Makalah Agama Islam Kel.5 Etos Kerja [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AGAMA ISLAM “ ETOS KERJA DALAM ISLAM ” Disusun dalam Rangka untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama Islam



Disusun Oleh : Kalimasturrohmah



1942620072



Moch. Yusuf Amrulloh



1942620147



Mohammad Garda Maulana 1942620126 Naufal Dwi Septian



1942620113



Rizal Ihza Mahendra



1942620115



Selin Anggi Cahyani



1942620001



D-IV MANAJEMEN PEMASARAN ADMINISTRASI NIAGA POLITEKNIK NEGERI MALANG 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan RidhoNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Etos Kerja Dalam Islam” ini dengan baik dan lancar tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam. Makalah ini dibuat dengan bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1.



Bapak Drs. Fadloli, M.Pd.I selaku dosen pengajar mata kuliah Agama Islam.



2.



Orang tua kami yang telah membantu kelancaran tugas ini baik moral maupun material dan spiritual.



3.



Serta teman-teman dekat yang memberikan semangat dan do’a.



Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan dapat menjadi bahan referensi untuk kegiatan selanjutnya.



Malang, 11 Maret 2021



Penulis



i|Page



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR......................................................................................................i DAFTAR ISI....................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1 1.1



Latar Belakang Masalah.................................................................................1



1.2



Batasan Masalah.............................................................................................2



1.3



Rumusan Masalah...........................................................................................2



1.4



Manfaat...........................................................................................................2



1.5



Kegunaan........................................................................................................3



BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................4 2.1



Etos Kerja Dalam Islam..................................................................................4 2.1.1 Definisi Etos Kerja Dalam Islam..........................................................4 2.1.2 Konsep Nilai-Nilai Etos Kerja..............................................................5 2.1.3 Prinsip-Prinsip Etos Kerja...................................................................10



2.2



Motivasi Kerja Dalam Islam.........................................................................13 2.2.1 Pengertian Motivasi............................................................................13 2.2.2 Teori Motivasi Dalam Islam...............................................................14 2.2.3 Etika Kerja Menurut Islam..................................................................14 2.2.4 Motivasi Kerja dan Aplikasinya..........................................................15



ii | P a g e



2.3



Aktualisasi Jihad Dalam Pembangunan.......................................................15 2.3.1 Pengertian Jihad..................................................................................15 2.3.2 Konteks Jihad Dalam Pembangunan...................................................16 2.3.3 Wujud Jihad Dalam Pembangunan.....................................................17



BAB III STUDY KASUS...............................................................................................18 BAB IV PENUTUP........................................................................................................21 4.1



Kesimpulan...................................................................................................21



DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................22



iii | P a g e



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Masalah Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja. Rasulullah SAW bersabda: ُ ْ‫ك كَأَنَّكَ تَـ ُمو‬ ‫ت غَـدًا )رواه الـبيهقى‬ َ ِ‫ـرت‬ َ ‫ا ْعـ َمـلْ لِـ ُد ْنـيَا‬ َ ‫ك كَأَنَّكَ تَ ِعـيْشُ اَبَـدًا َوا ْعـ َمـلْ اِل ِخ‬



Artinya : “Bekerjalah untuk duniamu seolah - olah kamu akan hidup selamalamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok pagi”. (HR. Al Baihaqi) Amalan di dunia ini bukan semata-mata untuk kepentingan manusia secara individual saja, tetapi untuk kemaslahatan seluruh manusia dan ketertiban kehidupan manusia. Tidaklah pantas bagi manusia hidup di dunia ini sekedar untuk mengambil dan tidak pernah memberi sesuatu hasil dari jerih payahnya. Kerja dan pekerjaan merupakan suatu aspek kehidupan manusia guna mewujudkan kemakmuran hidupnya. Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabatnya sebagai Abdullah (hamba Allah) yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri kenikmatan dari Allah Rabbul 'alamin. Di antara manusia ada yang enggan bekerja dan berusaha dengan alasan bertawakal dan pasrah kepada allah SWT. Mereka salah memahami ajaran Islam, pasrah kepada Allah tidak berarti meninggalkan amal dan usaha yang merupakan sarana untuk memperoleh rezeki. Dengan demikian sangat besar tuntutan untuk bekerja, tidak ada alasan lagi bahwa kaum muslimin berada dalam kemunduran, pengangguran,



1|Page



kemiskinan dan keterbelakangan. Terlihatnya realita kehidupan umat seperti kemunduran, pengangguran, kemiskinan dan keterbelakangan ternyata melahirkan sinyalemen bahwa keadaan umat yang demikian dikarenakan umat muslim tersebut menderita kelemahan etos kerja. Masalah etos kerja menjadi salah satu bahan pembicaran yang ramai di masyarakat. Pembicaraan itu tidak jarang dalam suasana khawatir bahwa jika sebagai bangsa atau umat muslim tidak dapat menumbuhkan etos kerja yang baik, maka kemungkinan besar umat Islam akan tetinggal oleh umat non-Muslim yang telah maju dan makmur. Dengan demikian perlu adanya kesadaran yang mendalam dalam pribadi muslim untuk menumbuhkan semangat bekerja. Dengan cara pandang seperti ini, sadarlah bahwa setiap muslim tidaklah akan bekerja hanya sekedar bekerja, asal mendapat gaji, dapat surat pengangkatan atau sekedar menjaga gengsi supaya tidak disebut sebagai pengangguran karena kesadaran bekerja secara produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggungjawab uluhiyah merupakan salah satu ciri khas karakkter pribadi muslim. Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan diatas penulis menyusun makalah dengan judul “Etos Kerja Dalam Islam”. Melalui makalah ini, penulis memaparkan mengenai Etos Kerja dalam perspektif Islam dengan tujuan bisa membantu pembaca untuk lebih memahami tentang etos kerja dalam perspektif islam sekaligus juga untuk memotivasi diri untuk bekerja keras. 1.2



Batasan Masalah Adapun batasan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut. Makalah ini membahas terkait etos kerja dalam Islam yang meliputi motivasi kerja dan aktualisasi jihad dalam pembangunan.



