Makalah Analisis Wacana [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ANALISIS WACANA



Dini Hajjafiani, M.Pd. Kajian Analisis Wacana A Sore Oleh : Atikah Nabila



(311810155)



Dewi Nadia Amalina



(311810146)



Izmimazuri Uhsuar



(311810161)



Siska Uli Siagian



(311810070)



Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia



FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA PONTIANAK TAHUN 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Analisis Wacana yang diampu oleh Dini Hajjafiani, M.Pd.. Penilis berterima kasih kepada kelas A Sore Prodi PBSI Semester IV dan Dini Hajjafiani, M.Pd. dan seluruh pihak yang memberikan dukungan dan kontribusi baik materil maupun moril dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini dibuat dengan maksimal namun penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran membangun. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca. Pontianak, Mei 2020



Penulis penulis



i



DAFTAR ISI



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang B. Rumuasan Masalah 1. Apa hakikat analisi wacana? 2. Apa saja tujuan wacana? 3. Apa saja fungsi wacana? 4. Apa saja struktue wacana? 5. Apa saja unsusr wacana? C. Tujuan 1.



Mengetahui hakikat analisis wacana.



2.



Mengetahi tujuan analisis wacana.



3.



Mengetahui fungsi wacana.



4.



Mengetahui struktur wacana.



5.



Mengetahui unsur wacana.



3



BAB II PEMBAHASAN. A. Hakikat Wacana Asal mula istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu wac/wak/vac yang berarti berkata atau berucap (Mulyana (2005:4) dalam Eti Setiawati dan Roosi Rusmawati, 2019). Istilah tersebut merupakan bentuk aktif atau sebuah bentuk verba. Istilah tersebut mengalami nominalisasi menjadi wacana yang berarti perkataan/tuturan. Aris badara (2012:16) mengutip beberapa beberapa pendapat ahli tentang pengerian wacana: Wacana : 1) rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposi yang satu dengan yang lainnya membentuk satu kesatuan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. 2) Kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis ( J.S.Badudu,2000 ) Analisis Wacana : Memfokuskan pada struktur yang secara alamiah terdapat pada bahasa lisan,sebagaimana banyak terdapat dalam wacana seperti percakapan wawancara,komentar,dan ucapan-ucapan ( Crystal , 1987 ) Wacana : komunikasi kebahasaan yang terlibat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya di tentukan oleh tujuan sosialnya ( Hawtan,1922 ) . Wacana : komunikasi lisan atau lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan,nilai,dan ketegori yang masuk di dalamnya . Kepercayaan disini mewakili pandangan dunia sebuah organisasi atau presentasi dari pengalaman ( Roger Fowler , 1977 ) Wacanag : kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan (statement),kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan dan kadang sebagai praktik regulative yang dilihat dari sejumlah pernyataan ( Focault,1972 ) Istilah wacana juga merupakan terjemahan terjemahan dari bahasa inggris,yaitu discourse. Kata tersebut berasal dari bahasa latin, yaitu discursus yang berarti ‘lari ke sana – ke mari’ atau ‘lari bolak-balik’. Dalam kamus webster, istilah tersebut di perluas menjadi (1) komunikasi kata-kata, (2) 4



ekspresi gagasan-gagasan, dan (3) risalah tulis beberapa ceramah, pidato, dan lain sebagianya. Dari ketiga makna tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah wacana berhubungan dengan kata-kata, komunikasi, dan ungkapan baik secara lisan maupun tulis. Dalam kamus linguistik, istilah wacana diartikan sebagai satuan bahasa terlengkap dalam hirarki gramatikal tertinggi atau terbesar. Pendapat lain mengenai wacana diungkapkan oleh Djadjasudarma (2010), yaitu wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohorensi dan kohesi tinggi berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan tulis. Dari pendapat tersebut dapatdisimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa terbesar di atas kalimat yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Satuan gramatikal 2. Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap 3. Memiliki hubungan proposisi 4. Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan 5. Memiliki hubungan kohesi dan kohorensi 6. Medium dapat lisan maupun tulis 7. sesuai dengan konteks Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa lisan maupun tulis yang memiliki keterkaitan atau kesinambungan antar bagian (kohesi), keterpaduan (coherent), dan bermakna (meaningful) yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks dalam konteks sosial. Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, yaitu prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent). B. Tujuan wacana



