehamilan misalnya pengaturan nutrisi ibu hamil. Nutrisi yang baik juga berperan dalam proses pembentukan sperma dan sel telur yang sehat. Nutrisi yg baik berperan dalam mencegah anemia saat kehamilan, perdarahan, pencegahan infeksi, dan pencegahan komplikasi kehamilan seperti kelainan bawaan dan lain-lain (Oktalia & Herizasyam, 2015). Ibu hamil dengan kekurangan gizi memiliki resiko yang dapat membahayakan ibu dan janin antara lain anemia pada ibu dan janin, resiko perdarahan saat melahirkan, BBLR, mudah terkena penyakit infeksi, resiko keguguran, bayi lahir mati, serta cacat bawaan pada janin. PUS laki-laki juga harus memiliki status gizi yang baik. b) LILA (Lingkar Lengan Atas) Selain IMT, penapisan status gizi pada perempuan juga dilakukan dengan pengukuran menggunakan pita LILA untuk mengetahui adanya resiko KEK pada WUS. Ambang batas LILA pada WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila hasil pengukuran kurang dari 23,5 cm atau dibagian merah



pita LILA artinya perempuan tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tenri Puli, A.Razak Thaha, dan Aminuddin Syam pada tahun 2014 dapat diketahui



bahwa



Tingkat



pendidikan



wanita



pra-konsepsi



mempengaruhi kejadian KEK. Artinya responden yang memiliki pendidikan yang baik dapat mencegah terjadinya KEK. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi khususnya konsumsi makanan yang lebih baik. Dalam kepentingan gizi keluarga, pendidikan amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan bisa mengambil tindakan yang tepat (Puli, Thaha, & Syam, 2014). Selain itu, penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa Pengeluaran pangan pada wanita prakonsepsi memengaruhi kejadian KEK, sehingga bila pengeluaran untuk pangan kurang akan berisiko terjadinya KEK. Pendapatan yang tinggi belum tentu diikuti dengan tingginya status gizi catin, dan sebaliknya. Hal ini terkait dengan banyaknya faktor, salah satunya adalah terkait dengan besar kecilnya pengeluaran keluarga untuk makanan. Totalitas pendapatan keluarga tidak semuanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan sehingga secara tidak langsung pendapatan tidak mempunyai korelasi yang nyata dengan kejadian KEK (Puli et al., 2014). 3) Pemeriksaan Fisik Lengkap Pemeriksaan fisik pada PUS dilakukan untuk mengetahui status kesehatan PUS. Pemeiksaan ini dilakukan secara lengkap sesuai indikasi medis. Dari pemeriksaan ini diharapkan tenaga kesehatan mampu mendeteksi adanya gangguan kesehatan pada PUS, misalnya gangguan jantung atau paru, tanda anemia, hepatitis, IMS, dan lainlain. c. Pemeriksaan Penunjang



Dalam persiapan kehamilan sebaiknya dilakukan skrining penyakitpenyakit seperti penyakit infeksi yang berisiko menular pada janinnya misalnya Hepatitis, HIV, Toxoplasma dan Rubella), penyakit yang dapat diperberat dengan kondisi kehamilan misalnya diabetes mellitus, epilepsi, penyakit jantung, penyakit paru, hipertensi kronis (Oktalia & Herizasyam, 2015). Pemeriksaan penunjang dalam pelayanan kesehatan masa sebelum hamil untuk PUS sesuai indikasi meliputi: 1) Pemeriksaan darah: Hb, golongan darah, dan rhesus 2) Pemeriksaan urin rutin 3) SADANIS 4) IVA dan atau pap smear 5) Pemeriksaan penunjang lain, seperti: a) Dalam kondisi tertentu atau atas saran dokterdapat dilakukan pemeriksaan laboratorium gula darah, IMS (sifilis), TORCH, malaria (daerah endemis), BTA, dan pemeriksaan lainnya sesuai dengan indikasi b) Pemeriksaan urin lengkap c) Konseling dan testing HIV d) Skrining HbsAg e) Mamografi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nungky Marcellia Utami pada tahun 2013 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks dengan perilaku deteksi dini kanker serviks pada pasangan usia subur dimana pasangan usia subur dengan pengetahuan yang tinggi memiliki perilaku deteksi dini kanker serviks lebih tinggi dibandingkan pasangan usia subur dengan pengetahuan yang sedang (Utami, 2013). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Kinanthi Estu Linadi pada tahun 2013 menjelaskan bahwa faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan pap smear adalah dukungan suami. Apabila responden memiliki kesadaran dan minat terhadap pap smear dari diri sendiri, ditambah dengan adanya dukungan dari suami secara signifikan dapat meningkatkan keinginan wanita untuk melakukan praktik pap smear. Adanya budaya patriarki diduga menjadi penyebab responden tidak



