Makalah Analisis Jurnal KB Internasional Kel 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGARUH SOSIAL BUDAYA TERHADAP KELUARGA BERENCANA



Dalam mata Kontrasepsi dan KB Dosen Pengampu Yanti Herawati, S.ST.,M.Keb



Disusun Oleh: Kelompok 5 Mega Rosnawati



4007190017



Metty Nurherliyany 4007190007



PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TERAPAN KEBIDANAN STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG TAHUN AKADEMIK 2020



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Alloh SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Program Keluarga Berencana” ini dengan lancar. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Yanti Herawati, S.ST.,M.Keb, mata kuliah “Kontrasepsi dan KB“ atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini, sehingga dapat diselesaikannya makalah ini dengan baik. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang jauh lebih baik. Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Kontrasepsi dan KB, khususnya bagi penulis.



Bandung, Januari 2020



Penulis



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI ..............................................................................................



i



KATA PENGANTAR ...............................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................



1



1.1 Latar belakang ....................................................................................



1



1.2 Rumusan masalah ...............................................................................



2



1.3 Tujuan masalah ...................................................................................



2



BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................



3



2.1 Faktor Sosial Budaya Terhadap Program KB …………………….



3



2.1.1 Faktor sosial budaya pemberi pelayanan KB ………………..



3



2.1.2 Faktor Sosial Budaya Masyarakat Sebagai Sasaran…………..



5



2.2 Analisis Journal Knowledge, Perception, Attitude and Social Culture as Determinant of Male Participation in Family Planning…



6



2.3 Hasil dan pembahasan6 2.3.1 Pengaruh pengetahuan terhadap partisipasi pria dalam KB….



6



2.3.2 Pengaruh persepsi terhadap partisipasi pria dalam program KB.



7



2.3.3 Pengaruh sikap pada partisipasi pria dalam program KB……..



8



2.3.4 Pengaruh sosial-budaya terhadap partisipasi pria dalam program KB



8



BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................



9



3.1 Kesimpulan ...........................................................................................



9



3.2 Saran ......................................................................................................



9



DAFTAR PUSTAKA ................................................................................



10



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar belakang Partisipasi pria Pasangan Usia Subur (PUS) dalam mengikuti program Keluarga Berencana (KB) menjadi faktor penting untuk mendukung rencana strategis Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2015- 2019.1 Program keluarga berencana di Indonesia masih didominasi oleh perempuan, yaitu 1,8% vasektomi kondom hanya 0,2% dan sisanya adalah perempuan akseptor kontrasepsi. Salah satu rencana strategis BKKBN adalah meningkatkan



partisipasi



PUS



dalam menggunakan



Metode



Kontrasepsi



Jangka Panjang (MKJP) guna menaikkan kualitas hidup manusia. 2 Keikutsertaan



pria PUS



untuk



mengikuti



MKJP dapat



membantu



menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka mortalitas neonatal serta meningkatkan kualitas hidup anak dan kesehatan maternal.3 Hal tersebut dapat terjadi karena MKJP mampu mencegah kehamilan tidak diinginkan. Namun sampai saat ini cakupan pria PUS vasektomi masih rendah dibandingkan



yang berpartisipasi dalam MKJP



dengan



wanita



yang mengikuti



tubektomi.4 Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dari tahun 2015 melaporkan masih rendahnya jumlah peserta KB baru pada pria di Indonesia dengan cakupan rata-rata hanya 0,21%.5 Di Jawa Timur, partisipasi pria sebagai akseptor kontrasepsi pria hanya 1.66%. Pencapaian peserta kontrasepsi aktif di Kabupaten Jember hingga Desember 2016 adalah vasektomi 0,19%, kondom 0,89% dan akseptor wanita sisanya dari kontrasepsi.1,7 Target akseptor kontrasepsi pria yang belum tercapai di Kabupaten Jember ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu rendahnya pengetahuan pria tentang kontrasepsi pria, persepsi yang salah oleh pria bahwa keluarga berencana adalah tugas pria, sosial budaya lingkungan kurang mendukung untuk menggunakan kontrasepsi pria.1,8 Hal tersebut sejalan dengan penelitian Hassanudin Assalis, (2015). tentang hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi di wilayah kerja