1.3



Rumusan Masalah Berikut ini adalah rumusan masalah dalam penyusunan makalah Etos Kerja Dalam Islam :



2|Page



1.4



1.



Apakah yang dimaksud dengan etos kerja dalam Islam ?



2.



Apakah yang dimaksud dengan motivasi kerja dalam Islam ?



3.



Bagaimanakah aktualisasi jihad dalam pembangunan ?



Manfaat Berikut ini adalah manfaat dalam penyusunan makalah Etos Kerja Dalam Islam : 1. Untuk mengetahui dan memahai mengenai pengertian etos kerja dalam Islam. 2. Untuk mengetahui dan memahami mengenai motivasi kerja dalam Islam. 3. Untuk mengetahui dan memahami mengenai aktualisasi jihad dalam pembangunan.



1.5



Kegunaan Berikut ini adalah kegunaan dalam penyusunan makalah Etos Kerja Dalam Islam : 1. Dapat memahami mengenai pengertian etos kerja dalam Islam. 2. Dapat memahami mengenai motivasi kerja dalam Islam. 3. Dapat memahami mengenai aktualisasi jihad dalam pembangunan.



3|Page



BAB II PEMBAHASAN



2.1



Etos Kerja Dalam Islam 2.1.1 Definisi Etos Kerja Dalam Islam Membicarakan etos kerja dalam Islam, berarti menggunakan dasar pemikiran bahwa Islam, sebagai suatu sistem keimanan, tentunya



4|Page



mempunyai pandangan tertentu yang positif terhadap masalah etos kerja. Adanya etos kerja yang kuat memerlukan kesadaran pada orang bersangkutan tentang kaitan suatu kerja dengan pandangan hidupnya yang lebih menyeluruh, yang pandangan hidup itu memberinya keinsafan akan makna dan tujuan hidupnya. Berikut ini adalah pengertian etos kerja. a.



Pengertian Etos Etos berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang artinya sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya (Tasmara, 2002:15). Menurut Nurcholis Majid (1995), etos artinya watak, karakter, sikap, kebiasaan dan kepercayaan yang bersifat khusus tentang seseorang induvidu atau sekelompok manusia. Etos menyangkut semangat hidup, termasuk semangat bekerja, menuntut ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar dapat membangun kehidupan yang lebih baik dimasa depan. Manusia tidak dapat memperbaiki hidupnya tanpa semangat kerja, pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang pekerjaan yang ditangani.



b. Pengertian Kerja Menurut Pandji Anoraga (1992), kerja adalah bagian yang paling esensial dari kehidupan manusia, ia akan memberikan status dari masyarakat yang ada di lingkungannya, sehingga dapat memberikan makna dari kehidupan manusia yang bersangkutan. Menurut Aziz (2003:27), kerja adalah kegiatan (aktivitas) yang didalamnya terdapat sesuatu yang dikejar, ada tujuan serta usaha yang sangat bersungguhsungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fikir, dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba



5|Page



Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dapat dikatakan bahwa dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.



Dari sejumlah definisi tersebut, dapatlah dipahami bahwa etos kerja dalam Islam terkait erat dengan nilai-nilai (values) yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah tentang “kerja” – yang dijadikan sumber inspirasi dan motivasi oleh setiap Muslim untuk melakukan aktivitas kerja di berbagai bidang kehidupan. Cara mereka memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-Qur’an dan al-Sunnah tentang dorongan untuk bekerja itulah yang membentuk etos kerja Islam. Selain itu, etos kerja dapat diartikan sebagai sikap, cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai sesuatu manifestasi dari amal shaleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.



2.1.2 Konsep Nilai-Nilai Etos Kerja Terdapat dua konsep nilai-nilai etos kerja yaitu sebagai berikut : a. Nilai Tauhid Memahami nilai tauhid akan menampakkan jiwa mandiri dari setiap pribadi muslim, betapa Allah telah meninggikan derajat kemanusiaannya, yang tidak akan pernah menghinakan dirinya dihadapan makhluk, kecuali kepada sang khalik. Semangat tauhid ini pula yang menjadi tempat berangkatnya kesadaran bekerja bagi setiap pribadi muslim. Dalam bekerjanya akan tampak kesungguhannya, karena dia sadar bahwa hasil kerja yang diperolehnya akan mencerminkan kualitas identitas dirinya sebagai muslim.



6|Page



Keyakinan yang telah tertanam dalam pribadi seseorang muslim bahwa keberuntungan dari rezeki setiap makhluk telah ada sesuai ketentuan masing-masing dan ada yang mengaturnya hal inilah akan menumbuhkan semangatnya untuk terus bekerja dan berkarya. Seorang muslim harus memiliki keyakinan bahwa banyak sekali rahmat Allah yang ada dimuka bumi sebagai sumber yang menjadi objek untuk dikelola dan menuai keberhasilan untuk menjadi kebutuhan hidup. Pribadi muslim yang berpijak pada pondasi tauhid tidak pernah akan merasa goyah untuk terus berusaha. Semangat yang tumbuh dari keyakinan akan menjadi etos kerja setiap muslim dimanapun ia bekerja. Al-Qur’an memberi petunjuk dari ajaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan, bukan sebuah pernyataan yang tidak memberikan dampak (Irham, 2012:16).



b. Jihad Mahkota umat Islam adalah jihad. Banyak yang menafsirkan dan mengartikan jihad hanya dengan pengertian perang. Tetapi makna jihad sebenarnya adalah jihad atau mujahadah yang mempunyai makna sikap yang bersungguh-sungguh untuk mengerahkan seluruh potensi diri untuk mencapai suatu tujuan atau cita-cita. Jadi, disini kerja sama dengan jihad untuk bertahan didunia. Jihad berasal dari kata “Jahd” yang berarti usaha (dala Bahasa Arab dikenal kata “ikhtiar” yang berari mencari alternatif yang terbaik), jihad berarti kekuatan atau potensi yang secara luas memberikan makna sebagai suatu sikap yang bersungguh-sungguh dalam berikhtiar dengan mengerahkan seluruh potensi diri untuk mencapai suatu tujuan atau cita-cita (Tasmara, 2002:36).



