LP Vertigo New Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN DENGAN VERTIGO Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Laboratorium Klinik Keperawatan Diampu Oleh Ns. Ali Syahbana, S.Kep.,M.Kes



Disusun Oleh: Dwi Sinta Nuriya NIM. 2018.02.061



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI BANYUWANGI 2021



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA PASIEN DENGAN VERTIGO



Disahkan pada tanggal Di



: 2021 : Banyuwangi



Mengetahui



Mahasiswa



Pembimbing Institusi



Dwi Sinta Nuriya NIM. 2020.02.061



Ns. Ali Syahbana, S.Kep.,M.Kes NIK : 06.087.0414



ii



3



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling bergantungan. Keluarga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan identitas individu, status Kesehatan dan perasaan harga diri individu. Sistem pendukung yang vital bagi individu adalah keluarga, dimana keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga dengan menjalankan fungsi biologi, fungsi Pendidikan, fungsi psikis, fungsi sosiokultural, serta fungsi Kesehatan. Aktivitas-aktivats keluarga dalam menjalankan fungsi Kesehatan dan keseimbangan antara anggota keluarga tidak terlepas dari lima tugas dalam perawatan kesehatan keluarga yaitu; mampu mengenal masalah kesehatannya, mampu mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi kesehatannya, mampu melakukan tindakan keperawatan untuk anggota keluarga yang memerlukan bantuan keperawatan, mampu memodifikasi lingkungan sehingga menunjang upaya peningkatan kesehatan, mampu memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang ada (Friedman, 2014). Keluarga menjadi point penting dalam upaya mencapai Kesehatan masyarakat secara optimal karena memiliki keterkaitan dengan masalah Kesehatan, memiliki fungsi utama dalam masyarakat dan Lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat. Peran keluarga sebagai kelompok dapat melakukan aktivitas pencegahan, memelihara, menimbulkan, memperbaiki ataupun mengabaikan masalah Kesehatan yang ada di dalam kelompok atau keluarga. Keluarga berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehtan anggota keluarganya, yang berarti keluarga menjadi faktor penentu sehat-sakitnya anggota keluarga, yang akan berdampak pada munculnya berbagai masalah Kesehatan anggota keluarga. Keluarga menjadi unit pelayanan Kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan derajat Kesehatan komunitas. Apabila setiap keluarga sehat, akan tercipta komunitas yang sehat



4



pula. Masalah Kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain, mempengaruhi sistem keluarga, komunitas setempat bahkan komunitas global. Dengan demikian Kesehatan dan kemandirian keluarga merupakan kunci utama pembangunan Kesehatan masyarakat (Friedman, 2014). Pengalaman



belajar



klinik



memberikan



kemampuan



kepada



mahasiswa untuk memperoleh pengalaman nyata asuhan keperawatan keluarga pada keluarga yang mengalami masalah Kesehatan dengan penerapan berbagai konsep dan teori keperawatan keluarga serta proses keperawatan sebagai pendekatan. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Berdasarkan laporan pendahuluan bagaimana konsep dari keluarga? 1.2.2 Bagaimana konsep asuhan keperawatan keluarga pada pasien dengan Vertigo? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada keluarga yang mempunyai masalah Kesehatan sesuai tugas dan perkembangan keluarga. 1.3.2 Tujuan khusus Setelah menyelesaikan belajar klinik mampu: a. Mengidentifikasi data yang sesuai dengan masalah Kesehatan keluarga. b. Merumuskan diagnose keperawatan keluarga sesuai dengan masalah Kesehatan keluarga. c. Merencanakan tindakan sesuai dengan diagnose keperawatan. d. Melaksanakan tindakan sesuai rencana yang ditentukan. e. Mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan. f. Mendokumentasi asuhan keperawatan.



5



1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi Mahasiswa Bagi mahasiswa memberikan gambaran terhadap konsep keluarga dan konsep asuhan keperawatan keluarga pada pasien dengan vertigo serta implementasi pada pasien dengan diagnosa vertigo dalam keperawatan keluarga. 1.4.2 Bagi Institusi Menambah bahan kepustakaan dan sebagai pertimbangan untuk kasus sejenis. 1.4.3 Bagi Pasien Memberikan intervensi yang tepat dan memberikan rasa nyaman terhadap tindakan yang dilakukan oleh perawat.



BAB 2 TINJUAN TEORI 2.1 Konsep Keluarga 2.1.1 Definisi Keluarga Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiaptiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2012). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu



tempat



di



bawah



suatu



atap



dalam



keadaan



saling



ketergantungan (Setiadi, 2012). Duvall dalam Harmoko (2012) konsep keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum: meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota. Keluarga merupakan aspek terpenting dalam unit terkecil dalam masyarakat, penerima asuhan, kesehatan anggota



keluarga



dan



kualitas



kehidupan



keluarga



saling



berhubungan, dan menempati posisi antara individu dan masyarakat (Harmoko, 2012). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga yaitu sebuah ikatan (perkawinan atau kesepakatan), hubungan (darah ataupun adopsi), tinggal dalam satu atap yang selalu berinteraksi serta saling ketergantungan. 2.1.2 Fungsi Keluarga Friedman et al., (2014) menyebutkan fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu: 



Fungsi Afektif Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga.



6







Fungsi Sosialisasi Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak



sebagai



anggota



masyarakat



yang



produktif



serta



memberikan status pada anggota keluarga. 



Fungsi Reproduksi Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat







Fungsi ekonomi Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.







Fungsi perawatan Kesehatan Menyediakan kebutuhan fisik - makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan Kesehatan.



Berdasarkan UU No.10 tahun 1992 PP No.21 tahun 1994 tertulis fungsi keluarga dalam delapan bentuk yaitu: 1. Fungsi Keagamaan 1) Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga. 2) Menerjemahkan agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada seluruh anggota keluarga. 3) Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan dari ajaran agama. 4) Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang kurang diperolehnya diseko lah atau masyarakat. 5) Membina rasa, sikap, dan praktek kehidupan keluarga beragama sebagai pondasi menuju keluarga kecil bahagia sejahtera. 2. Fungsi Budaya 1) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan.



7



2) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai. 3) Membina



tugas-tugas



keluarga



sebagai



lembaga



yang



anggotanya mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia. 4) Membina



tugas-tugas



keluarga



sebagai



lembaga



yang



anggotanya dapat berpartisipasi berperilaku yang baik sesuai dengan norma bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi. 5) Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan seimbang dengan budaya masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma keluarga kecil bahagia sejahtera. 3. Fungsi Cinta Kasih 1. Menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar anggota keluarga ke dalam simbol-simbol nyata secara optimal dan terus-menerus. 2. Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar keluarga secara kuantitatif dan kualitatif. 3. Membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang. 4. Membina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera. 4. Fungsi Perlindungan 1) Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga. 2) Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar. Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.



8



9



5. Fungsi Reproduksi A. Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya. B. Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental. C. Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah ideal anak yang diinginkan dalam keluarga. D. Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif menuju keluarga kecil bahagia sejahtera. 6. Fungsi Sosialisasi 1) Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama. 2) Menyadari,



merencanakan



dan



menciptakan



kehidupan



keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan permasalahan yang dijumpainya baik di lingkungan seko lah maupun masyarakat. 3) Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang halhal yang diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan mental), yang kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat. 4) Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga tidak saja bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi orang tua, dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.



10



7. Fungsi Ekonomi a. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan



dan



keseimbangan



antara



pemasukan



dan



pengeluaran keluarga. b. Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras dan seimbang. c. Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. 8. Fungsi Pelestarian Lingkungan a. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan internal keluarga. b. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan eksternal keluarga. c. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang dan antara lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat sekitarnya. d. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan hidup sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia sejahtera. (UU No.10 tahun 1992 PP No.21 tahun 1994, dalam Setiadi 2012). 2.1.3 Tipe dan Bentuk Keluarga Tipe keluarga menurut Harmoko (2012) yaitu sebagai berikut :



 Nuclear Family Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu/ keduanya dapat bekerja di laur rumah.



 Extended Family Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, pama, bibi, dan sebagainya.



11



 Reconstitud Nuclear Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentuan satu rumah dengan anakanaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.



 Middle Age/ Aging Couple Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah/ kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meningglakan rumah karena sekolah/ perkawinan/meniti karier.



 Dyadic Nuclear Suami istri yang sudah berumur da tidak mempunyai anak, keduanya/slah satu bekerja di rumah.



 Single Parent Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian pasangannya dan anak- anaknya dapat tinggal di rumah/ di luar rumah.



 Dual Carier Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.



 Commuter Married Suami istri/ keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.



 Single Adult Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk menikah.



 Three Generation Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.



 Institutional Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suaru pantipanti.



 Comunal Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak- anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.



12



 Group Marriage Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap indivisu adalah menikah dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak.



 Unmarried Ibu dan aak dmana perkawinan tidak dikehendaki, anakya di adopsi.



 Cohibing Cauple Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan. (Harmoko, 2012) 2.1.4 Struktur Keluarga Struktur keluarga oleh Friedman et al., (2014) digambarkan sebagai berikut:  Struktur komunikasi Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan hierarki kekuatan. Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta dan menerima umpan balik. Penerima pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan valid. Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup, adanya isu atau berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu mengulang isu dan pendapat sendiri. Komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas, judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai. Penerima pesan gagal mendengar, diskualifikasi, ofensif (bersifat negatif), terjadi miskomunikasi, dan kurang atau tidak valid.



13



1) Karakteristik pemberi pesan Yakin dalam mengemukakan suatu pendapat, Apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, dan Selalu menerima dan meminta timbal balik. 2) Karakteristik pendengar Siap mendengarkan, Memberikan umpan balik, dan Melakukan validasi.  Struktur peran Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal. Posisi/status adalah posisi individu dalam masyarakat misal status sebagai istri/suami.  Struktur kekuatan Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak (legimate power), ditiru (referent power), keahlian (exper power), hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan efektif power.  Struktur nilai dan norma Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga. 1) Nilai, suatu sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar atau tidak dapat mempersatukan anggota keluarga. 2) Norma,



pola



perilaku



yang



baik



menurut



masyarakat



berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. 3) Budaya, kumpulan daripada perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah (Harmoko, 2012). 2.1.5 Tugas dan tahap perkembangan keluarga Padila (2012), membagi keluarga dalam 8 tahap perkembangan, yaitu: 1. Tahap keluarga pemula (Beginning Family)



14



Pasangan baru menikah yang belum mempunyai anak. Tugas perkembangan keluarga tahap ini antara lain adalah : 1) Membangun perkawinan yang saling memuaskan. 2) Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis. 3) Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orang tua). 4) Menetapkan tujuan Bersama. 5) Persiapan menjadi orang tua. 6) Memahami prenatal care (pengertian kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua). 2. Tahap keluarga sedang mengasuh anak (Child Bearing). Keluarga dengan anak pertama berusia kurang dari 30 bulan. Tugas perkembangan keluarga tahap ini antara lain adalah : a. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap (integrasi bayi dalam keluarga). b. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga. c. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan. d. Memperluas persahabatan keluarga besar dengan menambah peran orang tua, kakek dan nenek. e. Bimbingan orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak. f. Konseling KB post partum 6 minggu. g. Menata ruang untuk anak. h. Menyiapkan biaya Child Bearing. i. Memfasilitasi role learning angggota keluarga. j.



Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.



3. Tahap keluarga dengan anak usia pra sekolah Keluarga dengan anak pertama berusia 30 bulan – 6 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :



15



 Pemenuhan kebutuhan anggota keluarga.  Mensosialisasikan anak.  Mengintergrasikan anak yang baru dan memenuhi kebutuhan anak yang lain.  Mempertahankan hubungan yang sehat (hubungan perkawinan dan hubungan orang tua–anak) serta hubungan di luar keluarga (keluarga besar dan komunitas).  Pembagian waktu, individu, pasangan dan anak.  Pembagian tanggung jawab.  Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh dan kembang anak. 4. Keluarga dengan Anak Usia Sekolah (6 –13 tahun) Keluarga dengan anak pertama 6-13 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah : 1. Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat. 2. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan. 3. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga. 5. Keluarga dengan Anak Dewasa Keluarga dengan anak pertama meninggalkan rumah. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah : 1. Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru dari perkawinan anak-anaknya. 2. Melanjutkan dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan. 3. Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami atau istri. 4. Menbantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat.



16



5. Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya. 6. Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak–anaknya. 6. Keluarga Usia Pertengahan (Middle Age Family). Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah : 1) Menyediakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan. 2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arti dengan para orangtua (lansia) dan anak-anak. 3) Memperkokoh hubungan perkawinan. 4) Persiapan masa tua atau pension. 7. Tahap keluarga Lanjut Usia. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah : 1) Penyesuaian tahap masa pension dengan cara merubah cara hidup 2) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan 3) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun 4) Mempertahankan hubungan perkawinan 5) Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan 6) Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi 7) Melakukan life riview masa lalu 2.1.6 Struktur Peran Keluarga Sebuah peran didefinisikan sebagai kumpulan dari perilaku yang secara ralatif homogen dibatasi secara normatif dan diharapkan dari seseorang yang menempati posisi sosial yang diberikan. Peran berdasarkan pada pengharapan atau penetapan peran yang membatasi apa saja yang harus dilakukan oleh individu di dalam situasi tertentu agar memenuhi harapan diri atau orang lain terhadap mereka. Posisi



17



atau status didefinisikan sebagi letak seseorang dalam suatu sistem sosial. Menurut Friedman et al., (2014) peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: 1. Peran Formal Keluarga Peran formal adalah peran eksplisit yang terkandung dalam struktur peran keluarga (ayah-suami,dll). Yang terkait dengan masing – masing posisi keluarga formal adalah peran terkait atau sekelompok perilaku yang kurang lebih homogen. Keluarga membagi peran kepada anggota keluarganya dengan cara yang serupa dengan cara masyarakat membagi perannya: berdasarkan pada seberapa pentingnya performa peran terhadap berfungsinya sistem tersebut. Beberapa peran membutuhkan ketrampilan atau kemempuan khusus: peran yang lain kurang kompleks dan dapat diberikan kepada mereka yang kuarang terampil atau jumlah kekuasaanya paling sedikit. 2. Peran Informal Keluarga Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak pada permukaannya, dan diharapkan memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarga dan/atau memelihara keseimbangan keluarga. Keberadaan peran informal diperlukan untuk memenuhi kebutuhan integrasi dan adaptasi dari kelompok keluarga. 2.1.7 Masalah Kesehatan Keluarga Ali (2010), masalah kesehatan yang dapat muncul pada tiap tahap perkembangan keluarga adalah sebagai berikut: 1. Tahap Keluarga Pemula Masalah kesehatan pada tahap ini adalah: 1) Penyesuaian seksual dan peran pernikahan 2) Penyuluhan dan konseling keluarga berencana 3) Penyuluhan dan konseling pranata 4) Komunikasi dan informasi



18



2. Tahap Keluarga yang sedang Mengasuh Anak Masalah kesehatan pada tahap ini adalah:  Pendidikan maternitas yang berpusat pada keluarga  Perawatan bayi yang baik  Keluarga berencana  Pengenalan dan penanganan masalah kesehatan fisik secara dini  Imunisasi  Konseling perkembangan anak  Peningkatan kesehatan (gaya hidup)  Interaksi keluarga 3. Tahap Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah Masalah kesehatan fisik utama pada tahap ini adalah penyakit menular yang lazim pada anak-anak, anak jatuh, luka, luka bakar, keracunan, dan kecelakaan-kecelakaan lain. Sedangkan masalah psikososial keluarga yang utama adalah: 1) Hubungan pernikahan 2) Persaingan antara kakak dan adik 3) Keluarga berencana 4) Kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan 5) Masalah pengasuhan anak seperti disiplin anak, penganiayaan, dan penelantaran anak, keamanan di rumah 6) Masalah komunikasi keluarga 4. Tahap Keluarga dengan Anak Usia Sekolah Masalah kesehatan pada tahap ini adalah: 1) Orang tua akan mulai berpisah dengan anak karena anak mulai memiliki banyak teman sebaya 2) Orang tua mengalami banyak tekanan dari luar, misalnya dari sekolah dan komunitas 3) Kelemahan/kecacatan pada anak



19



5. Tahap Keluarga dengan Anak Remaja Masalah kesehatan pada tahap ini adalah: 1) Pada orang tua yang berusia 35 tahun, risiko penyakit jantung koroner



meningkat



di



kalangan



pria,



dan



perubahan



perkembangan dari biasanya sudah mulai tampak. 2) Penyalahgunaan



obat



dan



alkohol,



keluarga



berencana,



kehamilan yang tidak dikehendaki 3) Hubungan keluarga (suami-istri/ dan hubungan orang tua dengan anak) perlu mendapat perhatian lebih serius karena periode ini adalah periode rawan 6. Tahap Keluarga yang Melepaskan Anak Usia Dewasa Muda Masalah kesehatan pada tahap ini adalah: 1) Komunikasi kaum muda dengan orang tua mereka perlu ditingkatkan. 2) Masalah dalam hal transisi peran bagi suami-istri. 3) Masalah perawatan orang tua usia lanjut. 4) Munculnya masalah kesehatan yang bersifat kronis dan perubahan situasi fisik (kolesterol, obesitas/kegemukan, tekanan darah tinggi). 5) Masalah gaya hidup perlu mendapat perhatian antara lain, kebiasaan minum alkohol, merokok, makan, dan lain-lain 7. Tahap Keluarga dengan Orang Tua Usia Pertengahan Masalah kesehtan pada tahap ini adalah: 1) Masalah yang berhubungan dengan pemahaman mengenai kebutuhan, misalnya promosi kesehatan, nutrisi yang baik, istirahat yang cukup, kegiatan pada waktu luang, tidur, nutrisi yang baik, program olahraga yang teratur, pengurangan berat badan



optimal,



berhenti



merokok,



berhenti/pengurangan



alkohol, pemeriksaan kesehatan, pencegahan penyakit.



20



2) Masalah yang berhubungan dengan keharmonisan hubungan pernikahan. 3) Masalah yang berkaitan dengan keharmonisan hubungan dengan anggota keluarga (anak-anak, cucu, orang tua lansia, dan lainlain). 4) Masalah yang berhubungan dengan perawatan keluarga, antara lain perawatan orang tua lanjut usia atau yang tidak mampu merawat dirinya sendiri 8. Tahap Keluarga dalam Masa Pensiun dan Lanjut Usia Masalah kesehatan pada tahap ini adalah: 1) Masalah kesehatan lanjut usia karena menurunnya kekuatan fisik, sumber finansial yang tidak memadai, isolasi sosial, kesepian dan banyak kehilangan lain yang mengakibatkan lansia rentan secara psikologis. 2) Isolasi sosial, depresi, gangguan kognitif, masalah psikologi merumaan masalah kesehatan yang serius. 3) Kemampuan saling menolong suami-istri lansia dalam merawat pasangannya perlu ditingkatkan. Karena penuaan dan banyaknya masalah, suami-istri lansia perlu saling menolong. Umumnya suami lebih sulit merawat pasangannya karena tidak terbiasa merawat orang lain, sementara istri kebalikannya. 4) Defisiensi nutrisi yang dapat mengganggu kesehatan, misalnya lemah, bingung, depresi, konstipasi, dan lain-lain. 5) Masalah yang berkaitan dengan perumahan, penghasilan yang kurang cocok, kurang rekreasi, dan fasilitas perawatan yang kurang memadai banyak merugikan lansia. Berbagai masalah kesehatan dan penyakit yang erat kaitannya dengan proses menua (Aspiani, 2014) : (1) Gangguan pada sirkulasi darah (hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan pembuluh dara di otak, jantung koroner, dan ginjal).



21



(2) Gangguan



metabolisme



hormonal



(diabetes



mellitus,



klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid). (3) Gangguan pada persendian (ostheoarthitis, gout arthritis, ataupun penyakit kolagen lainnya). 2.1.8 Proses dan Strategi Koping Keluarga Menurut Friedman et al., (2014) Proses dan strategi koping keluarga berfungsi sebagi proses atau mekanisme vital yang memfasilitasi fungsi keluarga. Tanpa koping keluarga yang efektif, fungsi afektif, sosialisasi, ekonomi, dan perawatan kesehatan tidak dapat dicapai secara adekuat. Oleh karena itu, proses dan strategi koping



keluarga



menungkinkan



mengandung



keluarga



proses



mengukuhkan



yang



mendasari



yang



keluarga



yang



fungsi



diperlukan. 2.1.9 Peran Perawat Dalam Asuhan Keperawatann Keluarga  Pendidikan kesehatan Penyuluhan atau pendidikan kesehatan merupakan satu dari pendekatan



intervensi



keperawatan



keluarga



yang



utama.



Pendidikan dapat mencakup berbagai bidang, isi dan fokus, termasuk promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, masalah kesakitan/disabilitas dan dampaknya, serta dinamika keluarga (Friedman, 2010). Watson (1985) menekankan bahwa pendidikan memberikan informasi kepada klien, dengan demikian, membantu mereka untuk dapat mengatasi secara lebih efektif terhadap perubahan kehidupan dan peristiwa yang menimbulkan stres. Mendapatkan informasi yang berarti, membantu anggota keluarga lebih merasa memegang kendali dan mengurangi stres. Hal ini juga memungkinkan mereka untuk mengartikan lebih jelas pilihan mereka dan lebih berhasil menyelesaikan masalah mereka (Friedman,2010).



