LP Tumor Otak [PDF]

  • Author / Uploaded
  • azmy
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TUMOR OTAK DI RUANG 12 HCU RUMAH SAKIT DAERAH dr. SAIFUL ANWAR



oleh Azmy Avi Alizain NIM 192311101035



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER JEMBER 2020



LEMBAR PENGESAHAN Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Tumor Otak di Ruang 12 HCU Rumah Sakit Daerah dr. Saiful Anwar Malang telah disetujui dan di sahkan pada: Hari, Tanggal



:



Tempat



:



Malang,



Februari 2020



Pembimbing Akademik Fakultas Keperawatan Universitas Jember



Pembimbing Klinik Ruang 12 HCU RSUD dr. Saiful Anwar



____________________________



______________________________



BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN



1.1 Konsep Teori Tumor Otak 1.1.1



Definisi Tumor pada sistem saraf pusat terdiri atas tumor otak, saraf kranial,



cranial meninges, spinal cord dan spinal meninges. Tumor otak merupakan pertumbuhan



jaringan



abnormal



dengan



sel



yang



terus



tumbuh



dan



bermultiplikasi secara tidak terkontol. Tumor otak termasuk neoplasma yang berasal dari parenkim otak, meningen, dan dari glandula pituitari atau struktur tulang intrakranial yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi jaringan otak. Tumor otak dapat bersifat jinak (benigna) maupun ganas (maligna). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer yang berasal dari jaringan otak itu sendiri, maupun tumor sekunder (matastase) yakni tumor yang berasal dari organ-organ lain seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal dan lain-lain (McFaline-Figueroa dan Lee, 2018). Pertumbuhan sel yang tidak terkontrol menyebabkan penekanan dan kerusakan pada sel-sel lainnya dan mengganggu fungsi kerja otak bagian tersebut. Tekanan pada sel otak sekitar disebabkan oleh tekanan berlawanan oleh tulang tengkorak, dan jaringan otak yang sehat, serta area sekitar saraf. Akibatnya tumor akan merusak jaringan otak (Yueniwati, 2017).



1.1.2



Epidemiologi Prevalensi nasional penyakit tumor atau kanker adalah 0,4%. Prevalensi



cenderung meningkat dengan bertambahnya umur dan lebih sering dijumpai pada wanita. Tumor ganas merupakan penyebab kematian ketujuh pada semua umur dengan proporsi 5,7% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008). Tumor sistem saraf pusat mengambil peranan sebesar 2-5% dari semua jenis tumor dengan 80% diantaranya terjadi di intrakarnal dan 20% di medulla spinalis. Pada anak-anak 70% tumor otak primer terjadi infratentorial dan termasuk serebelum, mesencephalon, pons dan medulla oblongata (Mollah dkk, 2010). Neoplasma saraf juga cenderung berkembang pada golongan umu tertentu. Neoplasma serebelar lebih sering ditemukan pada anak-anak daripada orang dewasa, misalnya medullaoblastoma. Glioma batang otak lebih sering ditemui pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa. Tumor orak primer yang bersifat jinak lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada wanita. Insiden tumor otak ganas bervariasi antara 4-10/100.00 penduduk. Insiden tersebut meningkat dengan bertambahnya usia yaitu 4/100.000 penduduk hingga usia 19 tahun, 5/100.000 penduduk di usia hingga 35 tahun, 12/100.000 penduduk di usia hingga 55 tahun, dan 20/100.000 penduduk di usia hingga 75 tahun (Mckean-cowdin dkk., 2017)



Prevalensi meningkat di negara berkembang (laki-laki 5,8/100.000 penduduk; wanita 4,1/100.000 penduduk) dibandingkan negara yang kurang berkembang (laki-laki 3/100.000 penduduk; wanita 2,1/100.000 penduduk). Setidaknya ada 21.810 orang terdiagnosis tumor ganas primer, 11.780 pada lakilaki dan 10.030 pada wanita. Kejadian tumor otak ganas primer seperti glioma memang banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita, sedangkan pada wanita banyak terjadi tumor otak yang jinak terutama meningioma (El-Zein dkk, 2005). Urutan frekuensi neoplasma di dalam ruang tengkorak adalah glioma (41%), meningioma (17%), edenoma hipofisis (13%) dan neurilemioma (12&). Neoplasma saraf primer cenderung berkembang di tempat-tempat tertentu. Epindimoma hampir selalu berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis. Glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan di lobus parietalis. Oliogodendroma lebih sering ditemukan di lobus frontalis, sedangkan spongioblastoma sering kali menyerang di bagian garis tengah seperti korpus kolosum atau pons. 1.1.3



Etiologi Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya tumor otak



yakni sebagai berikut (Yueniwati, 2017).: a. Hereditas Sindrom hereditas seperti von Recklinghausen’s Disease, tuberous sclerosis,



retinoblastoma,



multiple



endocrine



neoplasma



dapat



meningkatkan risiko tumor otak. Gen yang terlibat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu tumor-suppressor genes dan oncogenes. Selain itu, sindroma seperti Turcot dapat menimbulkan kecenderungan genetika untuk glioma, tetapi hanya 2%. b. Radiasi Radiasi ionizing radiation dapat menyebabkan tumor otak jenis neuroepithelial tumors, meningiomas, dan nerve sheath tumor. Selain itu, paparan terhadap sinar X juga dapat meningkatkan risiko tumor otak.



c. Substansi-substansi karsinogenik Terdapat substansi karsinogenik seperti nitrosamides dan nitrosoureas yang dapat menyebabkan tumor sistem saraf pusat, diantaranya seperti:



Substansi, simbol Hazard Safrole T Estragole Xn Methyl eugenol Xn



Ditemukan di



Frase Risiko



Kategori Karsinogen



Kategori Mutagen



Daun kayu manis, pala, bunga pala, adas manis, dan lainnya Selasih, tarragon adas, adas manis, dan lainnya Kuncup cengkeh, bay WI, pimento leaf dan berri, minyak mawar, kenanga, citronella Sri Lanka dan lainnya



R45-2268



2



3



R22-4043-68 R22-4068



3



3



3



3



d. Virus Infeksi virus juga dipercaya dapat menyebabkan tumor otak, contohnya virus Epstein-barr e. Gaya hidup Penelitian telah menunjukkan bahwa makanan yang diawetkan seperti daging asap atau acar berkorelasi dengan peningkatan risiko tumor otak. Selain itu, risiko tumor otak menurun pada individu yang mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur 1.1.4



Klasifikasi a. Berdasarkan lokasi: 1. Tumor supratentorial: a) Hemisfer otak: 



Glioma:



gliomablastoma



oligodendroglioma



multiforme,



astrositoma,







Meningioma: tumor metastasis



b) Tumor struktur median: adenoma hipofisis, tumor grandula pinealis, kraniofaringioma 2. Tumor infratentorial: a) Schwannoma akustikus b) Tumor metastasis c) Meningioma d) Hemangioblastoma 3. Tumor medulla spinalis: a) Ekstadural: metastasis b) Intradural c) Ekstramedular: meningioma, neurofibroma d) Intramedural: ependinoma, astrositoma b. Berdasakan jenis tumor: 1. Jinak: acoustic neuroma, meningioma 2. Malignant: astrocytoma (grade 2, 3, 4), oligondedroglioma. 1.1.5



Patofisiologi Karsinogenesis yang diinduksi karsinogen kimia, fisik maupun biologik



memerlukan waktu yang disebut periode laten yaitu waktu dari hari pertama kali terpapar suatu karsinogen sampat terlihat kanker secara klinis. Fase ini terbagi menjadi tiga fase yaitu (Yueniwati, 2017): a. Fase inisiasi Karsinogen kimia seperti golongan alkilating dapat langsung menyerang tempat dalam molekul yang banyak elektronnya, yang disebut karsinogen nukleofilik. Karsinogen golongan lain misalnya golongan polycyclic aromatic hydrocarbon sebelum menyerang dikonversikan (diaktifkan) dulu secara metabolik (kimiawi) menjadi bentuk defisit elektron yang disebut karsinogen elektrofilik reaktif. Tempat yang diserang adalah asam nukleat (DNA/RNA) atau protein dalam sel terutama di atom nitrogen, oksigen dan sulfur. Air dan Glutation juga



dapat diserang, dalam beberapa kasus reaksi ini dikatalisasi oleh enzim seperti glutathione-S-transferase. Ikatan karsinogen dengan DNA menghasilkan lesi di materi genetik. RNA yang berikatan dengan karsinogen bermodifikasi menjadi DNA yang dimutasi. Karsinogen kimia yang berikatan dengan DNA disebut genotoksik dan yang tidak berikatan dengan DNA disebut epigenetik. Karsinogen genotoksik dapat juga mempunyai efek epigenetik. Kokarsinogen dan promotor termasuk dalam karsinogen epigenetik yang menyebabkan kerusakan jaringan kronis, perubahan sistem imun tubuh, perubahan hormon atau berikatan dengan protein yang represif terhadap gen tertentu. Jadi karsinogen epigenetik dapat mengubah kondisi lingkungan sehingga fungsi sebuah gen berubah, bukan strukturnya. Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali sel diserang karsinogen sampai berbentuk lesi di materi genetik adalah beberapa menit saja. Sel berusaha mengoreksi lesi ini dengan detoksifikasi kemudian diekskresi atau dapat terjadi kematian sel atau reparasi DNA yang rusak oleh enzim sel menjadi sel yang normal kembali. Karsinogen kima dapat didetoksifikasi/dinon-aktifkan kemudian dapat langsung diekskresikan. Tetapi dari proses penon-aktifan ini dapat terbentuk metabolit yang karsinogenik. Sebelum terjadi reparasi DNA, dapat terjadi replikasi DNA melalui satu siklus proliferasi sel yang menyebabkan lesi DNA menjadi permanen dan hal ini disebut fiksasi lesi. Waktu yang dibutuhkan dari pertama kali saat sel diserang karsinogen sampai terjadinya fiksasi lesi (terbentuk sel terinisiasi) adalah beberapa hari (1-2 hari). Pada jaringan yang mengalami peradangan atau sedang berproliferasi (misalnya luka yang dalam proses penyembuhan) atau jaringan yang berproliferasi terusmenerus (misalnya sum-sum tulang, epitel saluran pencernaan) tanpa terangsang dari luar pun dapat terjadi replikasi DNA. Pada peradangan belum diketahui apakah akibat terjadinya peradangan membantu pertumbuhan sel atau menyebabkan melemahnya daya tahan tubuh. Sel yang terinisiasi dapat mengalami kematian, bila tidak, maka sel dapat



masuk ke fase promosi/ pada akhir fase inisiasi belum terlihat perubahan histologis dan biokimiawi dan hanya terlihat nekrosis sel dengan meningkatnya proliferasi sel.



b. Fase promosi Sel yang terinisiasi dapat tetap tenang bila tidak dihidupkan oleh zat yang disebut promotor. Promotor sendiri tidak dapat menginduksi perubahan ke arah neoplasma sebelum bekerja pada sel terinisiasi. Jika promotor ditambahkan pada sel terinisiasi dalam kultur jaringan, sel ini akan berproliferasi. Jadi, promotor adalah zat proliferatif. Fase promosi adalah proses yang menyebabkan sel terinisiasi berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus zat lain (pormotr). Berdasarkan percobaan, fase ini berlangsung selama bertahun-tahun (≥10 tahun) dan terjadi secara reversibel sebelum terbentuknya sel tumor yang otonom. Sel preneoplasma dapat tumbuh terus pada kultur jaringan, sedangkan sel normal akan berhenti tumbuh. Sel preneoplasma lebih tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung dan kemampuan kloningnya lebih besar. Kebanyakan sel-sel prenepolasma beregresi menjadi sel berdiferensiasi normal, tetapi sebagian kecil mengalami perkembangan



progresif menjadi sel-sel neoplasma yang irreversibel. Pada akhir fase promosi terdapat gambaran histologis dan biokimiawi yang abnormal. c. Fase progresi Fase ini berlangsung selama berbulan-bulan. Pada awal fase ini, sel preneoplasma dalam stadium metaplasia berkembang progresif menjadi stadium displasia sebelum menjadi neoplasma. Pada populasi selsel terjadi ekspansi secara spontan dan irreversibel. Sel-sel menjadi kurang responsif terhadap sistem imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada esofagus epitel berlapis gepeng berubah atau metaplasia menjadi epitel selapis thorak yang kemudian berkembang menjadi jaringan dalam keadaan displasia hingga berkembang menjadi neoplasma. Pada kolon, polip adalah bentuk metaplasia. Pada tingkat metaplasia dan permulaan displasia (ringan sampai sedang) masih bisa terjadi regresi atau remisi yang spontan ke tingkat lebih awal yang frekuensinya makin menurun dengan bertambahnya progresifitas lesi tersebut. Batas yang pasti pada perubahan lesi preneoplasma menjadi neoplasma sulit ditentukan. Pada akhir fase ini, gambaran histologis dan klinis menunjukkan keganasan. Tumor



intrakranial



menyebabkan



gangguan



neurologis



progresif.



Gangguan ini biasanya disebabkan oleh dua faktor (Devi, 2014), diantaranya: a. Gangguan fokal Terjadi akibat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau infasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Disfungsi paling besar terjadi pada tumor dengan pertumbuhan paling cepat, seperti gliomablastoma multiforme. Akibatnya terjadi perubahan suplai darah yang menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara



akut



dan



mungkin



dapat



dikacaukan



dengan



gangguan



serebrovaskular primer. Epilepsi sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dngan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menejan



parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal, seperti bicara terganggu, berdesis dan afasia. b. Peningkatan TIK Terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya yaitu: bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekita tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial dan meningkatkan TIK. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus. Mekanisme kompensasi bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan serebrospial, kandungan cairan intra sel dan mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan TIK yang tidak segera ditangani mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Herniasi ulkus muncul jika girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan menesefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan saraf kranial III. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla oblongata dan henti pernapasan dapat terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lainnya yaitu bradikardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi) dan gangguan pernapasan. 1.1.6



Manifestasi Klinis Gejala umum yang biasa dialami oleh seseorang dengan tumor otak antara



lain terjadinya perubahan mental yang ringan (psikomotor asthenia). Perubahan tersebut berupa emosi, labil, mudah tersinggung, pelupa, mengalami perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas. Selain itu, bisa ditemukan gejala ansietas dan depresi. Gejala tersebut berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus. Sebesar 30% diperkirakan gejala awal tumor otak



adalah sakit kepala. Sifat sakit kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut. Umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Adanya nyeri kepala sering kali disertai dengan terjadinya muntah pada 30% kasus. Gejala lainnya yaitu rasa mengantuk yang merupakan salah satu gejala sentral, hal ini dapat bertambah parah hingga menyebabkan pingsan dan bisa berakhir koma. Gejala tumor otak yang spesifik yaitu:



Lobus Frontal



Lobus Temporal



Lobus Parietal



Lobus Oksipital



1. Perubahan 1. Hemianopsia, 1. Gangguan 1. Homonymou kepribadian seperti yaitu sensorik dan s depresi dan penyempitan motorik yang hemianopsia masalah psikis bidang kontralateral yang 2. Jika jaras motorik penglihatan 2. Homonymou kontralateral ditekan oleh tumor 2. Gejala s 2. Gangguan hemiparese kontra neuropshyciatric hemianopsia penglihatan lateral dapat seperti amnesia, 3. Lesi pada yang menimbulkan hypergraphia lobus berkembang kejang fokal. dan Déjà vu dominan menjadi Gejala ini biasanya 3. Lesi pada lobus dapat object ditemukan pada dominan dapat menimbulkan agnosia stadium lanjut menimbulkan gejala 3. Jika menekan gejala afasia disfasia permukaan media 4. Lesi yang dapat tidak menyebabkan dominan inkontinensia dapat 4. Pada lobus menimbulkan dominan dapat geographic menimbulkan agnosia dan gejala afasia dressing apraxia



Cerebello Pontin Angle 1. Nervus VIII yaitu acustic neurinoma 2. Gejala awal berupa gangguan fungsi pendengaran



Glioma Batang Serebelum Otak Neuropati 1. Gangguan cranial berjalan dan dengan gejala gejalapeningkatan gejala TIK seperti seperti mual, diplopia, muntah dan facial nyeri kepala weakness 2. Nyeri dan kepala khas dysarthria di daerah oksipital yang menjalar ke leher dan spasme dari otot-otot servikal



1.1.7



Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan



diagnosa yaitu: a. Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap, hemostasis, LDH, fungsi hati, ginjal, gula darah, dan elektrolit lengkap b. Radiologi CT Scan berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah awal penegakan diagnosis dan sangat baik untuk menentukan klasifikasi, lesi erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI dengan kontras dapat melihat gambaran jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor infratentoral,



namun



memiliki



keterbatasan



dalam



menentukan



klasifikasi. c. Pemeriksaan cairan serebrospinal d. Foto polos e. Biopsi stereotatik f. Angiografi serebral g. Ekoensefalogram Dapat



memberikan



informasi



mengenai



pergeseran



kandungan



intraserebral h. EEG (elektroensefalogram) Dapat memberikan informasi mengenai perubahan kepekaan neuron i. Arterigrafi atau ventricolugram Untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna 1.1.8



Kemungkinan Komplikasi Kemungkinan komplikasi pada tumor otak yaitu (Devi, 2014):



a. Edema serebral Terjadi akibat adanya peningkatan cairan otak secara berlebihan yang menumpuk di sekitar lesi sehingga menyebabkan efek massa bertambah. Hal ini bisa terjadi secara ekstrasel atau vasogenik atau intrasel.



b. Herniasi otak Ditandai dengan meningkatnya cairan intrakranial yang terdiri dari hernias sentral, singuli, dan unkus c. Hidrosefalus Ditandai dengan meningkatnya TIK yang disebabkan oleh adanya ekspansi massa yang ada di dalam rongga kranium yang tertutup d. Epilepsi e. Metastase 1.1.9



Penatalaksanaan



a.



Farmakologi



b.



Non Farmakologi 1. Pembedahan 2. Radiotherapy Kasus



malignant



glioma



dilanjutkan



dengan



interstitial



radiotherapy/ brachytherapy dengan radioaktif Irridium192 atau Iodine-125 langsung ke tumor. 3. Chemotherapy Temozolomide



dilakukan



Oliogodendroglioma (grade III)



pada



kasus



Anaplastic



1.2 Clinical Pathway Etiologi Pertumbuhan sel otak abnormal Tumor otak Mengganggu fungsi spesifik bagian otak tempat tumor



Massa dalam otak bertambah



Timbul manifestasi klinik/gejala lokal sesuai fokal tumor



Penekanan jaringan otak terhadap sirkulasi darah & O2



Tumor di cerebellum, hipotalamus, fossaposterior



Penurunan suplai O2 ke jaringan otak akibat obstruksi sirkulasi otak



Hipoksia serebral



Kompensasi takipnea



Akumulasi CO2 di serebral (CO2 reseptor Kompensasi (butuh waktu berhari-hari sampai berbulan-bulan) dengan cara: 1. ↓ volume darag intrakranial 2. ↓ volume cairan serebsospinal 3. ↓ kandungan cairan intra sel 4. Mengurangi sel-sel parenkim



Perubahan perfusi jaringan cerebral



Pola nafas tidak efektif Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial



Kompensasi kurang cepat Kompensasi batang otak



Statis vena serebral



Iritasi pusat vagal di medulla oblongata



Obstruksi sistem serebral Obstruksi drainage vena retina



Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke sub araknodi Hidrosefalus



Kerusakan pembuluh darah otak Perpindahan cairan intravaskuler ke jaringan serebral ↑ volume intrakranial ↑ TIK



Nyeri (kepala) Bergesernya ginus medialis labis temporal ke inferion melalui insisura tentorial Herniasi serebral



Muntah proyektil Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Defisit nutrisi



Menekan mesensefalon



Papil edema Kompresi saraf optikus (N.III/IV) Gangguan penglihatan Perubahan persepsi



Hipervolemia



Kompresi medulla oblongata Henti napas



Hilangnya kesadaran Penurunan nervus okulomotorius (NIII)



1.3 Proses Keperawatan 1.3.1



Pengkajian



a. Identitas pasien Identitas pasien terdiri dari, usia (sering terjadi pada orang dewasa), jenis kelamin (sering terjadi pada laki-laki), jenis pekerjaan dan alamat rumah (letak geografis). b. Keluhan utama Klien tumor otak biasanya sering mengeluhkan nyeri kepala, mual muntah c. Riwayat penyakit sekarang Terdapat massa pada kranial d. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit tumor sebelumnya yang berpotensi untuk metastase, cedera kepala dan lainnya e. Riwayat penyakit keluarga Penyakit anggota keluarga yang pernah mengalami hal serupa f. Pengkajian Keperawatan: 1) Aktivitas/istrirahat Kaji tentang pekerjaan yang berhubungan dengan munculnya gejala Selulitis dan hambatan istirahat/tidur sebelum dan setelah sakit serta mobilisasi di tempat tidur 2) Sirkulasi Kaji peningkatan frekuensi pernapasan (RR), adanya syok dan edema 3) Eliminasi Kaji adanya perubahan pola BAK dan BAB 4) Makanan dan cairan Kaji adanya mual, muntah, anoreksia, dan kebutuhan cairan serta nutrisi 5) Aman dan nyaman Kaji kondisi yang menyebabkan tidak nyaman



g. Pemeriksaan Fisik: 1) Sistem Kardiovaskular Pasien Tumor otak dapat mengalami bradikadi dan hipertensi 2) Sistem Respirasi Frekuensi napas dapat meningkat (takipneu) dan dapat menurun (dipsneu), potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler 3) Sistem Gastrointestinal Pola makan dapat terganggu, nafsu makan berkurang, dan mual muntah. Kemungkinan frekuensi BAB menjadi berkurang dari keadaan sebelumnya. Mukosa bibir kering dapat terjadi sebagai tanda kurangnya cairan dan nutrisi 4) Sistem Persarafan Kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan atau kehilangan memori, afek tidak sesuai, berdesis 5) Sistem Muskuloskeletal Klien tumor otak dapat mengalami hiperekstensi, kelemahan sendi 6) Sistem Integumen Suhu tubuh bisa berubah, pada tahap awal pasien mengeluh demam, edema, kemerahan dan nyeri tekan pada area kepala. 7) Sistem Urinaria Kaji pola eliminasi urin warna urin, bau urin dan volume urin output serta kemampuan BAK 8) Sistem Indra Klien Tumor otak dapat mengalami penurunan lapang pandang, penglihatan kabur, tinitus, penurunan pendengaran dan halusinasi 9) Sistem Hormonal Amenorea, rambut rontok dan DM



1.3.2



Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan b. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan c. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan lesi akibat tumor d. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK e. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan f. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi



1.3.3



Intervensi Keperawatan



No. 1.



Diagnosa Kriteria Hasil Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan perawatan pola nafas menjadi lebih b/d kelemahan otot efektif dengan kriteria hasil: pernapasan - Klien menunjukkan kepatenan jalan nafas (tidak merasa tercekik, irama dan RR dalam batas normal, tidak ada suara nafas abnormal) - Tidak ada penggunaan otot bantu napas - Tidak ada pernapasan cuping hidung - Kedalaman napas membaik



Intervensi Manajemen Jalan Napas (I.01011) - Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) - Monitor bunyi napas tambahan (mis: gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) - Monitor sputum (jumlah, watna, aroma) - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-til dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal) - Posisikan semi fowler atau fowler - Berikan minum hangat - Lakukan fisioterapi dada (bila perlu) - Lakukan suction < 15 detik - Lakukan hiperoksigenasi sebelum suction endotrakeal - Anjurkan asupan cairan 2000m;/hari, jika tidak kontraindikasi - Ajarkan teknik batuk efektif - Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu



2.



Gangguan ventilasi Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam, pasien Dukungan Ventilasi (I.01002) spontan b/d kelelahan mampu bernafas secara adekuat dengan kriteria hasil: - Observasi adanya kelelahan otot bantu napas otot pernapasan - Volume tidal dalam batas normal (±500 ml) - Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan - Penggunaan otot bantu nafas menurun - Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis. RR, kedalaman - Tidak gelisah nafas, penggunaan otot bantu nafas tambahan, saturasi oksigen) - HR dalam batas normal (60-80x/menit) - Pertahankan kepatenan jalan nafas - PCO2 dalam batas normal (38-42 mmHg) - Berikan posisi semi fowler atau fowler - PO2 dalam batas normal (75-100 mmHg) - Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin - Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan - Gunakan bag-valve mask (bila perlu)



3.



- Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam - Ajarkan mengubah posisi secara mandiri - Ajarkan teknik batuk efektif - Kolaborasi pemberian bronkodilator (bila perlu) Manajemen Jalan Napas Buatan (I.01012) - Monitor posisi selang ETT, terutama setelah mengubah posisi - Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam - Monitor kulit area stoma trakeostomi (mis. Kemerahan, drainase, perdarahan) - Kurangi tekanan balon secara periodik tiap shift - Pasang OPA untuk mencegah ETT tergigit - Cegah ETT terlipat (kinking) - Berikan pre-oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6 kali ventilasi) sebelum dan sesudah penghisapan - Berikan volume pre-oksigenasi (bagging atau ventilasi mekanik) 1,5 kali volume tidal - Lakukan pengisapan lendir kurang dari 15 detik jika diperlukan (bukan secara berkala/rutin) - Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam - Ubah posisi ETT secara bergantian (kiri dan kanan) setiap 24 jam - Lakukan perawatan mulut (mis. Dengan sikat gigi, kasa, pelembap bibir) - Lakukan perawatan stoma trakeostomi - Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan prosedur pemasangan jalan napas buatan - Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous plug yang tidak dapat dilakukan penghisapan Penurunan kapasitas Setelah diberikan perawatan selama 3x24 jam, Managemen Peningkatan TIK (I.06194) adaptif intrakranial b/d kapasitas intrakranial dapat meningkat dengan kriteria - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (ex: lesi, gangguan lesi akibat tumor hasil: metabolisme, edema serebral)



-



Fungsi kognitif membaik Tidak ada sakit kepala Tidak ada gelisah, agitasi, muntah Tidak ada postur deserebrasi (ekstensi) Tidak ada papilefema TD, HR dan RR dalam batas normal Respon pupil positif Refleks neurologis membaik TIK membaik (mendekati batas normal)



- Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (ex: TD meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas irreguler, kesadaran menurun) - Monitor MAP, CVP, gelombang ICP - Monitor status pernapasan - Monitor intake dan output cairan - Monitor cairan serebro-spinalis (ex: warna, konsistensi) - Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang - Berikan posisi semi Fowler - Cegah terjadinya kejang - Hindari penggunaan PEEP - Hindari pemberian cairan IV hipotonik - Atur ventilator agar PaCO2 optimal - Pertahankan suhu tubuh normal - Kolaborasi pemberian sedasi, anti konvulsan, diuretik osmosis dan pelunak tinja (bila perlu)



1.4 Discharge Planning a. Konsultasikan tindakan (pembedahan, kemoterapi dan radiasi) b. Terapi hormone c. Konsultasikan perawatan yang harus dilakukan selama di rumah serta larangan yang harus dialkukan serta lakukan gaya hidup sehat



DAFTAR PUSTAKA Bulechek, M. Gloria., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). ELSIVIER. Devi, M. 2014. Asuhan keperawatan pada an. r dengan gangguan sistem persarafan: post kraniofaringioma di melati rsud dr. moewardi surakarta Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperwatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC. McFaline-Figueroa, J. R. dan E. Q. Lee. 2018. Brain tumors. The American Journal of Medicine. 131(8):874–882. Mckean-cowdin, R., P. Razavi, dan S. Preston-martin. 2017. Brain Tumors. International Encyclopedia of Public Health. 2017. Halaman 263–271. Yueniwati, Y. 2017. Pencitraan Pada Tumor Otak: Interpretasinya. Edisi Edisi Pert. Malang: UB Media.



Modalitas



Dan