7|Page



Menurut Irhamah (2018), terdapat beberapa konsep etos kerja islam yang dapat kita jadikan pedoman menjalani suatu pekerjaan dalam Al Quran dan hadis : a. Kerja keras Rosululloh mengajarkan kepada umatnya untuk tidak tergesa-gesa dalam mencapai apa yang diinginkan. Nilai sebuah pekerjaan bukan dilihat



dari



hasilnya



semata,



namun



kemudian



tidak



ada



berkelanjutannya, akan tetapi yang bisa berjalan secara kontinu meski hasilnya tidak terlalu besar. Disinilah perlunya sebuah perencanaan yang matang, di samping bekerja keras. َٰ ‫ىَ َع ا س َ ا م َِّل إ ِ ان َ ْس ِن ْ ِِْـْل ل َ ْس َي ل ْنَأ َ و‬ “Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”(An Najm:39). Ayat ini menjelaskan bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan sesuatu dalam hidup ini adalah dengan kerja keras. Semakin sungguhsungguh manusia berusaha dalam usahanya maka semakin mudah jalannya untuk meraih keberhasilan. Diperjelas dalam ayat lain : ۚۚ ٍ ‫ت ماا اك ِ يب م‬ ْ ‫ضْ َع ب ٰ َىَ َل ع ْ ُمكَضْ َع ب ِ ِه ب ُ الاَّل َ ضال َ ا ف َ ا م ْ ناو َ َمتَ ت َلََّو َ ْنبَ َس‬ ْ ‫َس لن ِ َل و ۚ وا ُبَ َس‬ ِ‫يش‬ َ ْ‫ِص ن ِ ال َ ج ِ لر ِل اً يم َِل ع ٍ ء‬ َ ‫ت ماا اك ِ يب م‬ َ ِ ‫ِص ن ِ اء‬ ‫ض ف ِْن م َ وا الاَّل ُأَل ْ اس َ و‬ َ ‫ك ب َ ان َ ك َ ن ا الاَّل ِ إ ۚ ِ ِه ْل‬ ِ ُ‫ۚۚ ل‬ “Karena bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang mereka usahakan.”(An Nissa’:32). Ayat tersebut menjelaskan bahwa duna ini tidak mengenal perbedaan antara pria dan wanita, warna kulit, antara orang beriman dan tidak beriman. Setiap orang akan memperoleh sesuai dengan ikhtiar



8|Page



yang dilakukan. Siapa yang bekerja keras akan memperoleh banyak rezeki dari pada yang malas. Maka dari itu hendaknya kita senantiasa bekerja agar mencapai hidup yang sejahtera. Sekecil apapun hasil dari usaha kitaitu lebih mulia dari pada menjadi peminta-minta.



b. Menghargai Waktu Salah satu esensi dan hakikat etos kerja adalah cara seseorang menghayati, memahami dan merasakan betapa berharganya waktu. Setiap manusia memiliki waktu yag sama dalam menjalankan aktifitas kehidupannya yaitu selama 24 jam sehari. Namun bagaimana memanfaatkan waktu tersebutlah yang berbeda beda. ada orang yang memanfatkannya secara produktif tapi ada juga yang sebaliknya. Dijelaskan pada firman Allah : ْ ‫بَصْ انَ ف َ ْتغ ََر ا ف َ ِذإَ ف‬ “Maka apaila engku telah selesai dari suatu pekerjaan, maka kerjakanlah urusan yang lain dengan sungguh-sungguh.”(al Insyirah:7). Dari ayat tersebut dijelaskan hendaknya kita memanfatkan waktu sebaik mungkin. apabila kita telah berhasil menyelesaikan satu pekerjaan janganlah kita terus berleha-leha. Selag masih hidup bermanfaat bagi orang lain lebih mulia dari pada bermalas-malasan.



c. Motivasi Motivasi yaitu adanya dorongan dari dalam diri untuk mandiri dan mengembangkan usaha yang dijalani, menjadikan diri sebagai



9|Page



sosok yang menginginkan perubahan serta memiliki kepribadian yang kuat, sehingga tidak goyah dengan pengaruh negatif. Allah SWT berfirman : ِ ْ ‫الاَّل ِرْ َم أ ْ ِن م ُهَ ون ُظَ ْف َح ي ِ ِه ْف َل خ ْنِ َم و ِ ْهيَ َد ي ِ ْن َي ب ْ ِن ات م َ بِقَ ُع م ُهَل ا ۚ نِإ َ ا َ ال َّل َ َّل‬ َ ‫ق ا ب َ م ُِر ي اَ ۚ َ ِذإَو ُ اد ا ََرأ ٍ ال َّل اً ْم َوقِب وء ُس‬ ِ ‫ُغي ِم ِه ُس ْفنَأ ِ ا ب َ وا م ُِر يَ ُغ ي ٰ َ تاى َ ح ٍ ْم َو‬ ‫َ َل ا َف ُ َد َرم ۚ هَل اَ ۚ ْ َمو ْ ُمهَل ِ نِم ْ ِه ون ُد ٍ نِم ال‬ “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubah keadaan mereka sendri.” (ar-Rad: 11). Ayat tersebut mengajak kita untuk mengubah nasib kita dengan usaha kita sendiri. apabila tidak ada usaha pada kita untuk mengubah nasib yang saat ini ada, maka Allah tidak akan membantu kita.