Puskesmas Branti. Hasil wawancara dengan 10 pasang PUS yang berada di wilayah kerja Puskesmas Branti didapatkan 7 pasang (70%) mengatakan mereka memiliki kepercayaan bahwa memiliki banyak anak maka akan semakin meningkatkan rezeki, selain itu faktor budaya di lingkungan mereka tidak menganjurkan untuk mengikuti program KB, sedangkan 3 pasang PUS (30%) mengatakan bahwa mereka belum memahami program Keluarga Berencana seperti cara pemilihan alat kontrasepsi yang efektif dan sesuai dengan kebutuhannya.9 Faktor predisposisi yang terkait dengan partisipasi pria dalam penggunaan alat kontrasepsi adalah pengetahuan, persepsi, sikap dan sosial-budaya. Dengan terbatasnya informasi KB pria masyarakat belum memahami pentingnya kontrasepsi dalam merencanakan keluarga yang berkualitas. Data-data diatas menjadi tugas besar tenaga kesehatan pada desa itu sendiri untuk menarik simpati masyarakat dalam berpartisipasi mensukseskan Program Keluarga Berencana. Sehingga masyarakat mau untuk menggunakannya.1



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka makalah ini akan menjelaskan pengaruh faktor budaya terhadap KB dan mengkaji pengetahuan, persepsi, sikap dan budaya sosial sebagai determinan partisipasi pria PUS dalam keluarga berencana.



1.3 Tujuan Untuk mengetahui faktor sosial budaya yang mempengaruhi keluarga berencana dan berapa besar pengaruh dari pengetahuan, persepsi, sikap dan budaya sosial sebagai determinan partisipasi pria dalam keluarga berencana.



BAB II TINJAUAN TEORI



2.1 Faktor Sosial Budaya Terhadap Program Keluarga Berencana Permasalahan yang timbul dalam keluarga berencana merupakan masalah perubahan sosial budaya, sehingga perlu adanya pendekatan sosial budaya dalam usaha menyukseskan keluarga berencana. Keberhasilan KB tidak saja dengan perbaikan teknik kontrasepsi, tetapi harus disertai perubahan perilaku masyarakat. Tenaga kesehatan harus mengetahui faktor sosial budaya yang mempengaruhi KB disuatu tempat itu sendiri, baik faktor pendorong maupun faktor penghambat. Faktor sosial budaya ini dapat dilihat dari segi masyarakat sebagai sasaran dan dari segi pemberi pelayanan.10 Faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih motede kontrasepsi, faktor-faktor ini meliputi pemahaman budaya, tingkat pendidikan presepsi mengenai risiko kehamilan dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka dan harus memantau perubahan-perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi.11



2.1.1 Faktor sosial budaya pemberi pelayanan KB Keberhasilan program Keluarga Berencana perlu mengidentifikasi masalah sosial budaya dari segi pemberi pelayanan. sosial budaya yang mempengaruhi keluarga berencana dari pemberi pelayanan, diantaranya :10 1. Lokasi klinik Lokasi klinik atau tempat pelayanan dapat mempengaruhi program KB. Lokasi klinik untuk memudahkan pelayanan perlu dipertimbangkan lokasi yang strategis, kelancaran alat transportasi, dan dekat keramaian. 2. Petugas KB Faktor



