LP Prom [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANE Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Maternitas di Ruang 8 Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang



Oleh : Ayu Meida Kartika Sari NIM. 135070201111025 KELOMPOK 2



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017



PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANE 1. PENGERTIAN Menurut Health Education and Training Antenatal Care (2013), ketuban pecah dini (PROM) didefinisikan sebagai kebocoran spontan cairan ketuban dari kantung ketuban. Cairan mengalir melalui pecah selaput janin, yang terjadi setelah 28 minggu kehamilan dan setidaknya 1 jam sebelum awal persalinan. PROM dapat terjadi sebelum atau setelah 40 minggu kehamilan, sehingga kata 'prematur' tidak berarti bahwa usia kehamilan janin prematur. PROM atau Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum inpartu. sebagian ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak. (Manuaba, 2009) 2. KLASIFIKASI 



Berdasarkan usia kehamilan (Manjoer, 2001), dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. KPD pada usia kehamilan < 37 minggu KPD pada preterm à pecahnya membrane chorio-amniotik sebelum tanda persalinan atau disebut juga PPROM (premature PRELABOUR rupture of membrane). Dengan insiden 2% kehamilan. 2. KPD pada usia kehamilan > 37 minggu KPD pada aterm à pecahnya membrane chorio-amniotik sebelum tanda persalinan atau disebut juga PROM (premature rupture of membrane). Dengan insiden 6-19% kehamilan.







Berdasarkan penyebabnya PROM dibagi menjadi : 1. PROM Spontan; terjadi karena lemahnya selaput ketuban atau kurang terlindungi karena cervix terbuka (incompetent cervical) 2. PROM dengan penyebab sebelumnya; dapat terjadi karena adanya trauma jatuh, coitus, hidramnion, infeksi, dll.



3. ETIOLOGI 1. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis) Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion,



amnion



dan



cairan



ketuban



terkena



infeksi



bakteri.



Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis (Prawirohardjo, 2008). Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan Staphylococcusepidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteribakteri



tersebut



dapat



melepaskan



mediator



inflamasi



yang



menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban (Varney, 2007). 2. Riwayat ketuban pecah dini Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi (Nugroho, 2010). Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya. (Nugroho, 2010). 3. Tekanan intra uterin Tekanan



intra



uterin



yang



meningkat



secara



berlebihan



(overdistensi uterus) misalnya hidramnion dan gemeli. Pada kelahiran kembar sebelum 37 minggu sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan



bila lebih dari 37 minggu lebih sering mengalami ketuban pecah dini (Nugroho, 2010). Perubahan pada volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Baik karakteristik janin maupun ibu dikaitkan dengan perubahan pada volume cairan amnion. Polihidramnion dapat terjadi akibat kelainan kongenital, diabetes mellitus, janin besar (makrosomia), kehamilan kembar, kelainan pada plasenta dan tali pusat dan penggunaan obat-obatan (misalnya propiltiourasil). Kelainan kongenital yang sering menimbulkan polihidramnion



adalah



defek



tabung



neural,



obstruksi



traktus



gastrointestinal bagian atas, dan kelainan kromosom (trisomi 21, 18, 8, 13) komplikasi yang sering terjadi pada polihidramnion adalah malpresentasi janin, ketuban pecah dini, prolaps tali pusat, persalinan pretem dan gangguan pernafasan pada ibu (Prawirohardjo, 2008). 4. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia) Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan



pada



adanya



ketidakmampuan



serviks



uteri



untuk



mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik (Prawirohardjo, 2008). 5. Kehamilan dengan janin kembar Pada



kehamilan



kembar,



evaluasi



plasenta



bukan



hanya



mencakup posisinya tetapi juga korionisitas kedua janin. Pada banyak kasus adalah mungkin saja menentukan apakah janin merupakan kembar monozigot atau dizigot. Selain itu, dapat juga ditentukan apakah janin terdiri dari satu atau dua amnion. Upaya membedakan ini diperlukan untuk memperbaiki resiko kehamilan. Pengawasan pada wanita hamil kembar perlu ditingkatkan untuk mengevaluasi resiko persalinan preterm. Gejala persalinan preterm harus ditinjau kembali dengan cermat setiap kali melakukan kunjungan (Nugroho, 2010).



Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini juga preeklamsi. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan produksi hormon. Oleh karena itu, akan sangat membantu jika ibu dan keluarga dilibatkan dalam mengamati gejala yang berhubungan dengan preeklamsi dan tandatanda ketuban pecah (Varney, 2007). 6. Defisiensi vitamin C Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu. 7. Kelainan letak janin dalam rahim Kelainan letak janin dalam rahim misalnya pada letak sunsang dan letak lintang, karena tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah. (Triat, B. 2014) 4. EPIDEMIOLOGI Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, memperkirakan angka kematian ibu lebih dari 300-400/100.000 kelahiran hidup, yang disebabkan oleh perdarahan 28%, KPD 20%, eklampsia 12%, abortus 13%, partus lama 18% dan penyebab lainnya 2%. Menurut data Riskesdas 2007, dari sejumlah 217 kasus kematian perinatal, 96,8% ibu dan bayi perinatal terganggu kesehatannta ketika hamil. Penyakit yang banyak dialami ibu hamil pada bayi baru lahir mati adalah hipertensi maternal 24%. Sementara gangguan kesehatan ibu hamil dari bayi yang meninggal pada umur 0-6 hari adalah ketuban pecah dini sebesar 23% dan hipertensi maternal 22%. (Riskesdas, 2007) Insidensi KPD berkisar antara 8-10% dari semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan ang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95%, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan/ KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34% semua kelahiran premature. (Harlyana, 20014)



5. FAKTOR RESIKO 



Menurut Nugroho (2010) : 1. Aktivitas Seksual Hubungan seksual akan menyebabkan perubahan pada lingkungan mikro vagina khususnya pada penularan seksual, yang mana dapat berakibat terjadinya transmisi kuman seperti N.gonorrhoeae dan trichominas pada saluran vaginalis. (Inu M, 2002) 2. Faktor Keturunan Disebabkan karena kelainan genetic seperti pada sindrom trisomy, kelainan pada kromosom 21,18, 8, 13 dan juga disebabkan karena ion Cu serum rendah (kekurangan tembaga dapat menyebabkan pertumbuhan struktur abnormal), defisiensi vitamin C yang berperan penting



dalam



mempertahankan



integritas



jaringan



kolagen



penyusun amnion. 3. Riwayat PROM sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih karena selaput amnion pada kehamilan selanjutnya akan semakin tipis. Apalagi jika sudah mempunyai riwayat PROM, selaput amnion akan lebih tipis dari kehamilan tanpa riwayat PROM. Seseorang yang memiliki riwayat KPD sebelumnya memiliki resiko 2-4 kali. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan kandungan kalogen dalam membran amnion sehingga beresiko mengalami KPD baik secara aterm maupun preterm. 4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan BB ibu 



Kelebihan BB sebelum kehamilan







Penambahan BB yang sedikit selama kehamilan



5. Pekerjaan dan aktivitas Pola pekerjaan pada ibu hamil berpengaruh pada kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dengan lama kerja lebih dari 3 jam dapat mengakibatkan kelelahan yang bisa menyebabkan lemahnya korion amnion. 6. Status atau frekuensi hubungan suami-istri. Frekuensi koitus pada trimester 3 yang lebih dari 3 kali seminggu diyakini dapat berperan pada terjadinya KPD. Hal ini berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu kontraksi rahim karena



adanya paparan terhadap prostaglandin di dalam sperma (Tahir Suriani, 2012). 7. Paritas (melahirkan lebih dari sama dengan 5x) Paritas terbagi menjadi primipara dan multipara. Primiparitas adalah seorang wanita yang telah melahirkan bayi hidup atau mati untuk pertama kali. Multiparitas adalah wanita yang telah melahirkan bayi hidup atau mati beberapa kali (sampai 5 kali atau lebih) (Varney, 2007). 8. Usia ibu 35 th Usia ibu yang ≤ 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini (Nugroho, 2010). 9. Kehamilan dengan janin kembar. Evaluasi plasenta bukan hanya mencakup posisinya tetapi juga korionitasi kedua janin. Dan dapat ditentukan dengan janin yang terdiri dari satu atau dua amnion. Wanita dengan janin kembar beresiko kpd karena peningkatan plasenta dan produksi hormon. 10. Anemia Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Jika persediaan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan mengurangi persediaan zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia. Pada kehamilan relative terjadi anemia karena darah ibu hamil



mengalami



hemodelusi



atau



pengenceran



dengan



peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Pada ibu hamil yang mengalami anemia biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-kunang. Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilanya itu pada trimester pertama dan trimester ketiga. Dampak anemia pada janin antara lain abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat mengakibatkan



abortus,



persalinan



prematuritas,



ancaman



dekompensasi kordis dan ketuban pecah dini. Pada saat persalinan dapat



mengakibatkan



gangguan



his,



retensioplasenta



dan



perdarahan post partum karena atonia uteri (Manuaba, 2008). 6. PATOFISIOLOGI (Terlampir) 7. MANIFESTASI KLINIS 



Menurut nugroho 2011: 1. Keluarnya cairan ketuban yang merembes melalui vagina. 2. Cairan vagina berbau amis dan tidak seperti bau amonia. 3. Demam/menggigil. 4. Bercak vagina yang banyak. 5. Denyut jantung janin berdetak cepat. 6. Nyeri pada perut berarti adanya infeksi 7. Pengurangan ukuran uterus (Saifuddin,2009)







Menurut Mansjoer (1999), manifestasi klinis KPD adalah sebagai berikut : 1. Keluar air ketuban warna keruh jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit atau banyak 2. Dapat disertai dengan demam bila sudah terjadi infeksi 3. Janin mudah diraba 4. Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban sudah tidak ada , diketuban sudah kering 5. Inspekulo, tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering 6. Usia kehamilan >20 Minggu 7. Bunyi jantung bisa tetap normal



8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan Fisik a. Anamnesa



:



Bisa menegakkan 90% dari diagnosa. Kadangkala cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita



merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. b. Inspeksi



:



Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas. c. Palpasi



:



Perut tegang dan nyeri tekan, fundus uteri lebih tinggi dari usia kehamilan sebelumnya. d. Auskultasi



:



Denyut jantung janin dengan usia kehamilan 18-20minggu 2. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Inspekulo Langkah pertama dalam mendiagnosa KPD karena pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi cairan . Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau, dan pH-nya. Yang dinilai : 1) Keadaan umum dari servix, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari servix. Dilihat juga dari prolaps tali pusat atau ekstremitas bayi. Bau dari amnion yang khas juga diperhatikan 2) Pooling pada cairan amnion dari formiks posterior mendukung diagnosa KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien batuk untuk memudahkan melihat pooling. 3) Cairan amnion dikonfirmasikan dengan nitrazine test. Kertas nitrazine akan berubah menjadi biru jika pH cairan > 6-6,5. Sekret vagina ibu hamil punya pH 4-5, dengan kertas nitrazine tidak memberikan perubahan warna. Tes nitrazine bisa memberikan positif palsu bila tersamarkan dengan cairan seperti darah, semen, atau vaginitis seperti trichomoniasis. 4) Mikroskopis (tes pakis). Dilakukan pemeriksaan ini dari cairan yang diambil dari formiks posterior. Cairan diswab kemudian dikeringkan di atas kelas objek dan dilihat di bawah mikroskop. Gambaran ferning menandakan cairan amnion. 5) Dilakukan kultur dari swab untuk Chlamydia, gonnorhea, dan grup B Streptococcus.



b. Pemeriksaan Lab : 1) Pemeriksaaan alpha-fetoprotein (AFP). Konsentrasi meningkat dalam cairan amnion tetapi tidak di semen dan urin. 2) Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisis 3) Tes pakis 4) Tes lakmus (nitrazine test) a) Tes lakmus, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru, menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). b) Jika tes negatif (tidak ada perubahan warna kertas lakmus) maka selaput membran tidak ruptur. c) Jika hasil tes positif (terjadi perubahan warna kertas lakmus merah menjadi biru) berarti ada ruptur selaput membran. d) Jika hasil positif palsu (terdapat campuran urin dengan darah) berartiada infek dan diberi antiseptik. 5) Mikroskopik (tespakis) Dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan



kering,



pemeriksaan



mikroskopik



menunjukkan



gambaran daun pakis. 6) Pemeriksaan air ketuban dengan tes leukosit esterase Bila leukosit darah lebih dari 15.000/mm3 ,kemungkinan adanya infeksi. (Septiana, R. 2014) c. Pemeriksaan USG Untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus



KPD



terlihat



jumlah



cairann



ketuban



yang



sedikit.



Oligohidramnion ditambah dengan anamnesis dari pasien biasa membantu diagnosa tetapi bukan mendiagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu, dinilai Amniotic Fluid Index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin. USG dapat mengidentifikasikan kehamilan ganda, janin yang tidak normal atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosentesis dan sering digunakan dalam mengevaluasi janin. USG juga dapat untuk menegakkan diagnosa KPD.



d. Pemeriksaan Obstetri Pemeriksaan palpasi untuk menentukan umur kehamilan dan mengetahui ada tidaknya kontraksi uterus. Melakukan auskultasi DJJ untuk menilai apakah ada gawat janin atau tidak. e. Kardiotografi Alat elektronik yang digunakan untuk mendeteksi gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin yang secara tidak langsung, melalui penilaian pola DJJ dalam hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas janin. f.



Mengukur DJJ Normalnya



120-160x/menit,



mulai



bisa



didengar



saat



usia



kehamilan mulai 16 minggu. 1) >180 x/menit



: takikardi berat



2) 160-180 x/menit



: takikardi ringan



3) 100-119 x/menit



: bradikardi ringan



4) 80-100 x/menit



: bradikardi sedang



5) 80 -2 -1 +1 atau +2 Medium Lunak   Ringan Anterior   4 dianggap induksi akan mendekati



kegagalan. Nilai 9 atau lebih dianggap positif bersalin dan kemungkinan hasil induksi persalinan akan berhasil sekitar 80-90%. c) Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi



d) Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop 4) Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit herpes Tipe 2, rujuk ke dokter 4. Penatalaksanaan Konservatif a. Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24-72 jam setelah ketuban pecah b. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukkan ke vagina,



kecuali spekulum



steril;



jangan



melakukan pemeriksaan vagina c. Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat 1) Ukur suhu tubuh empat kali sehari; bila suhu meningkat signifikan mencapai 38ºC, berikan 2 macam antibiotik dan pelahiran harus diselesaikan 2) Observasi rabas vagina: Bau menyengat, purulen atau tampak kekuningan menunjukkan adanya infeksi 3) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan perubahan apa pun 5. Penatalaksanaan Agresif a. Jel prostaglandin atau Misoprostol (meskipun tidak disetujui  pengunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter b. Mungkin dibutuhkan rakangkaian induksi Pitocin bila serviks tidak berespons c. Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan.  Bila tidak ada tanda, mulai pemberian Pitocin d. Berikan cairan per IV, pantau janin e. Peningkatan risiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif f.



Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelyakan serviks untuk



diinduksi,



kaji



nilai



Bishop



setelah



pemeriksaan



spekulum.  Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang dilakukan, baik manipulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai persalinan dimulai atau induksi dimulai



g. Hitung darah lengkap bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi h. Lakukan NST setelah ketuban pecah; waspada adanya takikardia janin yang merupakan salah satu tanda infeksi i.



Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila : 1) Suhu tubuh ibu meningkat signifikan 2) Terjadi takikardia janin 3) Lokia tampak keruh 4) Iritabilitas atau nyeri tekan uerus yang signifikan 5) Kultur vagina menunjukkan streptokus beta hemolitikus 6) Hitung darah lengkap menunjukkan kenaikan sel darah putih



6. Persalinan dari 24 jam setelah ketuban pecah a. Persalinan spontan 1) Ukur suhu tubuh pasien setiap 2jam,berikan antibiotik bila ada demam 2) Anjurkan pemantauan pada internal janin 3) Beritahu dokter spesialis obstetrik dan sepesialis anak atau praktisi perawat neonatus. 4) Lakukan kultur sesuai panduan b. Induksi persalinan 1) Lakukan secara rutin setelah konsultasi ke dokter 2) Ukur suhu tubuh setiap 2jam sekali. 3) Pemberian antibiotik ada yang 1gram ampisilin per IV atau 1-2 gram mefoxin per IV setiap 6 jam sebagai profilaksis. 4) Jika umur kehamilan 37 minggu, induksi dengan oksitosin 5) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea 6) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam (Septiana, R. 2014) 



Penatalaksanaan



KPD



menurut



penatalaksanaan KPD adalah :



Manuaba



(2008)



tentang



1. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas



paru



sehingga



mengurangi



kejadian



kegagalan



perkembangan paru yang sehat. 2. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu sepsis, maningitis janin, dan persalinan prematuritas. 3. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat terjamin. 4. Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan. 5. Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan janinnya. 6. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan kematangan paru. 7. Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan selang waktu 6-24 jam bila tidak terjadi his spontan. 10. KOMPLIKASI 



Komplikasi Ketuban Pecah Dini menurut Manuaba (2008) : 1. Mudah terjadinya infeksi intra uterin 2. Partus prematur 3. Prolaps bagian janin terutama tali pusat







Komplikasi KPD atau PROM menurut Saiffudin (2006) : 1. Terhadap janin Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. jadi akan meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal. Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan KPD antara lain: a. Infeksi intrauterin b. Tali pusat menumbung



Ketika



Ketuban



ibu



pcah,



akibatnya



adalah



tali



pusat



menumbung dengan bersamaan air ketuban. Tali pusat teraba keluar/ berada di samping dan melewati bagian terendah janin didalam jalan lahir. Tali pusat dapat prolaps ke dalam vagina atau bahkan di luar vagina setelah ketuban pecah c. Kelahiran prematur Setelah



ketuban



pecah



biasanya



segera



disusul



oleh



persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 –



34 minggu 50 %



persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. d. Amniotic Band Syndrome 2. Terhadap ibu Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal. Selain itu, juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis, septikemia, dan dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, suhu badan naik, nadi cepat dan muncul gejala infeksi. Hal-hal tersebut dapat meninggikan angka kematian dan morbiditas pada ibu.



DAFTAR PUSTAKA Cunningham, F.G., 2010. “Preterm Birth”, Obstetri Williams 23rd. The McGrawHill Company, New York, pp. 804-831. Harlyana,



Cyntya.



2014.



Ketuban



Pecah



Dini.



www.scribd.com/doc/83328609/ketuban-pecah-dini#scribd.



Online diakses



pada 9 Agustus 2017 pukul 14:50 wib. Health Education and Training Antenatal Care. 2013. Premature Rupture of Membrane. Online www.open.edu . diakses pada 9 Agustus 2017 pukul 14:50 wib. Manuaba IBG. 2008. GawatDaruratObstetriGynekologiSosialUntukProfesiBidan. EGC. Jakarta Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC Morgan, Geri. 2009. Obstetri & Ginekologi. Edisi 2. Jakarta: EGC Nugroho, Taufan. 2011, Kasus Emergency Kebidanan, Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Prawirohardjo S. 2010. IlmuKebidanan. EdisiKeempat. YBP-SP. Jakarta Saifudin. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP Saiffuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta: YBP-SP Septiana,



R.



2014.



Faktor-Faktor



BerhubungandenganKejadianKetubanPecah



Dini



yang (KPD)



di



RuangCempaka RSUD KratonKabupatenPekalongan. TugasAkhir. Online. Diaksesdari http://digilib.unimus.ac.id/. pada 9 Agustus 2017 pukul 14:50 wib. Triat,



B.



2014.



AsuhanKeperawatan



SeksiosesariadenganindikasiKetubanPecah



Dini



Post (KPD).



KaryaTulisIlmiah. Online. Diakses dari http://digilib.unimus.ac.id/. Diakses pada 9 Agustus 2017 pukul 14:50 wib. Varney, Hellen, 2007, Midwifery, Edisi ketiga