LP Tonsilitis Kronis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tonsilitis disebabkan oleh infeksi kuman golongan streptococcus atau virus yang dapat bersifat akut atau kronis (Rukmini, 2003). Masalah kekambuhan pada pasien tonsillitis perlu diperhatikan. Apabila tonsilitis diderita oleh anak tidak sembuh maka akan berdampak terjadinya penurunan nafsu makan, demam, berat badan menurun, menangis terus-menerus, nyeri waktu menelan dan terjadi komplikasi seperti sinusitis, laringtrakeitis, otitis media, gagal nafas, serta osteomielitis akut. Pada umumnya serangan tonsillitis dapat sembuh sendiri apabila daya tahan tubuh penderita baik. Tonsil yang mengalami peradangan terus-menerus sebaiknya dilakukan tonsilektomi (operasi pengangkatan amandel) yang harus dipenuhi terlebih dahulu indikasinya. Tindakan tonsilektomi mempunyai risiko yaitu hilangnya sebagian peran tubuh melawan penyakit yang dimiliki jaringan amandel (Syaifudin, 2002). Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak usia 2-3 tahun dan sering meningkat pada anak usia 5-12 tahun (Rukmini, 2003). Tonsilitis paling sering terjadi di negara subtropis. Pada negara iklim dingin angka kejadian lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi di negara tropis, infeksi Streptococcus terjadi di sepanjang tahun terutama pada waktu musim dingin (Rusmarjono, 2003). Hasil Penelitian Jagdeep (2008) menunjukkan bahwa 2 gangguan tonsillitis berdampak pada penampilan pasien, seperti sering mengalami radang namun tidak sampai mengalami gangguan suara. Penelitian Sakka dkk (2009) menyimpulkan bahwa infeksi pada tonsil merupakan masalah yang cukup sering dijumpai. Keluhan yang ditimbulkan berupa nyeri menelan, demam, otitis media, sampai obstructive sleep apnea. Kadar s-IgA penderita tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi tinggi. Empat minggu setelah operasi, kadar s-IgA turun mendekati kadar s-IgA individu normal. 1 |Nur Mustika Aji Nugroho



Salah satu tindakan penatalaksanaan masalah tonsilitis adalah dengan tonsilektomi. Tonsilektomi merupakan suatu teknik pembedahan yang dilakukan untuk tujuan mengangkat tonsil yang terjadi peradangan. Teknik pembedahan ini dilakukan dengan teknik pembiusan total atau yang biasa dikenal dengan general anestesi. Teknik anestesi yang sering digunakan yaitu dengan pemasangan ETT nasal (Sakka, dkk., 2009).



B. Tujuan 1. Tujuan umum Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan perianestesi yang berkualitas pada Sdri.N. dengan diagnosis keperawatan yang sesuai. 2. Tujuan khusus Setelah dilakukan pengkajian terhadap Sdri.N. diharapkan mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan perianestesi yang melalui pendekatan proses keperawatan, dimulai dari pengkajian data, penentuan diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.



C. Cara Pengumpulan Data 1. Wawancara Pengumupulan data dengan tanya jawab langsung pada pasien & keluarga pasien. 2. Observasi Pengambilan data dengan cara menilai dan memantau perkembangan klien secara langsung.



2 |Nur Mustika Aji Nugroho



3. Studi dokumentasi Cara pengumpulan data dengan cara melihat buku rekam medik klien dan hasil pemeriksaan laboratorium seta pemeriksaan penunjang. 4. Studi pustaka Teori asuhan keperawatan dari buku-buku yang membahas masalahmasalah asuhan keperawatan.



3 |Nur Mustika Aji Nugroho



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A Streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus. (Hembing, 2004). Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak. (Sriyono, 2006). Tonsilitis Kronik adalah tonsilitis akibat dari peradangan, faktor predisposisi ; rangsangan kronik (rokok dan makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygien mulut yang tidak baik/buruk. Tonsilitis kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang berulang. Tonsil tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu serangan akut kripta mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional tetap membesar akhirnya tonsil memperlihatkan pembesaran permanen dan gambaran karet busa, bentuk jaringan fibrosa, mencegah pelepasan bahan infeksi (Sacharin, R.M. 1993). B. Etiologi Penyebab tonsillitis kronik sama dengan tonsillitis akut yaitu kuman golongan atreptococcus hemolyticus viridans dan streptococcus pyogenes, tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif. Faktor predisposisi timbulnya radang kronik ini ialah yang menahun (misalnya : makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat, serta hygiene yang buruk.



4 |Nur Mustika Aji Nugroho



Etiologi menurut Mansjoer (2001) etiologi tonslitis adalah sebagai berikut 1. Streptokokus Beta Hemolitikus Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif yang dapat berkembang biak ditenggorokan yang sehat dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut. 2. Streptokokus Pyogenesis Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang dan menyebabkan infeksi streptokokus group A. Streptokokus Pyogenesis adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari infeksi khasnya bermula ditenggorakan dan kulit. 3. Streptokokus Viridans Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna hijau pekat agar darah. Viridans memiliki kemampuan yang unik sintesis dekstran dari glukosa yang memungkinkan mereka mematuhi agregat fibrin-platelet dikatup jantung yang rusak. 4. Virus Influenza Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo viridae (virus influenza). Virus ini ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam kasus yang buruk influenza juga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia. C. Anatomi dan fisiologi tonsil Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran



di



faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tuba eustachius.



5 |Nur Mustika Aji Nugroho



Gambar 1 anatomi tonsil 1. Tonsil palatina Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.



Tonsil



terletak di



lateral orofaring. Dibatasi oleh: -



Lateral – muskulus konstriktor faring superior



-



Anterior – muskulus palatoglosus



-



Posterior – muskulus palatofaringeus



-



Superior – palatum mole



-



Inferior – tonsil lingual



Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi atau kript i tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik.



Noduli



sering



memperlihatkan pusat germinal 6 |Nur Mustika Aji Nugroho



saling



menyatu



dan



umumnya



Fosa Tonsil Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal. Pendarahan Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang



arteri



karotis



eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh



arteri



tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan



arteri



palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk



pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.



Aliran balik



melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal. Aliran getah bening Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Persarafan 7 |Nur Mustika Aji Nugroho



Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves. Imunologi Tonsil Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang (Wiatrak BJ, 2005). Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar (Eibling DE, 2003). Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area



yaitu epitel sel ret ikular, area



ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel limfoid. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensit isasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. 2. Tonsil faringeal Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba 8 |Nur Mustika Aji Nugroho



eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi. 3. Tonsil lingual Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika.



Di garis tengah, di sebelah anterior



massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata D. Patofisiologi dan patoflow Tonsilitis menurut Nurbaiti (2001) terjadi karena bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limpa ke tonsil. Adanya bakteri virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri menelan, demam tinggi, bau mulut serta otalgia yaitu nyeri yang menjalar ke telinga. Patway Tonsilitis berulang Epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis Proses penyembuhan limfoid



Cicatrik Tonsilitis kronik



9 |Nur Mustika Aji Nugroho



Hipertropi & cicatrik



mengkerut dan hiperemis



Perubahan fisik



Pelebaran kripta



timbul lekukan



Tonsil membesar &



tonsil tetap kecil



Pengangkatan jaringan



Kurang pengtahuan



tonsilektomi adenopati reginal



Takut akan di operasi nyeri menelan



luka insisi



Nyeri



Ansietas MK Nyeri akut



MK : Gg Menelan



MK : Risiko perdarahan



MK : Nyer akut



E. Manifestasi klinik Menurut Megantara, Imam (2006) gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan) nyeri seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama). Adapun gejala lainnya : 1. Demam 2. Sakit kepala 3. Muntah Adapun menurut Hembing, (2004) adalah sebagai berikut : 1. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit saat menelan, kadang-kadang muntah.



10 |Nur Mustika Aji Nugroho



2. Tonsil bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan, kedinginan, sakit kepala dan sakit pada telinga. 3. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil. F. Pemeriksaan Penunjang 



Kultur dan uji resistensi bila perlu.







Kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil.



G. Penatalaksanaan medis dan keperawatan 



Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan menurut Brunnes dan Suddart (2001), tujuan dari penatalaksanaan tonsilitis adalah untuk membunuh kuman atau bakteri yang menyerang tonsil dengan obat antibiotik diantaranya yaitu : 1. Antibiotik baik injeksi maupun otot seperti cefotaxim, penisilin, amoksilin, eritromisin dan lain-lain. 2. Antiperetik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen. 3. Apabila penyakit tonsil sudah kronis harus dilakukan tindakan operatif (tonsilektomi) karena penyakit tonsilitis yang sudah kronis akan terjadinya pembesaran pada tonsil sehingga dapat mengakibatkan sesak nafas karena jalan nafas yang tidak efektif sehingga harus dilakukan tindakan tonsilektomi.







Penatalaksanaan keperawatan 1. Anjurkan pasien untuk makan dan minum 6 jam setelah oprasi. 2. Untuk sementara hindari makanan yang berminyak, manis, pedas, dan lainnya yang dapat mengiritasi tenggorokan



11 |Nur Mustika Aji Nugroho



3. Memantau tanda-tanda pendarahan. 4. istirahat yang cukup. 5. Menawarkan makan seperti es cream dingin dan hindari jus jeruk. 6. Mengatasi ketidak nyamanan pada tenggorokan dengan ( komprs es ) bila mau. 7. pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien. 8. Menghindari pasien untuk menghindari latihan berlbihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung segera selama 1-2 minggu.



H. Asuhan keperawatan ( Teoritis ) 1. Pengkajian a. Identitas Pasien Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, pekerjaan, dan diagnosa medis. b. Riwayat Kesehatan i. Keluhan utama sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll ii. Riwayat penyakit sekarang : serangan, karakteristik, insiden, perkembangan, efek terapi dll. iii. Riwayat kesehatan masa lalu -



Riwayat imunisasi



-



Penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ISPA, otitis media )



-



Riwayat hospitalisasi



12 |Nur Mustika Aji Nugroho



-



Riwayat alergi



c. Pemeriksaan fisik i.



Keadaan umum usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda – tanda vital dll



ii.



Pemeriksaan persistem ( B1-B6 ) -



B1 (Breathing) : Pembesaran tonsil , kesulitan bernafas dan batuk.



-



B2 (Blood) : Takikardia, hiperfentilasi (respons terhadap aktivitas).



-



B3 (Brain) : depresi, gelisah, sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga, nyeri pada daerah tenggorokan saat digunakan untuk menelan, nyeri tekan pada daerah sub mandibula dan demam.



-



B4 (Bleader) : Perubahan pola berkemih dan warna urine pekat.



-



B5(Bowel) : Kesulitan menelan, anoreksia, membran mukosa kering dan mual.



-



B6 (Bone) : kelemahan, Turgor kulit jelek dan pucat.



iii. Ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan : - T0 : bila sudah dioperasi - T1 : ukuran yang normal ada - T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah - T3 : pembesaran mencapai garis tengah - T4 : pembesaran melewati garis tengah 



Nutrisi sakit tenggorokan, nyeri telan, nafsu makan menurun, menolak makan dan minum, turgor kurang







aktifitas / istirahat tampak lemah, letargi, iritabel, malaise







keamanan / kenyamanan kecemasan anak terhadap hospitalisasi



13 |Nur Mustika Aji Nugroho



iv. Pemeriksaan penunjang Laboratorium: Darah lengkap, bleeding time, cloting time.



2. Analisa data -



Pre Operasi/tonsilektomi Data 



DS –







DO –



Etiologi Tonsilitis kronik



Masalah Keperawatan Nyeri akut



Hipertropi & cicatrik



Pelebaran kripta



Tonsil membesar &Pengangkatan jaringan



adenopati reginal



nyeri menelan 



DS -







DO –



Tonsilitis kronik Hipertropi & cicatrik



Pelebaran kripta



Tonsil membesar 14 |Nur Mustika Aji Nugroho



Gg Menelan



&Pengangkatan jaringan



adenopati reginal



nyeri menelan 



DS –



Tonsil membesar &







DO –



Pengangkatan jaringan



Perubahan fisik



Kurang pengetahuan Takut akan di operasi Ansieta



15 |Nur Mustika Aji Nugroho



Ansietas



-



Post operasi/ tonsilektomi







Data DS –







DO –



Etiologi Tonsilitis kronik



Masalah Keperawatan Risiko perdarahan



mengkerut dan hiperemis



timbul lekukan



tonsil tetap kecil tonsilektomi



luka insisi 



DS –







DO –



Tonsilitis kronik



mengkerut dan hiperemis



timbul lekukan



tonsil tetap kecil Tonsilektomi



16 |Nur Mustika Aji Nugroho



Nyeri akut



Nyeri



3. Masalah keperawatan ( Prioritas ) -



Pre operasi/tonsilektomi a. Nyeri akut b. Gangguan menelan c. Ansietas



-



Post operasi/tonsilektomi a. Nyeri akut b. Risiko perdarahan



4. Disgnosa keperawatan -



Pre operasi/tonsilektomi a. Nyeri akut b/d agen cidera fisik ( tonsillitis kronis ) b. Gangguan menelan b/d obsruksi mekanis ( pembesaran tonsil ) c. Ansietas b/d ancaman pada satatu kesehatan



-



Post operasi/tonsilektomi a. Nyeri akut b/d agen cidera fisik ( tonsilektomi ) b. Risiko perdarahan



5. Nursing Care Plan ( NCP ) terdiri dari tujuan/Outcome ( NOC ) dan intervensi ( NIC ) -



Pre operasi



17 |Nur Mustika Aji Nugroho



No. Diagnosa



Tujuan ( NOC )



Intervensi ( NIC )



NOC :



NIC :



keprawatan 1.



Nyeri akut b/d agen cidera fisik (tonsillitis kronis )







Pain Level,







Pain



Pain Management 



Monitor vital sign







Lakukan



control, 



nyeri Comf



secara



komprehensif termasuk



ort level



lokasi,



karakteristik,



Kriteria Hasil :



kualitas



dan







Mamp u



mengontrol



nyeri







menggunakan



untuk











orkan



bahwa



nyeri berkurang dengan



nyeri 



Mamp



kultur



yang



mempengaruhi



respon



Kontrol lingkungan yang nyeri



mempengaruhi seperti



ruangan,



suhu



pencahayaan



dan kebisingan 



Kurangi



faktor



presipitasi nyeri 



Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan



menggunakan manajemen



Kaji



dapat



mencari Melap



mengetahui



nyeri



bantuan) 



terapeutik



pengalaman nyeri pasien



mengurangi nyeri,



teknik



untuk



tehnik nonfarmakologi



Gunakan komunikasi



(tahu



mampu



faktor



presipitasi



penyebab nyeri,



18 |Nur Mustika Aji Nugroho



pengkajian



intervensi 



Ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti



u



mengenali



nyeri



(skala,



frekuensi



dan Meny



atakan



nafas



Evaluasi



keefektifan



kontrol nyeri 



tanda nyeri)



tarik



dalam. 



intensitas,







rileksasi,



Tingkatkan istirahat



 Kolaborasi dengan doktr



rasa



dalam



pemberian



nyaman setelah



analgetik



nyeri berkurang



mengurangi nyeri







Tanda vital







dalam



untuk



Kolaborasikan



dengan



dokter jika ada keluhan



rentang normal



dan tindakan nyeri tidak berhasil Analgesic Administration 



Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi







Cek riwayat alergi







Tentukan



lokasi,



karakteristik,



kualitas,



dan



derajat



nyeri



sebelum pemberian obat 



Berikan analgesik tepat waktu



terutama



saat



nyeri hebat 



Evaluasi analgesik,



efektivitas tanda



gejala (efek samping)



19 |Nur Mustika Aji Nugroho



dan



2.



Gangguan menelan



NOC: b/d  Pencegahan



obsruksi mekanis (



NIC :







aspirasi



refleks



pembesaran  Status menelan



tonsil )



Kaji tingkat kesadaran, batuk,



refleks



muntah,



kriteria hasil:



dan



kemampuan menelan



 Menunjukkan







Bantu



pasien



untuk



kemampuan



mengatur posisi kepala



menelan



fleksi ke depan untuk



 Menunjukkan



menyiapkan makanan



kemampuan







Kolaborasi dengan ahli



mengosongkan



gizi tentang makanan



rongga mulut



yang mudah ditelan



 Menunjukkan kenyamanan dengan menelan  Peningkatan 3.



Ansietas



upaya menelan NOC :



NOC :



 Anxiety self-



Anxiety reduction



control







 Anxiety level  Coping



Gunakan pendekatan yang menen







Dorong pasien untuk



Kriteria Hasil :



mengungkapkan pikiran



 Koping pasien



dan perasaan.



adaptif







 Vital sign dalam batas norma  Tampak rileks



Dengarkan dengan penuh perhatian







Berikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untu bicara.



20 |Nur Mustika Aji Nugroho



-



Post oprerasi/tonsilektomi



No. Diagnosa



Tujuan ( NOC )



Intervensi ( NIC )



keprawatan 1.



Nyeri



akut



b/d NOC :



agen cidera fisik ( tonsilektomi )



NIC :







Pain Level,







Pain



Pain Management 



Monitor vital sign







Lakukan



control, 



nyeri Comf



secara



komprehensif termasuk



ort level



lokasi,



karakteristik,



Kriteria Hasil :



kualitas



dan







Mamp u



mengontrol



nyeri







menggunakan



untuk



untuk











orkan



bahwa



nyeri berkurang dengan menggunakan



mengetahui kultur



yang



mempengaruhi



respon



Kontrol lingkungan yang nyeri



mencari Melap



Kaji



dapat ruangan,



bantuan) 



terapeutik



nyeri



mengurangi nyeri,



teknik



pengalaman nyeri pasien



tehnik nonfarmakologi



Gunakan komunikasi



(tahu



mampu



faktor



presipitasi



penyebab nyeri,



21 |Nur Mustika Aji Nugroho



pengkajian



mempengaruhi seperti



suhu



pencahayaan



dan kebisingan 



Kurangi



faktor



presipitasi nyeri 



Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan



manajemen



intervensi 



nyeri 



Mamp u



non farmakologi seperti



mengenali



nyeri



dan Meny



atakan



nafas



Evaluasi



keefektifan



kontrol nyeri 



tanda nyeri)



tarik



dalam. 



frekuensi 



rileksasi,



(skala,



intensitas,



Ajarkan tentang teknik



Tingkatkan istirahat



 Kolaborasi dengan doktr



rasa



dalam



pemberian



nyaman setelah



analgetik



nyeri berkurang



mengurangi nyeri







Tanda vital







dalam



untuk



Kolaborasikan



dengan



dokter jika ada keluhan



rentang normal



dan tindakan nyeri tidak berhasil Analgesic Administration 



Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi







Cek riwayat alergi







Tentukan



lokasi,



karakteristik,



kualitas,



dan



derajat



nyeri



sebelum pemberian obat 



Berikan analgesik tepat waktu



terutama



saat



nyeri hebat 



Evaluasi analgesik,



22 |Nur Mustika Aji Nugroho



efektivitas tanda



dan



gejala (efek samping)



2.



Risiko perdarahan NOC



NIC



 Blood



lose







severity



Monitor ketat tandatanda perddarahan



 Blood koagulation







Monitor vital sign







Identifikasi penyebab



Kriterial hasil :



pendarahan



 Tidak



ada



hematuria







dan



yang meliputi intake dan



hematemesisi  Kehilanngan



output 



 Tekanan



darah



dalam



batas



Monitor status cairan



Instruksi pasien untuk membatasi aktivitas



normal sistol dan diastol



I. TONSILEKTOMI Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina. Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal. Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di AS karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi



23 |Nur Mustika Aji Nugroho



digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit.8 Indikasi Tonsilektomi Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.9 Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi Indikasi Absolut 



Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner







Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase







Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam







Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi



Indikasi Relatifx6 (AAO) 



Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat







Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis







Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten. 7,8



24 |Nur Mustika Aji Nugroho



Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi dapat dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses II. ANESTESI UMUM 2.2 Definisi Anestesi berasal dari Bahasa Yunani an yang berarti "tidak, tanpa" dan aesthētos yang berarti "persepsi, kemampuan untuk merasa". Secarea umum, anestesi merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik, dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal. Bergantung pada dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat memberikan efek analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri atau efek anesthesia yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anestetik lokal hanya menimbulkan efek analgesia. Anestesi umum bekerja di Susunan Saraf Pusat, sedangkan anestetik lokal bekerja langsung pada Serabut Saraf di Perifer. Anestesi umum (General Anesthesia) disebut juga Narkose Umum (NU). Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Dengan anestesi umum akan diperoleh trias anestesia, yaitu: 



Hipnotik (tidur)







Analgesia (bebas dari nyeri)







Relaksasi otot (mengurangi ketegangan tonus otot)



Untuk mecapai trias tersebut, dapat digunakan satu jenis obat, misalnya eter atau dengan memberikan beberapa kombinasi obat yang mempunyai efek khusus seperti tersebut di atas yaitu obat yang khusus sebagai hipnotik, 25 |Nur Mustika Aji Nugroho



analgetik, dan obat pelumpuh otot. Agar anastesi umum dapat berjalan dengan baik, pertimbangan utamanya adalah memiliki anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anastetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang tersedia. Sifat anastetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang baik, kesadaran cepat kembali. 2.2 Metode anestesi umum I.



Parenteral Anestesia umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intramuskular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau untuk induksi anestesia.



II.



Perektal Metode ini sering digunakan pada anak, terutama untuk induksi anestesia maupun tindakan singkat.



III.



Perinhalasi Yaitu menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent) dan diberikan dengan O2. Konsentrasi zat anestetika tersebut tergantung dari tekanan parsialnya; zat anestetika disebut kuat apabila dengan tekanan parsial yang rendah sudah mampu memberikan anestesia yang adekuat.



2.3 Teknik anestesi 1. Teknik anestesi nafas spontan dengan sungkup muka Indikasi : untuk tindakan yang singkat (0,5-1 jam) tanpa membuka rongga perut, keadaan umum pasien cukup baik, lambung harus kosong.



26 |Nur Mustika Aji Nugroho



Selesai dilakukan induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata hilang, sungkup muka ditempatkan pada muka. Sebaiknya dagu ditahan atau sedikit ditarik kebelakang (posisi kepala ekstensi) agar jalan napas bebas dan pernafasan lancer. N2O mulai diberikan 4 L dengan O2 2 L/menit untuk memperdalam anestesi, bersamaan dengan ini halotan dibuka sampai 1% dan sedikit demi sedikit dinaikkan dengan 1% sampai 3 atau 4 % tergantung reaksi dan besar tubuh penderita Kedalaman anestesi dinilai dari tanda-tanda mata (bola mata menetap), nadi tidak cepat, dan terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah. Kalau stadium anesthesia sudah cukup dalam, rahang sudah lemas, masukan pipa orofaring (guedel). Halotan kemudian dikurangi menjadi 11,5% tergantung respon terhadap rangsang operasi. Halotan dikurangi dan dihentikan beberapa menit sebelum operasi selesai. Selesai operasi, N 2O dihentikan dan penderita diberi O2 100% beberapa menit untuk mencegah hipoksi difusi. 2. Teknik anestesi nafas spontan dengan pipa endotrakea Indikasi: operasi lama, kesulitan mempertahankan jalan nafas bebas pada anestesi dengan sungkup muka. Setelah induksi, dapat dilakukan intubasi. Balon pipa endotrakea dikembangkan sampai tidak ada kebocoran pada waktu melakukan nafas buatan dengan balon nafas. Harus yakin bahwa pipa endotrakea ada di dalam trakea dan tidak masuk terlalu dalam yaitu di salah satu bronkus atau di eosofagus. Pipa endotrakea di fiksasi, lalu pasang guedel di mulut supaya pipa endotrakea tidak tergigit. Lalu mata ditutup dengan plester supaya tidak terbuka dan kornea tidak menjadi kering. Lalu pipa endotrakea dihubungkan dengan konektor pada sirkuit nafas alat anestesi. 3. Teknik anestesi dengan pipa endotrakea dan nafas kendali Teknik induksi anestesi dan intubasi sama seperti diatas. Nafas dikendalikan secara manual atau dengan respirator. Bila menggunakan respirator setiap inspirasi (volume tidal) diusahakan + 10 27 |Nur Mustika Aji Nugroho



ml/kgBB dengan frekuensi 10/14 per menit. Apabila nafas dikendalikan secara manual, harus diperhatikan pergerakan dada kanan dan kiri yang simetris. Menjelang akhir operasi setelah menjahit lapisan otot selesai diusahakan nafas spontan dengan membantu usaha “nafas sendiri” secara manual. Halotan dapat dihentikan sesudah lapisan fasi kulit terjahit. N2O dihentikan kalau lapisan kulit mulai dijahit. Ekstubasi dapat dilakukan setelah nafas spontan normal kembali dengan volume tidal 300 ml. O2 diberi terus 5-6 L selama 2-3 menit untuk mencegah hipoksia difusi. 4. Ekstubasi Mengangkat keluar pipa endotrakea (ekstubasi) harus mulus dan tidak disertai batuk dan kejang otot yang dapat menyebabkan gangguan nafas, hipoksia sianosis.



Daftar Pustaka NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. FKUI. Jakarta. NANDA NIC-NOC.Jilid 2. Yogyakarta : Medication Publishing 2013



Wilkinson,Judith M,2007.Buku saku Diagnosa Keperawatn dengan Intervensi NIC NOC dan Kriteria hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC http://www.medicastore.com diakses tanggal 18 Disember 2015 28 |Nur Mustika Aji Nugroho



http://fkui.firmansriyono.org.com diakses tanggal 18 Disember 2015 .



http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/12/tonsilitis.html tanggal 18 Disember 2015



29 |Nur Mustika Aji Nugroho



diakses