melakukan pap smear meskipun dirinya memiliki pendidikan dan pekerjaan yang baik. Hal ini mengindikasikan adanya nilai kebudayaan yang disadari atau tidak telah mewarnai sikap dan perilaku responden dalam mengambil keputusan. Responden merasa setiap keputusan yang diambil harus berdasarkan keputusan suami (Linadi, 2013). d. Tata Laksana 1) Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) KIE pada PUS lebih diarahkan ke perencanaan kehamilan baik untuk anak pertama, kedua, dan seterusnya. Ketika hendak merencanakan kehamilan, penting bagi PUS untuk mempersiapkan status kesehatannya dalam keadaan optimal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agus Hendra Al Rahmad pada tahun 2019 dapat diketahui bahwa penyuluhan gizi tentang 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang diberikan kepada pasangan usia subur secara siginifikan dapat meningkatan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang pentingnya 1000 hari pertama kehidupan baik terkait pengertian, sasaran, maupun dampak serta akibatnya. Penyuluhan kesehatan dapat menambah pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik belajar atau instruksi yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individual maupun kelompok ataupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat (Al Rahmad, 2019). Materi KIE untuk PUS meliputi: a) Pengetahuan kesehatan repoduksi meliputi kesetaraan gender dalam pernikahan, hak kesehatan reproduksi dan seksual, serta perawatan kesehatan organ reproduksi b) Kehamilan dan perencanaan kehamilan c) Kondisi dan penyakit yang perlu diwaspadai pada PUS d) Kesehatan jiwa e) Pengetahuan tentang fertilitas atau kesuburan (masa subur) f) Kekerasan dalam rumah tangga g) Pemeriksaan kesehatan reproduksi bagi PUS Materi KIE yang wajib adalah perencanaan kehamilan (terutama konseling KB termasuk KB pasca persalinan). Materi KIE lainnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan.



Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Juli Oktalia dan Herizasyam pada tahun 2015 dapat diketahui bahwa hasil uji statistic menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan suami dengan kesiapan ibu menghadapi kehamilan. Perbedaan hasil statistic antara hubungan pendidikan PUS dan kesiapan ibu menghadapi kehamilan antara suami dan istri dapat dihubungkan dengan peran suami yang lebih dominan dalam rumah tangga dalam konteks budaya Indonesia. Hal ini karena pola hidup di tingkat rumah tangga tidak dapat terlepas dari faktor lingkungan, adat istiadat, ekonomi, sosial budaya dan lain – lain (Oktalia & Herizasyam, 2015). Dalam penelitian yang sama, dapat diketahui faktor pendapatan dan keterpaparan informasi menjadi faktor yang paling dominan dibanding pengetahuan dan keterpaparan infomasi. Penyebab perempuan tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan selama masa pra konsepsi, kehamilan dan persalinan adalah kemiskinan (daya beli dan pendapatan), jarak, kekurangan informasi dan ketidakadekuatan pelayanan dan praktik budaya yang tidak aman (Oktalia & Herizasyam, 2015). 2) Pelayanan Gizi Pemberian suplementasi gizi bertujuan untuk pencegahan dan pengobatan anemia yang dilaksanakan dengan pemberian tablet tambah darah (TTD). TTD adalah suplemen gizi yang mengandung senyawa besi yang setara dengan 60 mg besi elemental dan 400 mcg asam folat. Pada WUS, TTD dapat diperoleh secara mandiri dan dikonsumsi 1 tablet setiap minggu sepanjang tahun. Penanggulangan anemia pada WUS harus dilakukan bersamaan dengan pencegahan dan pengobatan KEK, kecacingan, malaria, TB, dan HIV/AIDS. 3) Skrining dan Imunisasi Tetanus WUS perlu mendapat imunisasi tetanus untuk mencegah dan melindungi diri terhadap penyakit tetanus sehingga memiliki kekebalan seumur hidup untuk melindungi ibu dan bayi terhadap penyakit tetanus. Setiap WUS (15-49 tahun) diharapkan sudah mencapai status T5. WUS perlu merujuk pada status imunisasi terakhir pada saat hamil apabila sebelumnya sudah pernah hamil. Tabel 1.2 Imunisasi TT pada WUS