5



Tujuan wacana erat kaitannya dengan tujuan manusia berkomunikasi. Hal itu disebabkan wacana mengandung gagasan-gagasan tertentu yang diselipkan dalam kata-kata yang akhirnya membentuk wacana. Oleh karena itu, charlina dan Shiroya (2006) menyatakan bahwa tujuan wacana sangat dipengaruhi kebutuhan dasar manusia. Ada 4 kebutuhan dasar manusia untuk berkomunikasi yaitu: 1. memberikan informasi pada orang lain 2. meyakinkan seseorang 3. menggambarkan bentuk atau wujud barang atau objek 4. menceritakan kejadian atau peristiwa C. Fungsi Wacana Ketika mengkaji tentang fungsi wacana, tidak dapat dilepaskan dari fungsi bahasa. Hal itu, karena hakikat wacana adalah satuan gramatikal terbesar yang sudah mengandung proposisi/ gagasan yang lengkap. Di dalam wacana terdapat gagasan utuh yang dituangkan dalam bentuk bahasa. Oleh karena itu, berikut dipaparkan fungsi wacana yang dibagi berdasarkan fungsi bahasa (Vestergaard & Schroder dalam Rani, 2013:26-29). 1. Wacana ekspresif, yaitu fungsi wacana bersumber dari fungsi bahasa untuk mengekspresikan emosi, keinginan, atau perasaan penyampaian pesan. 2. Wacana fatis, yaitu fungsi wacana yang bersumber dari bahasa yang berfungsi untuk memperlancar komunikasi. 3. Wacana informasional, yaitu fungsi wacana yang bersumber dari fungsi bahasa sebagai media penyampai informasi/pesan. 4. Wacana estetik, yaitu fungsi wacana yang bersumber dari bahasa sebagai sumber penyampai keindahan (puitis). 5. Wacana direktif, yakni fungsi wacana yang bersumber dari fungsi bahasa untuk bahasa untuk membuat pendengar melakukan sesuatu seperti memberi keterangan, mengundang, memerintah, memesan, mengingatkan, mengancam, dan sebagainya.



6



Eti Setiawati Roosi Rusmawati



D. Struktur Wacana Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, struktur adalah cara suatu hal atau unsur disusun. Struktur juga diartikan sebagai unsur unsur atau bagian yang dibangun dalam pola tertentu. Wacana juga memiliki struktur tersendiri. Suatu wacana bisa dikatakan utuh apabila memiliki struktur yang lengkap. Komponen yang tersusun di dalam struktur wacana adalah unsur internal dan eksternal wacana. Unsur-unsur internal dan eksternal wacana tersebut merupakan unsur pembentuk struktur wacana yang utuh. Menurut Tarigan (2009), wacana memiliki tiga bagian, yaitu abstrak/bagian awal, bagian tengah, dan penutup/bagian akhir. Ketiga bagian tersebut membentuk sebuah wacana utuh yang terdiri atas pembuka, tubuh wacana, dan penutup wacana. Secara umum, semua jenis wacana memiliki ketiga bagian tersebut. Dari penjabaran di atas, dapat diketahui bahwa secara umum bagian wacana dibagi menjadi tiga, yakni pembuka, isi dan penutup wacana. Struktur wacana secara umum ini juga dapat diidentifikasikan sebagai susunan dari suatu percakapan yang dilakukan oleh dua partisipan atau lebih. Salah satu model struktur percakapan adalah model organisasi menyeluruh (overall organization) yang membagi percakapan ke dalam unit unit percakapan sehingga diperoleh bagian: (1) pendahuluan, (2) isi, dan (3) penutup. Berikut adalah contoh wacana percakapan. Contoh 1. Mengerjakan Tugas Nabila : "Sera? Tugas Matkul Pancasila sudah dikerjakan atau belum?" Sera : "Emm. Belum. Kalau kamu?" Nabila : "Sama aku juga belum nih." Sera "Gimana kalau kita kerja kelompok di rumahku nanti malam sehabis makan, kita kerjain bareng?"



7



Nabila : "Boleh juga Ser, nanti kita kerjakan bareng. Aku dateng sekitar pukul 6 ya." Sera : "Baiklah, aku tunggu, Bil." Contoh 2 Melelang Lukisan Sesa



:"Selamat siang pak? Saya Sesa dari Jurusan Seni Rupa. Saya mau menjual beberapa lukisan karya saya. Silahkan dilihatlihat dulu barangkali bapak tertarik."



