Makalah 3 Fiks [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH Judul : KONSEP GAS ELEKTRON BEBAS



Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah : Fisika Zat Padat Dosen: Hadma Yuliani M.Pd M.Si



Oleh : Dara Maulina 1641130364



INSTITUS AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALANGKA RAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN MIPA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA 2018



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Konsep Gas Elektron Bebas” Sholawat teriring salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang. Tujuan dibuatnya makalah ini diharapkan agar dijadikan sebagai wawasan kita terhadap mata kuliah “Fisika Zat Padat ” sesuai dengan judul yang kami angkat. Penyusun telah berusaha demi keberhasilan dan kesempurnaan makalah ini. Namun, kami merasa masih terlalu banyak kekurangan. Oleh karena itu,kami mohon kritikan dan saran yang membangun baik dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan mahasiswa. Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, semoga dengan apa yang ada dalam makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Aamiin...



Palangkaraya, 8 Desember 2018



Penulis



i



DAFTAR ISI



Kata Pengantar ..............................................................................................i Daftar Isi ........................................................................................................ ii BAB I



PENDAHULUAN A. Latar Belakang......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 2 C. Tujuan Penulisan ..................................................................... 2



BAB II



PEMBAHASAN A. Elektron Bebas Dalam Satu Dimensi 



Tingkat Energi ................................................................. 3







Distribusi Fermi-Dirac ..................................................... 8







Energi Fermi ................................................................... 11



B. Elektron Bebas Dalam Tiga Dimensi 



Energi Fermi ....................................................................... 13







Kecepatan Fermi dan Temperatur Fermi ........................... 17







Kapasitas Panas Elektron Bebas ......................................... 18



C. Konsep Teori Pita Energi 



Model elektron hampir bebas .............................................. 20







Teorema Bloch` .................................................................. 26







Nilai Energi ......................................................................... 27







Persamaan Sentral ........................................................... 34



D. Kristal Semikonduktor



BAB III







Semikonduktor Intrinsik ................................................. 37







Semikonduktor Ekstrinsik .............................................. 38



PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................. 45 B. Saran ...................................................................................... 46



DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 47



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Logam memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, misalnya besi dalamproduksi otomobil, tembaga untuk penghantar listrik dan lain-lain. Umumnya, logammemiliki sifat kekuatan fisik tinggi, kerapatan tinggi, konduktivitas listrik dan termal baik,dan daya refleksi tinggi. Sifat ini berkaitan dengan struktur mikroskopis bahan, yang dapatdiasumsikan bahwa suatu logam mengandung elektron bebas, dengan konsentrasi besar, yangdapat bergerak dalam keseluruhan volume kristal. Saat atom bebas membentuk logam, semua elektron valensi menjadi elektron konduksi dalam logam. Elektron konduksi bergerak bebas di antara ion, sehinggakeadaannnya berubah tajam. Berbeda dengan elektron “cores” yang tetap terlokalisasi sehingga karakternya relatif tidak berubah. Dengan demikian, gambaran sederhana tentang kristal logam adalah suatu kisi ion teratur dalam ruang, dan elektron bebas bergerak di antaraion tersebut. Gambaran lebih lengkapnya, bahwa ion bergetar secara termal di sekitar titik setimbang, dan demikian pula elektron bebas bergerak termal di antara ion kristal danmerubah arah geraknya setiap kali menumbuk ion (kemungkinan besar) atau elektron lain (kemungkinan kecil). Dalam logam Na, proporsi volume yang terisi oleh ion “cores” hanya sekitar 15%. Hal ini terjadi karena radius ion Na+ adalah 0,98 Å; sedangkan setengah jarak antartetanggaterdekat atom adalah 1,83 Å. Konsentrasi elektron konduksi dapat dihitung dari valensi dankerapatan logam. Jika ρm dan Z, masingmasing adalah kerapatan bahan dan valensi atom,maka konsentrasi elektronnya adalah dengan N adalah bilangan Avogadro dan M adalah berat atom. Logam memiliki konsentrasi elektron yang besar, yakni n = 1029/m3. Misalnya, logam Na, K, Cu, Ag dan Au adalah monovalen; dan logam Be, Mg, Zn dan Cd adalah divalen.



1



Bagian awal makalah ini membahas perkembangan model elektron bebas. Bahasan kapasitas panas dan suseptibilitas magnetik dari sumbangan elektron menunjukkan bahwa yang sesuai dengan eksperimen adalah hanya jika elektron mengikuti prinsip eksklusi Pauli. Kemudian, dikenalkan konsep tingkatan Fermi dan permukaan Fermi, yang dapat digunakan untuk memperjelas deskripsi konduktivitas listrik dalam logam. Bahasan kedua hal ini menghasilkan informasi yang mendasar tentang logam. Dalam model elektron



bebas



ini



elektron



mengalami



tumbukan



dengan



fonon



danketidakmurnian. Hal ini menghasilkan ungkapan hukum Matthiessen. Selain itu, elektrondapat melepaskan diri dari permukaan logam sehingga terjadi emisi thermionik.



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah elektron bebas satu dimensi ? 2. Bagaimanakah elektron bebas dalam tiga dimensi ? 3. Bagaimana konsep teori pita energi ?



C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mngetahui elektron bebas satu dimensi. 2. Untuk mengetahui elektron bebas dalam tiga dimensi. 3. Untuk mengetahui konsep teori pita energi.



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Elektron Bebas Dalam Satu Dimensi 



Tingkat Energi Teori klasik Drude-Lorentz. Pada tahun 1900 Drude berpostulat bahwa logam adalah terdiri atas pusat-pusat (cores) ion positif dengan elektron valensi yang bebas bergerak di antara pusat-pusat ion tersebut. Elektron-elektron valensi tersebut dibatasi untuk bergerak di dalam logam akibat adanya gaya tarik elektrostatis antara pusat-pusat ion positif dengan elektron-elektron valensi tersebut. Medan listrik di seluruh bagian dalam logam ini dianggap konstan, dan gaya tolak antara elektron- elektron tersebut diabaikan. Tingkah laku elektron-elektron yang bergerak di dalam logam dianggap sama dengan tingkah laku atom atau molekul di dalam gas mulia. Karena itu, elektron- elektron ini juga dianggap bebas dan sering disebut gas elektron bebas. Dan teori yang membahas gas elektron bebas ini sering disebut model gas elektron bebas. Namun demikian, sesungguhnya gas elektron bebas adalah dalam beberapa hal berbeda dengan gas biasa. Perbedaan pertama adalah bahwa gas elektron bebas adalah bermuatan negatif, sedangkan molekul-molekul dari gas biasa adalah netral. Kedua, konsentrasi elektron bebas dalam gas elektron bebas adalah jauh lebih besar dari pada konsentrasi molekul dalam gas biasa. Elektron valensi sering juga disebut sebagai elektron konduksi dan juga mematuhi prinsip Pauli. Elektron-elektron ini bertanggung jawab atas hantaran arus listrik di dalam logam. Karena elektron-elektron konduksi bergerak di dalam medan elektrostatis serbasama (uniform) yang ditimbulkan oleh pusat-pusat ion, maka energi potensial mereka tetap konstan dan sering dianggap sama dengan nol. Artinya keberadaan pusat-pusat ion diabaikan. Dengan demikian, energi elektron konduksi



3



sama dengan energi kinetiknya saja. Dan juga karena gerakan electron konduksi dibatasi hanya di dalam logam, maka energy potensial sebuah electron di dalam logam adalah lebih kecil daripada energi potensial sebuah electron yang berada tepat diluar permukaan logam. Perbedaan energi potensial ini berfungsi sebagai penghalang dan menyebabkan elektron-elektron di dalam logam tidak dapat keluar meninggalkan permukaan logam tersebut. Oleh karena itu, dalam model gas electron bebas, gerakan dari elektron-elektron bebas di dalam sebuah logam adalah sama dengan gerakan sebuah gas elektron bebas di dalam sebuah kotak energi potensial. Elektron konduksi di dalam logam yang belum diberi sumber tegangan (beda potensial). Dengan mengacu pada postulat Drude, yaitu gas elektron bebas bertingkah seperti gas mulia, pada tahun 1909 H. A. Lorentz berpostulat bahwa elektron-elektron yang menyusun gas elektron bebas dalam keadaan ekuilibirum mematuhi statistika Maxwell-Boltzmann. Kedua postulat ini sering dipadukan dan sering disebut Teori Drude-Lorentz. Dan karena teori ini didasarkan pada statistika klasik MaxwellBoltzmann, teori ini pun disebut Teori Klasik. Meskipun tori ini bersifat klasik, namun teori ini telah berhasil digunakan untuk menjelaskan beberapa sifat logam. Sebagai contoh, teori ini berhasil membuktikan keabsahan hukum Ohm. Di samping itu, karena elektron bebas dapat dengan mudah bergerak di dalam logam, beberapa logam menunjukkan adanya konduktivitas listrik dan konduktivitas panas yang tinggi. Namun demikian, ratio antara konduktivitas listrik () terhadap konduktivitas panas () adalah selalu konstan, yaitu: 𝝈 𝜿



= konstan



… (1)



Persamaan (1) ini sering disebut hukum Wiedemann-Franz. Disamping keberhasilan-keberhasilan diatas, teori ini menemui beberapa kegagalan. Diantaranya adalah bahwa teori ini gagal menjelaskan ketergantungan resistivitas terhadap temperatur. Menurut teori ini, resistivitas listrik merupakan fungsi akar kuadrat dari 4



temperatur √𝑻 dimana T=temperatur. Padahal sesungguhnya, resistivitas listrik merupakan fungsi linier dari temperatur. Kegagalan lainnya adalah tentang



kapasitas



panas



electron



konduksi



dan



suseptibilitas



paramagnetik elektron konduksi. Teori ini gagal menjelaskan kapasitas panas elektron konduksi dan suseptibilitas paramagnetik elektron konduksi. Kapasitas panas dan suseptibilitas paramagnetik yang dihitung oleh teori ini adalah lebih besar daripada nilai-nilai yang diamati secara eksperimen.