Status TT TT1 TT2 TT3 TT4 TT5 Sumber:



Interval 4 minggu setelah TT1 6 bulan setelah TT2 1 tahun setelah TT3 1 tahun setelah TT4



Lama 0 3 tahun 5 tahun 10 tahun 25 tahun



4) Pelayanan Kontrasepsi Pelayanan kontrasepsi pada PUS mengacu pada pemilihan kontrasepsi rasional untuk menunda, menjarangkan, atau membatasi jumlah anak. PUS dapat memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan detelah mendapat konseling dari tenaga kesehatan. Pada ibu pasca melahirkan, segera gunakan KB pasca persalinan. Untuk mengurangi drop out dalam ber KB sebaiknya dipilih metode kontasepsi jangka panjang (MKJP) seperti alat kontrasepsi dalam rahim (IUD), implant, metode operasi wanita (MOW), dan metode operasi pria (MOP). 5) Pengobatan atau Terapi dan Rujukan Pengobatan atau terapi diberikan kepada PUS/WUS sesuai dengan diagnosis atau permasalahannya. Tata laksana ini dapat diberikan di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dan jejaringnya sesuai dengan standar pelayanan di FKTP. Bila FKTP dan jejaringnya tidak mampu memberikan penanganan (terkait keterbatasan tenaga, sarana prasarana, obat, maupun kewenangan) dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang mampu tata laksana untuk mendapatkan penanganan lanjutan. 3. Alur Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil diupayakan dapat diberikan secara terpadu sehingga klien mendapatkan semua pelayanan yang dibutuhkan sekaligus dalam satu kali kunjungan/pelayanan. Keterpaduan pelayanan antar komponen kesehatan yang diberikan dapat dilakukan oleh 1 orang, tetapi bisa juga dilakukan oleh beberapa orang, namun harus pada 1 institusi. Pelayanan dilakukan secara terpadu dalam 1 tempat yang sama dan dalam 1 hari. Pelayanan komponen program kesehatan yang akan diterpadukan harus dapat diberikan setiap hari kerja (Kemenkes RI, 2018).



Kegiatan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil mencakup semua pelayanan yang disediakan oleh program-program yang ada dalam ruang lingkup kesehatan reproduksi, seperti: a. Kesehatan ibu dan anak (KIA) b. Keluarga berencana (KB) c. Kesehatan reproduksi remaja d. Pencegahan dan penanggulangan IMS termasuk HIV dan AIDS e. Berbagai pelayanan kesehatan reproduksi lainnya misalnya deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara, infertilitas, dan sebagainya (Kemenkes RI, 2018). 4. Pembagian Peran dalam Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil a. Peran Kementerian Kesehatan 1) Menyusun pedoman umum dan petunjuk teknis pelayanan kesehatan masa sebelum hamil 2) Melakukan advokasi, sosialisasi, dan koordinasi pelayanan kesehatan masa sebelum hamil kepada lintas program dan lintas sektor terkait 3) Melakukan orientasi dan fasilitasi teknis bagi pengelola program di tingkat provinsi 4) Menyediakan dan mendistribusikan buku pedoman dan media KIE pelayanan kesehatan masa sebelum hamil 5) Memenuhi sarana dan prasarana terkait pelayanan kesehatan masa sebelum hamil 6) Melakukan monitoring dan evaluasi b. Peran Dinas Kesehatan Provinsi 1) Melakukan advokasi, sosialisasi, dan koordinasi pelayanan kesehatan masa sebelum hamil di tingkat provinsi 2) Melakukan peningkatan kapasitas teknis dan manajemen tentang pelayanan kesehatan masa sebelum hamil bagi pengelola program di tingkat provinsi 3) Meningkatkan kerjasama dengan lintas program dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil 4) Membangun kemitraan dengan lintas sektor terkait di tingkat provinsi untuk mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil



5) Menyediakan dan mendistribusikan pedoman dan media KIE pelayanan kesehatan masa sebelum hamil 6) Melakukan pencatatan dan pelaporan 7) Melakukan monitoring dan evaluasi c. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 1) Melakukan advokasi, sosialisasi, dan koordinasi pelayanan kesehatan masa sebelum hamil di tingkat kabupaten/kota 2) Melakukan peningkatan kapasitas teknis dan manajemen tentang pelayanan kesehatan masa sebelum hamil bagi pengelola program di tingkat kabupaten/kota 3) Meningkatkan kerjasama dengan lintas program dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil 4) Membangun kemitraan dengan lintas sektor terkait di tingkat kabupaten/kota untuk mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil 5) Menyediakan pedoman dan media KIE terkait pelaksanaan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil 6) Membangun jejaring rujukan pelayanan 7) Melakukan pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil 8) Melakukan monitoring dan evaluasi d. Peran Puskesmas 1) Melaksanakan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil bagi remaja, catin, dan PUS 2) Melakukan advokasi dan koordinasi lintas program dan lintas sektor terkait pelaksanaan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil 3) Membangun kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sekolah, panti, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kader untuk mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil 4) Melakukan sosialisasi dan KIE tentang pelayanan kesehatan masa sebelum hamil kepada masyarakat 5) Melakukan pencatatan dan pelaporan 6) Melakukan monitoring dan evaluasi e. Peran Lintas Sektor



1) Membangun jejaring dan bekerjasama untuk mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan masa sebelum hamil 2) Menggerakkan dan melaksanakan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) melalui posyandu, posbindu, poskesdes, poskestren, dan UKS 3) Melaksanakan hasil kesepakatan yang sudah disepakati di tingakat pusat (Kemenkes RI, 2018). 5. gg B. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN 1. Pengertian Asuhan Kebidanan Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang di gunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikirandan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien Asuhan kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, yang di mulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Tujuh langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap dan bisa di aplikasikan dalam suatu situasi (Verney, 2012). 2. Tahapan Asuhan Kebidanan Dalam praktiknya bidan menggunakan manajemen kebidanan dalam memberikan asuhan kebidanan. Menurut Varney (2012), manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan-keterampilan dalam rangkaian/ tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan berfokus pada klien. Menurut Varney (2012), langkah-langkah manajemen kebidanan tersebut sebagai berikut: a. Langkah I (Pengumpulan Data Dasar) Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap yang berkaitan dengan kondisi klien. Pendekatan ini harus bersifat komprehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan. b. Langkah II (Interpretasi Data Dasar) Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan



diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. c. Langkah III (Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan Mengantisipasi Penanganannya) Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasikan (Varney, 2012). d. Langkah IV (Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera) Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien (Varney, 2012). e. Langkah V (Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh) Pada langkah ini dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. f. Langkah VI (Pelaksanaan Langsung Asuhan Efisien dan Aman) Pada langkah ini, rencana asuhan yang menyeluruh di langkah kelima harus dilaksanakan secara efisien dan aman. g. Langkah VII (Mengevaluasi Hasil Tindakan) Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan. Rencana dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. 3. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan a. Data Subyektif (S) Data subjektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. 1) Nama Klien dan Pasangan Digunakan untuk memperlancar komunikasi dalam asuhan, sehingga antara bidan dan pasien menjadi lebih akrab (Walyani, 2015). 2) Umur Dikaji untuk mengetahui masa reproduksi klien beresiko tinggi atau tidak, < 16 tahun atau > 35 tahun (Walyani, 2015).



3) Agama Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan pada ibu selama memberikan asuhan. Informasi ini terkait dengan pentingnya agama dalam kehidupan klien, tradisi agama dalam kehamilan dan lain - lain (Walyani, 2015). 4) Suku Bangsa Dikaji untuk menentukan adat istiadat atau budayanya. Ras, etnis, dan keturunan harus diidentifikasi dalam rangka memberikan perawatan yang peka budaya kepada klien (Walyani, 2015). 5) Pendidikan Tanyakan tingkat pendidikan tertinggi klien. Mengetahui pendidikan klien berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya (Walyani, 2015). 6) Pekerjaan Mengetahui pekerjaan klien adalah penting untuk mengetahui kemungkinan pengaruh lingkungan kerjan pasien terhadap kehamilan yang dapat merusak janin, dan persalinan prematur (Walyani, 2015). 7) Alamat Dikaji untuk mengetahui keadaan lingkungan dan tempat tinggal klien, sehingga lebih memudahkan pada saat akan bersalin sert mengetahui jarak rumah dengan tempat pelayanan kesehatan (Walyani, 2015). 8) Alasan Datang Ditanyakan untuk mengetahui alasan datang ke bidan/ klinik, apakah untuk memeriksakan keadannya atau untuk memeriksakan keluhan lain yang disampaikan dengan kata – katanya sendiri (Hani, dkk, 2010). 9) Keluhan Utama Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke ke fasilitas kesehatan (Sulistyawati, 2009). 10) Riwayat Obstetri a) Menarch: Dikaji untuk mengetahui kapan pertama kali pasien menstruasi. Umumnya menarche terjadi pada usia 12-13 tahun (Sulistyawati, 2009).