Pak Sony : "Yang dijual apa aja Sesa?" Sesa : “ Ini Pak, hasil lukisan kelompok, Pak. Pak Sony : "Wah, kreatif banget." Sesa : "lya Pak, itu tugas semester lalu. Itu tugas individu." Pak Sony : "Owalah begitu toh. Oke deh, saya ambil yang berbingkai? Berapa harganya?" Dua contoh di atas merupakan contoh percakapan antara dua orang yang berbeda. Pada Contoh 1, dapat dilihat percakapan antara dua orang teman dekat yang artinya percakapannya lebih bersifat nonformal. Di sisi lain, pada Contoh 2, percakapan terjadi antara dua orang yang baru bertemu dengan selisih usia antarlawan tutur cukup banyak. Pada contoh satu bagian pembukaan cukup panjang padahal isinya baru mulai ketika Rani mengajak untuk bekerja berkelompok. Berbeda halnya pada contoh 2 yang langsung pada intinya, yaitu sang bapak yang menanyakan barang yang ditawarkan siswa SMA di atas. Menurut Rani, dkk (2013:59), struktur wacana tidak seperti struktur kalimat yang lebih tertutup. Hal itu disebabkan komponen dalam wacana bersifat lebih kompleks. Oleh karena itu, dalam jenis wacana yang berbeda struktur di dalamnya juga sedikit berbeda. Hal ini dapat dilihat pada contoh wacana tulis yang termasuk wacana narasi. Wacana narasi memiliki lima bagian, yaitu (1) orientasi/pembuka, (2) komplikasi, (3) sequence of events, (4) resolusi, dan (5) koda atau penutup. Penjabaran lebih lengkap mengenai wacana narasi terdapat pada bab 3.



8



Struktur wacana narasi ini berbeda dengan struktur wacana iklan. Di dalam wacana iklan, terdapat tiga jenis bagian utama, yaitu head line, badan iklan, dan penutup iklan. Untuk lebih jelas mengenai struktur wacana iklan ini akan dijelaskan pada pembahasan di bab 4. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa struktur wacana yang dilihat dari pendekatan deskriptif. Struktur wacana dalam pendekatan deskriptif berbeda dengan struktur wacana dengan pendekatan kritis. Menurut salah satu tokoh wacana kritis, yaitu van Dijk ada tiga dimensi teks dalam wacana kritis. Ketiga dimensi teks tersebut adalah (1) struktur makro, (2) superstruktur, dan (3) struktur mikro. Untuk lebih jelas mengenai ketiga struktur tersebut adalah sebagai berikut: 1. Struktur Makro Struktur makro adalah struktur utama sebuah teks yang bisa dilihat dari topik atau tema umum dari sebuah wacana. Struktur makro ini memiliki keterkaitan erat dengan bagian tematik atau topik dari sebuah wacana. Jika membahas tentang struktur makro, maka hal yang harus dicari adalah topik atau tema dari sebuah wacana utuh. 2. Superstruktur Super struktur adalah struktur yang berkaitan dengan bagian bagian di dalam wacana. Layaknya struktur utama dalam wacana di dalam pendekatan struktural, superstruktur juga memiliki tiga bagian. Ketiga bagian tersebut adalah bagian pembuka, isi, dan penutup. Ketiga bagian tersebut merupakan hal yang membentuk alur sebuah teks. Menurut Eriyanto (2001:232), alur yang lengkap di dalam sebuah wacana itulah yang akhirnya membentuk makna yang utuh. Dengan mengidentifikasi tiga bagian dari super struktur tersebut, pembaca akan mengetahui informasi apa yang ditekankan di dalam sebuah wacana. 3. Struktur mikro Struktur mikro adalah bagian yang paling kecil yang menyusun sebuah wacana. Bagian yang paling kecil inilah yang merupakan bagian dari unsur wacana. Bagian yang melingkupi struktur mikro dimulai dari kata,



9



kalimat, proposisi, anak kalimat, klausa, dan gambar. Unsur-unsur tersebut bisa dilihat dari aspek semantik, sintaksis, stilistik, dan retorisnya.



E. Unsur Wacana Struktur wacana dibangun dari bagian-bagian di dalamnya. Baik struktur wacana dalam pandangan deskriptif maupun kritis, mengandung unsur-unsur yang menyusunnya. Menurut Mulyana (2005:7), unsur dalam sebuah wacana dapat dibagi menjadi dua, yaitu unsur dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). 1. Unsur Internal Wacana Unsur internal wacana merupakan unsur yang berhubungan dengan aspek formal sebuah bahasa. Unsur internal wacana terdiri atas satuan kata dan kalimat. Satuan kata tersebut adalah kata-kata yang dapat membentuk kalimat.. Agar menjadi sebuah wacana, satuan kata atau kalimat akan saling berhubungan dan menyatu untuk membentuk wacana. a. Kata dan Kalimat Kata dan kalimat adalah unsur-unsur yang membentuk sebuah wacana. Kata adalah unsur bahasa yang dapat berdiri sendiri. O'Grady dan Dobrovolsky (2013) menyatakan bahwa kata adalah sebuah fakta mendasar tentang kata dalam semua bahasa manusia, kata dapat dikelompokkan ke dalam sejumlah kecil kelas, yang disebut kategori sintaksis. Pendapat lain tentang kata diungkapkan oleh Crystal (2008:252), kata meru sebuah satuan ekspresi yang memiliki pengakuan intuitif universal oleh penutur, baik dalam bentuk ujaran maupun lisan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat setidaknya memiliki unsur subjek dan predikat yang memiliki makna secara lengkap dan diakhiri dengan tanda titik. b. Teks dan Konteks



