21 0 210 KB
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN SPINAL STENOSIS DI RUANG B1 Dr. RAMELAN SURABAYA
OLEH :
Uzlifatul Khisbiyatul Khasanah NIM : 2030111
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA TA. 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN Setelah kami periksa dan amati, selaku pembimbing mahasiswa: Nama
: Uzlifatul Khisbiyatul Khasanah
Nim
: 2030111
Program Studi : Profesi Ners Judul
: Laporan Pendahuluan Spinal Stenosis di Ruang B1 RSPAL Dr.
Ramelan Surabaya
CI Institusi
Dedi Irawandi, S.Kep.,Ns, M.Kep.
CI Lahan
Stenosis Canalis Spinalis A. Definisi Spinal stenosis adalah kondisi penyempitan satu atau lebih ruang di dalam tulang belakang. Menyempitnya ruang di dalam tulang belakang pada struktur tulang, dapat membatasi ruang yang tersedia untuk sumsum tulang belakang dan saraf yang bercabang dari sumsum tulang belakang (Fitrina, 2018). Ruang yang sempit ini akan menyebabkan sumsum tulang belakang atau saraf menjadi tertekan (terjepit) dan akhirnya menjadi iritasi. Kondisi inilah yang nantinya akan menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (Apsari et al., 2016).
B. Etiologi Penyempitan ruang pada tulang belakang disebabkan oleh banyak hal. Meski begitu, kesemuanya memiliki kesamaan yakni mengubah struktur tulang belakang sehingga menyebabkan ruang di sekitar tulang belakang menyempit (Dewangga & Rahayu, 2018). Berbagai penyebab spinal stenosis yang mungkin Anda miliki adalah menurut Dimas (2017) : 1. Pertumbuhan Tulang Berlebihan Peradangan pada tulang, seperti osteoarthritis dapat merusak tulang rawan di persendian termasuk tulang belakang Anda. Tulang rawan adalah pelindung yang menutupi sendi. Saat tulang rawan melemah, tulang mulai bergesekan satu sama lain sehingga tubuh merespons untuk menumbuhkan tulang baru. Tulang baru ini tumbuh berlebihan (taji tulang) yang terjadi di sekitar tulang belakang dapat meluas dan mempersempit ruang pada tulang belakang dan menjepit saraf pada area tersebut. Penyakit paget pada tulang juga dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada tulang belakang yang akhirnya bisa menekan saraf. Penyakit Paget pada tulang juga dapat menyebabkan pertumbuhan berlebih dari tulang di tulang belakang, menekan saraf.
2.
Disk Hernia Di setiap vertebra (tulang yang membentuk punggung) terdapat bantalan
bulat yang dapat dan ini disebut dengan disk vertebra. Seiring bertambahnya usia, disk vertebra akan mengalami retakan di tepi luar yang menyebabkan cairan khusus dari disk ini menembus lapisan luar yang lemah. Disk akan menggembung, memakan ruang pada tulang belakang dan menekan saraf di dekat disk. 3.
Penebalan Ligament Ligamen adalah pita serat yang menahan tulang belakang. Arthritis dapat
menyebabkan ligamen menebal dari waktu ke waktu sehingga memakan ruang sehingga penyempitan dapat terjadi. 4.
Fraktur atau cedera pada tulang belakang Tulang patah, terkilir (keseleo), atau peradangan yang terjadi di dekat tulang
belakang dapat mempersempit ruang kanal dan memberi tekanan pada saraf tulang belakang. 5.
Tumor Pertumbuhan jaringan yang abnormal di dalam dan di antara di sumsum
tulang belakang atau pada tulang belakang itu sendiri dapat mempersempit ruang dan mengiritasi saraf di sekitarnya. Sebagian orang terlahir dengan kanalis spinalis yang kecil, tetapi sebagian besar stenosis spinal terjadi karena ada suatu hal yang menyebabkan kanalis spinalis menyempit. Penyebab stenosis spinal antara lain menurut Arif (2015) : 1.
