LP SN [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SINDROM NEFROTIK



1.1 DEFINISI Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Nurarif & Kusuma, 2013). Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala yaitu proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL, edema, dan hiperkolesterolemia. Sindrom kelainan



nefrotik



glomerular



merupakan



dengan



gejala



kumpulan edema,



gejala



yang



proteinuria



masif



disebabkan (lebih



dari



oleh 50



mg/kgBB/24 jam) (Donna 2004), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml), dan hiperkolesterolemia melebihi 250mg/dl. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus karena ada peningkatan permeabilitas



glomerulus



terhadap



protein



plasma



menimbulkan



proteinuria,



hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema.



1.2 ETIOLOGI Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Penyebab Sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi menjadi: 1. Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus. Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya. 2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh : a. Malaria quartana atau parasit lainnya



b. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun otak, air raksa. e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membraneproliferatif hipokomplementemik. 3. Sindrom nefrotik idiopatik Adalah Sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau juga disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskopi electron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu kelainan minimal, nefropati membranosa, glomerulonefritis proliferatif, glomerulosklerosis fokal segmental.



1.3 MANIFESTASI 1. Gejala utama yang ditemukan adalah : a) Edema anasarka. Pada awalnya dijumpai edema terutamanya jelas pada kaki, namun dapat juga pada daerah periorbital, skrotum atau labia. Bisa juga terjadi asites dan efusi pleura. Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). b) Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak – anak. c) Hipoalbuminemia < 20-30 mg/dl. d) Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia > 250mg/dl 2. Pada sebagian pasien dapat ditemukan gejala lain yang jarang: a) Hipertensi b) Hematuria c) Diare d) Anorexia e) Fatigue atau malaise ringan f) Nyeri abdomen atau nyeri perut g) Berat badan meningkat h) Hiperkoagulabilitas (Donna 2004)



1.4 PATOFISIOLOGI Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negatif glikoprotein dalam dinding kapiler (Husein 2002). Akibatnya fungsi mekanisme penghalang yang dimiliki oleh membran basal glomerulus untuk mencegah kebocoran atau lolosnya protein terganggu. Mekanisme penghalang tersebut berkerja berdasarkan ukuran molekul dan muatan listrik. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerulus dan akhirnya diekskresikan dalam urin (Husein 2002). Pada sindrom nefrotik, protein hilang lebih dari 2 g/kgbb/hari yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia. Pada umumnya, edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologis tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik atau osmotik intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus ke ruangan interstisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan ke ruang interstisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi aliran darah ke ginjal. Hal ini dideteksi lalu mengaktifkan sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAAS) yang akan meningkatkan vasokonstriksi dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume intravaskular yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium di tubulus distal dan merangsang pelepasan hormon antidiuretik yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema (Husein 2002).



1.5 PHATWAY



1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Betz & Sowden (2009), Pemeriksaan penunjang sebagai berikut: 1. Uji urine a. Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari), bentuk hialin dan granular, hematuria b. Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah c. Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria d. Osmolalitas urine : meningkat 2. Uji darah a. Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl) b. Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000 mg/dl) c. Kadar trigliserid serum : meningkat d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat e. Hitung trombosit : meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul) f. Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan 3. Uji diagnostik Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)



1.7 PENATALAKSANAAN Menurut Wong (2008), Penatalaksanaan medis untuk Sindrom nefrotik mencakup : 1. Pemberian kortikosteroid (prednison atau prednisolon) untuk menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk beberapa hari. 2. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena) 3. Pengurangan edema a. Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakaan secara cermat untuk mencegah terjadinya penurunan volume intravaskular, pembentukan trombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit) b. Pembatasan natrium (mengurangi edema) 4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit



5. Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan edema dan terapi invasif) 6. Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain) 7. Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) untuk anak yang gagal berespons terhadap steroid.



DAFTAR PUSTAKA



Betz & Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri,edisi 5. Jakarta : EGC Carpenito,L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta . EGC. Ltief, abdul. 2005. Buku kuliah Ilmu Kesehatan. Jakarta . Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia. Morgan speer, Kathleen. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Buku Kedokteran. EGC. Nanda. 2008. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika. Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC Potter, Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC. Syaifullah Noer, Mohammad, dkk . 2011. Kompendium Nefrologi. Surakarta : diinventariskan di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Wilson, David, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan. Jakarta : Buku kedokteran. EGC. Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN



A. Pengkajian a.



Identitas Klien Pada identitas klien, akan didapatkan data-data terkait dengan identitas klien maupun keluarga yang menjadi penanggung jawab klien tersebut. Pada identitas didapatkan nantinya nama klien, alamat, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, umur, suku/ras, agama, nomor telepon dan lain-lain. Sedangkan untuk penanggung jawab, juga akan didapatkan data-data yang sama, baik berupa nama, alamat, umur, nomor telepon dan sebagainya.



b.



Riwayat Kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Dahulu Kemungkinan klien mempunyai riwayat glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik. 2) Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya klien dengan sindrom nefrotik akan mengeluhkan badannya bengkak dibagian kaki, tangan, perut, selain itu klien biasanya juga mengeluhkan muka nya sembab, serta keluhan lain yang biasa dirasakan yaitu sakit kepala, kelelahan dan kelamahan. 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Yang perlu dikaji disini yaitu tentang kesehatan keluarga yang terkait dengan masalah yang klien dengan sindrom nefrotik alami. Mungkin saja ada anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan seperti yang dialami oleh klien tersebut. atau bisa saja akan terkait dengan penyakit keturunan yang dapat memicu terjadi masalah kesehatan seperti sindrom nefrotik pada klien tersebut.



c.



Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Tanda-tanda Vital Tekanan darah



: TD bisa meningkat



Nadi



: Nadi meningkat seiring dengan peningkatan TD



Suhu : Jika terjadi komplikasi berupa infeksi, suhu tubuh klien akan berada di atas normal. Pernapasan



: Pernapasan akan cepat dan tidak teratur



Pemeriksaan Head To Toe Kepala : Kepala simetris kiri dan kanan, tidak ada pembesaran pada kepala. Ukuran kepala normal sesuai dengan umur. Wajah simetris kiri dan kanan, tetapi pada klien akan terlihat wajah sembab. Mata : Pupil sama, bulat, reaktif terhadap cahaya dan akomodasi. Konjungtiva tidak anemis, sklera putih. Telinga : Mendengar suara yang dibisiki dalam jarak 60 cm. kedua aurikel utuh. Saluran bersih, membrane timpani utuh dan tanpa jaringan parut. Hidung : Simetris kiri dan kanan, paten. Membran mukosa lembab, utuh tanpa rabas. Mengidentifikasi bau dengan benar. Mulut : Membran mukosa berwarna merah jambu/ coklat, lembab, dan utuh. Uvula digaris tengah, refleks muntah aktif. Tidak ada lesi. Leher



: Trake di garis tengah, tidak teraba nodus. Tiroid tidak teraba



Payudara : Bentuk bulat, putting susu kecil, medium atau besar. Simetris kiri dan kanan. Puting susu menonjol keluar, tidak ada rabas atau lesi. Tidak ada pembengkakan di aksila. Tidak ada nyeri tekan, massa atau nodul. Abdomen : Simetris. Bising usus positif di keempat kuadran. Tidak ada massa. Klien dengan sindrom nefrotik, bisa saja terdapat asites. Genitalia : Penis tidak nyeri tekan, tidak ada rabas atau lesi. Testis tidak nyeri tekan, terdapat edema. Tidak ada rabas vagina. Rektum /anus : Mampu mengkontraksi sfingter ani. Pemeriksaan rektum negatif Terhadap massa atau lesi.



d.



Aktivitas Sehari-hari 1) Makan Sehat



: 3 x sehari. Pagi, siang dan malam.



Sakit : hanya menghabiskan setengah porsi dan jadwal makan tidak teratur. 2) Minum



3)



Sehat



: 7 – 8 gelas perhari ( 2500 ml)



Sakit



: Minum kurang, hanya 2 – 3 gelas perhari



Istirahat dan tidur Sehat



: tidur 6 – 8 jam perhari



Sakit



: waktu tidur dan istirahat berkurang hanya 3 jam perhari



4) Eliminasi Buang Air Kecil Sehat



: 5 x sehari



Sakit



: 2 x sehari dan dirasa sedikit nyeri



Buang Air Besar



e.



Sehat



: 1 atau 2 kali sehari



Sakit



: Tidak pernah BAB. Hanya 2 x seminggu.



Data Sosial Ekonomi Penyakit syndrome nefrotik bisa diderita oleh masyarakat dengan ekonomi mengengah ke bawah ataupun masyarakat dengan ekomoni menengah ke atas.



f.



Data Psikologis Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress. Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengakibatkan penolakan terhadap pengobatan.



g.



Pemeriksaan Diagnostik 1) Urinalisis : Proteinuria, secara mikroskopik ditemukan hematuria, endapan pada urine, dan berbusa. 2) Urine 24 jam protein meningkat dan kreatinin klirens menurun. 3) Biopsi dengan memasukkan jarum ke dalam ginjal : pemeriksaan histologi jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis. 4) Kimia serum : protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat, dan gangguan gambaran lipid. (Nursalam & Fransisca B. B, 2009; 59)



B. Diagnosa Keperawatan



1. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga



2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit 3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan C. Intervensi Diagnosa



Tujuan



Intervensi



Kelebihan volume Setelah diberikan asuhan 1. Kaji lokasi dan luas edema cairan (tubuh total) keperawatan berhubungan



selama 2. Monitor tanda-tanda vital



…x24 jam diharapkan 3. Monitor masukan makanan /cairan



dengan akumulasi Pasien cairan



tidak 4. Timbang berat badan setiap hari



dalam menunjukkan



bukti- 5. Ukur lingkar perut



jaringan dan ruang bukti akumulasi cairan 6. Tekan derajat pitting edema, bila ada ketiga



dengan kriteria hasil :  Berat badan ideal  Tanda-tanda



8. Monitor hasil urin setiap hari vital 9. Kolaborasi pemberian terapi diuretik



dalam batas normal  Asites



dan



berkurang



7. Observasi warna dan tekstur kulit



edema



 Berat jenis urine dalam batas normal Kerusakan integritas



Setelah diberikan asuhan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan kulit keperawatan



selama



pakaian yang longgar.



…x24 jam diharapkan 2. Hindari kerutan pada tempat tidur. dengan perubahan Kulit tidak menunjukan 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih berhubungan



turgor kulit



adanya



kerusakan



integritas, atau



kemerahan



iritasi



dengan



kriteria hasil :



 Tidak ada luka/lesi pada kulit



dan kering.



4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.



5. Monitor kulit akan adanya kemerahan. 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan.



 Perfusi jaringan baik 7. Memandikan pasien dengan sabun dan  Mampu



melindungi



kulit



air hangat.



dan



mempertahankan kelembaban dengan



kulit



perawatan



alami Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan berhubungan



tindakan keperawatan



dengan kelemahan



diharapkan ada peningkatan terhadap daily activity pasien dengan kriteria hasil :  Mampu melakuka aktivitas secara mandiri



1. Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat. 2. Seimbangkan istirahat dan aktivitas bila ambulasi. 3. Rencanakan dan berikan aktivitas tenang. 4. Instruksikan anak untuk istirahat bila ia mulai merasa lelah.



 Ada peningkatan terhadap mobilisasi  Tidak terdapat penurunan kondisi tubuh  Ttv dalam rentang normal