Teori Kuantum Sommerfeld. Sommerfeld memperlakukan elektron valensi (elektron konduksi) yang bebas bergerak itu secara kuantum mekanik, yaitu dengan cara menggunakan statistika kuantum Fermi-Dirac, dan bukannya statistika klasik Maxwell-Boltzmann. Karena itu, tingkat-tingkat elektron di dalam kotak energi potensial ditentukan dengan menggunakan statistika kuantum. Teori Kuantum Sommerfeld. Misalkan Sebuah elektron yang bermassa m bebas bergerak di dalam kristal satu dimensi yang panjangnya L. Elektron tersebut tidak dapat meninggalkan kristal akibat adanya potensial penghalang yang sangat tinggi pada permukaan kristal. Dengan demikian, masalahnya menjadi adalah sama dengan sebuah elektron yang bergerak di dalam kotak energi potensial satu dimensi yang biasa digambarkan oleh sebuah garis yang dibatasi oleh energi potensial penghalang yang tingginya takhingga, seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Energi potensial di dalam kotak kita misalkan sama dengan nol, sehingga kita memiliki V(x) sebagai berikut: V(x) = 0 untuk 0 < x < L



… (2)



V(x) = ∞ untuk 0 ≤ x dan x ≥ L



… (3)



5



V(x)



Gambar 1. Kotak energi potensial satu dimensi yang tingginya takhingga. Kita misalkan sebuah elektron yang bermassa m ditempatkan di dalam kotak tersebut. Fungsi gelombang dan tingkat energinya ditentukan dari persamaan Schrodinger.



V (0 ≤ x ≤ L)



Fungsi gelombang untuk electron yang berada dalam keadaan ke n ditentukan dari persamaan Schrodinger : E (x) = H (x) + V  (x) Karena di dalam kotak energi potensial V = 0, dan H=−



…(4)



ħ2 𝑑2 2𝑚 𝑑𝑥 2



Maka persamaanya mejadi : ħ2



− 2𝑚



𝒅𝟐 𝒅𝒙𝟐



(x) = E (x)



… (5)



Solusi persamaan (5) dapat juga menjadi : (x) = A sin kx + B cos kx



…(6)



Agar  (x = 0) =(L= x =0) = 0, maka  (0) = A sin k (0) + B cos k(0) = 0  (x) = A sin kx



… (7)



Persamaan (7) disubtitusikan ke persamaan (5) maka diperoleh : ħ2



𝒅𝟐



− 2𝑚



𝒅𝒙𝟐



ħ2



𝒅𝟐



− 2𝑚



𝒅𝒙𝟐



(x) = E (x) A sin kx = E A sin kx



ħ2



− 2𝑚 (-k2) A sin kx = E A sin kx Maka didapat persamaan : ħ2



E= 2𝑚 𝑘 2 dimana k =



2𝜋 𝜆



…(8)



Ingat bahwa  (x=0) =  (L = x = 0), maka



6



 (x = L) = A sin kL = 0 Berarti kL = n atau k =



𝑛𝜋 𝐿



… (9)



Pada persamaan (8) dan (9) apabila digabungkan maka akan menjadi : 2𝜋 𝜆



=



𝑛𝜋 𝐿



atau 𝐿 =



𝑛𝜆



…(10)



2



Dengan demikian persamaan (7) dapat ditulis sebagai berikut: 𝑛𝜋



 (x) = A sin ( ) 𝑥



…(11)



𝐿



Pada persamaan (10) ini merupakan fungsi gelombang elektron di dalam sebuah kotak energi potensial ang tingginya tak hingga. Energi kinetik elektron yang berada di tingkat ke-n dapat kita hitung dari persamaan (8) dan (9), sehingga persamaannya menjadi : ħ2



𝑛𝜋



En = 2𝑚 ( 𝐿 )2 =



𝑛2 ħ2 𝜋 2



…(12)



2𝑚𝐿2







Karena ħ = 2𝜋 maka persamaan (12) dapat ditulis sebagai berikut : ħ2



𝑛𝜋



En = 2𝑚 ( 𝐿 )2 =



𝑛2 ħ2 𝜋 2 2𝑚𝐿2



=



𝑛2 ℎ 2 8𝑚𝐿2



…(13)



Dari persamaan (13) kita lihat bahwa tingkat energi (En) elektron yang berada di dalam kotak energi potensial yang kedalamannya tak hingga adalah terkuantisasi dan bergantung pada n2 untuk L tertentu. Jika fungsi gelombang yang ditunjukkan oleh persamaan (11) dinormalisasi, maka kita dapat menentukan nilai A. Proses normalisasi tersebut dapat dihitung sebagai berikut: 𝐿



∫ ∗ (𝑥)(𝑥)𝑑𝑥 = 1 0



catatan: *(x) artinya sekawan dari fungsi gelombang n (x). Karena fungsi (x) merupakan fungsi riil, maka nilai *(x) = (x). Jadi, 𝐿



∫{𝐴 sin( 0



𝑛𝜋𝑥 𝑛𝜋𝑥 )} {𝐴 sin( )} 𝑑𝑥 = 1 𝐿 𝐿



𝐿 2



𝑛𝜋𝑥 ) 𝑑𝑥 = 1 𝐿



𝐴 ∫ 𝑠𝑖𝑛2 ( 0



7



𝑠𝑖𝑛2 (



Karena



𝑛𝜋𝑥 𝐿



)=



1 2



2𝑛𝜋𝑥



{1 − cos (



𝐿



)},



maka



persamaan



diatas



menjadi : 𝐿



𝐴2 ∫ 0



1 2𝑛𝜋𝑥 {1 − 𝑐𝑜𝑠 ( ) 𝑑𝑥 = 1 2 𝐿 𝐿



𝐿



1 2 2𝑛𝜋𝑥 𝐴 {∫ 𝑑𝑥 − ∫ 𝑐𝑜𝑠 ( ) 𝑑𝑥} = 1 2 𝐿 0



Karena



0



𝐿 2𝑛𝜋𝑥 ∫0 cos ( 𝐿 ) 𝑑𝑥



𝐿



𝐴2 ∫0 𝑑𝑥 = 2



atau



= 0, maka akan didapatkan 2



2



𝐴2 = 𝐿 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐴 = √𝐿



…(14)



Jadi fungsi gelombang yang dinyatakan oleh persamaan (11) dapat dituliskan sebagai berikut: 2



𝑛𝜋



(x) = √𝐿 sin ( 𝐿 ) 𝑥



…(15)



Persamaan (15) menyatakan fungsi gelombang yang sudah di normalkan. Artinya, total peluang untuk menemukan partikel di dalam kotak itu akan sama dengan 1 (atau 100%). 



Distribusi Fermi-Dirac Pada penjelasan di atas disebutkan bahwa penempatan elektron ke dalam tingkat-tingkat energi elektron harus memenuhi prinsip Pauli. Oleh karena itu, tidak mungkin ada dua buah elektron dengan keadaan kuantum yang sama berada pada satu tempat (tingkat energi) yang sama. Keadaan kuantum sebuah elektron biasanya dinyatakan oleh bilangan kuantum untuk elektron tersebut. Ada banyak bilangan kuantum yang sering digunakan untuk menandai sebuah elektron, diantaranya adalah bilangan kuantum utama yang sering diberi label dengan huruf n. Di samping itu, ada juga bilangan kuantum orbit yang biasa diberi label dengan huruf l. Untuk keperluan sekarang , kita akan menggunakan sebuah set bilangan kuantum yang terdiri atas empat buah bilangan kuantum, yaitu bilangan kuantum kx, ky, kz, dan ms yang masing-masing 8



menyatakan vektor gelombang dalam arah sumbu x, sumbu y, dan sumbu z, serta bilangan kuantum magnetik. Bilangan kuantum magnetik sering juga diartikan sebagai bilangan kuantum spin dari elektron



yang



bersangkutan. Tiga bilangan kuantum yang pertama masing-masing hanya memiliki satu nilai, sedangkan bilangan kuantum magnetik dapat memiliki dua nilai, yaitu ms = + ½ . Nilai ms = + ½ artinya elektron itu memiliki spin yang arah nya ke atas (spin up), sedangkan nilai ms = - ½ artinya elektron itu memiliki spin yang arahnya ke bawah (spin down). Sebenarnya arti spin up dan spin down ini akan lebih berlaku umum jika kita menggunakan kaidah tangan kanan, yaitu sebagai berikut: jika arah putaran gasing (gerak berputar relatif terhadap sumbu elektron itu sendiri) dari elektron itu berlawanan dengan arah putaran jarum jam, maka elektron itu dikatakan memiliki spin up, atau memiliki ms = + ½ . Sebaliknya, jika arah putaran gasing dari elektron itu searah dengan arah jarum jam, maka elektron itu dikatakan memiliki spin down, atau memiliki ms = - ½ . Dengan demikian spin up dan spin down tidak lagi selalu harus diartikan sebagai spin dengan arah ke atas dan ke bawah. Sebab arah ke atas dan ke bawah pada prakteknya menjadi sangat relatif. Bisa saja arah spin itu ke depan dan ke belakang, tetapi dari arah putaran gasing dari setiap elektron itu, kita dapat memilah mana elektron yang memiliki spin up (ms = + ½ ) dan mana elektron yang memiliki spin down (ms = - ½ ). Oleh karena itu, meskipun ketiga k hanya dapat memiliki masing-masing satu nilai, tetapi karena ms dapat memiliki dua nilai yaitu + ½ dan - ½ , maka setiap tingkat energi elektron dapat diisi (ditempati) oleh dua buah elektron yang memiliki arah spin yang berbeda, yaitu spin up dan spin down.. Hal ini tidak bertentangan dengan prinsip Pauli, sebab jika nilai ms untuk kedua elektron itu berbeda maka kedua elektron itu dikatakan memiliki keadaan kuantum yang berbeda pula. Dengan demikian, setiap tingkat energi itu degenerasi ganda. Jadi seperti dijelaskan di atas, jika kita memiliki elektron sebanyak N buah, maka pada keadaan dasar (00 K) kita perlu tempat (tingkat energi



9



elektron) hanya sebanyak N/2 tingkat. (Hal ini hanya berlaku untuk elektron- elektron yang tidak saling berinteraksi. Jika semua elektron itu saling berinteraksi, maka ceritanya menjadi lain dan tidak akan di bahas pada bagian ini). Pengaruh suhu terhadap distribusi elektron ini diatur oleh fungsi distribusi yang dikemukakan oleh Fermi dan Dirac, sehingga fungsi distribusi ini sering disebut Fungsi Distribusi Fermi-Dirac. Fungsi ini secara matematik (dan dibahas secara rinci dalam matakuliah Fisika Statistika) ditulis sebagai berikut: 𝑓(𝐸) =



1 𝐸−𝜇 )+1 exp( 𝑘𝐵 𝑇



…(16)



Dimana f(E) = peluang untuk menemukan elektron di tingkat energi E, kB = konstanta Boltzmann, T = suhu dalam satuan Kelvin,  = energi potensial kimia dan nilainya bergantung pada suhu (atau merupakan fungsi suhu), dan E = energi dari suatu tingkat energi. Pada T = 00 K,  = Ef. Persamaan (16) ini menyatakan nilai peluang f(E) sebuah tingkat energi elektron (E) untuk ditempati elektron pada suhu T. Sehingga nilai f(E) ini adalah 0< f(E) < 1. Pada keadaan dasar (T = 00K) semua tingkat energi yang terletak di bawah energi Fermi dan energi Fermi itu sendiri akan diisi penuh oleh elektron. Artinya, pada keadaan dasar peluang untuk menemukan elektron di tingkat-tingkat energi tersebut adalah 1 atau 100 %. Sebaliknya tidak satu pun tingkat energi yang terletak di atas energi Fermi akan diisi elektron, sehingga peluang untuk menemukan elektron di tingkat energi yang lebih besar dari energi Fermi adalah 0 atau 0%. Sehingga kalau kita buat grafik f sebagai fungsi E untuk keadaan dasar, maka



10



f Untuk suhu T = 00



E



E



f



Gambar 3. Grafik f sebagai Fungsi E pada suhu 00 K.



Grafik ini menunjukan bahwa pada saat E = Ef =  : -



f(E) = 1 untuk E < Ef. dan



-



f(E) = 0 untuk E > Ef. Apabila suhunya sedikit lebih besar dari 00 K sedemikian rupa



sehingga E - m > kBT, maka beberapa elektron yang terletak sedikit di bawah energi Fermi akan memperoleh cukup energi untuk locat ke tingkat energi yang lebih tinggi dari energi Fermi, sehingga peluang untuk menemukan elektron di tingkat energi yang lebih tinggi dari energi Fermi itu tidak lagi 0. Sehingga peluang di tingkat energi yang sedikit lebih kecil dari energi Fermi itu akan lebih kecil dari satu dan sedikit di atas energi Fermi akan lebih besar dari 0. Untuk semua suhu, nilai f(E) = ½ pada saat E = , karena pada saat ini penyebut dari persamaan (16) di atas akan sama dengan 2. 



Energi Fermi Dalam sebuah zat padat, sebuah tingkat elektron konduksi dapat memiliki 2 buah bilangan kuantum, yaitu n dan ms yang masing-masing menyatakan bilangan kuantum utama dan bilangan kuantum (magnetik) 11



spin. Untuk setiap nilai n, ms dapat memiliki dua nilai, yaitu ½ dan -½ . Ini berarti bahwa setiap tingkat energi yangditandai oleh nilai n, dapat memiliki dua keadaan. Dan hal ini berarti pula bahwa setiap tingkat energi itu dapat ditempati (diisi) oleh dua buah elektron konduksi; satu elektron memiliki spin up (+½ ) dan satu lagi memiliki spin down (- ½ ). Jadi setiap tingkat energi digandakan dua kali (doubly degenerate). Artinya, setiap tingkat energi memiliki dua tempat elektron konduksi. Hal ini sejalan dengan prinsip Pauli. Sebagai contoh, jika kita memiliki 9 buah elektron (4 spin up dan 5 spin down) dalam kedaan dasar (ground state), maka jumlah tingkat energi yang diperlukan oleh kesembilan elektron tersebut adalah 5 tingkat (n = 1, 2, 3, 4, dan 5), dan bukan 9 tingkat. Ini karena setiap tingkat dapat diisi (ditempati) oleh dua buah elektron yang memiliki spin yang berlawanan ( spin up dan spin down), lihat Gambar 3.



Gambar 3. Sembilan buah elektron (4 spin up dan 5 spin down) dalam keadaan dasar.



Misalkan kita mempunyai sebuah sistem yang teridiri atas N buah elektron pada keadaan dasar. Untuk mudahnya kita misalkan N ini merupakan bilangan genap. Untuk menempatkan ke N buah elektron 12



tersebut ke dalam tingkat-tingkat energi, maka kita hanya memerlukan N/2 buah tingkat energi. Jika kita misalkan tingkat teratas yang terisi penuh itu dengan huruf nf , maka nf = N/2. Energi Fermi (Ef) didefinisikan sebagai energi dari tingkat teratas yang terisi penuh elektron pada keadaan dasar. Jadi jika kita memiliki N = 10, maka energi fermi adalah energi untuk tingkat energi kelima pada keadaan dasar. Karena kita mengetahui bahwa nf = N/2, maka dapat menuliskan energi fermi ini secara matematik, yaitu sebagai berikut: 𝐸𝑓 =



ħ2



𝑛𝑓 𝜋 2 ) 2𝑚 𝐿



(



=



ħ2 2𝑚



𝑁𝜋



( 2𝐿 )



…(17)



Jadi nilai energi Fermi bergantung pada jumlah elektron per satuan panjang kotak.



B. Elektron Bebas Dalam Tiga Dimensi  Energi Fermi Untuk Tiga Dimensi. Persamaan Schrodinger untuk partikel bebas (energi potensial V = 0) dalam tiga dimensi biasa ditulis sebagai berikut: −



ħ2



(



𝜕2



2𝑚 𝜕𝑥 2



+



𝜕2 𝜕𝑦 2



+



𝜕2 𝜕𝑧 2



) 𝑘 (𝑟) = 𝐸𝑘 𝑘 (𝑟)



…(18)



Jika elektron-elektron itu diletakkan di dalam sebuah kubus dengan panjang sisi-sisinya sebesar L, maka fungsi gelombangnya adalah gelombang berdiri yang mirif dengan fungsi gelombang elektron dalam sebuah sumur potensial satu dimensi yang kedalamannya tak-hingga, yaitu sebagai berikut: n (r) = A sin (nxx/L) sin (nyy/L) sin (nzz/L)



…(19)



dimana nx, ny, dan nz adalah bilangan bulat positif Biasanya sangat menyenangkan jika kita menggunakan sebuah fungsi gelombang yang periodik, artinya:  (x, y, z) =  (x + L, y, z) =  (x, y + L, z) =  (x, y, z + L).



…(20)



Fungsi gelombang yang memenuhi persamaan Schordinger (18) dan yang periodik adalah berbentuk gelombang berjalan sebagai berikut:



13



k(r) = exp (i k . r).



…(21)



Perhatikan bahwa k . r adalah perkalian vektor yang menghasilkan skalar (dot product). Nilai komponen-komponen k pada persamaan (23) di atas adalah sebagai berikut: kx, ky, kz = 0,  2/L, 4/L, 6/L, 8/L,…,2n/L



…(22)



dimana n adalah bilangan bulat positif. Komponen-komponen dari k tersebut adalah merupakan bilangan kuantum dari partikel yang sedang kita bicarakan. Disamping itu, bilangan kuantum yang kita gunakan untuk menandai partikel tersebut yang dalam hal ini elektron adalah bilangan kuantum magnetik ms yang berkaitan dengan spin elektron itu sendiri. Sekarang marilah kita buktikan bahwa nilai-nilai kx, ky, dan kz ini memenuhi syarat yang ditunjukkan oleh persamaan (20) di atas. Caranya adalah sebagai berikut: k(x) = exp (i kx . x). Untuk posisi (x + L) kita peroleh k(x + L) = exp (i kx . (x + L))



…(23)



Selanjutnya substitusikan nilai kx dari persamaan (22) di atas ke dalam persamaan (23). Hasilnya adalah sebagai berikut: k(x + L) = exp (i2n (x + L)/L). = exp (i2nx /L) . exp (i2n Karena nilai exp (i2n   maka persamaan (24) menjadi







k(x + L) = exp (i2n x /L). 1 = exp (i kx . x) yang berarti bahwa k(x + L) = k(x)



…(25)



14



Persamaan (25) membuktikan bahwa nilai kx ini memenuhi syarat yang ditunjukkan oleh persamaan (20) di atas. Dapat kita buktikan bahwa nilai-nilai ky, dan kz juga memenuhi syarat yang ditunjukkan oleh persamaan (20) di atas. Selanjutnya marilah kita hitung energi elektron bebas untuk tiga dimensi. Caranya adalah sebagai berikut. Substitusikanlah persamaan (21) ke persamaan (18), sehingga kita dapatkan ħ2



𝜕2



𝜕2



𝜕2



− 2𝑚 (𝜕𝑥 2 + 𝜕𝑦2 + 𝜕𝑧2 ) exp (i 𝐤 . 𝐫). = 𝐸𝑘 exp (i 𝐤 . 𝐫) −



…(26)



ħ2 𝜕2 𝜕2 𝜕2 ( 2 + 2 + 2 ) exp(i𝒌𝒙 𝒙 + 𝒌𝒚 𝒚 + 𝒌𝒛 𝐳 ) . = 𝐸𝑘 exp(i 𝐤𝒌𝒙 𝒙 + 𝒌𝒚 𝒚 + 𝒌𝒛 𝐳) 2𝑚 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧



Sehingga nilai Ek sama dengan 𝐸𝑘 =



ħ2 2𝑚



(𝑘𝑥 2 + 𝑘𝑦 2 + 𝑘𝑧 2 ) =



ħ2 2𝑚



𝑘2



…(27)



Persamaan (27) ini menyatakan energi kinetik elektron bebas dalam ruang tiga dimensi. Ingat bahwa energi potensial elektron bebas adalah nol. Nilai k ini sering dikaitkan dengan panjang gelombang elektron melalui persamaan berikut.



𝑘=



2 𝜆



…(28)



Disamping itu, momentum sudut linear (p) juga sering dikaitkan dengan vektor gelombang k melalui persamaan : p=ħk



…(29)



Dalam keadaan dasar (T = 0 K) semua tingkat energi yang terletak di bawah energi Fermi dan energi Fermi itu sendiri akan ditempati elektron. Oleh karena itu, vektor gelombang terbesar adalah vektor gelombang untuk elektron yang berada pada tingkat energi Fermi. Dengan demikian, jika kita misalkan vektor gelombang Fermi dengan huruf k f , maka energi Fermi dapat ditulis sebagai berikut.



15



ħ2



𝐸𝑓 = 2𝑚 𝑘𝑟 2



…(30)



Dalam ruang k (ruang resiprok) kita dapat menggambar sebuah bola dengan jari-jari kf yang menampung semua elektron di dalamnya. Artinya tidak ada elektron lain yang terletak di luar bola, karena vektor gelombang terbesar pada keadaan dasar adalah kf. Volume bola ini adalah tentunya sama dengan 4kf3/3. Bola tersebut dapat lihat pada Gambar 4.



Gambar 4. Pada keadaan dasar semua elektron terletak d dalam bola yang berjari-jari kf, dimana kf adalah vektor gelombang bunyi



Dari persamaan (22) kita mengetahui bahwa nilai terkecil dari kx, ky, dan kz adalah 2/L (bukan nol, karena k = 0 berarti tidak ada elektron). Sehingga jika kita mengambil elemen volume (volume terkecil) yang berbentuk kubus dengan sisi-sisi kx, ky, dan kz dari bola tadi, maka volemenya adalah (2/L)3. Dan dalam elemen volume ini hanya ada satu nilai k, yaitu gabungan dari kx, ky, dan kz. dan setiap nilai k ini dimiliki oleh sebuah elektron (oleh dua buah elektron dengan spin yang berlawanan) Jadi, Jumlah total elektron (N) dalam bola tadi adalah sama dengan volume bola dibagi dengan volume dari elemen volume dikali 2 (karena elektron boleh memiliki spin up dan spin down), yaitu sebagai berikut. 4𝜋𝑘 3 /3



𝑓 𝑁 = 2 (2𝜋/𝐿) 3



…(31)



Karena L3 = volume kubus (V), maka jumlah electron (N),maka diperoleh persamaan :



16



𝑉



𝑁 = 2 3𝜋2 𝑘𝑓 3



…(32)



Dari persamaan (32) bahwa vektor gelombang Fermi adalah bergantung pada konsentrasi electron (n=N/V), sehingga kf



dapat



ditulis sebagai berikut: 3𝜋 2 𝑁



𝑘𝑓 = (



𝑉



1/3



= (3𝜋 2 𝑛)1/3



)



…(33)



Dengan demikian, enegri Fermi dalam sistem tiga dimensi adalah sebgaia berikut: ħ2



ħ2



3𝜋 2 𝑁



𝐸𝑓 = 2𝑚 𝑘𝑓 2 = 2𝑚 (



𝑉



2/3



)



ħ2



= 2𝑚 (3𝜋 2 𝑛)2/3



…(34)



Persamaan (34) mengaitkan energy Fermi Ef dengan konsentrasi electron n = N/V. 



Kecepatan Fermi dan Temperatur Fermi. Kecepatan Fermin (vf) adalah kecepatan elektron yang terletak



di tingkat energi Fermi. Dengan kata lain, kecepatan Fermi adalah kecepatan elektron yang memiliki vektor gelombang kf. Sehingga secara matematika, kecepatan Fermi ini dapat dihitung dari momentum Fermi yang sama dengan ħkf = m vf. Jadi 𝑣𝑓 =



ħ𝑘𝑓 𝑚



ħ



= (𝑚) (



3𝜋 2 𝑁 𝑉



1/3



)



…(35)



Besaran Fisika lainnya yang berkaitan dengan nama Fermi adalah temperatur Fermi (Tf) . Temperatur Fermi ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan temperatur elektron yang terletak pada tingkat energi Fermi. Tetapi ia didefinisikan sebagai ratio antara energi Fermi (Ef) dengan tetapan Boltzmann (kB). Hal ini hanya sebagai konsekuensi dari definisi energi yang biasa ditulis E = kBT. Jadi, Temperatur Fermi itu dapat ditulis sebagai berikut: Tf = Ef/kB



…(36)



17



Nilai-nilai energi Fermi, vektor gelombang Fermi, kecepatan Fermi, temperatur Fermi dan konsentrasi elektron untuk beberapa unsur logam yang bervalensi satu, pada suhu 5 K untuk unsur-unsur Na, K, Rb, Cs, pada suhu 78 K untuk unsur Li, dan pada suhu kamar unsur-unsur lainnya dapat dilihat dibawah ini :



Nama Energi Unsur Fermi (eV) Li 4,72



Vektor gelombang Fermi (cm-1) 1,11 x 108



Kecepatan Temperatur Fermi Fermi (K) (cm l'det) 8 1,29 x 10 5,48 x 104



Konsentrasi elektron (cm3) 4,70 x 1022



Na



3,23



0,92 x 108



1,07 x 108



3,75 x 104



2,65 x 102



K



2,12



0,75 x 108



0,86 x 108



2,46 x 104



1,40 x 1022



Rb



1,85



0,70 x 108



0,81 x 108



2,15 x 104



1,15 x 1022



Cs



1,58



0,64 x 108



0,75 x 108



1,83 x 104



0,91 x 1022



Cu



7,00



1,36 x 108



1,57 x 108



8,12 x 104



8,45 x 1022



Ag



5,48



1,20 x 108



1,39 x 108



6,36 x 104



5,85 x 1022



Au



5,51



1,20 x 108



1,39 x 108



6,39 x 104



5,90 x 1022







Kapasitas Panas Elektron Bebas Pada awal perkembangannya, teori elektron dalam logam menemui kesulitan dalam menjelaskan kapasitas panas dari elektron konduksi. Mekanika statistika klasik meramalkan bahwa sebuah elektron bebas harus memiliki kapasitas panas sebesar (3/2) kB, dimana kB adalah tetapan Boltzmann. Jadi jika kita memiliki N buah elektron bebas, maka menurut mekanika statistika klasik tersebut kapasitas panas elektron itu adalah sebesar (3/2) NkB. Tetapi kenyataannya menunjukan lain. Kapasitas panas elektron konduksi ternyata hanya sebesar 1 % dari (3/2)NkB itu dan bahkan kurang dari 1%. Kesulitan ini akhirnya terjawab setelah penemuan Prinsip Pauli dan fungsi distribusi Fermi-Dirac. Fermi mengatakan menulis kalimat sebagai berikut: “seseorang memahami bahwa panas jenis meng



18



hilang pada suhu nol derajat Kelvin, dan pada suhu yang rendah panas jenis (atau kapasitas panas) itu adalah sebanding dengan suhu mutlakn”. Hal ini bisa difahami dengan menggunakan fungsi distribusi Fermi-Dirac. Jika kita memanaskan sebuah logam sampel dari suhu nol derajat Kelvin, menurut distribusi Fermi-Dirac tidak semua elektron di dalam logam itu akan memperoleh energi sebesar (3/2) kBT. Tetapi hanya sebagian kecil saja dari elektron-elektron itu yang akan memperoleh energi sebesar (3/2)kBT. Elektron-elektron itu adalah elektron yang terletak dalam rentang kBT di sekitar tingkat energi Fermi. Elektron-elektron dalam rentang ini akan mengalami eksitasi ke tingkat yang lebih tinggi dari tingkat energi Fermi sehingga tingkat-tingkat energi yang sedikit di atas energi Fermi tidak lagi kosong. Demikian pula peluangnya untuk ditempati elektron tidak lagi nol, tetapi sedikit akan lebih besar dari nol. Keadaan ini menyelesaikan kesulitan tadi. Jadi jika kita memiliki N buah elektron bebas, maka jumlah elektron yang akan mengalami eksitasi adalah hanya sebanyak



N (kBT/Ef ) atau N (T/Tf), karena Ef = kBTf. Dan setiap



elektron dari N(T/Tf) akan memiliki energi sebesar kBT. Sehingga total energi kinetik termal (U) dari elektron konduksid itu adalah sebesar U = N (T/Tf) kBT = NkBT2/Tf



…(37)



Kapasitas panas pada volume tetap (Cv) adalah sama dengan turunan dari energi total terhadap suhu mutlak, maka dengan menggunakan persamaan (37) Anda dapat memperoleh persamaan untuk kapasitas panas elektron konduksi, yaitu sebagai berikut: Cv = dU/dT 𝑑



𝑁𝑘𝐵 𝑇 2



𝑑𝑇



𝑇𝑓



𝐶𝑣 = ( )



𝑇



= 2𝑁𝑘𝐵 ( ) 𝑇𝑓



…(38)



Persamaan menyatakan kapasitas panas elektron konduksi pada volume tetap dan untuk suhu rendah. Karena NkB = R, dimana R = tetapan



19



Gas umum, maka persamaan (40) dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu : Cv = 2 R (T/Tf).



…(49)



Hal ini jelas sekali berbeda dengan ramalan mekanika klasik. Menurut mekanika statistika klasik, nilai Cv ini adalah sama dengan 2R. perbedaannya adalah sebesar (T/Tf). nilai T/Tf ini adalah sangat kecil sekali. C. Konsep Teori Pita Energi 1. Asal mula energi celah Model elektron hampir bebas Teori elektron menjelaskan berbagai macam sifat-sifat termal (panas) suatu logam. Tetapi masih banyak sifat-sifat logam lainnya yang tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan teori elektron bebas. Sebagai contoh mengapa beberapa logam dengan jumlah elektron bebas yang banyak dapat bersifat sebagai konduktor, sedangkan logam- logam dengan jumlah elektron konduksi sedikit akan bersifat sebagai isolator. Sifat-sifat logam seperti ini tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan teori elektron bebas. Masih banyak hal lain yang berkaitan dengan sifat logam yang tidak dapat dijelaskan oleh teori tersebut, seperti misalnya perubahan resistivitas konduktor oleh adanya perubahan suhu, dan sifat-sifat semikonduktor. Kegagalan teori elektron bebas dalam menjelaskan hal-hal tersebut di atas disebabkan oleh penyederhanaan yang berlebihan tentang elektron konduksi. Menurut teori elektron bebas, elektron konduksi (elektron valensi) dianggap mengalami energi potensial yang tetap atau bahkan tidak memiliki energi potensial dari inti atom dan elektron-elektron lainya di dalam atom. (Untuk tujuan penyederhanaan, inti atom dan elektron-elektron lainya di dalam atom akan kita sebut sebagai pusat atom atau badan atom yang merupakan terjemahan dari bahasa inggris “core”). Oleh karena itu, menurut teori elektron bebas, elektron konduksi ini bebas bergerak di dalam kristal dan hanya dibatasi oleh permukaan kristal itu sendiri. Tetapi kenyaataannya, energi potensial akibat badan atom itu tidaklah tetap, tetapi energi potensial



20



itu merupakan fungsi posisi elektron. Artinya, nilai energi ini bergantung pada posisi elektron tersebut di dalam kristal diukur relatif terhadap inti atom. Di samping itu, energi potensial itu juga mungkin timbul akibat adanya elektron-elektron konduksi lainnya di dalam kristal itu. Jadi keadaan energi potensial yang sebenarnya di dalam kristal adalah sangat komplek. Oleh karena itu, kembali disini kita akan mencoba menggunakan pendekatan yang lebih baik dari pada pendekatan yang digunakan dalam teori elektron bebas. Pendekatan itu adalah bahwa badan atom atom itu dianggap diam dan energi potensial itu merupakan fungsi yang periodik dengan perioda sebesar konstanta kisi (a) Kristal,seperti ditunjukkan Gambar 5.Pendekatan ini atau asumsi ini didasarkan pada kenyataan bahwa atom-atom di dalam kristal disebarkan secara periodik pada setiap titik kisi. Di samping itu, asumsi ini menganggap bahwa energi potensial akibat elektron-elektron lainnya adalah konstan.



Gambar 5. Energi potensial (Ep) electron sebagai fungsi posisi (x) dalam sebuah Kristal satu dimensi yang periodic dengan periode sama dengan konstanta kisi a. kurva paling kanan menyatakan energy pontensial disekitar permukaan Kristal.



21



Energi potensial yang periodik itu merupakan landasan dari teori pita energi dalam zat padat. Tingkah laku sebuah elektron di dalam potensial seperti itu dijelaskan dengan cara mengkonstruksi fungsi gelombang elektron dengan menggunakan pendekatan satu elektron. Dalam pendekatan ini, fungsi gelombang total untuk sistem diperoleh dari gabungan fungsi gelombang setiap elektron. Dengan kata lain, medan listrik yang dialami sebuah elektron tertentu dianggap sebagai resultan dari medan listrik inti dan medan listrik rata-rata elektron lainnya. Gerak elektron di dalam energi potensial listrik periodik ini menghasilkan hal-hal berikut: 1.



Pita-pita energi yang dipisahkan oleh energi celah.



2.



Fungsi energi elektron Ek adalah periodik (lihat Gambar 5)



kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh model elektron bebas. Menurut teori elektron bebas, energi elektron adalah merupakan fungsi kuadratik dari vektor gelombang (k) dan tidak menunjukan adanya energi celah. Untuk keperluan ini kita akan menggunakan kristal satu dimensi dengan konstanta kisi sebesar a. Menurut toeri elektron bebas (V = 0), energi elektron bebas adalah



𝐸=



ħ2 𝑘 2 2𝑚



…(40)



Sehingga menurut teori ini, kurva E sebgai fungsi k adalah seperti pada Gambar 6. Dalam Gambar 6, nilai energy adlah kontinyus untuk semua nilai k. Artinya tidak ditemukan adanya celah energi dimana elektron dilarang berada. Inilah kegagalan teori elektron bebas dalam menjelaskan perbedaan antara isolator, semikonduktor, dan konduktor. Oleh karena itu, untuk dapat memahami perbedaan tersebut, menggunakan teori yang mirip dengan teori elektron bebas tetapi sedikit dimodifikasi, yaitu teori elektron hampir bebas atau sering disebut model elektron hampir bebas.



22



Gambar 6. Energi sebagai fungsi vektor gelombang k menurut model elektron bebas



Menurut model elektron hampir bebas (V (x)0) energi elektron tidak lagi kontinyus untuk semua nilai k, tetapi tepat pada nilai-nilai k tertentu, tingkat energi elektron mengalami diskontinyu, yaitu pada nilai-nilai k = + n/a, dimana n = 1, 2, 3, dan seterusnya. Dengan demikian, kurva energi (E) sebagai fungsi vektor gelombang (k) tidak lagi seperti kurva yang ditunjukkan dalam Gambar 6 di atas, tetapi seperti kurva yang ditunjukkan dalam Gambar 7.



Gambar 7. Kurva energi (E) sebagai fungsi vektor gelombang (k) dalam sebuah kristal monoatomik satu dimensi dengan konstanta kristal sebesar a. Celah energi Eg yang ditunjukkan terjadi pada k = + /a.



Syarat terjadinya difraksi Bragg adalah: (catatan: huruf yang dicetak tebal menyatakan besaran vektor) (k + G)2 = k2



…(41)



Dalam satu dimensi, persamaan (2) menjadi k2 + 2 k . G + G2 = k2



…(42)



Untuk kristal satu dimensi, k berimpit dengan G, sehingga 2 k . G = 2 k . G cos 0 = 2 k.G. Dengan demikian, persamaan (42) menjadi, k2 + 2 k . G + G2 = k2 (semua besaran disini sekarang adalah skalar).



23



k=½G



…(43)



dimana G = n (2/a) adalah vektor kisi resiprok dan n adalah bilangan bulat. Jadi, persamaan (43) dapat ditulis sebagai berikut: k =  ½ G =  n /a,



…(44)



Difraksi pertama terjadi dan celah energi pertama terjadi untuk nilai k = + /a. Ingat bahwa daerah antara - /a dengan + /a disebut daerah Brillouin pertama. Celah energi-celah energy yang lainnya terjadi untuk nilai-nilai k yang merupakan kelipatan dari + /a. Fungsi gelombang di k = + /a bukan merupakan gelombang berjalan e+ix/a dari electron bebas, tetapi fungsi gelombang di titik k = + /a adalah



merupakan gabungan antara gelombang yang berjalan ke kanan dan ke kiri. Dengan kata lain, fungsi gelombang di titik k = + /a merupakan fungsi gelombang hasil interferensi antara gelombang yang berjalan ke kanan dan ke kiri. Hal ini dapat terjadi jika syarat difraksi Bragg terpenuhi oleh fungsi gelombang k. Hasilnya, fungsi gelombang di titik k = + /a merupakan gelombang berdiri. Fungsi gelombang berdiri tersebut terdiri atas dua macam, yaitu fungsi gelombang yang saling menguatkan dan fungsi gelombang yang saling melemahkan. Secara matematik, kedua fungsi gelombang berdiri tersebut dapat dibentuk dari fungsi gelombang yang berjalan ke kanan dan ke kiri, yaitu sebagai berikut: (+) = exp (ix/a) + exp (- ix/a) = 2 cos (x/a)



…(45)



dan  (-) = exp (ix/a) - exp (- ix/a) = 2i sin (x/a)



…(46)



Kedua fungsi gelombang (+) dan y(-) menumpukkan elektron di dua tempat yang berbeda, dan karena itu, kedua kelompok elektron itu memiliki nilai energi potensial ang berbeda. Inilah asal mula adanya celah energi. Rapat peluang () atau dalam hal ini sama dengan rapat muatan (karena fungsi gelombang yang kita bicarakan adalah fungsi gelombang elektron) untuk kedua gelombang berdiri di atas adalah sebagai berikut: (+) = *(+)(+) = |(+) |2 = 4 cos2 x/a



…(47)



(-) = *(-)(-) = |  (-)|2 = 4 sin2 x/a



…(48)



24



Persamaan (47) akan menumpukkan elektron (muatan-muatan negatif) di atas ion-ion positif (di atas badan atom) yang dipusatkan di titik-titik x = 0, + a, + 2a, + 3a, dst.Jadi kelompok elektron ini berada di daerah yang berenergi potensial rendah. Sedangkan persamaan (48) akan menumpukkan elektron-elektron tersebut di tengah-tengah antara ion-ion positif tersebut, sehingga elektron-elektron ini memiliki energi potensial yang tinggi. (Catatan: dalam hal ini, apa yang kita maksud dengan ion-ion positif adalah inti atom dan elektron-elektron bagian dalam atau sering kita sebut dengan badan atom, kecuali elektron konduksi, sebab atom-atom itu akan diionisasi pada saat elektron valensi diambil untuk dijadikan elektron konduksi) Fungsi gelombang di titik A tepat di bawah celah energi pada Gambar 7 di atas adalah (+) sedangkan di titik B tepat di atas celah energi adalah  (-). Tepat pada batas dearah Brillouin pertama, yaitu di k = + /a kedua fungsi gelombang (+) dan (-) yang dinormalisasi masing-masing adalah √2 cos x/a dan √2 sin x/a. Jika kita misalkan energi potensial sebuah elektron di titik x dalam kristal itu adalah U(x) = U cos 2x/a, maka kita dapat menentukan nilai energi celah, E g (yaitu perbedaan energi potensial antara kedua kelompok elektron) sebagai berikut: 1



𝐸𝑔 = ∫0 𝑑𝑥 𝑈(𝑥){|(+)|2 − |(−)|2 } 1



𝐸𝑔 = ∫0 𝑑𝑥 𝑈 cos(



2𝜋𝑥 𝑎



1



𝐸𝑔 = 2 ∫0 𝑑𝑥 𝑈 cos(



) {|√2 cos



2𝜋𝑥 𝑎



) {|cos



…(49)



𝜋𝑥 2



| − |√2 sin 𝑎



𝜋𝑥 2



| − |sin 𝑎



𝜋𝑥 2 𝑎



| }



𝜋𝑥 2 𝑎



…(50)



| }



dan dari trigonometri Anda tahu bahwa cos 2a = cos2a - sin2a, sehingga |cos x/a|2 - |sin x/a|2 = cos2 (x/a) – sin 2 (x/a) = cos (2x/a). Jadi persamaan (50) dapat ditulis sebagai berikut: 1



𝐸𝑔 = 2𝑈 ∫0 𝑑𝑥 cos(



2𝜋𝑥



1



𝑎



) cos(



2𝜋𝑥



𝐸𝑔 = 2𝑈 ∫0 𝑑𝑥 𝑐𝑜𝑠 2 ( 1



1



𝑎



2𝜋𝑥 𝑎



) 1



2𝜋𝑥



) = 2𝑈 ∫0 𝑑𝑥 [1 − 𝑠𝑖𝑛2 ( 2𝜋𝑥



𝐸𝑔 = 2𝑈 {∫0 𝑑𝑥 − ∫0 𝑑𝑥 𝑠𝑖𝑛2 (



𝑎



)}



𝑎



)]



…(51) …(52)



25



Diketahui bahwa suku pertama dalam kurung { } dari persamaan (52) adalah benilai. 1. Selanjutnya marilah kita hitung suku kedua dalam tanda kurung { }dari persamaan (52). Dari matematika,bahwa 1



1



1



∫0 𝑑𝑦 𝑠𝑖𝑛2 𝑦 = 2 𝑦 − 4 sin 2𝑦



…(53)



Sekarang kita misalkan …(54)



y=x sehingga dy/dx = 1 atau



…(55)



dx = dy Dari persamaan (54) dapat dilihat bahwa jika, x = 0, y = 0 x = 1, y = 1



Substitusikan persamaan-persamaan (54) dan (55) ke dalam suku kedua dari persamaan (52). Hasilnya adalah 1



1



1 2𝜋𝑥 1 1 ∫ 𝑑𝑦 𝑠𝑖𝑛 ( ) = ∫ 𝑑𝑦 𝑠𝑖𝑛2 (2𝜋𝑦) = [ 𝑦 − sin 2(2𝜋𝑦)] 𝑎 2 4 0 2



0



0



= ½ -0 …(56)







Substitusikan persamaan (56) ke dalam persamaan (52), sehingga: 1



1



2𝜋𝑥



𝐸𝑔 = 2𝑈 {∫0 𝑑𝑥 − ∫0 𝑑𝑥 𝑠𝑖𝑛2 (



𝑎



)} = 2𝑈{1 − 1/2} = 𝑈 …(57)



Jadi, nilai energi celah ini sama dengan komponen dari deret Fourier energi potensial. Teorema Bloch Persamaan Schrodinger untuk elektron yang bergerak dalam energi potensial yang nilainya tetap (V0) dan satu dimensi dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut: 𝑑2 (𝑥) 𝑑𝑥 2



+



2𝑚 ħ2



(𝐸 − 𝑉𝑜 )(𝑥) = 0



…(58)



Dengan solusi untuk persamaan tersebut adalah berupa gelombang bidang (datar) yang berbentuk sebagai berikut:



26



(x) = eikx



…(59)



dimana (E – V 0) = ħ2k2/2m = energi kinetik. Untuk elektron yang bergerak dalam energi potensial periodik satu dimensi, persamaan Schrodingernya adalah sebagai berikut: 𝑑 2 (𝑥) 𝑑𝑥 2



+



2𝑚 ħ2



(𝐸 − 𝑉(𝑥))(𝑥) = 0



…(60)



Di sini V(x) tidak lagi konstan, tetapi merupakan fungsi dari posisi (x). Di samping itu, energi potensial V(x) ini adalah juga periodik dengan perioda sama dengan konstanta kisi (a). Artinya, V(x) = V(x + a)



… (61)



Solusi untuk persamaan (60) di atas diatur oleh sebuah teorema, yaitu teorema Bloch. Berdasarkan teorema ini, solusi untuk persamaan (60) di atas adalah sama dengan gelombang-gelombang datar (seperti pada persamaan (60) di atas) yang dimodulasi oleh sebuah fungsi uk(x) yang memiliki perioda yang sama dengan konstanta kisi (a). Jadi menurut teorema tersebut, solusi yang cocok untuk persamaan (61) adalah (x) = eikx uk(x)



…(62)



dimana uk(x) = uk(x + a). Persamaan (62) sering disebut sebagai fungsi Bloch.



2. Nilai Energi Model Kronig-Penney



Model ini menjelaskan tingkah laku elektron dalam sebuah energi potensial yang periodik, dengan menganggap energi potensial periodik itu merupakan deretan sumur energi potensial persegi seperti ditunjukkan dalam Gambar 8.



27



V(x)



b



Gambar 8. Energi potensial periodik satu dimensi yang digunakan oleh Kronig dan Penney.



Energi potensial dari sebuah elektron dalam sebuah susunan inti-inti atom yang positif dianggap berbentuk seperti sebuah susunan sumur potensial periodik dengan perioda a + b, seperti ditunjukkan dalam Gambar 8. Di dasar sumur, yaitu untuk 0 < x < a, elektron dianggap berada di sekitar sebuah inti atom (atau diantara dua inti atom), dan energi potensialnya dianggap nol, sehingga di daerah ini elektron bertingkah sebagai elektron bebas. Sebaliknya, di luar sumur, yaitu untuk –b < x < 0, energi potensial elektron dianggap sama dengan V0. Meskipun model Kronig-Penney ini menggunakan pendekatan yang sangat kasar dibandingkan dengan energi potensial yang ada dalam suatu kisi, tetapi model ini sangat berguna untuk menjelaskan berbagai sifat penting dari tingkah laku elektron secara kuantum mekanik dalam sebuah kisi periodik. Fungsi-fungsi



gelombang



elektron



diperoleh



dari



persamaan



Schrodinger untuk kedua daerah (yaitu daerah 0 < x < a, dan daerah –b < x < 0) sebagai berikut: a. Untuk 0 < x < a 𝑑 2 (𝑥) 𝑑𝑥 2



+



2𝑚 ħ2



𝐸(𝑥) = 0



(untuk electron bebas, Vo = 0)



…(63)



b. Untuk –b < x < 0 𝑑 2 (𝑥) 𝑑𝑥 2



+



2𝑚 ħ2



(𝐸 − 𝑉𝑜 )(𝑥) = 0



…(64)



Jika kita misalkan bahwa energi elektron lebih kecil dari pada V0, dan kita difinisikan dua besaran real  dan  sebagai berikut: 28



𝛼2 =



2𝑚 ħ2



𝐸 dan 𝛽 2 =



2𝑚 ħ2



…(65)



(𝑉𝑜 − 𝐸)



Maka dari persamaan (63) dan (64) dapat ditulis menjadi 𝑑2 (𝑥)



+ 𝛼 2 (𝑥) = 0



𝑑𝑥 2



…(66)



Dan 𝑑2 (𝑥)



− 𝛽 2 (𝑥) = 0



𝑑𝑥 2



…(67)



Karena energi potensial dari model Kronig-Penney itu adalah periodik, maka fungsi-fungsi gelombang tersebut haruslah berbentuk fungsi Bloch, yaitu: (x) = e+ ikx uk(x)



…(68)



Dimana uk(x) sekarang adalah sebuah fungsi periodik dalam x dengan perioda a + b, yaitu …(69)



uk(x) = uk(x + (a +b))



Pada persamaan (68) turunan kedua tehadap x dari persamaan itu, yaitu : 𝑑2 (𝑥) 𝑑𝑥 2



= −𝑘 2 𝑒 𝑖𝑘𝑥 𝑢𝑘 (𝑥) + 2𝑖𝑘𝑒 𝑖𝑘𝑥



𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑥



+ 𝑒 𝑖𝑘𝑥



𝑑2 𝑢𝑘 𝑑𝑥 2



…(70)



Substitusikan persamaan (68) dan (70) ini ke dalam persamaan (66) dan (67), sehingga, a. Untuk 0 1, Anda akan dapat menulis persamaan (81) menjadi (mV0/ħb) sin (a) + cos (a) = cos (ka) (mV0b/αħ sin (a) + cos (a) = cos (ka)



…(83)



Jika kita definisikan besaran P sebagai berikut: P = (mV0ba/ħ maka P/a = (mV0b/ħ







Nilai P ini adalah sama dengan luas energi potensial penghalang V 0b. Jadi jika kita meperbesar nilai P berarti mengikat sebuah elektron secara kuat pada sebuah sumur tertentu. Substitusikan persamaan (83) ini ke dalam persamaan (84) ,sehingga : (P/a) sin (a) + cos (a) = cos (ka)



…(85)



Persamaan (85) ini merupakan syarat agar solusi untuk persamaan gelombang itu ada. Seperti Anda ketahui bahwa nilai cos (ka) terletak



31



diantara –1 dan +1. Sehingga ruas kiri dari persamaan (85) itu harus memiliki nilai a sedemikian rupa sehingga nilai-nilai ruas kiri persamaan (85) terletak dalam rentang –1 dan +1. Nilai-nilai a yang menghasilkan nilai (P/a) sin (a) + cos (a) berada dalam rentang antara –1 dan +1. Jika P ---> , pita-pita energi yang diizinkan dipersempit sedemikian rupa sehingga menjadi berbentuk garis-garis dan membentuk sebuah spektrum garis. Dalam kasus seperti itu, persamaan (85) akan memiliki solusi hanya jika sin (a) = 0 (sebab jika sin (a) tidak sama dengan nol, persamaan (85) menjadi tak hingga, karena P ---> ). Jadi agar persamaan (85) memiliki solusi maka sin (a) = 0 a =  n



…(86)



dimana n = bilangan bulat. Karena itu, dengan menggunakan persamaan (65) dan (86) energi dapat ditulis sebagai berikut: E = 2ħ2/2m = ħ2n2/2ma2



…(87)



Persamaan (87) ini menyatakan tingkat energi sebuah partikel dalam sebuah energi potensial yang tetap. Sebaliknya, jika P ---> 0, persamaan (85) menjadi: cos (a) = cos (ka) atau α=k …(88) Sehingga dengan menggunakan persamaan (8) dan (31) di atas, energi partikel menjadi: E = h2k2/ 2m …(89) Persamaan (89) ini menyatakan energi dari elektron bebas. Hal ini memang sesuai dengan harapan kita bahwa jika P ---> 0, memang elektron menjadi bebas.



32



Jumlah Fungsi gelombang dalam sebuah pita Jumlah fungsi gelombang dalam sebuah pita energi berkaitan sekali dengan jumlah elektron dalam sebuah pita energi. Oleh karena itu, pada bagian ini Anda akan mempelajari bagaimana cara menentukan jumlah elektron dalam sebuah pita energi. Sesungguhnya telah ditunjukkan bahwa dalam sebuah kristal satu dimensi yang panjang terdapat rentang-rentang energi tertentu yang diizinkan. Sekarang kita coba pikirkan sebuah kristal satu dimensi yang panjangnya L dan coba kita tentukan jumlah fungsi gelombang yang mungkin untuk setiap pita energi. Dengan menggunakan syarat batas, kita akan memperoleh fungsi gelombang (x) = (x + L)



…(90)



Karena fungsi gelombang (x) ini merupakan fungsi Bloch, fungsi ini harus memenuhi persamaan berikut: eikx uk(x) = eik(x + L) uk(x + L)



…(91)



Dari persamaan (91) dan dengan menggunakan persamaan (62) di atas, maka eikx = eik(x+L)



…(92)



atau eikL = cos kL + i sin kL = 1



…(93)



Dengan demikian, nilai kL harus sama dengan: kL = n (2) atau k = n (2)/L



…(94)



dimana n = + 1, + 2, + 3, ...................., sehingga nilai k menjadi, k = + 2/L, + 4/L, 6/L



…(95)



Dari persamaan (94) kita dapat memperoleh dk = (2/L) dn atau dn = (L/2) dk



… (96)



Persamaan (96) ini menyatakan jumlah fungsi gelombang dalam rentang dk. 33



Persamaan Sentral (Konduktor, Semikonduktor, dan Isolator) Untuk membedakan isolator, semikonduktor, dan konduktor dengan menggunakan teori pita energi, terlebih dahulu kita pikirkan sebuah pita energi yang diisi elektron sampai pada nilai k1 < /a tertentu (dimana  /a menyatakan nilai maksimum vektor gelombang untuk daerah Brillouin pertama) seperti ditunjukkan pada Gambar 10.



E1



k /a



- k1



k1



/a



Gambar 10. Sebuah pita energi. Pita energi yang ditunjukkan ini adalah merupakan pita energi pertama (untuk daerah Brillouin pertaman). Kita misalkan elektron hanya menempati pita energi itu sampai E1, yaitu untuk vektor gelombang k1.



Hal yang menarik perhatian kita dari pita energi ini adalah jumlah elektron bebas yang akan bertanggung jawab atas konduktivitas dari pita energi tersebut. Sebelum kita menghitung jumlah elektron konduksi ini, marilah kita tentukan massa efektif sebuah elektron dalam sebuah pita energi. Kecepatan kelompok (group velocity) biasa didefinisikan sebagai berikut: vg = ddk,



…(97)



dimana  adalah frekuensi sudut, dan k adalah vektor gelombang.



34



Kita mengetahui bahwa frekuensi sudut yang dikaitkan dengan energi adalah sebagai berikut:  = E/ħ



…(98)



dimana E merupakan fungsi k, sehingga kecepatan kelompok menjadi : vg = ddk = (1/ħ) dE/dk



…(99)



Jika kita diferensialkan persamaan (42) terhadap waktu (t), kita akan memperoleh : 𝑑



1



𝑑2 𝐸



𝑣 = (ħ) 𝑑𝑘 𝑑𝑡 , 𝑑𝑡 𝑔



…(100)



atau 1 𝑑2 𝐸 𝑑𝑘



𝑑



𝑣 = (ħ) 𝑑𝑘 2 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑔



…(101)



Kita dapat mengaitkan dk/dt dengan gaya listrik yang bekerja pada sebuah elektron bebas sebagai berikut. Usaha yang dilakukan pada sebuah elektron oleh medan listrik dalam selang waktu t adalah: E = F. s



…(102)



dimana dE adalah usaha, F = vektor gaya listrik yang berkerja pada elektron, dan s adalah vektor perpindahan dalam selang waktu dt. Gaya listrik F biasa ditulis sebagai berikut: F = -e.



…(103)



dimana e adalah muatan listrik elektron, dan  adalah medan listrik, sehingga persamaan (102) menjadi : E = -e.   s



…(104)



Tetapi s adalah sama dengan hasil kali antara kecepatan kelompok vg dengan selang waktu t. Jadi usaha yang dilakukan pada elektron tersebut adalah: E = -e. . vg. t Kita tahu bahwa E = (dE/dk) k



…(105) …(106)



dan dari persamaan (42) kita tahu bahwa dE/dk = h vg, sehingga persamaan (50) menjadi: E = ħ . vg . k



…(107)



35



Karena persamaan (49) sama dengan persamaan (51), maka Anda dapat memahami bahwa: k = -(e./ħ) t



…(108)



dk/dt = - (e./ħ) = F/ħ



…(109)



atau



Substitusikan persamaan (53) ke dalam persamaan (44). Anda akan memperoleh hasil sebagai berikut: 1 𝑑2 𝐸 𝐹



𝑑



…(110)



𝑣 = (ħ) 𝑑𝑘 2 ħ 𝑑𝑡 𝑔 atau 𝐹 = ħ2



1 𝑑2 𝐸 𝑑𝑘2



𝑑



…(111)



𝑣 𝑑𝑡 𝑔 𝑑



Karena F=gaya, dan 𝑑𝑡vg sama dengan percepatan, maka sisanya dari persamaan (100) haruslah sama dengan massa, supaya memenuhi persamaan kedua Newton, yaitu F = m . a. Jadi, dari persamaan (100) kita dapat mendefinisikan massa lain yang biasa disebut sebagai massa efektif sebagai berikut:



𝑚∗ = ħ2



1



…(112)



𝑑2 𝐸 𝑑𝑘2



Ingat bahwa



1 𝑑2 𝐸 𝑑𝑘2



𝑑𝑘 2



tidak boleh diganti menjadi 𝑑2 𝐸.



36



D. Kristal Semikonduktor Semikonduktor Intrinsik Semikonduktor intrinsik merupakan semikonduktor yang terdiri atas satu unsur saja, misalnya Si saja atau Ge saja. Pada kristal semikonduktor Si, 1 atom Si yang memiliki 4 elektron valensi berikatan dengan 4 atom Si lainnya, perhatikan gambar 11.



Gambar 11 a.



Gambar 11 b.



Struktur Kristal 2 dimensi, Kristal Si



Ikatan kovalen pada semikonduktor intrinsic (Si)



Pada kristal semikonduktor instrinsik Si, sel primitifnya berbentuk kubus. Ikatan yang terjadi antar atom Si yang berdekatan adalah ikatan kovalen. Hal ini disebabkan karena adanya pemakaian 1 buah electron bersama (



) oleh dua atom Si yang berdekatan. Menurut tori pita energi,



pada T 0 K pita valensi semikonduktor terisi penuh elektron, sedangkan pita konduksi kosong. Kedua pita tersebut dipisahkan oleh celah energi kecil, yakni dalam rentang 0,18 - 3,7 eV. Pada suhu kamar Si dan Ge masingmasing memiliki celah energi 1,11 eV dan 0,66 eV. Bila mendapat cukup energi, misalnya berasal dari energi panas, elektron dapat melepaskan diri dari ikatan kovalen dan tereksitasi menyebrangi celah energi. Elektron valensi pada atom Ge lebih mudah tereksitasi menjadi elektron bebas daripada elektron valensi pada atom Si, karena celah energi Si lebih besar dari pada celah energi Ge. Elektron ini bebas bergerak diantara atom. Sedangkan tempat kekosongan elektron disebut hole. Dengan demikian dasar pita konduksi dihuni oleh elektron, dan puncak pita valensi dihuni hole. Sekarang, kedua pita terisi sebagian, dan daat menimbulkan arus netto bila dikenakan medan listrik.



37



Gambar 12. Elektron dapat menyebrangi celah energi menuju pita konduksi sehingga menimbulkan hole pada pita valensi



Semikonduktor Ekstrinsik Semikonduktor yang telah terkotori (tidak murni lagi) oleh atom dari jenis lainnya dinamakan semikonduktor ekstrinsik. Proses penambahan atom pengotor pada semikonduktor murni disebut pengotoran (doping). Dengan menambahkan atom pengotor (impurities), struktur pita dan resistivitasnya akan berubah. Ketidakmurnian dalam semikonduktor dapat menyumbangkan elektron maupun hole dalam pita energi. Dengan demikian, konsentrasi elektron dapat menjadi tidak sama dengan konsentrasi hole, namun masingmasing bergantung pada konsentrasi dan jenis bahan ketidakmurnian. Terdapat beberapa jenis semikonduktor ekstrinsik yaitu semikonduktor tipe-n, semikonduktor tipe-p, dan semikonduktor paduan. 1) Semikonduktor Ekstrinsik Tipe-n



Semikonduktor dengan konsentrasi elektron lebih besar dibandingkan konsentrasi hole disebut semikonduktor ekstrinsik tipe-n. Semikonduktor tipe-n menggunakan semikoduktor intrinsik dengan menambahkan atom donor yang berasal dari kelompok V pada susunan berkala, misalnya Ar (arsenic), Sb (Antimony), phosphorus (P). Atom campuran ini akan menempati lokasi atom intrinsik didalam kisi kristal semikonduktor. Gambar 13. Atom pengotor untuk menghasilkan



semikonduktor



ekstrinsik tipe-n



Konsentrasi elektron pada Si dan Ge dapat dinaikkan dengan proses doping unsur valensi 5. Sisa satu elektron akan menjadi elektron bebas, jika mendapatkan energi yang relatif kecil saja (disebut sebagai energi ionisasi). Elektron ini akan menambah konsentrasi elektron pada pita 38



konduksi. Elektron yang meninggalkan atom pengotor yang menjadi ion disebut



dengan



elektron



ekstrinsik.



Keberadan



impuriti



donor



digambarkan dengan keadaan diskrit pada energi gap pada posisi didekat pita konduksi.



Gambar 14. Kristal semikonduktor ekstrinsik tipe-n dua dimensi dan Pita energy semikonduktor ekstrinsik tipe-n



Penambahan atom donor telah menambah level energi pada pita konduksi yang berada diatas energi gap sehingga mempermudah elektron untuk menyebrang ke pita konduksi. Pada suhu kamar sebagian besar atom donor terionisasi dan elektronnya tereksitasi ke dalam pita konduksi. Sehingga jumlah elektron bebas (elektron intrinsik dan elektron ekstrinsik) pada semikonduktor tipe-n jauh lebih besar dari pada jumlah hole (hole intrinsik). Oleh sebab itu, elektron di dalam semikonduktor tipe-n disebut pembawa muatan mayoritas, dan hole disebut sebagai pembawa muatan minoritas. 2) Semikonduktor Ekstrinsik Tipe-p



Semikonduktor tipe-p, dimana konsentrasi lubang lebih tinggi dibandingkan elektron, dapat diperoleh dengan menambahkan atom akseptor. Pada Si dan Ge, atomnya aseptor adalah unsur bervalensi tiga (kelompok III pada susunan berkala) misalnya B (boron), Al (alumunium), atau Ga (galium).



39



Gambar 15 Atom pengotor untuk menghasilkan semikonduktor ekstrinsik tipe-p



Karena unsur tersebut hanya memiliki tiga elektron valensi, maka terdapat satu kekosongan untuk membentuk ikatan kovalen dengan atom induknya. Atom tersebut akan mengikat elektron dari pita velensi yang berpindah ke pita konduksi. Dengan penangkapan sebuah elektron tersebut, atom akseptor akan menjadi ion negatip. Atom akseptor akan menempati keadaan energi dalam energi gap di dekat pita valensi.



Gambar 16. (a) Kristal semikonduktor ekstrinsik tipe-p dalam dua dimensi (b) Pita energi semikonduktor ekstrinsik tipe-p Pada semikonduktor tipe-p, atom dari golongan III dalam sistem periodik unsur misalnya Ga, dibubuhkan kedalam kristal semikonduktor intrinsik. Oleh karena galium termasuk golangan III dalam sistem periodik unsur, atom Ga memiliki tiga buah elektron valensi. Akibatnya, dalam berikatan dengan atom silikon di dalam kristal, Ga memerlukan satu elektron lagi untuk berpasangan dengan atom Si. Oleh sebab itu atom Ga mudah menangkap elektron, sehingga disebut akseptor. Jika ini terjadi atom akseptor menjadi kelebihan elektron sehingga menjadi bermuatan negatif. Dalam hal ini dikatakan atom akseptor terionkan. Ion akseptor ini mempunyai muatan tak bebas, oleh karena tak bergerak dibawah medan listrik luar. Ion Si yang elektronnya ditangkap oleh atom akseptor terbentuk menjadi lubang, yang disebut lubang ekstrinsik.



40



Pada semikonduktor tipe-p, lubang merupakan pembawa muatan yang utama, sehingga disebut pembawa muatan mayoritas. Disini elektron bebas merupakan pembawa muatan minoritas.



Mengukur Celah Energi ( E g )dengan Metode Optik Sifat konduktivtas dan konsentrasi ditentukan oleh faktor



𝐸𝑔 𝐾𝐵 𝑇



perbandingan celah energi dengan temperatur. Ketika perbandingan ini besar, konsentrasi sifat instrinsik akan rendah dan konduktivitasnya juga akan rendah. Nilai terbaik dari celah energi diperoleh dari penyerapan optik. Celah energi (Eg ) merupakan selisih antara energi terendah pada pita konduksi (Ek ) dengan energi tertinggi pada pita valensi ( Ev ) . Atau secara matematis dapat ditulis: Eg =Ek – Ev



…(113)



Gambar 17. Pita Energi pada Semikonduktor



Untuk mengukur besarnya celah energi (Eg ) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penerapan langsung dan penyerapan tidak langsung. 1) Penyerapan langsung Pada penyerapan langsung ini, elektron mengabsorpsi foton dan langsung meloncat ke dalam pita konduksi. Besarnya celah energi (Eg



)



sama



dengan



besarnya



energi



foton



(gelombang



elektromagnetik). Secara matematis dapat dituliskan: E=Eg



…(114)



Dimana merupakan frekuensi anguler dari foton (gelombang ekektromagnetik). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari diagram berikut.



41



.



2) Penyerapan tidak langsung Pada penyerapan tidak langsung, elektron mengabsorpsi foton sekaligus fonon. Proses ini memenuhi hukum kekekalan energi. Sehingga



selain



energi



foton



(partikel



dalam



gelombang



elektromagnetik) terdapat juga fonon (partikel dalam gelombang elastik) yang dipancarkan maupun diserap. Dimana tanda menunjukan bahwa dalam proses penyerapan tidak langsung ini keberadaan fonon ada yang dipancarkan (+) atau diserap (-). Jika digambarkan, akan diperoleh gambar sebagai berikut:



Gambar 10 Penentuan celah energi dengan penyerapan tidak langsung



Perbedaan elektron dan Hole Keadaan orbital kosong dalam sebuah pita yang terisi dan keadaan elektron pada zat padat adalah penting. Orbital kosong dalam sebuah pita dikenal dengan nama hole. Hole dalam medan listrik dan medan magnet mempunyai harga positif +e. Alasannya ada dalam lima tahap berikut yang sekaligus menjadi pembeda antara elektron dan hole: 42



i.



kh



ke



Vektor gelombang total untuk elektron dalam pita yang terisi adalah nol : k 0 . Kesimpulan ini diambil dari simetri daerah Brillouin: setiap tipe kisi dasar adalah simetri pada r r untuk kebanyakan kisi. Hal itu berdasarkan daerah Brillouin. Jika pita terisi oleh semua pasangan orbital k dan –k, maka total vektor gelombang adalah nol. Jika elektron hilang dari sebuah orbital vektor gelombang ke, total vektor gelombang dari sistem adalah –ke dan ditandai dengan munculnya hole. Hasil yang mengherankan: elektron yang hilang dari posisi hole selalu menunjukkan keadaan di ke. Tapi vektor gelombang yang benar kh dari hole adalah –ke. Hole adalah salah satu gambaran sebuah pita yang kehilangan satu elektron, kita dapat mengatakan hole memiliki vektor gelombang – ke, atau pita yang kehilangan satu elektron vektor gelombang totalnya –ke. ii. h khe ke Energi dari hole berlawanan tanda dengan energi elektron yang hilang, karena itu diambil dari kerja untuk memindahkan sebuah elektron dari orbital rendah ke orbital tinggi. Jika pitanya simetri, maka e ke ke h ke h ke . Jika digambarkan akan terlihat sebuah skema pita energi yang menggambarkan hole. iii. vh ve Kecepatan hole sama dengan kecepatan elektron yang hilang. Dari gambar 11 kita lihat h kh e ke , jadi vh kh ve ke .



iv. mh



me Massa



efektif



berbanding



terbalik



dengan



kemiringan



kurva d 2/dk 2, dan untuk pita hole berlawanan tanda dengan elektron



43



pada pita valensi. Di bagian atas dekat pita valensi me adalah negatif, jadi mh adalah positif. v.



𝑑𝐾ℎ 𝑑𝑡 𝑑𝐾𝑒 𝑑𝑡



Fhe (E Fhe (E



1 𝑐 1 𝑐



V xB) V xB)



Hal ini terkait dengan gaya yang dialami oleh elektron dan hole yang berada dalam pengaruh medan listrik dan medan magnet.



44



BAB III PENUTUP



A. KESIMPULAN 1. Didalam elektron bebas satu dimensi ini ada dua teori didalamnya yaitu Teori klasik Drude-Lorentz dan Teori Kuantum Sommerfeld. Teori klasik Drude-Loren : Drude berpostulat bahwa logam adalah terdiri atas pusatpusat (cores) ion positif dengan elektron valensi yang bebas bergerak di antara pusat-pusat ion tersebut. Elektron-elektron valensi tersebut dibatasi untuk bergerak di dalam logam akibat adanya gaya tarik elektrostatis antara pusat-pusat ion positif dengan elektron-elektron valensi tersebut. Medan listrik di seluruh bagian dalam logam ini dianggap konstan, dan gaya tolak antara elektron- elektron tersebut diabaikan. Tingkah laku elektron-elektron yang bergerak di dalam logam dianggap sama dengan tingkah laku atom atau molekul di dalam gas mulia. Karena itu, elektronelektron ini juga dianggap bebas dan sering disebut gas elektron bebas. Dengan mengacu pada postulat Drude, yaitu gas elektron bebas bertingkah seperti gas mulia, pada tahun 1909 H. A. Lorentz berpostulat bahwa elektron-elektron yang menyusun gas elektron bebas dalam keadaan ekuilibirum mematuhi statistika Maxwell-Boltzmann. Kedua postulat ini sering dipadukan dan sering disebut Teori Drude-Lorentz. Dan karena teori ini didasarkan pada statistika klasik Maxwell-Boltzmann, teori ini pun disebut Teori Klasik. 2. Persamaan Schrodinger untuk partikel bebas (energi potensial V = 0) dalam tiga dimensi biasa ditulis sebagai berikut: −



ħ2 𝜕 2 𝜕2 𝜕2 ( 2 + 2 + 2 ) 𝑘 (𝑟) = 𝐸𝑘 𝑘 (𝑟) 2𝑚 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧



Jika elektron-elektron itu diletakkan di dalam sebuah kubus dengan panjang sisi-sisinya sebesar L, maka fungsi gelombangnya adalah gelombang berdiri yang mirif dengan fungsi gelombang elektron dalam



45



sebuah sumur potensial satu dimensi yang kedalamannya tak-hingga, yaitu sebagai berikut: n



(r) = A sin ( nxx/L) sin ( nyy/L) sin ( nzz/L)



dimana nx, ny, dan nz adalah bilangan bulat positif Biasanya sangat menyenangkan jika kita menggunakan sebuah fungsi gelombang yang periodik. Kecepatan Fermin (vf) adalah kecepatan elektron yang terletak di tingkat energi Fermi. Dengan kata lain, kecepatan Fermi adalah kecepatan elektron yang memiliki vektor gelombang kf. Temperatur Fermi ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan temperatur elektron yang terletak pada tingkat energi Fermi. Tetapi ia didefinisikan sebagai ratio antara energi Fermi (Ef) dengan tetapan Boltzmann (kB). Hal ini hanya sebagai konsekuensi dari definisi energi yang biasa ditulis E = kBT. Kapasitas panas elektron konduksi ternyata hanya sebesar 1 % dari (3/2)NkB itu dan bahkan kurang dari 1%. Kesulitan ini akhirnya terjawab setelah penemuan Prinsip Pauli dan fungsi distribusi Fermi-Dirac. 3. Untuk membahas secara fisik asal mula celah-celah energi itu menggunakan kristal satu dimensi dengan konstanta kisi sebesar a. Menurut toeri elektron bebas (V = 0), energi elektron bebas adalah 𝐸=



ħ2 𝑘 2 2𝑚



Tidak ditemukan adanya celah energi dimana elektron dilarang berada. Inilah kegagalan teori elektron bebas dalam menjelaskan perbedaan antara isolator, semikonduktor, dan konduktor. Oleh karena itu, agar kita dapat memahami perbedaan tersebut, kita menggunakan teori yang mirip dengan teori elektron bebas tetapi sedikit dimodifikasi, yaitu teori elektron hampir bebas atau sering disebut model elektron hampir bebas. B. SARAN Untuk meningkatkan kualitas makalah ini dimasa yang akan datang, maka kami menyadari alangkah lebih baik pembaca atau teman-teman sekalian



memberikan saran-saran dan kritik yang membangun kepada



penulis.



46



DAFTAR PUSTAKA



http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/195905271985031KARDIAWARMAN/Modul_UT/KB-2_modul_5_Fis_Zat_Padat.pdf http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/195905271985031KARDIAWARMAN/Modul_UT/KB-1_modul_5_Fis_Zat_Padat.pdf http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/195905271985031KARDIAWARMAN/Modul_UT/KB-1_modul_6_Fis_Zat_Padat.pdf http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/195905271985031KARDIAWARMAN/Modul_UT/KB-1_DAN_2_modul_4_Fis_Zat_Padat. pdf



47