jenis



kelamin,



umur,



dan



status



perkawinan



petugas



KB



mempengaruhi keberhasilan program KB. Petugas kesehatan adalah role



mode di masyarakat. Masyarakat cenderung akan meniru perilaku petugas kesehatan. 3. Waktu pelayanan Masyarakat sudah menyadari pentingnya KB dan mau mengikuti program KB, tetapi tidak mempunyai waktu untuk mendatangi klinik KB, dapat menyebabkan mereka gagal mengikuti KB. Waktu pelayanan KB sebaiknya disesuaikan dengan keinginan masyarakat bukan berdasarkan keinginan petugas kesehatan. 4. Gejala yang timbul dari pemakaian KB Efek samping yang timbul dari pemakaian alat kontrasepsi, dapat mengurangi keinginan masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi. Efek samping yang terjadi dapat berupa perdarahan, pusing, kegemukan, dan flek-flek hitam pada wajah. Banyak kasus drop out KB karena efek samping tersebut. 5. Pengetahuan tentang metode kontrasepsi Masyarakat mengenal cara-cara menjarangkan kehamilan secara tradisional. Di berbagai daerah dikenal berbagai cara untuk menjarangkan kehamilan, seperti : (a) Memperpanjang masa menyusui anak, (b) Minum jamu tertentu, (c) Melakukan Coitus Interuptus, dan (d) Pemijatan oleh dukun (35 hari setelah melahirkan). Dengan mengetahui cara-cara penjarangan kehamilan secara tradisional ini, akan memudahkan petugas menentukan jenis alat kontrasepsi yang dapat diterima masyarakat. 6. Komunikasi petugas dengan masyarakat Kurangnya komunikasi dan penyuluhan yang disampaikan petugas kesehatan kepada masyarakat menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang KB sehingga mereka tidak tertarik untuk mengikuti KB. 7. Biaya pelayanan KB Pada masyarakat yang taraf ekonomi rendah cenderung tidak mau mengikuti KB karena tidak mempunyai biaya atau mahalnya biaya pelayanan.10



2.1.2 Faktor Sosial Budaya Masyarakat Sebagai Sasaran Faktor budaya yang menghambat program KB dari pemberi pelayanan :10 1. Usia Perkawinan Rendah tingginya angka kelahiran dipengaruhi oleh usia wanita waktu menikah. Semakin muda seseorang wanita memasuki jejanga perkawinan, semakin panjang masa produktif, berarti semakin panjang kesempatan untuk melahirkan. Ada beberapa faktor penyebab perkawinan usia muda, yaitu : a) Keluarga takut anaknya akan menjadi perawan tua. Anggapan di masyarakat bahwa seorang wanita yang sudah berumur lanjut belum menikah, maka sulit menemukan jodohnya. Dan hal ini cenderung mendorong orang tua untuk cepat-cepat menikahkan anaknya. b) Orang tua khawatir atau takut anaknya hamil di luar perkawinan. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dari pergaulan bebas. Orang tua cenderung menikahkan anaknya di usia muda. c) Meningkatkan status sosial anak perkawinan. Menikah dengan orang yang lebih tinggi kedudukannya dapat meningkatkan status sosial anak. 2.



Adat perkawinan poligami Perkawinan poligami tentunya akan menghambat program KB. Alasan yang sering digunakan adalah karena tidak mempunyai anak dari jenis kelamin tertentu (laki-laki ataupun perempuan). Dengan alasan ini seseorang cenderung menikah lagi.



3 . Perceraian Angka perceraian yang tinggi mengakibatkan fertilitas yang tinggi karena adanya penekanan sosial yang kuat dari pasangan baru untuk mempunyai anak dalam tahun pertama perkawinan. Hal ini tentunya memberikan pengaruh yang negatif terhadap program keluarga berencana. Angka perceraian di berbagai daerah masih tinggi. Ada anggapan seorang lakilaki yang berkali-kali kawin dianggap mampu dalam ekonominya. Seorang janda yang dalam waktu singkat dapat menikah lagi mendapat predikat janda laris. Anggapan seperti in I mampu mempengaruhi keberhasilan KB.



4. Nilai anak Sebagian masyarakat dan keluarga sangat mengharapkan kehadiran anak yang banyak. Nilai anak bagi mereka adalah : a) Anak dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tua, b) Anak sebagai jaminan di hari tua dan membantu ekonomi keluarga, c) Anak memberikan keuntungan ekonomi bagi keluarganya, d) Adanya pandangan banyak anak banyak rezeki.



2.2



Analisis Journal Knowledge, Perception, Attitude and Social Culture as Determinant of Male Participation in Family Planning in Jember, Indonesia Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pakusari, Kecamatan Jelbuk dan Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember pada bulan September-2017 Oktober. Data dikumpulkan dari 380 pria subur-usia menggunakan kontrasepsi dan tidak menggunakan kontrasepsi. Teknik sampling menggunakan teknik sampling Multistage yang acak. Data yang Diperoleh dari data primer dari wawancara dan data sekunder dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana DP3AKB Jember. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner. Data yang dikumpulkan adalah jenis kategoris sehingga digambarkan dalam bentuk frekuensi,kemudian diuji hipotesis menggunakan uji regresi logistik.1