22



 Konseling Konseling adalah suatu proses bantuan interaktif antara konselor dan klien yang ditandai oleh elemen inti penerimaan, empati, ketulusan, dan keselarasan. Hubungan ini terdiri dari serangkaian interaksi sepanjang waktu berupa konyang melalui berbagai teknik aktif dan pasif,berfokus pada kebutuhan, masalah atau perasaan klien yang telah memengaruhi perilaku adaptif klien (Friedman, 2010). Elemen inti konseling adalah empati atau menyelami atau merasakan perasaan dan perilaku orang lain; penerimaan positif terhadap klien; dan selaras atau tulus, tidak berpura-pura dan jujur dalam hubungan klien-perawat. (Friedman, 2010)  Membuat kontrak Suatu cara efektif bagi perawat yang berpusat pada keluarga agar dapat dengan realistik membantu individu dan keluarga membuat perubahan perilaku adalah dengan cara membuat kontrak. Kontrak adalah persetujuan kerjasama yang dibuat antara dua pihak atau lebih, misalnya antara orang tua dan anak. Aar tepat waktu dan relefan, kontrak waktu dapat dinegosiasi secara terus menerus dan harus mencakup area sebagai berikut : tujuan, lama kontrak, tanggung jawab klien, langkah untuk mencapai tujuan, dan penghargaan terhadap pencapaian tujuan (Friedman, 2010). Biasanya kontrak dibuat dalam bentuk tertulis, singkat, sederhana dan tanpa paksaan (Friedman, 2010).  Menejemen kasus Menejemen kasus memiliki riwayat perkembangan sebagai bagian dari peran perawat kesehatan masyarakat; terakhir dugunakanditatanan



layanan



kesehatan



yang



bersifat



akut



(Friedman, 2010). Pertumbuhan



perawatan



terkelola



telah



menjadikekuatanutama munculnya menejemen kasus (Friedman, 2010)



23



 Advokasi klien Komponen utama dari menejemen kasus adalah advokasi klien (Friedman, 2010). Advokasi adalah seseorang yang berbicara atas nama orang atau kelompok lain. Peran sebagai advokat klien melibatkan pemberian informasi kepada klien dan kemudian mendukung mereka apapun keputusan yang mereka buat (Friedman, 2010) Perawat keluarga dapat menjadi advokat klien dengan sedikitnya empat cara, yaitu : 1) Dengan membantu klien memperoleh layanan yang mereka butuhkan dan menjadi hakmereka 2) Dengan melakukan tindakan yang menciptakan sistem layanan kesehatan yang lebih responsif terhadap kebutuhanklien 3) Dengan memberikan advokasi untuk memasukan pelayanan yang lebih sesuai dengansosial-budaya 4) Dengan memberikan advokasi untuk kebijakan sosial yang lebih responsive (Friedman, 2010).  Koordinasi Salah satu peran advokasi klien yang diterima secara luas adalah koordinator. Karena inti dari menejemen kasus adalah juga koordinasi, pengertian advokasi dan koordinasi pada pokonya saling tumpang tindih. Pada kenyataannya menejemen kasus sering kali diartikan sebagai koordinasi (khususnya di bidang kerja sosial), dan dirancang untuk memberikan berbagai pelayanan kepada klien dengan kebutuhan yang kompleks di dalam suatu pengendali tunggal (Friedman, 2010). Koordinator diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang komprehensif dapat tercapai. Koordinasi juga sangat diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan.



24



 Kolaborasi Sebagai perawat komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayan rumah sakit, puskesmas, dan anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal. Kolaborasi tidak hanya dialukakan sebagai perawat di rumah sakit tetapi juga dikeluarga dan komunitaspun dapat dilakukan. Kolaborasi menurut Lamb dan Napadano (1984) dalam Friedman (2010) adalah proses berbagi perencanaan dan tindakan secara berkelanjutan disertai tanggng jawab bersama terhadap hasil dan kemampuan bekerjasama untuk tujuan sama menggunakan teknik penyelesaian masalah.  Konsultasi Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat pada perawat maka hubungan perawat dan keluarga harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya. Maka dengan demikian, harus ada Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP) antara perawat dan keluarga. Konsultasi termasuk sebagai intervensi keperawatan keluarga karena perawat keluarga sering berperan sebagai konsultan bagi perawat, tenaga profesional, dan para profesional lainnya ketika informasi klien dan keluarga serta bantuan diperlukan (Friedman, 2010). 2.2 Konsep Vertigo 2.2.1 Definisi Vertigo Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau gerakan dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit dengan demikian vertigo bukan suatu gejala pusing berputar saja, tetapi merupakan suatu kumpulan gejala atau satu sindrom yang terdiri dari gejala somatic (nistagmus, untoble), otonomik (pucat, peluh dingin, mual dan muntah dizziness lebih mencerminkan keluhan



25



rasa gerakan yang umum tidak spesifik, rasa goyah, kepala ringan dan perasaan yang sulit dilukiskan sendiri oleh penderitanya. Pasien sering menyebutkan sensasi ini sebagai nggliyer, sedangkan giddiness berarti dizziness atau vertigo yang berlangsung singkat (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019). Vertigo merupakan gejala kunci yang menandakan adanya gangguan sistem vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan labirin. Namun tidak jarang gejala vertigo ini yang menjadi gangguan sistematik lainnya misalnya (obat, hipotensi, penyakit endokrin, dan sebagainya) (Wahyudi, 2012). Gangguan pada otak kecil tersendiri bisa mengakibatkan vertigo yang jarang sekali ditemukan. Namun, pasokan oksigen ke otak yang kurang sehingga bisa menjadi penyebabnya. Ada beberapa jenis obat yang bisa menimbukan radang kronis telinga dalam. Keadaan ini juga dapat menimbulkan vertigo misalnya, (kina, salisilat, dan streptomisin) (Fransisca, 2013). Keseimbangan merupakan salah satu persepsi kita akan lingkungan yang diatur oleh sistem vestibular. Sistem vestibular adalah sistem yang bertanggung jawab terhadap orientasi tubuh kita dalam ruangan, baik ketika kita duduk, berdiri, dan dalam posisi lainnya. Adanya sistem vestibular kita bisa menjaga keseimbangan tubuh kita karena ada suatu sistem yang mengatur bagaimana tubuh harus diposisikan berdasarkan gerakan dan posisi kepala, atau leher. Sistem vestibular berfungsi untuk menjaga keseimbangan, koordinasi serta mengontrol pergerakan tubuh. Sistem ini bekerja sama dengan sistem penglihatan, sistem sensorik serta sistem motoric (Nyillo, 2012). Sistem keseimbangan pada manusia semuanya dipengaruhi oleh telinga dalam, mata, otot dan sendi jaringan lunak untuk menyampaikan informasi yang dapat dipercaya tentang pergerakan dan orientasi tubuh saat perubahan posisi. Jika sistem keseimbangan seperti telinga dalam, sistem visual atau sistem proprioseptif mengalami gangguan, maka orang tersebut akan mengalami gangguan



26



keseimbangan atau vertigo (Nyillo, 2012). Penyebab gangguan keseimbangan dapat merupakan suatu kondisi anatomis yang jelas atau suatu reaksi fisiologis sederhana terhadap kejadian hidup yang tidak menyenangkan (Widiantopanco, 2010 Dalam Sumarliyah, 2019). Sistem vestibular terletak pada tulang temporal telinga dan terdiri dari: 1. Labirin yang terdiri dari utrikulus sakulus, dan tiga kanalis semisirkularis yang mempunyai reseptor dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh. Impuls reseptor labirin tersebut membentuk lengkung reflex yang berfungsi untuk mengkoordinasikan otot ekstrakuler, leher, dan tubuh sehingga keseimbangan tersebut tetap terjaga pada segala posisi dan pada pergerakan kepala. 2. Saraf vestibulokochlearis yang berasal dari batang otak yang membawa serabut aferen somatic khusus dari saraf vestibularis untuk keseimbangan dan pendengaran. Impuls ini berjalan pada kedua saraf melalui kanalis auditorius interna kemudian menembus ruang subarachnoid,



menuju



nucleus



vestibularis



di



batang



otak.



3. Nukleus vestibularis di batang otak akan mengantar impuls menuju serebelum yang berfungsi sebagai sistem proprioseptif yang bisa mengatur sikap atau posisi tubuh, keseimbangan, dan koordinasi gerakan



otot



yang



disadari.



4. Serebelum (Otak kecil) merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang terletak di atas batang otak yang memiliki fungsi utama sebagai mengontrok gerakan dan keseimbangan serta membantu belajar dan mengingat kemampuan motoric (Nyillo, 2012).



27



2.2.2 Etiologi Penyebab



vertigo



akibat



serpihan



Kristal



Menurut (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019). Penyebab vertigo dapat dibagi menjadi 5 yaitu: 1. Otologi Otologi ini merupakan 24-61 kasus vertigo (paling sering), dapat disebabkan oleh BPPV (benign paroxysmal positional vertigo), penyakit Meniere, parase N. VIII (vestibulokoklearis) maupun otitis media. 2. Neurologis Neurologis merupakan 23-30% a. Gangguan serebrovaskular batang otak, serebelum b. Ataksia karena neuropati c. Gangguan visus d. Gangguan serebelum e. Seklerosis multiple yaitu suatu penyakit saat sistem kekebalan tubuh menggerogoti lapisan pelindung saraf f. Malformasi chiari, yaitu anomaly bawaan di mana serebelum dan medulla oblongata menjorok ke medulla spinalis melalui foramen magnum. g. Vertigo servikal. 3. Interna Kurang lebih 33% dari keseluruhan kasus terjadi karena gangguan kardiovaskuler. Penyebabnya biasanya berupa tekanan darah yang naik atau turun, aritma kordis, penyakit jantung koroner, infeksi,



hipoglikemia,



serta



intoksikasi



obat,



misalnifedipin,



benzodiazepine, Xanax (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).



28



4. Psikiatrik Terdapat pada lebih dari 50% kasus vertigo. Biasanya pemeriksaan klinis dan laboratoris menunjukkan hasil dalam bebas normal. Penyebabnya biasanya berupa depresi, fobia, ansietas, serta psikosomatis



(Sutarni



,



Rusdi



&



Abdul,



2019).



5. Fisiologis Misalnya, vertigo yang timbul ketika melihat ke bawah saat kita berada di tempat tinggi (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019). 2.2.3 Klasifikasi Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular dan non vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo perifer dan vertigo sentral. Vertigo dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1.



Vertigo



Vestibular



Vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan. Vertigo timbul pada gangguan sistem vestibular, yang menimbulkan sensasi berputar, timbulnya episodic, diprovokasi oleh gerakan kepala, dan bias disertai rasa mual muntah (Sutarni 2.



, Vertigo



Rusdi



& non



Abdul,



2019).



vestibular



Vertigo sistemik adalah keluhan vertigo yang disebabkan oleh penyakit tertentu misalnya diabetes militus, hipertensi dan jantung. Sementara itu, vertigo neurologik adalah gangguan vertigo yang disebabkan oleh gangguan saraf. Keluhan vertigo yang disebabkan oleh gangguan mata atau berkurangnya daya penglihatan disebut vertigo ophtamologis, sedangkan vertigo yang disebabkan oleh berkurangnya fungsi alat pendengaran disebut vertigo otolaringologis.



29



Selain penyebab dari segi fisik penyebab lain munculnya vertigo adalah pola hidup yang tidak teratur, seperti kurang tidur atau terlalu memikirkan suatu masalah hingga stres. Vetigo yang disebabkan oleh stres atau tekanan emosional disebut psikogenik. Perbedaan vertigo vestibur dan non vestibular sebagai berikut (Sutarni, Rusdi & Abdul, 2019). Tabel 2.1: Perbedaan Vertigo Vestibular Dengan Non Vestibular Gejala Sifat vertigo Serangan Mual muntah Gangguan Pendengaran Gerakan pencetus Situasi pencetus



Vertigo Vestibular Rasa berputar Episodik + +/Gerakan kepala -



Vertigo Nonvestibular Melayang, goyang Continue/konstan Gerakan obyek visual keramaian, lalu lintas



(Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019). Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo Vestibular, yaitu: 1. Vertigo vestibular perifer Vertigo perifer terjadi jika terdapat gangguan di saluran yag disebut kanalis simirkularis, yaitu telinga bagian tegah yang bertugas mengontrol keseimbangan. Vertigo jenis ini biasanya diikuti gejala-gejala seperti: a. Pandangan mata gelap b. Rasa lelah dan stamina menurun c. Jantung berdebar d. Hilang keseimbangan e. Tidak mampu berkonsentrasi f. Perasaan seperti mabuk g. Otot terasa sakit h. Muan dan muntah i. Daya pikir menurun j. Berkeringat Gangguan kesehatan berhubungan dengan vertigo perifer antara lain penyakit (Benign Proxymal Postional Vertigo) atau BPPV (gangguan keseimbangan karena ada perubahan posisi kepala), minire disease (gangguan keseimbangan yang



30



sering kali menyebabkan hilangnya pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf keseimbangan) dan labyrinthis (radang di bagian dalam pendengaran) (Sutarni, Rusdi & Abdul, 2019). 2. Vertigo vestibular sentral Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil). Gejala vertigo sentral biasanya terjadi secara bertahap, penderita akan mengalami hal tersebut di antaranya ialah: a. Penglihatan ganda b. Sukar menelan c. Kelumpuhan otot-otot wajah d. Sakit kepala yang berat e. Kesadaran terganggu f. Tidak mampu berkatakata g. Mual dan muntah h. Tubuh terasa lemah Gangguan kesehatan yang berhubugan dengan vertigo sentral termasuk antara lain, stroke, multiple sclerosis (gangguan tulang bekalang dan otak), tumor, trauma di bagian kepala, migren, infeksi, kondisi peradangan, neurodegenerative illnesses (penyakit kemunduran fungsu saraf) yang menimbulkan damak pada otak kecil. Penyebab dan gejala keluhan vertigo biasanya datang mendadak, diikuti gejala klinis tidak nyaman seperti banyak berkeringat, mual dan munahfaktor penyebab vertigo adalah Sistemik, Neurologik, Ophatalmogik, Otolaringologi, Psikogenik, dan dapat disingkat SNOOP, sedangkan perbedaan vertigo vestibular perifer dan sentral sebagai berikut (Sutarni, Rusdi & Abdul, 2019).



Tabel 2.2: Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer Dengan Sentral



31



Gejala Perifer Bangkitan Lebih mendadak Derajat vertigo Berat Pengaruh gerakan kepala ++ Mual, muntah, keringatan ++ Gangguan Pendengaran +/Tanda vokal otak (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).



Sentral Lebih lambat Ringan +/+ +/+/-



2.2.4 Patofisiologi Kondisi alat keseimbangan baik sentral maupun perifer yang tidak normal atau adanya gerakan yang aneh/ berlebihan, maka tidak terjadi proses pengolahan input yang wajar dan muncullah vertigo. Selain itu, terjadi pula respons penyesuaian otot-otot yang tidak adekuat, sehinggan muncul gerakan abnormal mata (nistagsum), unsteadiness/ ataksia sewaktu berdiri/ berjalan dan seperti gejala lainnya (Akbar, 2013). Menurut Akbar (2013) ada beberapa teori di antaranya : 1. Teori rangsangan berlebihan (overstimulasi) Dasar teori ini adalah suatu asumsi bahwa makin banyak dan semakin cepat rangsangan (gerakan kendaraan), makin berpeluang menimbulkan



sindrom



vertigo



akibat



gangguan



fungsi



Alat



Keseimbangan Tubuh (AKT). Jenis rangsangan AKT ini yang ada pada saat ini antara kursi putar Barany, faradisasi/ galvanisasi dan irigasi telinga, serta kendaraan laut dan darat. Menurut teori ini sindrom vertigo timbul akibat rangsangan berlebihan terhadap kanalis semisirkulasi menyebabkan hiperemi dari organ ini sehingga bisa muncul sindrom vertigo (vertigo, nistagmus, mual dan muntah). 2. Teori konflik sensori Keadaan normal (fisiologi), impuls yang diterima akan diperbandingkan antara sisi kiri dengan kanan, antara impuls yang berasal dari penglihatan dengan proprioseptik dan vestibular secara timbal balik. Pengolahan informasi berjalan secara reflektoris lewat proses yang normal dengan hasil akhir terjadinya penyesuaian otot-



32



otot penggerak/ penyangga tubuh dan otot penggerak bola mata. Oleh karena itu, maka tubuh dan kepala tetap tegak serta berjalan lurus (tidak sempoyongan atau tidak melawan arah) serta dapat melihat objek penglihatan dengan jelas meskipun sedang bergerak (jalan lari). Disamping itu juga tidak ada keluhan vertigo dan gejala lainnya. Menurut teori konfliks sensori ini dari kedua sisi (kanan-kiri) antara masukan dari ketiga jenis (vestibulum, visus, proprioseptik) atau reseptor AKT. Keadaan ini bisa sebagai akibat rangsangan berlebihan, dari lesi sistem vestibular sentral atau perifer sehingga bisa menyebabkan pusat pengolah data di otak mengalami kebingunan dan selanjutnya proses masnya sensori yang menempuh jalur tidak normal. Proses tidak normal ini akan menimbulkan perintah (keluaran) dari pusat AKT menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan keadaan yang sedang dihadapi dan membangkitkan tanda kegawatan. Perintah/ keluaran yang tidak sesuai akan menimbulkan refleks antisipatif yang salah dari otot-otot ekstremitas (deviasi jalan sempoyongan), penyangga tubuh (deviasi saat berposisi tegak) otot, dan otot penggerak mata (nistagmus). Tanda kegawatan berupa vertigo yang bersumber dari korteksotak dan keringat dingin serta mual muntah yang berasaldari aktivitas sistem saraf otonom. Teori konflik sensori ini belum dapat mengungkap terjadinya vertigo akibat kelainan psikis, dan terjadinya habituasi/adaptasi yang bermanfaat untuk penanganan vertigo. Kelamahan teori konflik sensori ini deperbaiki oleh teori Neural Mismatchdan teori sinaps. Jika dalam keadaan normal, informasi untuk alat keseimbangan tubuh di tangkap oleh tiga jenis reseptor, yaitu reseptor vestibular, penglihatan dan propioseptik. Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masuknya sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata, vestibulum dan propiosepti atau ketidakseimbangan masuknya sensorik dari sisi kanan dan kiri. Ketidakcocokan tersebut bisa menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga menimbulkan respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata).



33



Ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibular serebelum) atau rasa melayang berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). 3. Teori neural mismatch Dikemukakan oleh Reason, seorang pakarpsikologi di University of Leicester yang tekun meneliti mabuk gerakan, bahwa timbulnya gejala



disebabkan



oleh



terjadinya



mismatch



(ketidak



sesuaian/discrepancy) antara pengalaman gerakan yang sudah disempan di otak dengan gerakan yang sedang berlangsung/ dihadapi. Teori in merupakan pengembangan teori konflik sensorik. Menurut teori ini otak mempunyai memori/ ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/ tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala. 4. Teori Otonomik Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi gerakan atau perubahan posisi gejala klinis timbul jika siatem simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistem



parasimpatis



mulai



berperan.



5. Teori Sinap Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau perasaan neurotranamisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing



factor).



Peningkatan



kadar



CRF



selanjutnya



akan



mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistem saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerapkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo



34



akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunansaraf parasimpatis (Akbar, 2013).



35 2.2.5 Pathway



Trauma cerebellum



Ukuran lensa mata tidak sama



Aliran darah



Infeksi pada telinga dalam (vestibuler)



VERTIGO



Penurunan fungsi Tekanan intra kognitif kranial



cemas



nyeri



Stress meningkat



Koping individu tidak efektif



tekanan pada leher



Gangguan pola tidur



36



2.2.6 Penatalaksanaan Vertigo Vertigo biasanya di atasi dengan menangani sesuai penyebabnya. Misal, vertigo disebabkan pada gangguan telinga, maka diobati di bagian



telinganya.



Jika



vertigo



disebabkan



pada



gangguan



penglihatan, maka diobati di bagian penglihatannya. Keluhan vertigopun akan hilang dengan sendirinya seiring dengan sembuhnya yang mendasari vertigo tersebut. Pemberian vitamin antihistamin, diuretika, dan pembatasan konsumsi garam yang telah diketahui dapat mengurangi keluhan vertigo (Widjajalaksmi, 2015). Penanganan yang diberikan pada vertigo selama ini dapat dilakukan dengan farmakologi, non-farmakologi. Padafarmakologi, penderita biasanya akan diberikan golongan antihistamin dan benzodiazepine. Salah satu terapi non farmakologi yaitu menggunakan tekhnikbrandt daroff (Widjajalaksmi, 2015). Tujuan utama terapi vertigo adalah mengupayakan tercapainya kualitas hidup yang optimal sesuai dengan perjalanan penyakitnya, dengan mengurangi atau menghilangkan sensasi vertigo dengan efek samping



obat



yang



minimal.



Terapi vertigo meliputi beberapa perlakukan yaitu pemilihan medikamentosa, rehabilitasi dan operasi. Pilihan terapi vertigo mencakup: 1. Terapi simtomatik, melalui farmakoterapi 2. Terapi kausal, mencakup a. Farmakoterapi b. Prosedur reposisi partikel (pada BPPV) c. Bedah 3. Terapi Rehabilitaf atau Terapi (vestibular exercise) mencakup a. Metode brandt-daroff b. Latihan visual vestibular c. Latihan berjalan 1) Tujuan terapi Rehabilitatif a. Reposisi kanalit b. Mencapai kompensasi dan adaptasi



37



2) Mekanisme kerja terapi rehabilitasi melalui: a. Substitusi sentral ola sistem visual dan somatosensory untuk fungsi vestibular yang terganggu b.



Mengaktifkan



kendali



konus



n.vestibularis



oleh



serebelum,sistem visual, somatosensory c. Menimbulkan habituasi yaitu berkurangnya respon terhadap stimuli sensori yang berulang-ulang (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019). Pada pasien dengan gangguan vestibular, sebaiknya menggunakan obat anti vertigo di antara lainnya adalah 1. Antikolinergik : Mengurangi eksitabilitas neuron dengan menghambat jaras eksitatorik kolinergik ke nervus.vestibularis yang bersifat kolinergik mengurangi respon nervus.vestibularis terhadap rangsang. Efek samping: mulut kering, dilatasi pupil, sedasi, gangguan akomodasi menghambat kompensasi. Tidak dianjurkan pemakaian kronis contoh: a. Sulfas atropine: 0,4mg/im b. Skopolamin: 0,6mg iv dapat diulang tiap 3 jam. 2. Antihistamin : Memiliki efek anti kolinergik dan merangsang inhibitori dengan akibat inhibisi nervus.vestibularis. hamper semua anti histamine yang digunakan untuk terapi vertigo mempunyai efek anti kolinergik. a. Diphenhidramin: 1,5mg/im-oral dapat diulang tiap 2 jam b.



Dimenhidrinat:



50-100



mg/6



jam



3. Ca entryblodsker : mengurangi eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamate dan bekerja langsung sebagai depressor labirin. Bisa untuk vertigo central atau periver contoh: flonarizin



38



4. Monuaminergik : merangsang jaras inhibitori monuamenergik pada n.vestibularis, sehingga berakibat mengurangi eksatibilitas neuron. Contoh: amfetamin. Efedrin. 5. Antidopaminergik : bekerja pada chemoreseptor trigger zone dan pusat muntah dimedula contoh: klopromazin, haloperidol 6. Benzodiazepine : termasuk obat sedative, menurunkan resting aktivitas neuron pada n.vestibularis dengan menekan reticular paskilitatori



sistem.



Contoh:



diazepam



7. Histaminic : inhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestibularis



lateraris.



Contoh:



betahistin



mesilat.



8. Antiyepileptik : bekerja dengan meningkatkan ambang, husunya pada vertigo akibat epilepsi lobus temporalis contoh: karbamezepin, venitoin, berikut daftar obat di bawah ini (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).



Golongan



Ca entry blocker Flunarizin Antihistamin Cinarizin Prometazin dimenhidrinat Antikolegrnik Skopolamin Atropin Monoaminergik



Tabel 2.2 Daftar Obat Vertigo Dosis oral Antie Sedasi matic



Mukosa kering



Gejala ekstral pyramida 1



5-10mg 1x1



+



+



-



+



25mg 3x1 25-50mg 3x1 50mg 3x1



+ + +



+ ++ +



++ +



+ -



0,6mg 3x1 0,4mg 3x1



+ +



+ -



+++ +++



-



39



Amfetamin Efedrin Fenotiazin Proklorperazin Klorpomazin Benzodiasipin Diazepam Butirovenon Halopendol Domperidon Histaminic Betahistin



5-10mg 3x1 25mg 3x1



+ +



-



+ +



+ -



3mg 3x1 25mg 3x1



+++ ++



+ +++



+ +



++ +++



2-5mg 3x1



+



++



-



-



0,5-mg 3x1



++



+++



+



++



8mg 3x1 24mg 2x1



+



+



-



+



-



-



-



-



-



+ -



-



-



Betablocsker Karvedilol Antiepiletip Karbamazepin Penitoin



200mg 3x1 100mg 3x1 (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019). 2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga



Proses keperawatan merupakan suatu proses pemecahan masalah yang sistematis, yang digunakan ketika bekerja pada individu, keluarga, kelompok dan



komunitas.



Pada



keperawatan



keluarga



perawat



dapat



mengkonseptualisasikan keluarga sebagai konteks dimana fokus dan proses perawatannya berorientasi pada anggota keluarga secara individu (Prastanti, 2012). Dalam praktiknya kebanyakan perawat keluarga bekerja pada keduanya yaitu pada keluarga dan pada individu dalam keluarga. Ini berarti bahwa perawat keluarga akan menggunakan proses keperawatan pada dua tingkatan yaitu tingkat individu dan keluarga. Sasaran asuhan keperawatan keluarga adalah keluargakeluarga yang rawan kesehatan, yaitu keluarga yang mempunyai masalah kesehatan atau beresiko timbulnya masalah kesehatan. Sasaran keluarga yang dimaksud adalah individu sebagai anggota keluarga dan keluarga itu sendiri (Prastanti, 2012).



40



2.3.1 Pengkajian Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil informasi secara terus-menerus terhadap anggota keluarga yang dibina. Untuk mendapatkan data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan setiap hari), lugas dan sederhana. Asuhan keperawatan keluarga menurut teori aplikasi model pengkajian Friedman (2014) dalam kasus keluarga dengan penyakit Hipertensi yaitu:  Data Umum Data Umum yang perlu dikaji adalah Nama kepala keluarga, Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat, Daftar anggota keluarga.  Genogram Dengan adanya genogram dapat diketahui faktor genetik atau faktor bawaan yang sudah ada pada diri manusia untuk timbulnya penyakit Hipertensi.  Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi dapat dilihat dari pendapatan keluarga dan kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan keluarga. Pada pengkajian status social ekonomi berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang. Dampak dari ketidakmampuan keluarga membuat seseorang enggan memeriksakan diri ke dokter dan fasilitas kesehatan lainnya.  Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat kesehatan keluarga yang perlu dikaji adalah Riwayat masingmasing kesehatan keluarga (apakah mempunyai penyakit keturunan), Perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit, Sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga dan Pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.  Karakteristik Lingkungan



41



Karakteristik



lingkungan



yang



perlu



dikaji



adalah



Karakteristik rumah, Tetangga dan komunitas, Geografis keluarga, Sistem pendukung keluarga.  Fungsi Keluarga a. Fungsi Afektif Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga dan bagaimana anggota keluarga mengembangkan sikap saling mengerti. Semakin tinggi dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang



sakit,



penyakitnya.



semakin Fungsi



ini



mempercepat merupakan



kesembuhan basis



sentral



dari bagi



pembentukan dan kelangsungan unit keluarga. Fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga terhadap kebutuhan emosional para anggota keluarga. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan mengakibatkan ketidakseimbangan keluarga dalam mengenal tanda-tanda gangguann kesehatan selanjutnya. b. Fungsi Keperawatan 



Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, faktor penyebab tanda dan gejala serta yang mempengaruhi keluarga terhadap masalah, kemampuan keluarga dapat mengenal masalah, tindakan yang dilakukan oleh keluarga akan



sesuai



dengan



tindakan



keperawatan,



karena



Hipertensi memerlukan perawatan yang khusus yaitu mengenai pengaturan makanan dan gaya hidup. Jadi disini keluarga perlu tau bagaimana cara pengaturan makanan yang benar serta gaya hidup yang baik untuk penderita Hipertensi.



42







Untuk



mengtahui



kemampuan



keluarga



mengambil



keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Yang perlu dikaji



adalah



bagaimana



keluarga



mengambil



keputusan apabila anggota keluarga menderita Hipertensi. 



Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat keluarga yang sakit. Yang perlu dikaji sejauh mana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya dan cara merawat anggota keluarga yang sakit Hipertensi.







Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara lingkunganrumah yang sehat. Yang perlu dikaji bagaimana keluarga mengetahui keuntungan atau manfaat pemeliharaan



lingkungan kemampuan



keluarga untuk



memodifikasi lingkungan akan dapat mencegah kekambuhan dari pasien Hipertensi. 



Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan



fasilitas



kesehatan



yang



mana



akan



mendukung kesehatan seseorang. c. Fungsi Sosialisasi Pada kasus penderita Hipertensi yang sudah mengalami komplikasi stroke, dapat mengalami gangguan fungsi sosial baik di dalam keluarga maupun didalam komunitas sekitar keluarga. d. Fungsi Reproduksi Pada penderita Hipertensi perlu dikaji riwayat kehamilan (untuk mengetahui adanya tanda-tanda Hipertensi saat hamil).



e. Fungsi Ekonomi Status ekonomi keluarga sangat mendukung terhadap kesembuhan penyakit. Biasanya karena faktor ekonomi rendah



43



individu segan untuk mencari pertolongan dokter ataupun petugas kesehatan lainya (Friedman, 2014).  Stress dan koping keluarga Stres dan koping keluarga yang perlu dikaji adalah Stresor yang dimiliki, Kemampuan keluarga berespons terhadap stresor, Strategi koping yang digunakan, Strategi adaptasi disfungsional.  Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik meliputi: a.



Keadaan umum (1) Kaji tingkat kesadaran (GCS): kesadaran bisa compos mentis



sampai



mengalami



penurunan



kesadaran,



kehilangan sensasi, susunan saraf dikaji (I-XII), gangguan penglihatan, gangguan ingatan, tonus otot menurun dan kehilangan



reflek



tonus,



BB



biasanya



mengalami



penurunan. (2) Mengkaji tanda-tanda vital Tanda-tanda vital biasanya melebihi batas normal. b.



System pengindraan (penglihatan) Pada kasus Hipertensi, terdapat gangguan penglihatan seperti penglihatan menurun, buta total, kehilangan daya lihat sebagian



(kebutaan



monokuler),



penglihatan



ganda,



(diplopia)/gangguan yang lain. Ukuran reaksi pupil tidak sama, kesulitan untuk melihat objek, warna dan wajah yang pernah dikenali dengan baik. c.



System penciuman Terdapat gangguan pada sistem penciuman, terdapat hambatan jalan nafas.



d.



System pernafasan Adanya batuk atau hambatan jalan nafas, suara nafas tredengar ronki (aspirasi sekresi).



44



e.



System kardiovaskular Nadi, frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung atau kondisi jantung), perubahan EKG, adanya penyakit jantung miocard infark, rematik atau penyakit jantung vaskuler.



f.



System pencernaan Ketidakmampuan menelan, mengunyah, tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri.



g.



System urinaria Terdapat



perubahan



sistem



berkemih



seperti



inkontinensia. h.



System persyarafan (1) Nervus 1 Olfaktori (penciuman) (2) Nervus II Optic (penglihatan) (3) Nervus III Okulomotor (gerak ekstraokuler mata, kontriksi dilatasi pupil) (4) Nervus IV Trokhlear (gerak bola mata ke atas ke bawah) (5) Nervus V Trigeminal (sensori kulit wajah, penggerak otot rahang) (6) Nervus VI Abdusen (gerak bola mata menyamping) (7) Nervus VII Fasial (ekspresi fasial dan pengecapan) (8) Nervus VIII Oditori (pendengaran) (9) Nervus



IX



Glosovaringeal



(gangguan



pengecapan,



kemampuan menelan, gerak lidah) (10) Nervus X Vagus (sensasi faring, gerakan pita suara) (11) Nervus XI Asesori (gerakan kepala dan bahu) (12) Nervus XII Hipoglosal (posisi lidah)



i.



System musculoskeletal



45



Kaji kekuatan dan gangguan tonus otot, pada klien Hipertensi didapat klien merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kesemutan atau kebas. j.



System integument Keadaan turgor kulit, ada tidaknya lesi, oedem, distribusi rambut.



 Harapan Keluarga Perlu dikaji bagaimana harapan keluarga terhadap perawat (petugas kesehatan) untuk membantu penyelesaian masalah kesehatan yang terjadi. 2.3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu, keluarga atau masyarakat yang diperoleh dari suatu proses pengumpulan data dan analisis cermat dan sistematis, memberikan dasar



untuk



menetapkan



tindakantindakan



dimana



perawat



bertanggung jawab melaksanakannya (Setyowati, 2011). Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada keluarga dengan Hipertensi yaitu (SDKI, 2016) : a) Perilaku Kesehatan Cenderung Berisiko Penyebab:  Kurang terpapar informasi  Ketidakadekuatan dukungan social  Self efficacy yang rendah  Status sosio-ekonomi rendah  Stressor berlebihan  Sikap negatif terhadap pelayanan Kesehatan  Pemilihan gaya hidup tidak sehat (mis. Merokok, konsumsi alkohol berlebihan) Gejala dan Tanda Mayor



46



Subjektif: (tidak tersedia) Objektif: 1) Menunjukkan penolakan terhadap perubahan status Kesehatan 2) Gagal melakukan tindakan pencegahan masalah Kesehatan 3) Menunjukkan upaya peningkatan status kesehatan yang minimal Gejala Tanda Minor Subjektif: (tidak tersedia) Objektif: 1) Gagal mencapai pengendalian yang optimal Kondisi Klinis Terkait: 1) Kondisi baru terdiagnosis penyakit 2) Kondisi perubahan gaya hidup baru akibat penyakit 3) Tumor otak 4) Penyalahgunaan zat 5) Gangguan kepribadian dan psikotik 6) Depresi/psikosis pasca persalinan b) Penurunan Koping Keluarga Penyebab : 



Situasi penyerta yang mempengaruhi orang terdekat







Krisis perkembangan yang dihadapi orang terdekat







Kelelahan orang terdekat dalam memberikan dukungan







Disorganisasi keluarga







Perubahan peran keluarga







Tidak tersedianya informasi bagi orang terdekat







Kurangnya saling mendukung







Tidak cukupnya dukungan yang diberikan klien pada orang terdekat







Orang terdekat kurang terpapar informasi



47







Salahnya/tidak pahamnya informasi yang didapatkan orang terdekat







Orang terdekat terlalu fokus pada kondisi di luar keluarga







Penyakit kronis yang menghabiskan kemampuan dukungan orang terdekat







Krisis situasional yang dialami orang terdekat



Gejala dan Tanda Mayor Subjektif : 1) Klien mengeluh/khawatir tentang respon orang terdekat pada masalah kesehatan Objektif: 1) Orang terdekat menarik diri dari klien 2) Terbatasnya komunikasi orang terdekat dengan klien Gejala dan Tanda Minor Subjektif : 1) Orang terdekat menyatakan kurang terpapar informasi tentang upaya mengatasi masalah klien Objektif: a. Bantuan yang dilakukan orang terdekat menunjukkan hasil yang tidak memuaskan b. Orang terdekat berperilaku protektif yang tidak sesuai dengan kemampuan/kemandirian klien Kondisi Klinisi Terkait : 1) Penyakit Alzheimer 2) AIDS 3) Kelainan yang menyebabkan paralisis permanen 4) Kanker 5) Penyekit kronis (mis. Kanker, arthritis rheumatoid) 6) Penyalahgunaan zat 7) Krisis keluarga 8) Konflik keluarga yang belum terselesaikan



48



Perumusan diagnosis keperawatan keluarga dapat diarahkan pada



sasaran



individu



atau



keluarga.



Komponen



diagnosis



keperawatan meliputi masalah (problem), penyebab (etiologi) dan atau tanda (sign). Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas keluarga yaitu: 1. Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah  Persepsi terhadap keparahan penyakit.  Pengertian.  Tanda dan gejala.  Faktor penyebab.  Persepsi keluarga terhadap masalah. 2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan 1) Sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah. 2) Masalah



dirasakan



keluarga/Keluarga



menyerah



terhadap



masalah yang dialami. 3) Sikap negatif terhadap masalah kesehatan. 4) Kurang percaya terhadap tenaga kesehatan informasi yang salah. 3. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit 1) Bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit. 2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan. 3) Sumber – sumber yang ada dalam keluarga. 4) Sikap keluarga terhadap yang sakit. 4. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan 1) Keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan. 2) Pentingnya higyene sanitasi. 3) Upaya pencegahan penyakit. 5. Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas keluarga 1) Keberadaan fasilitas kesehatan. 2) Keuntungan yang didapat. 3) Kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan. 4) Pengalaman keluarga yang kurang baik.



49



5) Pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh keluarga. Setelah data dianalisis dan ditetapkan masalah keperawatan keluarga, selanjutnya masalah kesehatan keluarga yang ada, perlu diprioritaskan Bersama keluarga dengan memperhatikan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki keluarga. Prioritas masalah asuhan keperawatan keluarga sebagai berikut : Tabel 2.5 Prioritas Masalah KRITERIA BOBOT Sifat Masalah 1 Kemungkinan Masalah Untuk Dipecahkan Potensi Masalah Untuk Dicegah



2



Menonjolnya Masalah



1



1



SKOR Aktual = 3 Resiko = 2 Potensial = 1 Mudah = 2 Sebagian = 1 Tidak dapat = 0



Tinggi = 3 Cukup = 2 Rendah = 1 Segera diatasi = 2 Tidak segera diatasi = 1 Tidak dirasakan adanya masalah =0



Skoring : a. Tentukan skor untuk tiap kriteria b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikan dengan nilai bobot SKOR ANGKA TERTINGGI X NILAI BOBOT a. Jumlahkan skor untuk semua kriteria, skor tertinggi 5 sama dengan seluruh bobot 2.3.3 Intervensi Keperawatan Effendy dalam Harmoko (2012), mendefinisikan: rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk dilaksanakan, dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah didefinisikan. Sedangkan Friedman (2014) menyatakan ada beberapa tingkat tujuan. Tingkat pertama meliputi tujuan-tujuan jangka pendek yang



50



sifatnya dapat diukur, langsung dan spesiflk. Sedangkan tingkat kedua adalah tujuan jangka Panjang yang merupakan tingkatan terakhir yang menyatakan maksud-maksud luas yang yang diharapkan oleh perawat maupun keluarga agar dapat tercapai. Dalam menyusun kriteria evaluasi dan standar evaluasi, disesuaikan dengan sumber daya yang mendasar dalam keluarga pada umumnya yaitu biaya, pengetahuan, dan sikap dari keiuarga, sehingga dapat diangkat tiga respon yaitu respon verbal, kognitif, afektif atau perilaku, dan respon psikomotor untuk mangatasi masalahnya. Tujuan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah Hipertensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang (Harmoko, 2012). Tujuan jangka pendek pada penderita Hipertensi antara lain : setelah diberikan informasi kepada keluarga mengenai Hipertensi keluarga mampu mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat untuk anggota keluarga yang menderita Hipertensi dengan respon verbal keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, penyebab serta perawatan Hipertensi. Respon afektif, keluarga mampu menentukan cara penanganan atau perawatan bagi anggotanya yang



menderita



Hipertensi



secara



tepat.



Sedangkan



respon



psikomotor, keluarga mampu memberikan perawatan secara tepat dan memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman bagi penderita Hipertensi. Standar evaluasi yang digunakan adalah pengertian, tanda dan gejala, penyebab, perawatan, komplikasi dan pengobatan Hipertensi (Harmoko, 2012). Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dalam perawatan Hipertensi adalah masalah dalam keluarga dapat teratasi atau dikurangi setelah dilakukan tindakan keperawatan. Tahap intervensi diawali dengan menyelesaikan perencanaan perawatan.



SDKI. SLKI, SIKI



51



LUARAN UTAMA LUARAN TAMBAHAN INTERVENSI UTAMA INTERVENSI PENDUKUNG Diagnosis (1) Perilaku Kesehatan Cenderung Berisiko (D.0099) (Hal. 216) Perilaku kesehatan (L. 12107) (Hal. 88) a. Manajemen kesehatan keluarga (L. 12105) (Hal. 63) Promosi perilaku upaya kesehatan (I.



12472)



(Hal. 380)  Identifikasi risiko (I. 14502) (Hal. 20)  Konseling (I. 10334) (Hal.133) Kategori Psikologis Sub kategori Integritas Ego Definisi Hambatan kemampuan dalam mengubah gaya hidup/perilaku untuk Memperbaiki status kesehatan Kemampuan dalam Mengubah gaya hidup/perilaku untuk memperbaiki status kesehatan Kemampuan menangani masalah kesehatan keluarga secara optimal untuk memulihkan kondisi kesehatan anggota keluarga Meningkatkan perubahan perilaku penderita/klien agar memiliki kemauan dan kemampuan yang kondusif bagi kesehatan secara menyeluruh baik bagi lingkungan maupun masyarakat sekitarnya a. Menemukan dan menganalisis kemungkinan faktor-faktor risiko yang dapat mengganggu kesehatan b. Memberikan bimbingan untuk meningkatkan atau



52



mendukung SDKI. SLKI, SIKI LUARAN UTAMA LUARAN TAMBAHAN INTERVENSI UTAMA INTERVENSI PENDUKUNG



penganan, pemecahan masalah dan



hubungan



interpersonal



Ekspektasi: membaik Ekspektasi: meningkat



Gejala dan Tanda Mayor Subjektif: (tidak tersedia) Objektif: a. Menunjukkan penolakan terhadap b. Gagal



perubahan status kesehatan



melakukan tindakan pencegahan masalah kesehatan



c. Menunjukkan upaya peningkatan status a. Penerimaan terhadap perubahan status kesehatan b. Kamampuan melakukan tindakan pencegahan



masalah kesehatan



c. Kemampuan peningkatan kesehatan a. Kemampuan menjelaskan masalah kesehatan



yang dialami



b. Aktivitas keluarga mengatasai masalah kesehatan tepat c. Verbalisasi kesulitan menjalankan perawatan a. Observasi - Identifikasi perilaku kesehatan



upaya



yang dapat ditingkatkan



yang ditetapkan



53



b. Terapeutik - Orientasi pelayanan kesehatanyang dapat dimanfaatkan c. Edukasi a. Observasi - Identifikasi perilaku keluarga yang mempengaruhi pasien b. Terapeutik - Bina hubungan dan terapeutik berdasarkan rasa pervaya dan penghargaan SDKI. SLKI, SIKI LUARAN UTAMA LUARAN TAMBAHAN INTERVENSI UTAMA INTERVENSI PENDUKUNG



kesehatan yang minimal Gejala dan Tanda Minor Subjektif: (tidak tersedia) Objektif: a. Gagalmencapai pengendalian



1. Anjurkan menggunakan



yang optimal



air bersih



2. Anjurkan mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 3. Anjurkan menggunakan jamban sehat



54



4. Anjurkan makan sayur dan buah setiap hari 5. Anjurkan melakukan aktivitas fisik setiap hari 6. Anjurkan tidak 1)Berikan empati, kehangatan, dan kejujuran 2)Fasilitasi



untuk mengidentifikasi masalah



 Edukasi o Anjurkan mengekspresikan perasaan o Anjurkan mengganti kebiasaan maladaptif dengan adaptif SDKI. SLKI, SIKI LUARAN UTAMA LUARAN TAMBAHAN INTERVENSI UTAMA INTERVENSI PENDUKUNG



merokok di dalam rumah Diagnosis (2) Penurunan Koping Keluarga (D. 0097) (Hal. 212) Status koping keluarga (L. 09088) (Hal. 116) 



Fungsi keluarga (L. 13114) (Hal. 26)







Ketahanan keluarga (L. 09074) (Hal. 45)







Tingkat ansietas (L.09093) (Hal. 132) a. Dukungan koping keluarga (I. 09260) (Hal. 28) b.



Promosi koping (I. 09312) ( Hal. 375)



55



Mobilisasi keluarga (I. 13483) (Hal. 234) Kategori Psikologis Sub kategori Integritas Ego Definisi Ketidakadekuatan atau ketidakefektifan dukungan, rasa nyaman, bantuan dan motivasi orang terdekat (anggota keluarga atau orang berarti yang dibutuhkan klien untuk mengelola atau mengatasi masalah kesehatannya. Perilaku anggota keluarga dalam mendukung, memberi rasa nyaman, membantu dan memotivasi anggota keluarga lain yang sakit terhadap kemampuan beradaptasi,



mengelola



dan mengatasi masalah a. Kemampuan keluarga memenuhi kebutuhan anggota keluarga selama proses perkembangan b. Kapasitas keluarga untuk beradaptasi dan berfungsi secara a. Memfasilitasi peningkatan nilai- nilai, minat dan tujuan dalam keluarga b. Meningkatkan upaya kognitif dan perilaku untuk menilai dan merespon stressor Memanfaatkan kekuatan keluarga untuk mempengaruhi kesehatan pasien secara positif SDKI. SLKI, SIKI LUARAN UTAMA LUARAN TAMBAHAN INTERVENSI UTAMA INTERVENSI PENDUKUNG



56



kesehatan positif



setelah mengalami kesulitan atau krisis



c. Kondisi emosi dan pengalaman subyek terhadap subyek yang tidak jelas dan spesifik



akibat



antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman dan/atau kemampuan menggunakan sumber-sumber yang ada



Ekspektasi: membaik Ekspektasi: membaik



Gejala dan Tanda Mayor Subjektif: KH: a. Perasaan diabaikan KH: a. Pemenuhan a. Observasi - Identifikasi a. Observasi - Identifikasi SDKI. SLKI, SIKI LUARAN UTAMA LUARAN TAMBAHAN INTERVENSI UTAMA INTERVENSI PENDUKUNG a. Klien mengeluh/khawatir tentang masalah kesehatan



respon



orang terdekat pada



57



Objektif:  Orang terdekat menarik diri dari klien  Terbatasnya komunikasi orang terdekat dengan klien Gejala dan Tanda Minor Subjektif: a. Orang



terdekat menyatakan kurang terpapar informasi



tentang upaya mengatasi 1. Kekhawatiran tentang anggota keluarga 2. Perilakau mengabaikan anggota keluarga 3. Kemampuan memenuhi kebutuhan anggota keluarga 4. Komitmen 5. Komunikasi



pada perawatan/pengobatan antara anggota keluarga



a. toleransi kebutuhan anggota keluarga b. Anggota keluarga saling mendukung c. Anggota keluarga menjalankan peran yang diharapkan d. Adaptasi terhadap masalah Ekspektasi: meningkat a. Mendiskusikan makna krisis b. Mempertahankan kebiasaan



rutin keluarga



c. Dukungan kemandirian antar kesesuaian antara harapan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan - Idenfikasi respons emosionalterhadap kondisi saat ini b. Terapeutik - Dengarkan masalah, perasaan, dan



pertanyaan keluarga



- Fasilitasi pengungkapan perasaan



antara pasien



dan



keluarga atau antar kekuatan dan sumberdaya di dalam keluarga dan masyarakat 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan anggota keluarga untuk belajar 2. Identifikasi keterbatasan, kemajuan, dan implikasi perawatan b. Terapeutik - Jadilah pendengar



yang



58



SDKI. SLKI, SIKI LUARAN UTAMA LUARAN TAMBAHAN INTERVENSI UTAMA INTERVENSI PENDUKUNG masalah klien Objektif: a. Bantuan yang dilakukan orang terdekat menunjukkan hasil yang tidak memuaskan b. Orang



terdekat berperilaku protektif yang tidak sesuai dengan



kemampuan/kemandirian klien anggota keluarga  Verrbalisasi harapan yang positif antar anggota keluarga  Menggunakan strategi koping yang efektif  Verbalisasi perasaan antar



anggota keluarga



 Mencari dukungan emosional



dari anggota keluarga lain



 Menganggap kesulitan



sebagai tantangan



Ekspektasi: menurun anggota keluarga 



Edukasi o Informasikan kemajuan



pasien secara berkala



o Informasikan fasilitas perawatan kesehatan 



yang tersedia



Kolaborasi o Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu baik  BHSP



untuk anggota keluarga dengan anggota keluarga



 Dukung kegiatan anggota keluarga dalam mempromosikan kesehatan atau pengelolaan kondisi  Libatkan anggota keluarga untuk mengodentifikasi layanan kesehatan



dan



59



SDKI. SLKI, SIKI LUARAN UTAMA LUARAN TAMBAHAN INTERVENSI UTAMA INTERVENSI PENDUKUNG



a. Verbalisasi kebingunan b. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi c. Perilaku gelisah d. Perilaku tegang e. Pola tidur sumber



daya masyarakat



 Edukasi o Berikan informasi kesehatan kepada keluarga, sesuai kebutuhan  Kolaborasi o Rujuk jika perlu



anggota keluarga



pada dukungan kelompok,



60



2.3.4 Implementasi keperawatan Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang seperti klien (individu atau keluarga), perawat dan anggota tim perawatan kesehatan yang lain, keluarga luas dan orang-orang lain dalam jaringan kerja sosial keluarga (Friedman, 2014). Hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan keperawatan keluarga dengan Hipertensi menurut Effendy dalam Harmoko (2012) adalah sumber daya dan dana keluarga, tingkat pendidikan keluarga, adat istiadat yang berlaku, respon dan penerimaan keluarga serta sarana dan prasarana yang ada dalam keluarga. Sumberdaya dan dana keluarga yang memadai diharapkan dapat menunjang proses penyembuhan dan penatalaksanaan penyakit Hipertensi menjadi lebih baik. Sedangkan tingkat pendidikan keluarga juga mempengaruhi keluarga dalam mengenal masalah Hipertensi dan dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat terhadap anggota keluarga yang terkena Hipertensi. Adat istiadat dan kebudayaan yang berlaku dalam keluarga akan mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga tentang pola pengobatan dan penatalaksanaan penderita Hipertensi, seperti pada suku pedalaman lebih cenderung menggunakan dukun daripada pelayanan kesehatan. Demikian juga respon dan penerimaan terhadap anggota keluarga yang sakit Hipertensi akan mempengaruhi keluarga dalam merawat anggota yang sakit Hipertensi. Sarana dan prasarana baik dalam keluarga atau masyarakat merupakan faktor yang penting dalam perawatan dan pengobatan Hipertensi. Sarana dalam keluarga dapat berupa kemampuan keluarga menyediakan makanan yang sesuai dan menjaga diit atau kemampuan keluarga, mengatur pola makan rendah garam, menciptakan suasana yang tenang dan tidak memancing kemarahan. Sarana dari lingkungan adalah, terjangkaunya sumber-sumber makanan sehat, tempat latihan, juga fasilitas kesehatan (Harmoko, 2012).



60



61



2.3.5 Evaluasai Keperawatan Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah evaluasi. Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya. Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan (Friedman, 2014). Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Evaluasi dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (Suprajitno, 2016) yaitu dengan SOAP, dengan pengertian "S" adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan, "O" adalah keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan penglihatan. "A" adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon keluarga secara subjektif dan objektif, "P" adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan tindakan. Dalam mengevaluasi harus melihat tujuan yang sudah dibuat sebelumnya. Bila tujuan tersebut belum tercapai, maka dibuat rencana tindak lanjut yang masih searah dengan tujuan.



61



62 BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) ( INSTITUTE OF HEALTH SCIENCES )



BANYUWANGI



Jl. Letkol Istiqlah No. 40 Telp (0333) 421610 – Fax. (0333) 414070 Banyuwangi



FORMAT PENGKAJIAN ( KEPERAWATAN KELUARGA ) E. PENGKAJIAN 1. Data Umum d. Nama Kepala Keluarga e. Alamat f. g. h. i.



Nama



JK



Telpon Pekerjaan Pendidikan Komposisi



Hub. Dng KK



: Tn.A : RT 03/RW 02, Lingkungan Papring, Kalipuro :: Wiraswasta : SMP :



Umur



Status Imunisasi



Pendi dikan



Tn. A



L



KK



47



SMP



Ny. S



P



ISTRI



42



SD



Ny. H



P



ANAK 1



25



SMA



Ny.N



P



ANAK 2



17



SMP



BCG



Polio 1



2



3



DPT 4



1



2



Ket Hepatitis



3



1



2



Campak 3



2. Genogram



62



63 KET : : Perempuan : Laki – laki ------------



: Serumah : Keturunan : Pasien : Meninggal



3. Tipe Keluarga Tipe keluarga yang ada di rumah Tn. A yaitu tipe Keluarga Inti (Nuclear Family) karena didalam satu rumah terdapat ayah, ibu dan anak. 4. Suku Bangsa Suku Bahasa yang digunakan Tn.A adalah Bahasa Madura dan Bahasa Jawa 5. Agama Agama yang dianut keluarga Tn. A yaitu agama Islam 6. Status Sosial Ekonomi Keluarga Tn. A adalah seorang wiraswasta sedangkan Ny.S adalah seorang ibu rumah tangga . Gaji Tn.A cukup untuk biaya kehidupan sehari-hari. 7. Aktivitas rekreasi keluarga Aktivitas rekreasi dalam rumah tangga selama ini



dilakukan dengan berkumpul



bersama keluarga sambil menonton tv. Dan sesekali keluar ke rumah tetangga atau saudara. RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA 1. Tahap perkembangan keluarga saat ini Tahap perkembangan keluarga saat ini yaitu tahap 6 keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching center families) 2. Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi Pada tahap 6 tugas perkembangan keluarga Tn.A masih menyekolahkan bungsunya.



63



64



3. Riwayat keluarga inti Riwayat keseh KK : Kelg berkata : “ Tn.A mengatakan mempunyai riwayat vertigo dan maag” Riwayat keseh Istri : Kelg berkata : ” Tn.A mengatakan Ny.S sedang sakit tenggorokan Riwayat keseh anak : Kelg berkata : “ Tn.A mengatakan anak yang pertama mempunyai riwayat TBC dan anak ke dua pernah mengalami riwayat Typoid. 4. Riwayat keluarga sebelumnya Riwayat keseh ortu suami ,Kelg berkata : “ Orang tua Tn.A mempunyai riwayat penyakit Hipertensi & Ibu Tn.A mempunyai penyakit Kanker Riwayat keseh ortu Istri,Kelg berkata : “ Orang tua Ny.S mempunyai riwayat penyakit sesak, sedangkan ibu Ny.S tidak mempunyai riwayat penyakit menular maupun penyakit menurun. PENGKAJIAN LINGKUNGAN 1. Karakteristik rumah Rumah Tn.A tergolong sebagai tipe rumah sederhana dengan luas bangunan 50m², memiliki dinding permanen dan lantai keramik, jendela kaca bisa dibuka, ruangan terdiri dari : 1 ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 ruang makan, 1 ruang TV, 1 ruang dapur dan 1 kamar mandi. Keadaan rumah tidak terlalu lembab dan tidak terlalu panas. Denah Rumah : Ket : A : Kamar B : Teras C : Ruang Makan D : Ruang TV E : Ruang Tamu F : Dapur Masalah keseh dg karakteristik rumah, Kelg berkata : -



64



65



2. Karakteristik tetangga dan komunitas RW Hubungan social atau lingkungan sekitar baik dan ramah, dengan anggota keluarga disekitarnya. 3. Mobilitas geografis keluarga Keluarga Tn.A dan Ny. S selama ini adalah penduduk asli lingkungan papring dan belum pernah berpindah rumah. Status rumah adalah milik sendiri dan sudah ditempati selama 23 tahun 4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat Tn.A mengatakan hubungan dengan tetangga baik, setiap malam senin Tn.A selalu mengikuti acara pengajian. 5. Sistem pendukung keluarga Dalam keluarga Tn.A apabila terdapat permasalahan selalu dimusyawarahkan dengan Ny.S. Dalam mendukung kesehatan, keluarga memiliki tabungan untuk membiayai keluarga nya yang sakit . Namun fasilitas kesehatan yang ada dirumah sangat kurang, misalnya tidak tersedia P3K pribadi, sedangkan dukungan psikologi dan spiritual keluarga terpenuhi dengan baik. STRUKTUR KELUARGA 1. Komunikasi keluarga Dalam keluarga Tn.A dan Ny.S mengatakan biasa berkomunikasi dengan bahasa Madura dan jarang menggunakan bahasa Indonesia, dapat berkomunikasi dengan baik dan tidak ada hambatan dalam berkomunikasi. 2. Struktur kekuatan keluarga Dalam mengontrol perilaku anak-anaknya saat ini adalah Tn.A dengan memberikan nasihat bila anak-anaknya berperilaku kurang baik. Yang berperan mengambil keputusan dalam setiap masalah adalah Tn.A dan Ny.S. 3. Struktur peran 1.



Tn. A : Peran Formal : Wiraswasta/ RT Peran Non Formal : KK dan Suami



2.



Ny.S : Peran Formal : 65



66 Peran Non Formal : Ibu Rumah Tangga dan Istri 3.



Nn.N : Peran Formal : Pelajar Peran Non Formal : Anak ke-2



4.



Norma keluarga Dalam keluarga Tn.A mempunyai suatu peraturan yang ditanamkan kepada anakanaknya yaitu tidak bertengkar dengan anggota keluarga dan dalam menyelesaikan masalah harus dengan musyawarah. Konflik peran jarang terjadi baik kedua orang tua maupun anak-anaknya.



FUNGSI KELUARGA 1. Fungsi afektif Keluarga cukup rukun dan perhatian dalam membina hubungan rumah tangga 2. Fungsi sosialisasi Keluarga selalu mengajarkan dan menanamkan perilaku social yang baik. Keluarga juga cukup aktif bermasyarakat dengan mengikuti kegiatan yang ada dalam masyarakat. 3.



Fungsi perawatan kesehatan Keluhan utama : Tn. A mengatakan vertigo nya sering kambuh apabila kecapean Kelg berkata : “ Keluarga mengatakan jika ada anggota keluarga yang sakit hanya diberikan perawatan dengan meminum obat dari warung namun jika sudah dirasa sakit parah maka harus ke dokter.



TUGAS PERAWATAN KELUARGA a. Mengenal masalah keluarga 1) Pengertian vertigo Kelg berkata : “ Tn.A mengatakan tidak tahu pasti apa itu vertigo, yang Tn. A ketahui bahwa vertigo itu pusing yang rasanya dunia ini berputar dan seperti lagi di kapal” 2) Penyebab penyakit vertigo Kelg berkata : “ Tn. A mengatakan ketika banyak pikiran dan kecapekan” 3) Tanda adanya gejala penyakit Radang Tenggorokan (Faringitis) Kelg berkata : “ Tn.A mengatakan pusing “ 4) Pre dispossi/cara penularan Kelg berkata : “ ”



66



67



b. Mengambil keputusan 1) Tindakan yang sudah dilakukan dlm mengatasi penyakit Vertigo Kelg berkata : “Tn. A mengatakan membawa ke praktek klinik apabila terlalu parah menurut nya maka langsung di bawa ke IGD“ 2) Tindakan yang akan dilakukan dlm mengatasi penyakit Vertigo Kelg berkata : “ Tn.A mengatakan meminum obat” 3) Dampak penyakit vertigo Kelg berkata : “ Tn.A mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa” 4) Komplikasi penyakit vertigo Kelg berkata : “ Tn. A mengatakan tidak tahu” c. Merawat anggota keluarga yang sakit 1) Cara perawatan penyakit vertigo Kelg berkata : “ Tn.A mengatakan jika lagi sakit Ny. S selalu memberikan perhatian yang lebih dan membawa Tn. S periksa ke klinik". 2) Demonstrasi perawatan vertigo Kelg berkata : “ Tn. A mengatakan ketika vertigo nya lagi kambuh hanya meminum obat yang dokter berikan. Dan apabila vertigo nya sudah membaik Tn. A selalu menghindar hal-hal yang membuat penyakit nya kambuh". 4.



Memelihara lingkungan 1) Cara pemeliharaan rumah sehat: ventilasi,pencahayaan,kebersihan Kelg berkata : “ Keluarga sering membersihkan rumah penataan ruangan juga tertata rapi namun jendela jarang dibuka” 2) Lingkungan pskologis/hubungan antar kelg . Kelg berkata : ” Hubungan antar keluarga inti, keluarga suami dan istri sangat baik.



5.



Menggunakan fasilitas/pelayanan kesehatan 1) Penggunaan pelayanan kesehatan Kelg berkata : “Keluarga menggunakan fasilitas kesehatan jika anggota keluarganya ada yang mengalami sakit“ 2) Manfaat, macam macam layanan Kelg berkata : “Keluarga menggunakan layanan kesehatan seperti puskesmas, Rumah sakit dan praktik klinik dirumah. 67



68 3) Trauma terhadap pelayanan kesehatan Kelg berkata : “ keluarga mengatakan tidak pernah trauma terhadap penggunaan pelayanan kesehatan 4. Fungsi reproduksi Tn.A dan Ny.S sudah memiliki 2 orang anak perempuan



dan anggota keluarga



memutuskan untuk tidak mempunyai anak lagi. 5. Fungsi ekonomi Tn. A bekerja sebagai Wiraswasta , sedangkan Ny.S sebagai Ibu Rumah Tangga dan sesering kali membantu suami untuk pergi kesawah untuk mengambil rumput. STRESS DAN KOPING KELUARGA a.



Stress jangka pendek dan panjang Tn. A mengatakan dalam keluarga tidak ada yang pernah mengalami stress 10 % luas lantai, dan jendela di buka stiap hari 4) Pencahayaan rumah terang/bisa baca dengan jelas 5) Penataan ruangan baik, rumah bersih 6) Kamar mandi bersih dan tidak licin serta dikuras minimal 1 mgg sekali 7) Ada SPAL, lancar dan ada septitank 8) Ada jamban, tempat sampah 9) Rumah dengan kandang > 100 meter l. Jelaskan ling psikologis rumah yaitu : hubungan yg harmonis antar anggota kelg , selalu ada komunikasi setiap hari, dengan membiasakan makan bersama 78



……… yaitu : 1) …………. 2) ………….



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1- 2 X kunjungan, keluarga mampu menggunakan pelayanan kesehatan untuk mengobati angg kelg dengan penyakit vertigo



Verbal & psikomotor



Keluarga mampu : a. Menyebutkan kembali fungsi dan macam 2 layanan dariPelyankes yaitu ………. …………… b. Membawa angg kelg yg sakit ke pelayanan kesehatan



m.



Bantu & demontrasikan menciptakan lingkungan rumah yg dapat menunjang kesehatan pd angg kelg dengan penyakit vertigo Yaitu : 5) …….…………................................. 2) …………………………………….. 3) …………………………………….. 4) .......................................................... n. Motivasi keluarga untuk menciptakan / memelihara lingkungan rumah yg dapat menunjang kesehatan pd angg kelg dengan peny ……………. o. Berikan pujian atas pelaksanaan yg dilakukan kelg p. Evaluasi keberhasilan kelg dalam menciptakan/memelihara lingkungan rumah yg dapat menunjang kesehatan pd angg kelg dengan peny …………… a. Jelaskan fungsi ……………………yaitu: ……………………………….. macam2 pelayanannya : 2) …………………………………….. 2) …………………………………...... 3) …………………………………….. 4) …………………………………….. b. Motivasi kelg untuk menggunakan yankes " untuk meningkatkan kesehatan keluarga dan mensejahterakan keluarga " c. Evaluasi penggunaan yankes oleh keluarga



79



CATATAN KEPERAWATAN Nama klien Nama KK Diagnosa Kep Kelg TANGGAL 14/07/21



JAM 10.2511.00



: : : NO TUK



TINDAKAN KEPERAWATAN 



Mengidentifikasi kesesuaian antara harapan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan







Mendiskusikan rencana medis dan perawatan







Memfasilitasi pengambilan keputusan dalam merencanakan perawatan jangka panjang







Memfasilitasi



memperoleh



pengetahuan,



keterampilan, dan peralatan yang diperlukan untuk mempertahankan keputusan perawatan pasien



80



TT



CATATAN PERKEMBANGAN Nama Pasien Nama kk Diagnosa Kep Kelg NO TUK



: : :



TANGGAL



TANGGAL



S:



S: 







TANGGAL S:



Tn. A mengatakan sekarang sudah banyak tahu tentang penyakit vertigo Tn. A mengatakan O : akan menerapkan Ilmu yang di dapat



O:



O: 



Tn. A dapat memahami tentang A : penyakitnya dan cara perawatan nya







Masalah teratasi







Intervensi hentikan



A:



A: P:



P:



P: di



81



BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil asuhan keperawatan keluarga yang telah dilakukan dapat disimpulkan : 1. Pengkajian pada keluarga Tn. A dengan masalah kesehatan Vertigo didapatkan keluarga tidak mengetahui tindakan yang akan dilakukan untuk proses penyembuhan secara sempurna, akan tetapi Tn. A selalu menggunakan pelayanan kesehatan ketika Vertigonya kambuh, Tn. A selalu bersama keluarga dirumahnya, TTV Tn. A didapatkan tekanan darah 130/100 MmHg, nadi 78 x/menit, RR 20 x/menit. 2. Diagnosa keperawatan keluarga yang ditemukan pada keluarga Tn. A yaitu Kesiapan peningkatan koping keluarga b/d ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi anggota keluarga dengan menetapkan tujuan untuk meningkatkan gaya hidup sehat. 3. Intervensi yang ditetapkan untuk mengatasi diagnosa keperawatan yang ditemukan yaitu Dukungan koping keluarga. 4. Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang ditetapkan. 5. Evaluasi yang didapatkan setelah dilakukan implementasi yaitu Tn. A dapat memahami tentang penyakitnya dan cara perawatan nya. 4.2 Saran 4.2.1 Bagi Keluarga Binaan Keluarga binaan ikut serta menerapkan cara merawat keluarga dengan Vertigo dan mendukung proses perawatan dan kesembuhan pasien sehingga dapat meningkatkan status kesehatan dalam keluarga. 42.2 Institusi menjadikan hasil pengkajian dan asuhan keperawatan keluarga ini sebagai bahan pertimbangan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada pada keluarga dan mengarsipkan di Perpustakaan sebagai tambahan literatur institusi dalam upaya pengembangan ilmu kesehatan.



82



DAFTAR PUSTAKA



Ali, H. Z., & SKM, M. (2010). Pengantar keperawatan keluarga. EGC. Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva Press. Friedman, M (2010). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik Edisi 5. Jakarta: EGC. Friedman. (2014). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mubarak. W. I. (2011). Promosi kesehatan. Jogyakarta : Graha ilmu. Mubarak, IW. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Salemba. Medika. Padila, P. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Prastanti, Dhian Wahyu. (2012). Konsep Keperawatan Keluarga. Universitas Purwokerto: Muhammadiyah. Setiadi.(2012). Konsep & penulisan dokumentasi asuhan keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Setyowati, Murwani. (2011). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jogjakarta: Mitra Cendik. Suprajitno. (2016). Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi Pada Praktik. Jakarta: EGC. Susanto. (2010). Cekal (Cegah Dan Tangkal) Penyakit Modern CV. Yogyakarta: Andi. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.



83



LEMBAR KONSULTASI Nama Mahasiswa NIM Pembimbing NO



: Dwi Sinta Nuriya : 201802061 : Ns. Ali Syahbana. S.Kep., M.Kes REVISI



82



TT