Stenosis spinal paling sering disebabkan oleh arthritis degeneratif, atau perubahan tulang dan jaringan lunak karena proses penuaan, misalnya pembentukan osteofit (bone spur), pembengkakan dan kerusakan diskus intervertebralis, dan penebalan ligamen antar tulang vertebra. Stenosis spinal biasanya ditemukan pada pasien di atas usia 50 tahun, dan menjadi progresif dengan bertambahnya usia.
2.
Bertambahnya gerakan antar vertebra yang dapat menyebabkan salah satu vertebra tergelincir ke depan. Kondisi ini disebut dengan spondylolistesis. Tidak semua lansia mengalami stenosis spinal. Orang dengan riwayat keluarga mengalami stenosis spinal atau masalah punggung lainnya
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami stenosis spinal. Selain itu, orang yang pekerjaannya membebani punggung (misalnya buruh, atau atlet) juga memiliki risiko yang tinggi. Stenosis spinal juga dialami oleh orang dengan penyakit jaringan ikat tertentu, misalnya ankylosing spondylitis. 3.
Cedera spinal. Kecelakaan mobil dan trauma lainnya dapat menyebabkan dislokasi atau fraktur salah satu atau banyak vertebra. Tulang yang patah dapat menyebabkan kerusakan isi kanalis spinalis. Pembengkakan jaringan di sekitar segera setelah pembedahan punggung juga dapat menimbulkan tekanan pada medulla spinalis atau saraf.
4.
Tumor. Pertumbuhan tidak normal dapat terbentuk di bagian dalam medulla spinalis, dalam membran yang melapisi medulla spinalis atau di ruang di antara medulla spinalis dan vertebra. Penyebab ini jarang dan dapat teridentifikasi dengan pemeriksaan pencitraan dengan MRI atau CT scan. Berdasarkan lokasi terjadinya kondisi ini, spinal stenosis bisa dibagi
menjadi beberapa tipe. Seseorang bisa mengalami lebih dari 1 tipe spinal stenosis. Dua tipe stenosis spinal yang utama, antara lain menurut Hangga. dkk. (2015) : 1. Stenosis serviks. Dalam kondisi ini, penyempitan terjadi pada bagian tulang belakang di leher. 2. Stenosis lumbar. Tipe stenosis ini terjadi pada bagian tulang belakang di punggung bawah. Ini adalah bentuk stenosis tulang belakang yang paling umum.
C. Web Of Caution Cedera veetebra
Hipertropi osteoligamentum vetebra
Perubahan struktur diskus
degeneratif Osteofit / diskus menonjol
Kanal spinal menyempit
FRAKTUR LUMBAL KANAL SPINAL STENOSIS
Perubahan stimulus saraf
Konpresi saraf spinal
Kerusakan neuromuskuler
Perubahan pola defekasi
Nyeri Akut
Defisit sensori
Risiko Konstipasi
Keterbatasan kognitif Kurang pajanan informasi
Defisit Pengetahuan
RIsiko Inkontenesia Urine Urgensi Kebiasaan toileting tidak efektif
Penurunan motorik ekstremitas bawah
Gangguan Moblitas Fisik
Penurunan produktifitas Perasaan tidak adekuat Ansietas
D. Manifestasi Klinis Stenosis spinal yang terlihat pada MRI atau CT scan, tapi mungkin tidak mengalami gejala karena penyempitan yang terjadi adalah minimal. Biasanya gejala timbul secara bertahap dan memburuk seiring berjalannya waktu, akibat saraf yang makin tertekan. Gejala stenosis spina tergantung dari lokasi stenosis dan saraf yang terdampak.Stenosis spinal pada leher (tulang belakang bagian servikal) menurut Brian. dkk. (2015) : 1. Mati rasa atau kesemutan pada tangan, lengan, kaki atau telapak kaki