2.3 Hasil dan Pembahasan 2.3.1 Pengaruh pengetahuan terhadap partisipasi pria PUS dalam KB Male participation Knowledge level Not participate Participate f % F % Less 130 38.1 3 7.7 Enough 112 32.9 9 231 Good 99 29 27 69.2 Total 341 100 100 100



Sig



B



Exp(B)



0.000 1.231 3.423



Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 341 responden yang tidak berpartisipasi dalam program keluarga berencana sebanyak 130 orang (38,1%) kurang pengetahuan dan 99 orang (29%) berpengetahuan luas. 39



responden yang berpartisipasi dalam program keluarga berencana sebanyak 3 orang (7,7%) kurang pengetahuan dan 27 orang (69,2%) Berpengetahuan. Hasil analisis data dengan menggunakan uji regresi logistik yang diperoleh signifikansi sama ke 0,000 (p < 0,05) dengan efek koefisien 1,231 dan nilai eksponen 3,423. Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan pada partisipasi laki-lelaki dari usia subur dalam program keluarga berencana. Nilai koefisien pengaruh jumlah 1,231 menunjukkan bahwa ada pengaruh langsung antara pengetahuan dengan partisipasi pria dari usia subur



dalam



program



keluarga



berencana.



Responden



kurang



berpengetahuan memiliki probabilitas 3,423 kali lebih tidak berpartisipasi dalam program keluarga berencana dibandingkan dengan responden yang cukup berpengetahuan dan baik.1 2.3.2 Pengaruh persepsi terhadap partisipasi pria PUS dalam program KB



Perceptions Negative Positive Total



Male participation Not participate Participate Sig f % F % 237 69.5 2 5.1 0.000 104 30.5 37 94.9 341 100 39 100



B



Exp(B)



3.741 42.159



Table 2 menunjukkan bahwa dari 341 responden yang tidak berpartisipasi dalam program keluarga berencana 237 orang (69,5%) memiliki persepsi negatif dan 104 orang (30, 5%) memiliki persepsi positif. 39 responden yang berpartisipasi dalam program keluarga berencana sebanyak 2 orang (5,1%) memiliki persepsi negatif dan 37 orang (94,9%) persepsi positif hasil analisis data menggunakan uji regresi logistik yang diperoleh signifikansi dari 0,000 (p < 0,05) dengan pengaruh nilai koefisien 3,741 dan nilai eksponen sama dengan 42,159. Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh persepsi pada partisipasi laki-laki dari usia subur dalam program keluarga berencana. Nilai koefisien efek 3,741 menunjukkan bahwa ada pengaruh langsung antara persepsi dengan partisipasi pria dari fertileage dalam program keluarga berencana. Responden yang memiliki



persepsi negatif adalah 42,159 kali lebih mungkin untuk tidak berpartisipasi dalam program keluarga berencana dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi positif.1 2.3.3 Pengaruh sikap pada partisipasi pria dalam program KB



Attitude Negative Positive Total



Male participation Not participate Participate f % F % 207 60.7 2 5.1 134 39.3 37 94.9 341 100 39 100



Sig 0.000



B



Exp(B)



3.353 25.578



Tabel 3 menunjukkan hasil dari 341 responden yang tidak berpartisipasi dalam program keluarga berencana sebanyak 207 orang (60,07%) memiliki sikap negatif dan 134 orang (39,3%) memiliki sikap positif. 39 responden yang berpartisipasi dalam program keluarga berencana sebanyak 2 orang (5,1%) memiliki sikap negatif dan 37 orang (94,9%) sikap positif. Hasil analisis data menggunakan uji regresi logistik yang diperoleh signifikansi dari 0,000 (p < 0,05) dengan efek nilai koefisien 3,253 dan nilai eksponen sama dengan 25,578.1 2.3.4 Pengaruh sosial-budaya terhadap partisipasi pria dalam program KB



Socio-Cultural Not support Support Total



Male participation Not participate Participate Sig B Exp(B) f % F % 193 56.6 12 30.8 0.000 1.076 2.934 148 43.4 27 69.2 341 100 39 100