d. Orientasi kedepan Rosulullah saw bersabda dengan sabdanya yang indah : ً ‫ ً اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا‬، ‫واعمل آلخرتك كأنك تمو غدا‬ “Bekerjalah untuk duniamu seakan akan engkau akan hidup selamalamanya dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan akan engkau mati besok.” Seorang pribadi muslim tidak akan berspekulasi dengan masa depannya dan akan menetapkan sesuatu yang jelas pada seluruh tindakannya diarahkan pada tujuan yang telah ditentukan.



e. Ukhuwah (Persaudaraan) Dimata Allah manusia itu sama, yang membedakannya adalah tingkat keimanan kita kepada Allah. Namun manusia seringkali 10 | P a g e



membeda-bedakan



manusia



satu



dengan



yang



lain



sehingga



menyebabkan perpecahan. Islam mengajarkan umatnya untuk mencintai satu sama lain. Dari Anas r.a. bahwa Nabi SAW bersabda : , ُ‫ِى الناب ِنَ ع ٍ َسنَ أ ْنَع ِ ِه ْسفَ ِن ل ُّبِ ُح ا ي َ م ِ يه ِ َخ با‬ َ َ ‫نِ ْم ُؤ َّل ي‬ ِ ‫ ق‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ال‬ ‫أل ِ ُح تاى ي َ ح ْ ُم ُك َد َح أ‬ “Tidak sempurna iman seseorang bila ia tidak mencintai saudaranya (seiman) sebagaiaman ia mencintai dirinya sendiri”.



f. Pandai bersyukur Manusia hidup didunia dengan berbagai cobaan untuk menguji keimanan kita kepada Allah. Cobaan tersebut bermacam-macam diantaranya cobaan sakit, sehat, kaya, miskin dll. Cobaan yang positif dapat membawa kita lupa pada Allah. Cobaan yang negatif kadang kali membuat kita mengeluh kepada Allah. Padahal Allah mengetahui apa yang terbaik untuk umatnya. Allah berfirman : ُ ‫ان َ بِ َذ‬ ِ‫بف‬ َ ِ ‫ب ر ِء َ آ َّل ِ يَأ‬ َ ‫ك‬ ِ ‫ك ا ت َ ُم‬ “Maka nikmat Allah mana lagi yang engkau dustakan?” (Qs Ar Rahman: 13) Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah memberikan nikmat yang begitu luar biasa yang sering kita lupakan. Misalnya, rasa aman menjalani kehidupan adalah kenikmatan yang diberikan Allah. Kita dapat bersekolah dengan tenang, beribadah dengan tenang, dll. Saudara kita yang di Palestina banyak yang merasa terancam ketika melakukan kehidupan sehari-hari karena adanya bom yang diluncurkan oleh Israel.



11 | P a g e



2.1.3 Prinsip-Prinsip Etos Kerja Menurut Irham (2012:16), sebagai agama yang menekankan arti penting amal dan kerja, Islam mengajarkan bahwa kerja itu harus dilaksanakan berdasarkan beberapa prinsip berikut: 1.



Bahwa



perkerjaan



itu



dilakukan



berdasarkan



pengetahuan



sebagaimana dapat dipahami dari firman Allah dalam al-Qur’an, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan mengenainya.”(QS, 17: 36). 2.



Pekerjaan harus dilaksanakan berdasarkan keahlian sebagaimana dapat dipahami dari hadis Nabi Saw, “Apabila suatu urusan diserahkan



kepada



bukan



ahlinya,



maka



tunggulah



saat



kehancurannya.” (Hadis Shahih riwayat al-Bukhari). 3.



Berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik sebagaimana dapat dipahami dari firman Allah, “Dialah Tuhan yang telah menciptakan mati dan hidup untuk menguji siapa di antara kalian yang dapat melakukan amal (pekerjaan) yang terbaik; kamu akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepadamu tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Mulk: 67: 2). Dalam Islam, amal atau kerja itu juga harus dilakukan dalam bentuk saleh sehingga dikatakan amal saleh, yang secara harfiah berarti sesuai, yaitu sesuai dengan standar mutu.



4.



Pekerjaan itu diawasi oleh Allah, Rasul dan masyarakat, oleh karena itu harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sebagaimana dapat dipahami dari firman Allah, “Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul dan orang-orang beriman akan melihat pekerjaanmu.”(QS. 9: 105).



5.



Pekerjaan dilakukan dengan semangat dan etos kerja yang tinggi. Pekerja keras dengan etos yang tinggi itu digambarkan oleh sebuah hadis sebagai orang yang tetap menaburkan benih sekalipun hari telah akan kiamat.



12 | P a g e



6.



Orang berhak mendapatkan imbalan atas apa yang telah ia kerjakan. Ini adalah konsep pokok dalam agama. Konsep imbalan bukan hanya berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan dunia, tetapi juga berlaku untuk pekerjaanpekerjaan ibadah yang bersifat ukhrawi. Di dalam al-Qur‟an ditegaskan bahwa: “Allah membalas orang-orang yang melakukan sesuatu yang buruk dengan imbalan setimpal dan memberi imbalan kepada orangorang yang berbuat baik dengan kebaikan.”(QS. 53: 31). Dalam hadis Nabi dikatakan, “Sesuatu yang paling berhak untuk kamu ambil imbalan atasnya adalah Kitab Allah.” (H.R. al-Bukhari). Jadi, menerima imbalan atas jasa yang diberikan dalam kaitan dengan Kitab Allah; berupa mengajarkannya, menyebarkannya, dan melakukan pengkajian terhadapnya, tidaklah bertentangan dengan semangat keikhlasan dalam agama.



7.



Berusaha menangkap makna sedalam-dalamnya sabda Nabi yang amat terkenal bahwa nilai setiap bentuk kerja itu tergantung kepada niat-niat yang dipunyai pelakunya: jika tujuannya tinggi (seperti tujuan mencapai ridha Allah) maka ia pun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya rendah (seperti, hanya bertujuan memperoleh simpati sesama manusia belaka), maka setingkat itu pulalah nilai kerjanya tersebut. Sabda Nabi Saw itu menegaskan bahwa nilai kerja manusia tergantung kepada komitmen yang mendasari kerja itu. Tinggi rendah nilai kerja itu diperoleh seseorang sesuai dengan tinggi rendah nilai komitmen yang dimilikinya. Dan komitmen atau niat adalah suatu bentuk pilihan dan keputusan pribadi yang dikaitkan dengan sistem nilai yang dianutnya. Oleh karena itu komitmen atau niat juga berfungsi sebagai sumber dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu, atau, jika ia mengerjakannya dengan tingkat-tingkat kesungguhan tertentu.



8.



Ajaran Islam menunjukkan bahwa “kerja” atau “amal” adalah bentuk keberadaan manusia. Artinya, manusia ada karena kerja, dan kerja itulah yang membuat atau mengisi keberadaan kemanusiaan. Jika



13 | P a g e



filsuf Perancis, Rene Descartes, terkenal dengan ucapannya, “Aku berpikir maka aku ada” (Cogito ergo sum) – karena berpikir baginya bentuk wujud manusia– maka sesungguhnya, dalam ajaran Islam, ungkapan itu seharusnya berbunyi “Aku berbuat, maka aku ada.” Itulah yang dimaksudkan dengan ungkapan bahwa, kerja adalah bentuk eksistensi manusia. Yaitu bahwa harga manusia, yakni apa yang dimilikinya – tidak lain ialah amal perbuatan atau kerjanya itu. Manusia ada karena amalnya, dengan amalnya yang baik itu manusia mampu mencapai harkat yang setinggi-tingginya, yaitu bertemu Tuhan dengan penuh keridlaan.



“Barang siapa benar-benar



mengharap bertemu Tuhannya, maka hendaknya ia berbuat baik, dan hendaknya dalam beribadat kepada Tuhannya itu ia tidak melakukan syirik,” (yakni, mengalihkan tujuan pekerjaan selain kepada Allah, Sang Maha Benar, al-Haqq, yang menjadi sumber nilai terdalam pekerjaan manusia). Dalam ajaran Islam, beramal dengan semangat penuh pengabdian yang tulus untuk mencapai keridlaan Allah dan meningkatan taraf kesejahteraan hidup umat adalah fungsi manusia itu sendiri sebagai khalifatullah fi alArdl. Dalam beramal, zakat misalnya, bisa dimanfaatkan hasilnya untuk keperluan yang bersifat konsumtif, seperti menyantuni anak yatim, janda, orang yang sudah lanjut usia, cacat fisik atau mental dan sebagainya, secara teratur per bulan, atau sampai akhir hayatnya, atau sampai mereka mampu mandiri dalam mencukupi kebutuhan pokok hidupnya. 9.



Menangkap pesan dasar dari sebuah hadis shahih yang menuturkan sabda Rasulullah Saw yang berbunyi “Orang mukmin yang kuat lebih disukai Allah”, redaksinya kira-kira begini: “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah„azza wa jalla dari pada orang mukmin yang lemah, meskipun pada kedua-duanya ada kebaikan. Perhatikanlah hal-hal yang bermanfaat bagimu, serta mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah menjadi lemah. Jika sesuatu (musibah) menimpamu, maka janganlah berkata: “Andaikan aku lakukan sesuatu, maka hasilnya akan begini dan begitu”. Sebaliknya



14 | P a g e



berkatalah: “Ketentuan (qadar) Allah, dan apa pun yang dikehendakiNya tentu dilaksanakan-Nya”. Sebab sesungguhnya perkataan “andaikan” itu membuka perbuatan setan”. Dengan demikian, untuk membuat kuatnya seorang mukmin seperti dimaksudkan oleh Nabi Saw, manusia beriman harus bekerja dan aktif, sesuai petunjuk lain: “Katakan (hai Muhammad): “Setiap orang bekerja sesuai dengan kecenderungannya (bakatnya)…”. Juga firman-Nya, “Dan jika engkau bebas (berwaktu luang), maka bekerja keraslah, dan kepada TuhanMu berusahalah mendekat”. Karena perintah agama untuk aktif bekerja itu, maka Robert N. Bellah mengatakan, dengan menggunakan suatu istilah dalam sosiologi modern, bahwa etos yang dominan dalam Islam ialah menggarap kehidupan dunia ini secara giat, dengan mengarahkannya kepada yang lebih baik (ishlah). Maka adalah baik sekali direnungkan firman Allah dalam surah al-Jumu’ah: “Maka bila sembahyang itu telah usai, menyebarlah kamu di bumi, dan carilah kemurahan (karunia) Allah, serta banyaklah ingat kepada Allah, agar kamu berjaya”.



2.2



Motivasi Kerja Dalam Islam 2.2.1 Pengertian Motivasi Saat ini banyak definisi motivasi yang kita temukan, para praktisi dan akademisi atau sarjana punya definisi motivasi tersendiri. Motivasi berasal dari kata latin yaitu movere yang berarti “bergerak”. Robbins (2008) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif (Luthans, 2006). Menurut Handoko (2001) motivasi diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan



15 | P a g e



kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya. Motivasi merupakan hasrat dalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan untuk mencapai tujuan (Mathis, 2001).



2.2.2 Teori Motivasi Dalam Islam Motivasi adalah kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang menggerakkan individu untuk berbuat. Jadi suatu kekuatan atau keinginan yang dari dalam hati nurani manusia untuk melakukan suatu perbuatan tertentu (Anwar, 2010). Untuk mengetahui motivasi kerja dalam islam, kita perlu memahami terlebih dahulu fungsi dan kedudukan bekerja. Mencari nafkah dalam islam adalah sebuah kewajiban. Islam adalah agama fitrah, yang sesuai dengan kebutuhan manusia, diantaranya kebutuhan fisik. Dan salah satu cara memenuhi kebutuhan fisik itu ialah dengan bekerja (Rahmat, 2010). Motivasi kerja dalam islam itu adalah untuk mencari nafkah yang merupakan bagian dari ibadah. Rahmat (2010) juga mengatakan bahwa motivasi kerja dalam islam bukanlah untuk mengejar hidup hedonis, bukan juga untuk status, apa lagi untuk mengejar kekayaan dengan segala cara. Dengan demikian, motivasi kerja dalam islam, bukan hanya memenuhi nafkah semata tetapi sebagai kewajiban beribadah kepada Allah setelah ibadah fardlu lainnya. Bekerja untuk mencari nafkah adalah hal yang istimewa dalam pandangan islam.



2.2.3 Etika Kerja Menurut Islam Menurut Salmiyah (2008), dalam melakukan setiap pekerjaan, aspek etika merupakan hal mendasar yang harus selalu diperhatikan. Seperti bekerja dengan baik, didasari iman dan taqwa , sikap baik budi, jujur dan



16 | P a g e



amanah, kuat, kesesuaian upah, tidak menipu, tidak merampas, tidak mengabaikan sesuatu, tidak semena-mena (proporsional), ahli dan professional, serta tidak melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan hukum Allah atau syariat islam.



2.2.4 Motivasi Kerja dan Aplikasinya Seseorang bisa menjadi profesionalis dalam bekerja jika kerja itu punya semangat, punya daya dorong tinggi, bukan sekedar ada stimulus dari luar, lalu semangat kerja. Semangat dorong itulah yang disebut “motivasi”. Motivasi adalah kekuatan atau dorongan yang mengarahkan tingkah laku seseorang. Motivasi kerja bisa tumbuh dari dalam diri manusia jika tauhid dijadikan pandangan hidup. Kerja di dalam ajaran islam bukan sekedar kerja untuk kerja. Akan tetapi adalah untuk memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Kerja yang demikian itu adalah ibadah. Adapun kerja yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya adalah:



2.3



a.



Kerja yang dapat membersihkan hati dan pikiran



b.



Dapat meluruskan budi pekerti



c.



Dapat memperluas lapangan kebajikan



d.



Dapat dijadikan tempat mempererat hubungan persaudaraan



e.



Dapat menjaga kehidupan social



f.



Pekerjaan tidak merusak alam



g.



Pekerjaan yang bisa memberi manfaat kepada orang lain



h.



Hasil pekerjaan tidak berupa sesuatu yang haram



i.



Didasari niat yang baik



Aktualisasi Jihad Dalam Pembangunan 2.3.1 Pengertian Jihad Jihad berasal dari Bahasa Arab “jahada” yang berarti berperang. Menurut syariat Islam adalah berjuang/usaha/ikhtiyar dengan sungguh17 | P a g e



sungguh. Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan Din (atau bisa diartikan sebagai agama) Allah atau menjaga Din tetap tegak, dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran. Dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul kata jihad artinya usaha keras untuk mengatasi kepentingan pribadi guna kepentingan kebenaran. Usaha ini dilakukan dengan lisan, dengan harta, dengan membelanjakan waktu, umur dan sebagainya dengan memikul macam-macam kesukaran dan juga menghadapi pasukan menumpah darah (Dawan Rahardjo, 1950:59-60 dalam Nurmasitta, 2017). Suatu riwayat mengatakan; pada waktu usai kemenangan perang badar yang begitu berat, tiba-tiba Rasululloh mengatakan di depan kafilah perang: “Kita baru saja keluar dari jihad kecil untuk memasuki jihad besar, yaitu melawan hawa nafsu”. Melihat konteks perkataan Rasululloh ini, istilah jihad dihubungkan dengan situasi dan kondisi tertentu, sehingga bisa dikatakan istilah jihad bersifat kondisional. Jika situasinya tidak aman, maka jihadnya adalah jihad fisik (perang). Dan jika situasinya aman, maka jihadnya adalah jihad membangun.



2.3.2 Konteks Jihad Dalam Pembangunan Jihad dalam konteks pembangunan adalah adanya kesungguhan dalam membangun, memiliki planning yang matang dalam setiap aktivitas, menghilangkan segala bentuk hambatan yang merintangi, maju terus untuk mencapai tujuan yang diinginkan, etos kerja ditegakkan dan menjunjung nilai-nilai kebenaran, keadilan, kemaslahatan, serta menghindari adanya kerusakan dan kemadharatan umat. Aktualisasi jihad mencakup banyak hal, seperti masalah pendidikan, kemiskinan, globalisasi dunia yang memaksa bangsa ini mengintegrasikan ke dalam peraturan sistem dunia, sehingga aktualisasi jihad sangat



18 | P a g e



dibutuhkan dalam pembangunan. Buya A.R Sutan Mansyur mengatakan aktualisasi jihad adalah bekerja sepenuh hati. Menurut beliau jihad di waktu damai lebih berat (Nurmasitta, 2017).



2.3.3 Wujud Jihad Dalam Pembangunan Menurut Nurmasitta



(2017), terdapat



tiga wujud jihad dalam



pembangunan yaitu : 1.



Jihad An Nafs Jihad An Nafs termasuk di dalam jihad pendidikan yaitu membangun kepercayaan diri sendiri dengan membenahi sumber daya manusia, karena hal ini memungkinkan terjadinya suatu proses pembangunanyang berkelanjutan. Dengan adanya Jihad An Nafs, seseorang bisa melakukan “pembebasan rohani” dengan melakukan intropeksi



diri.



kebinatangan)



Yakni dan



mengenyahkan



mengembangkan



“nafs “nafs



amarah” lawamah”



(naluri (rasa



kemanusiaan, kasih saying, dan koreksi diri)dan menuju “nafs muthmainah” (sadar diri untuk mencapai predikat insan kamil tingkat manusia sempurna). 2.



Jihad Bil Lisan dan Bil Qalam Jihad Bil Lisan dan Bil Qalam, memberikan konsep-konsep pemikiran alternatif untuk membangun masyarakat, dengan cara visual (ceramah, seminar, dsb nya) atau melalui media massa (majalah,Koran dan buku-buku). Pada jihad ini seseorang bisa disebut



19 | P a g e



“mujtahid” yang artinya berpikir serius untuk menemukan konsepkonsep pembangunan, dan pada waktu yang sama disebut “mijaddid” yang artinya mengadakan pembaharuan konsepsi. 3.



Jihad Bin Mal Jihad Bin Mal, adalah membangun dan menumbuhkan kelompok ekonomi yang tangguh, sehingga bisa mengangkat kelompokkelompok yang lemah agar memiliki jiwa produktif. Dengan cara mengaktualisasikan konsep zakat, infak, dan shodaqoh sebagai sarana yang efektif untuk mengurangi kesenjangan sosial antara yang kaya dan yang miskin.



BAB III STUDY KASUS



Judul



:



Tiga Bulan Bolos, 1 PNS Kelurahan Laliuntu Dipecat



Sumber



:



NusaBali.com



Link



: https://www.nusabali.com/berita/68449/tiga-bulan-bolos-1pns- kelurahan-kaliuntu-dipecat



Tanggal Penerbitan :



07 Februari 2020, 10:59:21



SINGARAJA, NusaBali Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di Kelurahan Kaliuntu, Kecamatan Buleleng, terpaksa dipecat karena melalaikan tugas. Sanksi pemecatan tersebut diambil dalam sidang Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) Kabupaten Buleleng, Kamis (6/2/2020) yang berlangsung di ruang kerja Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng.  Sidang Bapek dipimpin Sekda Buleleng, Dewa Ketut Puspaka 20 | P a g e



selaku Ketua Bapek, dihadiri Asisten Administrasi Umum, Gede Suyasa, Kepala Inspektorat Putu Yasa, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM) Buleleng, Gede Wisnawa. Sidang Bapek digelar terhadap tujuh PNS yang melanggar displin dan kode etik. Rinciannya, empat orang karena melakukan perceraian, satu orang karena melakukan indisipliner, dan dua orang karena melanggar Perda Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah. Namun dalam sidang kemarin, tidak ada satu pun dari ke tujuh PNS tersebut hadir, karena memang tidak dihadirkan oleh Bapek. Satu orang yang dijatuhkan sanksi pemecatan bernama Dewa Nyoman Suadnyana, yang bertugas sebagai Kepala Seksi (Kasi) Pemerintahan di Kelurahan Kaliuntu, Kecamatan Buleleng. Dewa Suadnyana, sudah lebih dari tiga bulan tidak ngantor tanpa pemberitahuan yang jelas. Konon, yang bersangkutan tidak pernah ngantor karena ada persoalan keluarga di rumahnya. Sekda Buleleng, Dewa Ketut Puspaka usai sidang menjelaskan, sanksi pemecatan itu dijatuhkan karena PNS bersangkutan malas ngantor dan tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai seorang PNS. Atas sanksi pemecatan tersebut, yang bersangkutan hanya mendapatkan uang pensiun. “Itulah sanksi, tidak boleh lagi melanjutkan karena menjadi preseden yang buruk manakala seorang PNS tidak disiplin akan diikuti yang lain. Maka kita jatuhkan sanksi stop menjadi PNS dengan tidak atas permintaan sendiri,” tegasnya. Sementara, dua PNS yang mendapatkan sanksi etik masing-masing Ida Komang Riatmaja yang menjabat  Kepala SDN 3 Bubunan, Kecamatan Seririt, dan Nyoman Sudiarining seorang staf pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Keduanya mendapatkan sanksi etik karena melakukan pelanggaran membuang sampah tidak pada tempatnya. Keduanya terjaring operasi tangkap tangan oleh Tim Yustisi dan telah menjalani sidang tipiring di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja. Sekda Dewa Puspaka mengatakan, keduanya harus menjadi pahlawan sampah ke depannya dan menjadi contoh bahwa jika seorang PNS melanggar Perda Sampah, maka akan mendapatkan konsekuensi sesuai dengan regulasi yang berlaku. “Sanksi



21 | P a g e



sudah dijatuhkan tipiring, sekarang ada sanksi etik kita berikan sanksi moral kepada keduanya agar tidak mengulangi lagi perbuatannya, dan berkewajiban menanamkan nilai-nilai penganan sampah yang baik,” tegasnya.



ANALISIS : Berdasarkan study kasus tersebut, terdapat salah satu PNS yang bernama Dewa Nyoman Suadnyana, yang bertugas sebagai Kepala Seksi (Kasi) Pemerintahan di Kelurahan Kaliuntu, Kecamatan Buleleng sudah lebih dari tiga bulan tidak pergi ngantor (bekerja) tanpa ada alasan yang jelas. Kegiatan membolos yang dilakukan oleh PNS ini sungguh tidak baik. Tindakan yang dilakukan ini menunjukkan kualitas dirinya bahwa ia memiliki tingkat etos kerja yang rendah, karena jika ia memiliki etos kerja yang tinggi, ia akan senantiasa untuk rajin pergi bekerja apapun halangannya karena sudah menjadi tugasnya sebagai seorang pegawai. Selain itu, berdasarkan hal tersebut dapat kita ketahui bahwa PNS ini tidak memiliki rasa takut pada Tuhannya (Allah Swt.), karena jika terdapat ketakutan dalam hatinya, ia akan senantiasa takut untuk membolos kerja karena pada dasarnya pekerjaannya itu adalah kewajibannya yang nantinya akan ia pertanggungjawabkan di akhirat nanti. Seharusnya, pegawai tersebut tidak mencampuradukkan masalah keluarganya di dalam dunia kerja, apapun masalahnya bekerja adalah kewajiban dan amanah yang harus ia lakukan. Rosulullah saw bersabda dengan sabdanya yang indah : ً ‫ ً اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا‬، ‫واعمل آلخرتك كأنك تمو غدا‬ “Bekerjalah untuk duniamu seakan akan engkau akan hidup selama-lamanya dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan akan engkau mati besok.” Berdasarkan sabda nabi tersebut, sudah sepantasnya jika PNS tersebut tetap melakukan kewajibannya untuk bekerja meskipun banyak masalah yang ia hadapi, karena bekerja adalah untuk memperbaiki kualitas hidupnya sehingga ia harus bersungguh-sungguh dalam bekerja yang seakan-akan ia akan hidup selamanya.



22 | P a g e



Jika ditinjau dari segi hukuman, kami setuju dengan hukuman yang dijatuhkan kepada PNS tersebut karena tindakan yang telah dilakukan sudah sangat fatal, selain itu hukuman ini diberikan agar memberikan efek jera kepada PNS tersebut maupun kepada PNS yang lain. Sudah sepantasnya apabila setiap kesalahan diberikan suatu hukuman karena hal ini merupakan sarana pembelajaran bagi setiap pegawai agar selalu bersungguh-sungguh dan menjunjung tinggi nilai etos kerja ketika bekerja.



SOLUSI : Adapun solusi agar kasus yang sama tidak terulang lagi adalah sebagai seorang pegawai yang bekerja dalam suatu organisasi, harus selalu melaksanakan kewajibannya sebagai seorang pegawai dan selalu professional yang ditunjukkan dengan etos kerja yang tinggi. Apabila terdapat permasalahan yang dapat mengganggu pekerjaan, sebagai seorang pegawai harus mampu memisahkan dan tidak mencampur adukkan masalah yang dihadapi dengan pekerjaannya. Agar memiliki jiwa etos kerja yang tinggi, sebagai seorang pegawai harus menanamkan dalam hatinya apa yang menjadi motivasi dalam bekerja, apakah karena ingin memperbaiki kualitas hidup ataukah menjadikan kerja sebagai ladang ibadah dan jihad di jalan Allah SWT. Poin terpenting adalah sebagai seorang pegawai, harus senantiasa memiliki ketakutan kepada Tuhan (Allah SWT) di dalam hatinya agar senantiasa dapat menghindarkan dirinya dari hal-hal yang buruk dan menyimpang ketika bekerja karena setiap perbuatan kita ada Tuhan (Allah SWT yang selalu mengawasi.



BAB IV PENUTUP



23 | P a g e



4.1



Kesimpulan Berdasarkan beberapa penjelasan pada bab berikutnya, dapat ditarik sebuah kesimpulan yaitu sebagai berikut : Etos kerja dalam Islam terkait erat dengan nilai-nilai (values) yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah tentang “kerja” – yang dijadikan sumber inspirasi dan motivasi oleh setiap Muslim untuk melakukan aktivitas kerja di berbagai bidang kehidupan. Cara mereka memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-Qur’an dan al-Sunnah tentang dorongan untuk bekerja itulah yang membentuk etos kerja Islam. Terdapat dua konsep nilai etos kerja yaitu nilai tauhid dan nilai jihad. Selain itu juga terdapat 7 konsep yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan etos kerja yaitu Kerja Keras, Menghargai Waktu, Motivasi, Orientasi ke Depan, Ukhuwah (Persaudaraan), dan Pandai Bersyukur. Menurut Handoko (2001) motivasi diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu guna mencapai



tujuan. Motivasi kerja dalam islam, bukan



hanya memenuhi nafkah semata tetapi sebagai kewajiban beribadah kepada Allah setelah ibadah fardlu lainnya. Bekerja untuk mencari nafkah adalah hal yang istimewa dalam pandangan islam. Jihad dalam konteks pembangunan adalah adanya kesungguhan dalam membangun,



memiliki



planning



yang



matang



dalam



setiap



aktivitas,



menghilangkan segala bentuk hambatan yang merintangi, maju terus untuk mencapai tujuan yang diinginkan, etos kerja ditegakkan dan menjunjung nilainilai kebenaran, keadilan, kemaslahatan, serta menghindari adanya kerusakan dan kemadharatan umat. Aktualisasi jihad mencakup banyak hal, seperti masalah pendidikan,



kemiskinan,



globalisasi



dunia



yang



memaksa



bangsa



ini



mengintegrasikan ke dalam peraturan sistem dunia, sehingga aktualisasi jihad sangat dibutuhkan dalam pembangunan.



24 | P a g e



DAFTAR PUSTAKA Anoraga, P. (1992). Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Anwar, Z. (2011). Motivasi & Ice Breaking. Retrieved from http://zainulanwar.staff.um m.ac.id/2011/03/05/motivasi-ice-breaking/ Aziz, A. (2003). Etika Bisnis Perspektif Islam. Bandung: Alfabeta. Handoko, T. H. (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE. Irham, M. (2012). Etos Kerja Dalam Perspektif Islam. Jurnal Substantia Vol 14. No. 1, 16. Irhamah, I. (2018). Etos Kerja Dalam Perspektif Islam. Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi (Edisi 10). Yogyakarta: Andi. Madjid, N. (1992). Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina. Mathis, R. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat. Nurmasittta, N. (2017, April 19). Etos Kerja Dalam Islam. Retrieved from id.scribd.com: https://id.scribd.com/presentation/345605803/Etos-Kerja-DalamIslam Rahmat. (2010). Motivasi Kerja Dalam Isam. Retrieved from http://www.motivasiislami.com/motivasi-kerja-dalam-islam/. Robbins, S. P. (2008). Perilaku Organisasi (Edisi12). Jakarta: Salemba Empat. Salmiyah, A. U. (2008). Etika Kerja Dalam Islam. Retrieved from http://tarbiyah2008. wordpress.com/2008/02/25/etika-kerja-dalam-islam Tasmara, T. (2002). Membudayakan Etos Kerja Islam. Jakarta: Gema Insani Press.



26 | P a g e