10



Teks adalah salah satu unsur pembentuk wacana. Teks berisi sekumpulan kalimat yang memiliki kepaduan dan kesatuan sehingga dapat memberikan pemahaman yang jelas tentang isi dan makna kepada para pembaca. Teks memiliki susunan karena tersusun atas pemersatu antara kalimat yang satu dengan yang lain. O'Grady dan Dobrovolsky (2013) menyatakan bahwa teks hanyalah sebuah ungkapan tertulis. Hal sama juga dinyatakan oleh Trask (2007), bahwa teks tidak hanya kumpulan kata atau kalimat yang berdiri sendiri tetapi juga sesuatu yang diciptakan atau disusun dengan cara tertentu sehingga membentuk pengertian pada konteks tertentu dan bertujuan untuk menyampaikan pesan, sedangkan menurut Halliday (2014), Teks merupakan sesuatu yang terjadi, dalam bentuk berbicara atau menulis, mendengarkan, atau membaca. Berdasarkan pernyataan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa teks dapat berupa lisan maupun tulisan yang merupakan hasil dari bentuk berbicara atau menulis, mendengarkan, atau membaca. 2. Unsur Eksternal Wacana Unsur eksternal wacana merupakan unsur-unsur yang terdapat di luar sebuah wacana. Menurut Mulyana (2005:11), unsur eksternal wacana merupakan bagian dari wacana, hanya saja tidak terlihat secara eksplisit. Unsur eksternal wacana terdapat di luar satuan lingual wacana itu sendiri. Unsur eksternal wacana berfungsi sebagai pelengkap utuhnya sebuah wacana. Unsur-unsur eksternal wacana yaitu, implikatur, presuposisi. inferensi, konteks, dan referensi. a. Implikatur Implikatur adalah bagian dari unsur eksternal wacana. Menurut Grice, Implikatur adalah sebuah ujaran yang menyiratkan suatu yang berbeda dengan apa yang sebenarnya diucapkan pembicara. Sesuatu yang berbeda' itu merupakan maksud dari pembicara yang tidak diucapkan secara eksplisit. Dengan kata lain, implikatur merupakan maksud, keinginan, atau ungkapan hati yang tidak diungkapkan,



11



sedangkan



Rahardi



(2005)



mengungkapkan



bahwa



implikatur



berhubungan erat dengan konvensi makna yang terdapat dalam proses komunikasi. Perhatikan contoh berikut. Contoh 3: “Cristiano Ronaldo adalah pemain yang berbakat.” Kata pemain pada contoh tersebut berarti "atlet sepak bola". Pemaknaan ini dipastikan benar, secara konvensional, karena orangorang telah mengetahui bahwa orang tidak akan mengartikan kata pemain dengan pengertian lain. b. Presuposisi Menurut Rahadi (2005), presuposisi adalah perkiraan atau prasangkaan. Pernyataan ini muncul ketika perdebatan panjang mengenai hakikat rujukan' (yaitu apa-apa, sesuatu, benda, keadaan, dan sebagainya) yang dirujuk oleh kata, frasa, kalimat atau pun ungkapan lain. Frege (dalam Rahardi, 2005:47) menyatakan bahwa setiap pernyataan memiliki praanggapan, yaitu rujukan atau referensi dasar. Rujukan inilah yang dapat menyatakan apakah ungkapan yang dinyatakan dapat dimengerti oleh lawan bicara, sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Rujukan yang dimaksud adalah praanggapan, yaitu anggapan dasar atau penyimpulan dasar tentang konteks dan situasi bahasa yang menjadikan bahasa bermakna bagi para pembaca Contoh 4: “Kuliah analisis wacana diajarkan di semester 5” Praanggapan pada pernyataan tersebut adalah (1) Ada kuliah wacana, (2) Ada semester 5. c. Inferensi Inferensi adalah sebuah istilah di bidang wacana. Menurut Moeliono (1988:358), inferensi merupakan proses yang harus dilakukan pembaca agar dapat memahami makna yang secara harfiah tidak terlihat di dalam wacana yang dinyatakan oleh pembicara atau penulis. Hal ini berarti bahwa, sebagai seorang pembaca harus memahami serta menyimpulkan sendiri.



12



Contoh 5: “Wah, sudah kita sudah sampai di tujuan, ayo segera pesan rawon” Kota yang dimaksud pada percakapan tersebut adalah Surabaya. Penjelasan tentang itu dipastikan benar, karena secara budaya, kota Surabaya terkenal dengan Rawon. Proses inferensi inilah yang harus dilakukan



oleh



pendengar



ataupun



pembaca



untuk



dapat



menyimpulkan suatu pernyataan. d. Referensi Jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, referensi diartikan sebagai sumber acuan. Dalam kajian wacana, referensi adalah salah satu bagian dari unsur internal wacana. Selain itu, referensi juga merupakan salah satu bagian dari piranti kohesi. Menurut Mulyana (2005:27). referensi adalah hubungan antarkata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok kata lainnya yang berada di dalam satu konteks wacana. Berdasarkan benda yang ditunjuk, referensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu referensi endofora dan referensi eksoforik. Referensi eksofora adalah referensi yang berada di luar teks sedangkan referensi endofora adalah referensi yang berada di dalam teks. Referensi yang berada di dalam teks ini dibagi menjadi dua jenis lagi, yaitu referensi anafora



dan



katafora.



Berikut



adalah



contoh



dari



referensi



anafora/anaforis dan referensi katafora/kataforis. Contoh 6 1) Adik sangat suka bermain. Akan tetapi, dia tidak pernah mau merapikan mainannya. 2) Berdasarkan penjabaran di atas, kesimpulan yang bisa didapatkan adalah sebagai berikut a) ponsel pintar bisa memberikan dampak positif dan negatif bergantung kepada penggunanya dan can pengelolaan ponsel pintar.



13



b) lika dimanfaatkan dengan baik ponsel pintar bisa memberikan keuntungan baik materi maupun pemikiran untuk penggunanya. Ada dua contoh kalimat yang menyatakan tentang referensi atau kata tunjuk. Pada kalimat pertama terdapat kata adik dan dia yang digarisbawahi. Kedua kata tersebut merupakan bagian dari referensi. Kata dia pada kalimat kedua merujuk pada kata adik pada kalimat pertama. Jenis referensi semacam ini disebut dengan referensi anafora atau anaforis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa referensi anaforis adalah referensi yang rujukannya ada pada kalimat sebelumnya. Contoh kedua adalah contoh yang menunjukkan referensi kataforis atau katafora. Kata berikut merujuk pada kalimat pada penjelasan berikutnya. Jadi, dapat dikatakan bahwa referensi kataforis adalah referensi yang rujukannya berada pada kalimat atau kata sesudahnya. Referensi bisa berbentuk kata atau kelompok kata. Hal ini dibuktikan pada contoh (1) yang menunjukkan bahwa hal yang dirujuk adalah kata. Lalu, pada contoh (2), dari kata berikut merujuk pada kelompok kata pada bagian (a) dan (b). e. Konteks Wacana Menurut Mulyana (2005:21), konteks merupakan situasi atau latar terjadinya sebuah komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya suatu pembicaraan. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa konteks sebagai jembatan untuk memulai sebuah komunikasi. Menurut Sumarlam (2003:14), konteks merupakan aspek internal sebuah teks dalam wacana dan segala sesuatu yang secara eksternal yang meliputi teks. Konteks tidak hanya mencakup konteks latar saja, Sobur (2006:57), menyatakan bahwa konteks dapat diklasifikasikan menjadi konteks fisik, epistemis, linguistik, dan sosial. Berikut uraian keempat jenis konteks tersebut.



14



1) Konteks Fisik (physical context) yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu, dan tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu. 2) Konteks Epistemis (epistemic context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara maupun pendengar, 3) Konteks linguistik (linguistics context) yang terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi, 4) Konteks sosial (social context) yaitu relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara (penutur).



15



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. 2. 3. 4. 5. B. Saran



16



DAFTAR PUSTAKA Badara, Aris. 2012. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan penerapannya pada Wacana Media. Jakarta. Kencana Prenada Media. Setiawati, eti dan Roosi Rusmawati.2019. Analisis Wacana (Konsep Teori dan Aplikasi). Malang. UB Press.



17