b) Siklus: Siklus merupakan jarak antara menstruasi yang dialami dengan menstruasi berikutnya, dalam hitungan hari. Dikaji teratur atau tidaknya setiap bulan. Biasanya sekitar 23-32 hari (Sulistyawati, 2009). c) Lamanya: Menurut Walyani (2015) lamanya haid yang normal adalah kurang lebih 7 hari. Apabila sudah mencapai 15 hari berarti sudah abnormal dan kemungkinan adanya gangguan ataupun penyakit yang mempengaruhi. d) Nyeri haid: Nyeri haid perlu ditanyakan untuk mengetahui apakah klien menderita atau tidak di tiap haid.Nyeri haid juga menjadi tanda kontroksi uterus klien begitu hebat sehingga menimbulkan nyeri haid (Walyani 2015). e) Banyaknya: Dikaji untuk mengetahui berapa banyak darah yang keluar saat. Menurut Walyani (2015; h. 114) normalnya yaitu 2 kali ganti



pembalut



dalam



sehari.Apabila



darahnya



terlalu



berlebihan,itu berarti telah menunjukan gejala kelainan banyaknya darah haid. 11) Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan merupakan identifikasi keluhan sekarang, penyakit umum yang pernah diderita, serta penyakit yang dialami dahulu (Marmi, 2011) 12) Riwayat Imunisasi Pemberian imunisasi TT pada wanita harus didahului dengan skrining untuk mengetahui jumlah dosis dan status imunisasi TT yang telah diperoleh selama hidupnya (Kemenkes RI, 2013; h. 29 - 30). Berikut ini jadwal pemberian imunisasi yang sudah pernah mendapatkan imunisasi TT. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rika tahun 2018 tentang Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Dukungan Keluarga tentang Imunisasi TT pada Calon Pengantin dengan Kepedulian Melakukan Imunisasi bahwa hasil dari uji statistik untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan responden dengan kepedulian melakukan imunisasi TT di KUA Balikpapan Utara Kelurahan Gunung Samarinda Kota Balikpapan Tahun 2018 menggunakan uji ChiSquare dengan tingkat probabilitas α: 0,05.



Setelah mengolah data ternyata terdapat 0 sel (8,17%) dengan frekuensi harapan < 5, sehingga dianalisis menggunakan continuity correction didapatkan nilai p value= 0,001 lebih kecil dari nilai α (0,05). Berdasarkan kriteria penolakan Ho, maka Ho ditolak artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang imunisasi TT pada calon pengantin dengan kepedulian melakukan imunisasi di KUA Balikpapan Utara Kelurahan Gunung Samarinda Kota Balikpapan Tahun 2018. 13) Rencana KB Untuk mengetahui rencana pemakaian kontrasepsi, apakah akan menunda kehamilan atau tidak (Mandriwati, 2008). 14) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari – Hari a) Pola Nutrisi Beberapa hasil yang perlu ditanyakan pada pasien berkaitan dengan pola makan adalah menu, frekuensi, jumlah per hari dan pantangan (Sulistyawati, 2009). b) Pola Eliminasi BAB dan BAK seperti frekuensi perhari, warnanya, ada masalah selama BAB/BAK atau tidak (Walyani, 2015). c) Personal Hygiene Untuk mengetahui kebersihan diri pasien. Dianjurkan untuk mandi minimal 2 kali sehari, ganti baju minimal 1 kali, ganti celana dalam minimal 2 kali sehari, berkeramas lebih sering dan menjaga kebersihan kuku (Sulistyawati, 2009). d) Pola Istirahat Tidur Untuk mengetahui kecukupan istirahat pasien. Istirahat sangat diperlukan calon pengantin. Lama tidur siang hari normalnya 1 – 2 jam, malam hari yang normal adalah 6-8 jam (Sulistyawati, 2009). e) Pola Aktivitas dan Olahraga Mengkaji aktivitas sehari-hari pasien untuk gambaran tentang seberapa berat aktivitas pasien, (Sulistyawati,2009). f) Kebiasaan yang Merugikan Kesehatan Dikaji untuk mengetahui apakah ibu memiliki kebiasaan seperti minum jamu, merokok, minum-minuman keras, dan obat terlarang dan kebiasaan lainnya (Walyani, 2015). 15) Riwayat Psikososial Spiritual



a) Persiapan Acara Pernikahan Menurut penelitian yang dilakuakn oleh Anisah tahun 2015 tentang Efektifitas Suscatin (Kursus Calon Pengantin atau Konseling Pranikah) dalam Membentuk Keluarga Bahagia hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa korelasi 0,724 dengan signifikasi 0,000, karena signifikasi < 0,05, maka H0 ditolak dan Hi diterima. Artinya SUSCATIN atau konseling pranikah efektif dalam membentuk keluarga bahagia. b) Persiapan Membina Rumah Tangga Kursus pra nikah merupakan upaya pemerintah dalam menekan tingginya angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga dan problem keluarga lainnya. Tata cara pelaksanaan dan materi yang akan disampaikan dalam kursus pra nikah telah diatur dalam Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ.491/11 tahun 2009 tentang Kursus Calon Pengantin yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/542 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pra Nikah. c) Persiapan Psikologis d) Persiapan Spiritual e) Identitas Karakter f) Tingkat Pengetahuan Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan pasien dan pasangan mengenai persiapan pernikahan yang akan dilakukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Evrianasari dan Dwijayanti (2017) tentang Pengaruh Buku Saku Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi Catin Terhadap Pengetahuan Catin Tentang Reproduksi dan Seksual bahwa hasil uji-T (Paired sample Ttest) terhadap intensitas pengetahuan pada sebelum dan sesudah diberi perlakuan pemberian buku saku kesehatan reproduksi dan seksual diperoleh nilai signifikan p-value 0,000 lebih kecil dari α (0.05). maka dapat dismpulkan bahwa ada pengaruh pemberian buku saku kesehatan reproduksi dan seksual bagi catin terhadap pengetahuan catin tentang reproduksi dan seksual pada catin b. Data Obyektif (O)



Data objektif merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain. 1)



Pemeriksaan Umum a) Keadaan umum Untuk mengetahui data ini kita cukup dengan mengamati keadaan pasien secara keseluruhan, yaitu : Baik, jika pasien memperlihatkan respons yang baik terhadeap lingkungan dan orang



lain,



serta



secara



fisik



pasien



tidak



mengalami



ketergantungan dalam berjalan, dan dikatakan lemah, pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang atau tidak memberikan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain dan pasien sudah tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri (Sulistyawati, 2009). b) Kesadaran Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita dapat melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari keadaan composmentis sampai dengan koma (Sulistyawati, 2009). c) Tekanan darah Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg) (Kemenkes RI, 2013; h. 9). Menurut Walyani



(2015;h



80)



tekanan



darah



normal



berkisar



systole/diastole 110/80 – 120/80 mmHg. d) Nadi Normalnya frekuensi denyut jantung teratur kira – kira 70 denyut per menit dengan rentang antara 60 – 100 denyut per menit (Mandriwati, 2008). e) Suhu Suhu normal antara 35,8 – 37° C (Mandriwati, 2008). f) Respirasi Frekuensi pernafasan normal adalah 16 – 24 x/menit. Bila frekuensi pernafasan lebih dari normal disebut takipnue dan jika



frekuensi pernafasan kurang dari normal disebut bradipnue (Astuti, 2012). g) Berat Badan Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat



badan



berkembang



mengikuti



pertambahan



umur.



Sebnaliknya dalam keadaan yang abnormal, terhadap dua kemungkinan perkembangan barat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lambat dari kedaan normal. Berat badan harus selalu dimonitor agar memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang (Anggraeni, 2012). h) Tinggi Badan Tinggi badan merupakan salah satu parameter yang dapat melihat keadaan status gizi sekaran dan keadaan yang telah lalu. Pertumbuhan tinggi/panjang badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi pada waktu singkat (Anggraeni, 2012). Salah satu cara untuk menentukan status gizi yaitu dengan membandingkan berat badan dan tinggi badan. IMT = BB (Kg)/ TB2 (dalam meter) (1) Untuk Perempuan Kurus



: < 17 Kg/m2



Normal



: 17 – 23 Kg/ m2



Kegemukan



: 23 – 27 Kg/ m2



Obesitas



: > 27 Kg/ m2



(2) Untuk Laki – Laki Kurus



: < 18 Kg/m2



Normal



: 18 – 25 Kg/ m2



Kegemukan



: 25 – 27 Kg/ m2



Obesitas



: > 27 Kg/ m2



i) LILA Ukuran LILA yang normal adalah 23,5 cm, diukur sebelum hamil. Bila ditemukan pengukuran kurang dari 23,5 cm maka status gizi ibu kurang (Mandriwati, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dhamayanti (2017) tentang Hubungan Status Gizi Pada Calon Pengatin (Catin) dengan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Berdasarkan hasil analisis dengan uji exact fisher, diperoleh nilai p-value (>0,05), yaitu 0,07 hal tersebut berarti Ha ditolak, Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi calon penganti dengan kadar hemoglobin ibu hamil. 2)



Status Present a) Kepala: Untuk mengetahui kebersihan kepala. Normalnya bentuk mesochepal, kulit kepala bersih dan rambut tidak rontok (Mandriwati, 2008). b) Muka: Simetris, kemerahan, tidak bengkak. c) Mata: Untuk mengetahui warna sklera (ikterik atau tidak, menilai kelainan fungsi hati) dan warna konjungtiva (pucat atau cukup merah, sebagai gambaran tentang anemia secara kasar) dan secret (Sulistyawati, 2009). d) Hidung: Untuk memeriksa kebersihan, dan adanya polip. Normalnya tidak ada polip dan sekret (Sulistyawati, 2009). e) Mulut: Saat hamil pada ibu hamil normalnya bibir tidak kering, tidak terdapat stomatitis, gigi bersih tidak ada karies, tidak ada gigi palsu (Saminem, 2008). f) Telinga: Dikaji untuk memeriksa kebersihan dan kemungkinan adanya kelainan. Normalnya adalah simetris dan tidak ada serumen berlebih (Saminem, 2008). g) Leher: Normalnya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bendungan vena jugularis (Saminem, 2008). h) Ketiak: Untuk memeriksa kemungkinan adanya massa atau pembesaran pada aksila. Normalnya tidak ada benjolan (Saminem, 2008).



i) Dada: Normalnya simetris, denyut jantung teratur, dan tidak ada gangguan pernapasan (Sulistyawati, 2009). j) Abdomen: Dikaji ada tidak bekas luka operasi, ada massa atau tidak (Sulistyawati, 2009). k) Genetalia: Pada keadaan normal tidak terdapat bau busuk, dan tidak ada condiloma (Saminem, 2008). Pada vulva mungkin didapat cairan jernih atau sedikit berwarna putih tidak berbau, pada keadaan normal, terdapat pengeluaran cairan tidak ada rasa gatal, luka atau perdarahan (Walyani, 2015). l) Punggung: Teraba lurus, tidak ada lubang atau kelainan bentuk. m)Anus: Normalnya tidak ada haemoroid (Sulistyawati, 2009). n) Ekstremitas: Pemeriksaan tangan dan kaki yang dikaji untuk mengetahui adanya edema sebagai tanda awal preeklampsia dan warna kuku yang kebiruan sebagai gejala anemia (Hani dkk, 2010; h. 92 - 93). Normalnya kedua tangan dan kaki tidak oedem, gangguan pergerakan tidak ada (Saminem, 2008). 3) Pemeriksaan Penunjang c. Analisa (A) Analisa merupakan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Analisa merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup hal-hal berikut ini: diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial dan kebutuhan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi, dan tindakan merujuk klien. 1) Diagnosa: Nn... umur... calon pengantin dengan kebutuhan. 2) Masalah: Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita



yang



diidentifikasi



oleh



bidan



sesuai



dengan



hasil



pengkajian,normalnya tidak terjadi masalah (Marmi, 2012; h. 183). 3) Diagnosa Potensial: Pada keadaan normal, diagnosa potensial dapat diabaikan 4) Tindakan Segera: Pada keadaan normal, langkah ini dapat diabaikan



d. Penatalaksanaan (P)



Penatalaksanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data.P dalam SOAP meliputi pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kelima, keenam dan ketujuh.



Lampiran Ringkasan Jenis Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil yang Diberikan pada Remaja, Catin, dan PUS Kelompok Sasaran Remaja



Catin



Anamnesis



Pemeriksaan Fisik



Pemeriksaan Penunjang



1. Anamnesis umum 2. Anamnesis HEEADSSS 3. Deteksi dini masalah kesehatan jiwa



1. Pemeriksaan tanda vital 2. Pemeriksaan status gizi 3. Pemeriksaan fisik lengkap



1. Pemeriksaan darah: Hb dan golongan darah 2. Pemeriksaan urin 3. Pemeriksaan penunjang lain Pemeriksaan dilakukan hanya bila ada indikasi



1. Anamnesis umum 2. Deteksi dini masalah kesehatan jiwa



1. Pemeriksaan tanda vital 2. Pemeriksaan status gizi 3. Pemeriksaan fisik lengkap



1. Pemeriksaan darah: Hb, golongan darah, dan rhesus 2. Pemeriksaan urin rutin 3. Pemeriksaan penunjang lain atas indikasi: darah lengkap, HIV, hepatitis B, sifilis dan



Tata Laksana 1. KIE a. Ketrampilan psikososial b. Pola makan gizi seimbang c. Aktivitas fisik d. Pubertas e. Aktivitas seksual f. Kestabilan emosional g. Penyalahgunaan NAPZA termasuk tembakau dan alcohol h. Cidera yang tidak disengaja i. Kekerasan dan penganiayaan j. Pencegahan kehamilan dan kontrasepsi k. HIV l. Imunisasi 2. Pelayanan gizi 3. Imunisasi 4. Pengobatan/terapi dan rujukan sesuai indikasi 1. KIE: a. Pengetahuan kesehatan reproduksi b. Kehamilan dan perencanaan kehamilan c. Kondisi dan penyakit yang perlu diwaspadai catin d. Kesehatan jiwa



IMS lainnya, thalassemia, TORCH, dll. 4. IVA atau pap smear bagi catin yang sudah pernah menikah 2. 3. 4. PUS



1. Anamnesis umum 2. Deteksi dini masalah kesehatan jiwa



1. Pemeriksaan tanda vital 2. Pemeriksaan status gizi 3. Pemeriksaan fisik lengkap



1. Pemeriksaan darah: Hb, golongan darah,dan rhesus 2. Pemeriksaan urin rutin 3. SADANIS (pemeriksaan payudara klinis) 4. IVA atau pap smear 5. Pemeriksaan penunjang lain atas indikasi: darah lengkap, HIV, hepatitis B, sifilis dan IMS lainnya, thalassemia, TORCH, dll.



1.



2. 3. 4. 5.



e. Pengetahuan tentang fertilitas/kesuburan (masa subur) f. Kekerasan dalam rumah tangga g. Pemeriksaan kesehatan reproduksi bagi catin Pelayanan gizi Skrining dan imunisasi tetanus Pengobatan/terapi dan rujukan sesuai indikasi KIE: a. Pengetahuan kesehatan reproduksi b. Kehamilan dan perencanaan kehamilan c. Kondisi dan penyakit yang perlu diwaspadai PUS d. Kesehatan jiwa e. Pengetahuan tentang fertilitas/kesuburan (masa subur) f. Kekerasan dalam rumah tangga g. Pemeriksaan kesehatan reproduksi bagi PUS Pelayanan gizi Skrining dan imunisasi tetanus Pelayanan kontrasepsi Pengobatan/terapi dan rujukan sesuai indikasi



Lampiran Alur Pelayanan Masa Sebelum Hamil



DAFTAR PUSTAKA



Anggraeni, Adisty Cynthia. 2012. Asuhan Gizi; Nutritional Care Process. Yogyakarta: Graha Ilmu. Al Rahmad, A. H. (2019). Pengaruh Penyuluhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) pada Pasangan Usia Subur di Perkotaan dan Perdesaan. Jurnal Kesehatan, 10(1), 147. https://doi.org/10.26630/jk.v10i1.1217 Astuti, Hutari Puji. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu I (Kehamilan). Jakarta: EGC. Hani, Ummi, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis. Malang: Edward Tanujaya. Kemenkes RI. (2018). Pedoman Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil. Linadi, K. E. (2013). DUKUNGAN SUAMI MENDORONG KEIKUTSERTAAN PAP SMEAR PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI PERUMAHAN PUCANG GADING SEMARANG. E-Jounal Litbangkes Kesehatan Reproduksi, (April). Mandriwati. 2008. Penuntun Belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Jakarta: EGC. Marmi. 2011. Kebidanan Pada Masa Antenatal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Oktalia, J., & Herizasyam. (2015). Kesiapan Ibu Menghadapi Kehamilan Dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Kebidanan Poltekkes Jakarta III, 147– 159. Puli, T., Thaha, A. R., & Syam, A. (2014). HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIK (KEK) PADA WANITA PRAKONSEPSI DI KOTA MAKASSAR. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1–7. Saminem. 2008. Kehamilan Normal Seri Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC. Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Yogyakarta: Andi. Utami, N. M. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasangan Usia Subur dengan Perilaku Deteksi Dini Kanker Serviks di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta. Jurnal Keperawatan. Varney H, Marlyn HE, David W, Marilyn LW, Patricia S. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC. Walyani Elisabeth Siwi & Endang Purwoastusi. 2015. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Pustaka Baru Pers.