Tabel 4 menunjukkan hasil dari 341 responden yang tidak berpartisipasi dalam program keluarga berencana sebanyak 193 orang (56,6%) memiliki sosial-budaya tidak mendukung dan 148 orang (43,4%) memiliki dukungan sosial-budaya. 39 responden yang berpartisipasi dalam program keluarga berencana sebanyak 12 orang (30,8%) memiliki



socialcultural tidak mendukung dan 27 orang (69,2%) Dukungan sosialbudaya. Hasil analisis data menggunakan uji regresi logistik yang diperoleh signifikansi dari 0,003 (p < 0,05) dengan efek koefisien nilai 1,076 dan eksponen nilai yang sama dengan 2.934. hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh sosial-budaya terhadap partisipasi pria dari usia subur dalam program keluarga berencana. Nilai koefisien efek 1,076 menunjukkan bahwa ada pengaruh langsung antara sosial budaya dengan partisipasi lakiperempuan dari usia subur dalam perencanaan keluarga.1 Berdasarkan



hasil penelitian yang di lakukan pada masyarakat



Kecamatan Pakusari, Kecamatan Jelbuk dan Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember Kecamatan Pantai Labu terhadap



pengaruh dari



pengetahuan, persepsi, sikap dan budaya social untuk variable pengetahuan didapatkan hasil ke p=0,000 (p < 0,05) dengan efek koefisien 1,231 dan nilai eksponen 3,423. Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan pada partisipasi laki-lelaki dari usia subur dalam program keluarga berencana. Serta variabel presepsi didapatakan hasil p=0,000 (p < 0,05) menunjukkan bahwa ada pengaruh langsung antara persepsi dengan partisipasi pria dari fertileage dalam pengaruh sosial-budaya terhadap partisipasi pria dari usia subur dalam program keluarga berencana. Sedangkan variabel sikap diperoleh hasil p=0,000 (p < 0,05



yang



menunjukan bahwa adanya pengaruh sikap pria dalam dan untuk variabel budaya sosial diperoleh hasil p= 0,003 (p < 0,05) hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh sosial-budaya terhadap partisipasi pria dari usia subur dalam program keluarga berencana.1 Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Hasanudin Asalis, 2015 Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Distribusi frekuensi responden yang menggunakan alat kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan tahun 2015 ada sebanyak 67 responden (57,8%). 2. Distribusi frekuensi responden yang memiliki sosial budaya tidak mendukung di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan tahun 2015 ada sebanyak 60 responden



(51,7%). 3. Ada hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan tahun 2015 (pvalue=0,002 dan OR=3,574). Perlu dibuat strategi-strategi penyuluhan yang efektif, dengan melibatkan para tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam melakukan penyuluhan tentang penggunaan metode kontrasepsi di masyarakat. Misalnya dengan mengajak ulama atau kepala desa yang istrinya telah menggunakan alat kontrasepsi sehingga dapat menjadi referensi dan panutan masyarakat dalam menggunakan alat kontrasepsi.9 Sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ari Antini, 2015 jumlah



peserta KB aktif tahun 2014 di Puskesmas Anggadita



sebanyak 4.692 Pasangan Usia Subur (PUS) danhanya 251 (5,34%) yang menggunakanmetode AKDR. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui Hubungan



Pengetahuan, Sikap dan Budaya Akseptor KB Terhadap



Pemilihan Metode AKDR di Puskesmas Anggadita Kabupaten Karawang tahun 2015. Metode : Desain penelitin ini adalah metode penelititan deskriptif analitik. Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 130 orang PUS. Analisis yang digunakan univariat dan bivariate dengan uji Chi-Square. Hasil: Analisis Univariat didapatkan responden yang memilih metode AKDR sebanyak 30 responden (23,1%) dan yang tidak memilih metode AKDR sebanyak 100 responden (76,9%), Hasil Analisis Bivariat dari 3 variabel independent yang diteliti terdapat 2 variabel yang mempunyai hubungan bermakna yaitu variabel pengetahuan dengan nilai (p value 0,000 < 0,05), sikap dengan nilai (p value 0,000 < 0,05) dan terdapat 1 variabel yang tidak memiliki hubungan bermakna yaitu budaya dengan nilai (p value 0,633 > 0,05). Simpulan : Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pemilihan metode AKDR, ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan pemilihan metode AKDR, dan tidak ada hubungan antara budaya dengan pemilihan metode AKDR.12



Menurut Pendit (2015), sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode, kepercayaan religius serta budaya, tingkat pendidikan, persepsi mengenai risiko kehamilan, dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka dan harus memantau perubahan-perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode. Tujuan penelitian adalah diketahui hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Branti Natar Lampung Selatan Tahun 2015.13 Notoatmodjo (2012) yang menyatakan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seseorang yang tidak mau menggunakan alat kontrasepsi dapat disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat kontrasepsi untuk mengatur jarak kehamilannya (Predisposing Factors). Selain itu, rumah masyarakat yang jauh dengan posyandu atau puskesmas tempat menggunakan alat kontrasepsi (Enabling Factors). Petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain disekitarnya tidak menggunakan alat kontrasepsi (Reinforcing Factors).14



BAB III PENUTUP



3.1 Simpulan Berdasarkan hasil kajian ini, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan, partisipasi, sikap dan budaya sosial berdampak pada partisipasi pria dalam program keluarga berencana di Kabupaten Jember.1 pengetahuan yang terbatas tentang responden tentang kesehatan reproduksi dan paradigma yang berkaitan dengan budaya patriarki di mana peran manusia lebih besar daripada wanita. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, presepsi, sikap dan pengaruh budaya tentang kontrasepsi maka semakin tinggi partisipasi seseorang dalam program keluarga berencana.1 3.2 Saran Sebaiknya kita sebagai petugas kesehatan lebih memperluas lagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu kesehatan reproduksi terkait kurangnya pengetauan KB akibat pengaruh dari pengetahuan, persepsi, sikap dan budaya sosial sebagai determinan partisipasi pria dalam keluarga berencana dapat terjadi pada ibu ketika ibu memilih alat kontrasepsi. Sehingga para ibu maupun calon ibu dapat memilih alat kontrasepsi yang sesuai agar tidak terjadi kesalahan.



DAFTAR PUSTAKA 1. Surya Dewi Puspita, Sri Hernawati, Farida Wahyu Ningtyias. Knowledge, Perception, Attitude and Social Culture as Determinant of Male Participation in Family Planning. Health Notions, Vol 2 No 1; 2018. 2. SDKI, BKKBN. Strategic Plan of National Population and Family Planning Agency 2015-2019 (Rencana Strategis Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2015-2019). Jakarta: BKKBN; 2015. 3. Al-Ali, M. et al., 2014. The Effect of Vasectomy on The Sexual Life of Couples. The Journal of Sexual Medicine, 11(9), pp. 2239-2242. 4. Handoyo Lukman , Esti Yunitasari, Andri Setiya Wahyudi. Description of Cultural Values, Beliefs amd Socialeconomic among Vasectomy Aceeptors. Airlangga. Surabaya, Jawa Timur. Vol 5, No 2; 2019. 5. Kemenkes RI, 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 6. BPS, BKKBN, Kemenkes RI, ICF International. Indonesia Demographic and Health Survey 2012 (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012). Jakarta: BPS, BKKBN, Kemenkes RI, & ICF International; 2012. 7. BKKBN Jatim. Contraceptive Methods Used Today (Cara-Cara Kontrasepsi yang Digunakan Dewasa Ini) [Internet]. BKKBN Provinsi Jawa Timur. 2016 [cited 2016 December 31]. Available from: http://www.bkkbnjatim.go.id/ 8. DP3AKB Kabupaten Jember. Contraception Service 2016 in Jember District (Pelayanan Kontrasepsi Kabupaten Jember). Jember: DP3AKB; 2017. 9. Hassanudin Assalis, 2015. tentang hubungan sosial budaya dengan pemilihan metode kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Branti. Universitas Malahayati Lampung 10. Drs. Maswardi, 2013. Modul 4 Tingkah Laku Sakit, Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi Kesehatan. Badan Ppsdm Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 11. Marmi. Buku ajar pelayanan KB. Yogyakarta : Pustaka pelajar. Vol 2; 2018.



12. Antini Ari., Irna, 2015. Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Budaya Akseptor Kb Terhadap Pemilihan Metode Akdr Di Wilayah Kerja Puskesmas Anggadita Kabupaten Karawang. Poltekkes Kemenkes Bandung. 13. Pendit Nyoman S. (2015) Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 14. Notoatmodjo (2012) Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta.