LP Prolaps Uteri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. Definisi Prolaps Uteri Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau genitalis (Wiknjosastro, 2008). Prolapsus uteri adalah suatu keadaan yang terjadi akibat otot penyangga uterus menjadi kendor sehingga uterus akan turun atau bergeser ke bawah dan dapat menonjol keluar dari vagina. Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak vagina dan pada kasus yang sangat berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium vagina dan berada di luar vagina. (Marmi, 2011) 2. Klasifikasi Prolaps Uteri Menurut beratnya, prolapsus dibagi menjadi : a. Prolapsus tingkat I : prolapsus uteri dimana serviks uteri turun sampai introitus vagina b. Prolapsus tingkat II : prolapsus uteri dimana serviks menonjol keluar dari introitus vagina c. Prolapsus tingkat III : prolapsus totalis (prosidensia uteri, dimana seluruh uterus keluar dari vagina) (Marmi, 2011)



3. Etiologi Beberapa hal yang dapat memicu terjadinya prolapsus uteri antara lain: a. Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk prolaps yang sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada pembukaan belum lengkap. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nulipara, faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus b. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopouse. Persalinan yang lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pad kala II, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik. Pada menopouse, hormon estrogen telah berkurang sehingga otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah (Wiknjosastro, 2008).



1



4. Patofisiologi Prolapsus uteri terdapat dalam beberapa tingkat, dari yang paling ringan sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan per-vaginam yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen yang tergolong dalam fasia endopelvik dan otot-otot, serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik akan meningkatkan dan memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus-tonus mengurang seperti pada penderita dalam menopouse. Serviks uteri terletak di luar vagina akan bergeser oleh pakaian wanita tersebut, dan lambat laun menimbulkan ulkusyang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan ke belakang yang disebabkan sistoke. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya yang kurang lancar atau yang diselesaikan dalam penurunan dan meyebabkan urethrokel. Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan urethra dan kandung kencing normal, hanya di belakang urethra ada lubang, yang membuat kantong antara urethra dan vagina. Kekendoran fasia di bagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau sebabsebab lain dapat menyebabkan turunnya rektum ke depan dan menyebabkan dinding ke belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel (Wiknjosastro, 2008).



2



5. Tanda Gejala Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadangkala penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhankeluhan yang hampir sering dijumpai menurut Wiknjosastro (2008) a. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol b. Rasa sakit di pinggul dan pinggang, biasanya jika penderita berbaring, keluhan menghilang dan menjadi kurang Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut: a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita saat berjalan dan beraktivitas. Gesekan portio uteri oleh celana dapat menimbulkan lecet hingga dekubitus pada porsio. b. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi serta luka pada portio.



6. Penatalaksanaan



Penatalakasanaan Medis Pengobatan cara ini tidak begitu memuaskan tapi cukup membantu. Cara ini dilakukan pada prolapsus uteri rinagn tanpa keluhan atau penderita masih ingin mendapatkan anak lagi atau penderita menolak untuk dioperasi atau kondisinya tidak memungkinkan untuk dioperasi (Wiknjosastro, 2008).



3



a. Latihan otot-otot dasar panggul Latihan ini sangat berguna pada prolapsus uteri ringan, terutama yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang memepengaruhi miksi. b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik Kontraksi otot-otot dasar panggul dapatt ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang dimasukkan ke dala vagina. c. Pengobatan dengan pessarium Pengobatan dengan pessarium ini sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena itu, jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi. Prinsip pemakaian pessarium adalah mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebub beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah.



Penatalaksanaan Operatif Prolapsus uteri biasanya disertai prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani juga. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan padahal tidak terdapat prolapsus uteri.



7. Komplikasi Menurut Wiknjosastro (2008), komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri adalah: a. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri. Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina (inversio), karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputih-putihan. b. Dekubitus Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian dalam, hal ini dapat menyebabkan luka dan radang dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita usia lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapatkan kepastian akan adanya karsinoma. 4



c. Hipertofi serviks dan Elangasio Kolli Jika serviks uteri turun dalam vagina, sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang dengan periksa lihat dan raba. Pada elangasio kolli serviks uteri serviks uteri pada periksa raba lebih panjang dari biasa. d. Infeksi jalan kencing Adanya retensi air kencing, mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Akhirnya hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal. e. Kesulitan saat partus Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan akan timbul kesulitan saat kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan menjadi terhalang. f. Kemandulan Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vagina atau sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan. g. Haemoroid Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan memicu timbulnya haemoroid



8. Rencana Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Nyeri di daerah operasi, lemas, pusing, mual, kembung, terdapat luka di area vagina B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin 2. Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah setelah pembedahan 3. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi 4. Resiko Tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pads luka operasi 5. urang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang informasi



5



C. Intervensi Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin rencana tindakan : kaji intensitas nyeri pasien, observasi tanda-tanda vital clan keluhan pasien, letakkan anak pada tempat tidur dengan teknik yang tepat sesuai dengan pembedahan yang dilakukan. berikan posisi tidur yang menyenangkan, anjurkan untuk sesegera mungkin anak beraktivitas secara bertahaap, berikan therapi analgetik sesuai program medis, lakukan tindakan keperawatan anak dengan hati-hati, ajarkan tehnik relaksasi. 2. Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah setelah pembedahan Rencana tindakan : observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam, monitor pemberian infus, beri minum & makan secara bertahap, monitor tanda-tanda dehidrasi, monitor clan catat cairan masuk dan keluar, timbang berat badan tiap hari, catat dan informasikan ke dokter tentang muntahnya.



6



DAFTAR PUSTAKA Wiknjosastro, H. (2008). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Marmi, I. (2011). Asuhan kebidanan patologis. Yogyakarta : Pustaka Belajar.



7