2. Kelemahan pada tangan, lengan, kaki atau telapak kaki 3. Masalah pada keseimbangan dan kemampuan berjalan 4. Sakit pada leher 5. Dalam kasus yang berat, muncul gangguan dalam mengontrol buang air besar dan buang air kecil (inkontinensia) Stenosis spinal pada punggung bagian bawah (tulang belakang bagian lumbar) menurut Valiant (2017) : 1. Mati rasa atau kesemutan pada kaki 2. Kelemahan pada kaki 3. Sakit atau kram pada salah satu maupun kedua kaki ketika berdiri untuk waktu yang lama, ketika berjalan, yang biasanya membaik ketika membungkuk ke depan atau duduk 4. Sakit pada punggung E. Komplikasi Meskipun jarang terjadi, stenosis spinal parah yang tidak diobati dapat menimbulkan beberapa komplikasi menurut Rahayu (2017), yaitu: 1. Mati rasa di bagian tulang belakang 2. Gangguan keseimbangan 3. Inkontinensia urine 4. Kelumpuhan
F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang MRI meyakinkan bahwa adanya spinal stenosis berat pada level vertebra thorakal
bawah, sesuai dengan gangguan
neurologis hipoestesi setinggi level tersebut. Sekitar 52-85% stenosis thoracalis terjadi pada daerah lower thoracal seperti thoracal 10-12 (Dewangga & Rahayu, 2018). 1. Sinar X spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur/dislokasi) 2. CT Scan
: untuk menentukan tempat luka/jejas
3. MRI
: untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
4. Foto Rongent Thorax 5. AGD
G. Penatalaksanaan Medis 1. Terapi Konservatif Terapi konservatif dilakukan apabila gejalanya ringan dan durasinya pendek selain itu kondisi pasien tidak mendukung dilakukan terapi operatif (misalnya pasien dengan hipertensi atau diabetes melitus). Modalitas utama meliputi edukasi, penentraman hati, modifikasi aktivitas termasuk mengurangi mengangkat beban, membengkokan badan, memelintir badan, latihan fisioterapi harus menghindari hiperekstensi dan tujuannya adalah untuk menguatkan otot abdominal flesor untuk memelihara posisi fleksi, penggunaan lumbar corset-type brace dalam jangka pendek (pada stenosis spina lumbar), analgesik sederhana, NSAIDs, kalsitonin nasal untuk nyeri sedang, injeksi steroid epidural untk mengurangi inflamasi, golongan narkotika bila diperlukan. Latihan juga sangat penting antara lain bersepeda, treadmill, hidroterapi (berenang) dapat memicu pengeluaran endorphin dan meningkatkan suplai darah ke elemen saraf, serta membantu memperbaiki fungsi kardiorespirasi (Apsari dkk, 2013). 2. Terapi operatif Indikasi operasi adalah gejala neurologis yang bertambah berat, defisit neurologis yang progresif, ketidakmampuan melakukan aktivitas seharihari dan menyebabkan penurunan kualitas hidup, serta terapi konservatif yang gagal. Tujuan tindakan operasi untuk dekompresi akar saraf dengan berbagai teknik sehingga diharapkan bisa mengurangi gejala (Apsari dkk, 2013).
Asuhan Keperawatan Stenosis Canalis Spinalis A. Pengkajian 1. Data Umum Pengkajian adalah suatu tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasistatus Kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama memberikan asuhan keperawatan sesuai kebutuhan individu (klien) seperti identitas klien (nama, umur, agama, tempat tinggal, status Pendidikan, suku, dll). 2. Keluhan Utama Pada anamnesis keluhan utama yang lazim didapatkan adalah keluhan adanya nyeri akibat penyempitan pada tulang belakang. Untuk mendapatkan pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien,dapat digunakan metode PQRST (Muttaqin & Sari, 2011). 3. Riwayat Penyakit Sekarang Didapatkan keluhan nyeri hebat pada daerah tulang belakang dan nyeri di daerah sekitar tulang ekor sampai kaki, keluhan gastrointestinal seperti lemas, kelelahan, badan terasa kaku (Muttaqin & Sari, 2011). 4. Riwayat Penyakit Dahulu Pada riwayat penyakit dahulu yang penting untuk dikaji antara lain penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi, tuberculosis, dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif serta dengan aktivitas khususnya pekerjaan yang menyangkut beban berat yang juga mempunyai risiko terkena penyakit spinal stenosis (Muttaqin & Sari, 2011). 5. Riwayat Penyakit Keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit spinal stenosis atau penyakit menular lainnya. 6. Pemeriksaan Fisik a) Keadaan umum : keadaan yang sering muncul sebagai kelemahan fisik b) Tingkat kesadaran : tingkat kesadaran pada penderita spinal stenosis biasanya composmetis
c) TTV : mengukur tekanan darah biasanya pada penderita spinal stenosis dalam batas normal d) Kepala Rambut : warna rambut, kebersihan rambut, bau dan tidak ada alopesia Kulit kepala : adanya benjolan/lesi, dan tekstur kulit kepala Wajah : simetris dan pucat e) Mata Kelengkapan dan kesimetrisan mata, bulu mata rontok/tidak, konjungtiva dan sclera perubahan warna anemis, warna iris hitam, reaksi pupil terhadap cahaya, pupil isokor, dan warna kornea f) Telinga Daun telinga masih simetris kanan dan kiri, gendang telinga tidak tertutup, serumen berwarna putih ke abu-abuan dan masih dapat bervibrasi dengan baik apabila tidak mengalami infeksi sekunder, pengkajian terhadap pendengaran, peradangan. g) Hidung Tidak terjadi pembekakan, tidak terjadi perdarahan, tidak terjadi pembesaran polip dan sumbatan hidung kecuali ada infeksi sekunder seperti influenza, tidak ada kotoran. h) Bibir Sianosis, pucat, mukosa bibir kering/lembab, simetris, dan bentuk bibir i) Thorax dan paru Bentuk thorax normal chest, tidak ada retraksi intercosta, tidak ada retraksi suprasternal, tidak ada sternomastoid, dan tidak ada pernafasan cuping hidung j) Dada − Inspeksi : bentuk dada simetris, adanya sianosis/tidak − Palpasi : getaran antara kanan dan kiri sama
− Perkusi : pekak terjadi apabila cairan atau jaringan padat menggantikan bagian paru yang normalnya terisi udara, seperti penyakit efusi pleura, tumor/pasca penyembuhan TBC k) Abdomen − Inspeksi : bentuk abdomen datar, tidak ada massa/benjolan, tidak ada bayangan pembuluh darah vena − Auskultasi : tidak ada frekuensi peristaltic usus dan tidak ada obstruksi usus − Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran, permukaan halus − Perkusi : normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani l) Integumen Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, warna kulit, ada tidaknya edema, sianosis, pucat, kemerahan, tekstur halus, turgor/kelenturan baik, struktur tegang, tidak ada nyeri tekan m) Genitalia Warna, kebersihan, benjolan seperti lesi, massa, dan tumor, ada tidaknya inguinal hernia, ada tidaknya femoral hernia, dan ada tidaknya pembengkakan n) Ekstremitas Otot antar sisi kanan dan kiri simetris, ada tidaknya deformitas, ada tidaknya fraktur, ada tidaknya keterbatasan dalam aktivitas 7. Pola Fungsi Kesehatan a) Pola Persepsi Kesehatan Ketidaktahuan klien tentang informasi dari penyakit yang dideritanya. Secara umum, spinal stenosis diakibatkan karena terjadi penyempitan pada tulang belakang. Dan biasanya penyakit ini terjadi pada usia lanjut serta pekerja kuli, sehingga bisa menyebabkan
penyempitan
pada
punggung.
Kurangnya
pengetahuan klien tentang penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya spinal stenosis.
b) Pola Nutrisi Metabolik Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat c) Pola Eliminasi Urine dalam jumlah banyak, urin berwarna kuning, feses berbentuk padat. d) Pola Aktivitas-Latihan Sensitivitas meningkat, otot lemah, kelelahan berat, nyeri saat beraktivitas, otot lemas, keterbatasan saat beraktivitas e) Pola Istirahat dan Tidur Saat nyeri melanda sering kebangun saat tidur f) Pola Kognitif Perseptual Adanya rasa khawatir karena nyeri pada bagian punggung g) Pola Persepsi diri
B. Prioritas Masalah 1. Nyeri akut b/d Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, predur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) (D.0077) 2. Risiko Inkontinensia Urine Urgensi b/d penurunan kapasitas kandung kemih (D.0047) 3. Risiko Inkontinensia Urine Urgensi b/d penurunan kapasitas kandung kemih (D.0047)
C. Diagnosis Keperawatan 1. Nyeri Akut b/d Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, predur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) (D.0077) 2. Risiko Konstipasi b/d kelemahan otot abdomen (D.0052) 3. Defisit Pengetahuan b/d kurang terpapar informasi (D.0111) 4. Gangguan Mobilitas Fisik b/d nyeri (D.0054) 5. Risiko Inkontinensia Urine Urgensi b/d penurunan kapasitas kandung kemih (D.0047)
6. Ansietas b/d kurang terpapar informasi (D.0080)
D. Analisa Data Dx 1
2
3
Data/Faktor Risiko
Etiologi DS : Agen pencedera fisik Px mengatakan nyeri pada (mis. Abses, amputasi, bagian tulang ekor sampai terbakar, terpotong, kaki mengangkat berat, predur P : Nyeri di tulang ekor operasi, trauma, latihan Q : Tertusuk-tusuk fisik berlebihan) R : Tulang ekor sampai kaki S : 6 (1-10) T : Hilang timbul DO : Px tampak meringis, sulit tidur, dan nafsu makan berubah TTD : TD : 130/80 mmHg N : 80 x/mnt S : 36,2°C RR : 22 x/mnt Faktor risiko : Kelemahan otot abdomen Kelemahan otot abdomen, perubahan kebiasaan makan, kebiasaan menahan dorongan defekasi TTD : TD : 130/80 mmHg N : 80 x/mnt S : 36,2°C RR : 22 x/mnt DS : Kurang terpapar Px mengatakan tidak informasi mengetahui masalah penyakit yang dideritanya DO : Px menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah, dan menunjukkan perilaku berlebihan TTD : TD : 130/80 mmHg N : 80 x/mnt
Masalah/Problem Nyeri akut
Risiko Konstipasi
Defisit Pengetahuan
4
5
6
S : 36,2°C RR : 22 x/mnt DS : Px mengatakan sulit bergerak karena saat bergerak terasa sakit DO : Px mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, sendi kaku, dan Gerakan terbatas TTD : TD : 130/80 mmHg N : 80 x/mnt S : 36,2°C RR : 22 x/mnt Faktor risiko : Kerusakan kontraksi kandung kemih, ketidakefektifan kebiasaan berkemih, dan kapasitas kandung kemih kecil DS : Px mengatakan cemas karena tidak tau tentang masalah penyakit yang dideritanya DO : Px merasa bingung, tampak gelisah, dan sulit tidur
Nyeri
Gangguan Mobilitas Fisik
Penurunan kapasitas kandung kemih
Risiko Inkontinensia Urine Urgensi
Kurang terpapar informasi
Ansietas
E. Intervensi Keperawatan 1. Nyeri Akut b/d Agen pencedera fisik (D.0077) Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan dapat memenuhi kriteria hasil: Luaran Utama : Tingkat Nyeri (L.07214) Kriteria Hasil : - Keluhan nyeri menurun - Meringis menurun - Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun - Ketegangan otot menurun
Intervensi Utama : Manajemen Nyeri (I.08238) a) Identifikasi skala nyeri R/ : Mengetahui skala nyeri 1-10, berada diangka berapa. b) Identifikasi
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi, kualitas,intensitas nyeri R/ : Mengetahui perkembangan nyeri dan tanda – tanda nyeri hebat sehingga dapat menentukan tindakan selanjutnya c) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (Misal, terapi musik, kompres hangat/ dingin) R/ : Agar rasa nyeri berkurang d) Fasilitasi istirahat dan tidur R/ : Agar pasien tidak begitu merasakan nyeri e) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri R/ : Agar nyeri sedikit berkurang f) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu. R/ : Agar dapat pemberian obat anti nyeri. 2. Risiko Konstipasi b/d kelemahan otot abdomen (D.0052) Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan dapat memenuhi kriteria hasil: Luaran utama : Eliminasi Fekal (L.04033) Kriteria Hasil : -
Meningkatnya kontrol pengeluaran feses
-
Keluhan defekasi lama dan sulit berkurang
-
Meningkatkan mengejan saat defekasi
Intervensi Utama : Pencegahan Konstipasi (I.04160) a)
Identifikasi faktor risiko konstipasi (mis. Asupan serat tidak adekuat, asupan cairan tidak adekuat, aganglionik, kelemahan otot abdomen, aktivitas fisik kurang) R/ : Agar pasien lebih mengetahui penyebab kesulitan BAK
b) Lakukan masase abdomen R/ : Agar pasien bisa BAK dengan lancar c)
Anjurkan air putih sesuai dengan kebutuhan (1500-2000 mL/hari) R/ : Agar pasien kebutuhan cairannya terpenuhi
d) Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik sesuai kebutuhan R/ : Agar pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kebutuhan 3. Defisit Pengetahuan b/d kurang terpapar informasi (D.0111) Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan dapat memenuhi kriteria hasil: Luaran utama : Tingkat Pengetahuan (L.12111) Kriteria Hasil : -
Meningkatkan perilaku sesuai anjuran
-
Meningkatkan kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik
-
Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
Intervensi utama : Edukasi Kesehatan (I.12383) a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi R/ : Agar pasien siap menerima informasi tentang penyakit yang diderita b) Sediakan materi dan media Pendidikan kesehatan R/ : Agar pasien dapat pengetahuan tentang masalah kesehatan c) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan R/ : Agar pasien tau faktor risiko dari penyakit yang dideritanya d) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan dehat R/ : Agar pasien dapat meningkatkan pola hidup bersih dan sehat 4. Gangguan Mobilitas Fisik b/d nyeri (D.0054) Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan dapat memenuhi kriteria hasil: Luaran utama : Mobilitas Fisik (L.05042)
Kriteria Hasil: -
Pergerakan ekstremitas meningkat
-
Nyeri berkurang
-
Menurunkan gerakan terbatas
Intervensi utama : Dukungan Mobilisasi (I. 05173) a)
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya R/ : Agar pasien tau yang dirasakan hari ini
b) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan R/ : Agar keluarga pasien mampu mengawasi pasien saat melakuakn pergerakan c)
Anjurkan melakuakn mobilisasi dini R/ : Agar pasien mampu melakukan pergerakan secara mandiri
d) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur, duduk disisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi) R/ : Agar pasien bisa melakukan pergerakan supaya badannya tidak kaku 5. Gangguan Mobilitas Fisik b/d nyeri (D.0054) Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan dapat memenuhi kriteria hasil: Luaran utama : Mobilitas Fisik (L.05042) Kriteria Hasil : - Pergerakan ekstremitas meningkat - Nyeri berkurang - Menurunkan gerakan terbatas Intervensi utama : Dukungan Mobilisasi (I. 05173) a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya R/ : Agar pasien tau yang dirasakan hari ini
b. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan R/ : Agar keluarga pasien mampu mengawasi pasien saat melakuakn pergerakan c. Anjurkan melakuakn mobilisasi dini R/ : Agar pasien mampu melakukan pergerakan secara mandiri d. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur, duduk disisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi) R/ : Agar pasien bisa melakukan pergerakan supaya badannya tidak kaku 6. Risiko Inkontinensia Urine Urgensi b/d penurunan kapasitas kandung kemih (D.0047) Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan dapat memenuhi kriteria hasil: Luaran Utama : Kontinensia Urine (L. 04036) Kriteria Hasil : - Meningkatkan kemampuan untuk berkemih - Meningkatkan residu volume urine setelah berkemih - Verbalisasi pengeluaran urin tidak tuntas menurun Intervensi Utama : Manajemen Eliminasi Urine (I. 04152) a. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine R/ : Agar pasien tau tanda dan gejala pada pola eliminasi b. Batasi asupan cairan, jika perlu R/ : Agar pasien mampu mengontrol BAK c. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine R/ : Agar pasien tau berapa cairan yang masuk dan keluar d. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemih R/ : Agar pasien mampu melatih otot-otot panggul untuk berkemih
F. Implementasi Keperawatan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan.
G. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalahuntuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dan untuk melakukan pengkajian ulang dibagi menjadi 3 yaitu: 7.
Masalah teratasi
8.
Masalah teratasi sebagian
9.
Masalah tidak teratasi.
DAFTAR PUSTAKA Apsari, PIB., Suyasa, IK., Maliawan, S., dan Kawiyana, S. 2013. Lumbar Spinal Canal Stenosis: Diagnosis dan Tatalaksana. E-Jurnal Medika Udayana. Volume 2. Nomor 9. Apsari, P. I. B. (2016). Lumbar Spinal Canal Stenosis Diagnosis Dan Tatalaksana, 1–18. Dewangga, M. W., & Rahayu, U. B. (2018). The 8 Th University Research Colloquium 2018 Universitas Muhammadiyah Purwokerto Pengaruh Neuromuscular Taping Terhadap Penurunan Nyeri Punggung Bawah Pada Pengemudi Ojek Online The Effect Of Neuromuscular Taping On The Of Low Back Pain In The 8 th University Research Colloquium 2018 Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 332–336. Dimas, S. (2017). Apa yang dimaksud dengan Terapi Latihan pada fisioterapi? Retrieved
March
8,
2019,
from
https://www.dictio.id/t/apa-yang-
dimaksuddengan-terapi-latihan-pada-fisioterapi/12968. Filantip, Arif. (2015). "Pengaruh Latihan Range Of Motion Aktif Terhadap Kelentukan Sendi Ektremitas Bawah Dan Gerak Motorik Pada Lansia Di Unit Pelayanan Sosial Wening Wardoyo Ungaran". Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Fitrina.
(2018).
"Low
Back
Pain
(LBP)"
(online),
http://www.yankes.kemkes.go.id/read-low-back-pain-lbp-5012.html, diakses tanggal 9 Mei 2019). Kusuma, Hangga. dkk. (2015). “Pengaruh William Flexion Exercise Terhadap 14 Peningkatan Lingkup Gerak Sendi Penderita Low Back Pain". Journal of Sport Sciences and Fitness, 4 (3): 16-21. Marelly, Argha Franst Valiant. (2017). “Keefektifan William Flexion Exercise Untuk Mengurangi Nyeri Punggung Bawah Pada Penjahit Pt Argo Manunggal Triasta Kota Salatiga Tahun 2016”. Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Noehren, Brian. dkk. (2015). “Effect Of Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation On Pain, Function, And Quality Of Life In Fibromyalgia: A
Double-Blind Randomized Clinical Trial”. Fast Protocol, Vol. 95 (1): 129140. PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Diagnosa Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI Rahayu, U. B. (2017). Introduction of The NeuroMuscular Taping Concept, (August), 1–12. Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2016. SDKI. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat.