Makalah Asidosis Respiratorik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ASIDOSIS RESPIRATORIK



Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat II Fasilitator : Ns. Riyan Dwi Prasetyawan, M.Kep



DISUSUN OLEH: 1.



ADIKRIA WARDANI



(2016.02.001)



2.



BELLA DESI VITA A.



(2016.02.007)



3.



DIAH WASKITO RINI



(2016.02.009)



4.



RIKA DWI LESTARI



(2016.02.032)



Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi Progam Studi S1 Keperawatan Banyuwangi 2020



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang, dan menjalankan fungsinya. Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara substansi-substansi yang ada di milieu interior. Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresi ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa definisi dari Asidosis Respiratorik? 2. Apa etiologi dari Asidosis Respiratorik? 3. Bagaimana manifestasi klinis dari Asidosis Respiratorik? 4. Bagaimana patofisiologi dari Asidosis Respiratorik? 5. Bagaimana pathway dari Asidosis Respiratorik? 6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Asidosis Respiratorik? 7. Bagaimana Penatalaksanaan dari Asidosis Respiratorik? 8. Bagaimana Komplikasi dari Asidosis Respiratorik? 9. Bagaimana konsep askep dari Asidosis Respiratorik? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui definisi dari Asidosis Respiratorik 2. Mengetahui etiologi dari Asidosis Respiratorik 3. Mengetahui manifestasi klinis dari Asidosis Respiratorik 4. Mengetahui patofisiologi dari Asidosis Respiratorik 5. Mengetahui pathway dari Asidosis Respiratorik 6. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari Asidosis Respiratorik 7. Mengetahui Penatalaksanaan dari Asidosis Respiratorik 8. Mengetahui Komplikasi dari Asidosis Respiratorik 9. Mengetahui konsep askep dari Asidosis Respiratorik



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Asidosis Respiratorik Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg.Kondisi ini terjadi akibat tidak adekuatnya ekskresi CO2 dengan tidak adekuatnya ventilasi sehingga mengakibatkan kenaikan kadar CO2  plasma. Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat.Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah.Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam.Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam. Asidosis respiratorik adalah suatu kedaan medis dimana penurunan respirasi (hypoventilation) menyebabkan peningkatan darah karbondioksida dan penurunan pH (suatu kondisi yang umumnya di sebut asidosis). Gangguan asam basa ini di cirikan dengan penurunan ventilasi alveolar dan di manifestasikan dengan hiperkapnia (tekanan karbondioksida parsial [PaCO2] lebih dari 45 mm Hg).Keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan dalam (Price, Sylvia Anderson. 2005). 



Klasifikasi Asidosis Respiratorik 1.      Asidosis Respiratori Akut. Terjadi jika komponen ginjal belum berjalan dan HCO3- masih dalam  keadaan normal. Seperti pada edema pulmonal akut, aspirasi benda asing,  atelektasis, pneumutorak, syndrome tidur apnea, pemberian oksigen pada  pasien hiperkapnea kronis (kelebihan CO2 dalam darah), ARSP.



Dalam asidosis pernafasan akut, PaCO2 yang di tinggikan di atas batas rentang referensi (lebih dari 6,3 kPa atau 47 mm Hg) dengan acidemia atas(pH30 mm Hg).Asidosis respiratorik kronik di sebabkan karena penyakit paru jangka panjang terutama penyakit paru-paru yang menyebabkan kelainan dalam pertukaran gas alveolar biasanya tidak menyebabkan hypoventilation tetapi cenderung menyebabkan stimulasi ventilasi dan hypocapnia sekunder untuk hypoksia. Hypercapnia terjadi hanya terjadi jika penyakit berat atau kelelahan otot pernafasan terjadi.



2.2 Etiologi Asidosis Respiratorik Kemungkinan penyebab mencakup penyakit paru, depresi pusat pernapasan oleh obat atau penyakit, gangguan saraf atau yang mengurangi kemampuan bernapas, atau (secara sementara) bahkan hanya tindakan menahan napas. (Sherwood, 2011: 631) Asidosis respiratorik selalu akibat tidak adekuatnya ekskresi karbondioksida dengan tidak adekuatnya ventilasi, sehingga mengakibatkan kenaikan kadar karbondioksida plasma. Selain peningkatan PaCO2, hipoventilasi biasanya menyebabkan penurunan PaO2. Asidosis respiratorik juga dapat terjadi pada penyakit yang merusak otot-otot pernapasan, y.i., distrofi muscular miastenia gravis, dan syndrome Guillian-Barre. (Brunner & Suddarth, 2001: 278)



1.      Hambatan Pada Pusat Pernafasan Di Medula Oblongata. a.       Obat-obatan : kelebihan dosis opiate, sedative, anestetik (akut). b.      Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik. c.       Henti jantung (akut). d.      Apnea saat tidur. 2.      Gangguan Otot-Otot Pernafasan Dan Dinding Dada. a.       Penyakit neuromuscular : Miastenia gravis, poliomyelitis, sclerosis lateral amiotropik. b.      Deformitas rongga dada : Kifoskoliosis. c.       Obesitas yang berlebihan. d.      Cedera dinding dada seperti patah tulag-tulang iga. 3.      Gangguan Pertukaran Gas. a.       PPOM (emfisema dan bronchitis). b.      Tahap akhir penyakit paru intrinsic yang difus. c.       Pneumonia atau asma yang berat. d.      Edema paru akut. e.       Pneumotorak. 4.      Obstruksi Saluran Nafas Atas Yang Akut. a.       Aspirasi benda asing atau muntah. b.      Laringospasme atau edema laring, bronkopasme berat. 5.      Hipofentilasi Dihubungkan Dengan Penurunan Fungsi Pusat Pernafasan Seperti Trauma Kepala, Sedasi Berlebihan, Anesthesia Umum, Alkalosis Metabolic. 2.3 Manifestasi Klinis Asidosis Respiratorik Tanda-tanda klinis berubah-ubah pada Asidosis Respiratorik akut dan kronis yaitu:



1.      Hiperkapnea mendadak (kenaikan PaCO2) dapat menyebabkan peningkatan frekuensi nadi dan pernafasan, peningkatan tekanan darah, kusust piker, dan perasaan penat pada kepala. 2.      Peningkatan  akut



pada  PaCO2  hingga



mencapai



60  mmHg  atau



lebih  mengakibatkan : somnolen, kekacauan mental, stupor, dan akhirnya koma, juga menyebabkan sindrom metabolic otak, yang dapat timbul asteriksis  (flapping tremor) dan mioklonus (kedutan otot). 3.      Retensi  O2 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak, maka kongesti pembuluh darah otak yang terkena menyebabkan peningkatan  tekanan intra cranial dan dapat bermanifestasi sebagai papilladema  (pembengkakan dikus optikus yang terlihat pada pemeriksaan dengan  optalmoskop). 4.      Hiperkalemia  dapat



terjadi



sebagai



akibat



konsentrasi



hydrogen memperburuk



mekanisme kompensatori dan berpindah kedalam sel, sehingga menyebabkan kalsium keluar dari sel. Pasien dengan asidosis respiratorik kronis dapat mengeluhkan kelemahan, sakit kepala pekak, dan gejala-gejala proses penyakit yang mendasari. Pasien dengan penyakit pulmonary obstruktif kronis yang secara bertahap mengakumulasi karbondioksida dalam waktu yang lama (berhari-hari sampai berbulan-bulan) dapat tidak mengalami gejala-gejala hiperkapnea karena perubahan kompensasi ginjal telah terjadi. Jika asidosis respiratorik yang terjadi adalah parah, tekanan intrakarnial dapat meningkat, sehingga dapat meningkatkan papiledema dan dilatasi pembuluh darah konjungtiva. Hiperkalemia dapat terjadi sebagai akibat konsentrasi hydrogen memperburuk mekanisme kompensatori dan berpindah ke dalam sel-sel, sehingga menyebabkan kalium keluar dari sel (Brunner & Suddarth, 2001: 278). 2.4 Patofisiologi Asidosis Respiratorik Asidosis ditandai dengan peningkatan PaCO2 dan penurunan pH dan hasil asidosis pernapasan dari gangguan yang menghambat ventilasi atau meningkatkan produksi CO2, kelainan saluran napas, dan paru, kelainan neuromuskuler, atau masalah ventilator mekanik.



2.5 Pathway Asidosis Respiratorik E. PATOFISIOLOGI. Normal



15.000 – 20.000 mmol



Metabolisme



CO2 Ekskresi per Hari



Keluar mml Paru-Paru



Sebagian Besar Dibawa Ke Paru-Paru Dalam Bentuk HCO8- Darah.



Seimbang



Peningkatan Ventilasi



Peningkatan Ion H+



PaCO2 – PH



Alveolar



Darah



Hipoksemia



Obstruksi Keracunan Obat



Penurunan PaO2



Asedosis



Hipoventilasi



Peningkatan HCO3-



Peningkatan PaCO2



PH Menurun



Darah



Kompensasi Ginjal



Respiratori.



2.6 Pemeriksaan Penunjang 1. Analisa gas darah memperlihatkan PaCO2 meningkat, lebih besar dari 45 mmHg (karena peningkatan CO2 adalah peyebab masalah). 2. Untuk asidosis yang berlangsung lebih dari 24 jam, maka kadar bikordinat plasma akan meningkat, lebih dari 26 mEa/e, yang mencerminkan kenyataan bahwa ginjal sedang mengekresikan lebih banya H+ dan menyerap lebih banyak baja. 3. Apabila kompensasi ginjal berhasil, maka PH plasma akan rendah, tetapi berada pada rentang normal. Apabila kompensasi tidak berhasil maka PH memperlihatkan konsentrasi H+ yang tinggi (< 7,35). 4. PH urine akan menjadi asam (menurun 6,0). 5. PO2 sama dengan normal atau mengalami penurunan. 6. Saturasi O2 sama dengan menurun.



7. Kalium serum sama dengan normal atau meningkat. 8. Kalsium serum sama dengan meningkat. 9. Klorida sama dengan menurun. 10. Asam laktat sama dengan meningkat. 11. Roentgen dada untuk menentukan segala penyakit pernafasan. 12. Pemeriksaan EKG : untuk mengidentifikasi segala keterlibatan jantung sebagai akibat PPOK.



2.7 Penatalaksanaan Asidosis Respiratorik 1. Pengobatan Diarahkan Untuk Memperbaiki Ventilasi Efektif Secepatnya Dengan : a. Pengubahan posisi dengan kepala tempat tidur keatas atau posisi pasien dalam posisi semi fowler (memfasilitasi ekspansi dinding dada). b. Latih untuk nafas dalam dengan ekspirasi memanjang (meningkatkan ekshalosi CO2). c. Membantu dalam ekspektorasi mucus diikuti dengan penghisapan jika diperlukan (memperbaiki fentilasi perfusi). 2. Pemberian preparat farmakologi yang digunakan sesuai indikasi. Contohnya : bronkodilator membantu menurunkan spasme bronchial, dan antibiotic yang digunakan untuk infeksi pernafasan. 3. Tindakan hygiene pulmonary dilakukan, ketika diperlukan, untuk membersihkan saluran pernafasan dari mucus dan drainase purulen. 4. Hidrasi yang adekuat (2-3e/hari) diindikasikan untuk menjaga membrane mukosa tetap lembab dan karenanya memfasilitasi pembuangan sekresi. 5. Kadar O2 yang tinggi (750%) aman diberikan pada pasien selama 1-2 hari bilamana tidak ada riwayat hiperkapnea kronik. 6. Ventilasi mekanik, mungkin diperlukan jika terjadi krisis untuk memperbaiki ventilasi pulmonary. 7. Pemantauan gas darah arteri secara ketat selama perawatan untuk mendeteksi tandatanda kenaikan PaCO2 dan kemunduran ventilasi alveolar.



2.8 Komplikasi Asidosis Respiratorik Jika tidak diobati, asidosis berpotensi menyebabkan komplikasi berupa :      



Gagal ginjal Osteoporosis Gangguan otot Gangguan sistem endokrin Batu ginjal Keterlambatan dalam pertumbuhan



BAB III KONSEP KEPERAWATAN 3.1 PENGKAJIAN a) Indentitas Nama, Umur, Jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit Tanda dan gejala : Dispnea; arteriksis; gelisah menimbulkan letargi, kacau mental, dan koma. b) Pengkajian fisik : Peningkatan frekuensi jantung dan pernapasan, diaphoresis, dan sianosis. Hiperkapnia berat dapat menyebabkan vasodilatasi serebral, mengakibatkan peningkatan tekanan intrakarnial (TIK) dengan papiladema. Temuan lain mungkin dilatasi konjungtiva dan pembuluh darah wajah. c) Parameter pemantauan : Adanya distrimia ventrikel; peningkatan TIK. d) Riwayat dan factor resiko -



Penyakit pernapasan akut: gagal pernapasan akut dari beberapa penyebab, termasuk pneumonia, adult respiratory distress syndrome (ARDS).



-



Takar lajak obat : sedasi berlebihan dengan obat yang menyebabkan depresi pusat pernapasan.



-



Trauma dinding dada : Flail chest, pneumothoraks.



-



Trauma/lesi system saraf pusat : dapat dapat terjadi pada hiperkalemia, polio, syndrome guilain-Barre



-



Iatrogebij : ketidaktepatan ventilasi mekanikal (peninglkatan ruang mati, ketidakcukupan frekuensi atau volume); fraksi oksigen inspirasi tinggi pada retensi CO2 kronis. (Mima M. Horne, 2000: 147-148)



3.2 Diagnosa Keperawatan a. Kerusakkan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoventilasi alveolar sekunder terhadap proses penyakit yang mendasari.



Hasil yang diharapkan : pasien mempunyai pertukaran gas adekuat dibuktikan oleh tegangan oksigen darah arteri (PaO2) ≥ 60 mmHg, PaCO2 ≤ 45 mmHg, pH 7,357,45, FP 12-20 kali/menit dengan pola dan kedalaman normal (eupnea), dan takadanya bunyi napas tambahan. b. Perubahan sensori-persepsi yang berhubungan dengan gangguan pengaturan asam basa. Hasil yang diharapkan : pasien mengungkapkan orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu dan tidak menunjukkan bukti cedera yang disebabkan oleh perubahan sensorium. c. Perubahan membrane mukosa oral yang berhubungan dengan pola napas abnormal. Hasil yang diharapkan : mukosa oral pasien, bibir, dan lidah utuh dengan kelembaban adekuat. d. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan pengobatan dan prosedur yang sering Hasil yang diharapkan : pasien tidur tanpa gangguan selama sedikitnya 90 menit dan menyatakan perasaan sehat. e. Koping keluarga takefektif yang berhubungan dengan reaksi stress sekunder terhadap penyakit berbahaya dari anggota keluarga. Hasil yang diharapkan : anggota keluarga menunjukkan mekanisme koping efektif, mencari dukungan dari orang lain dan mendiskusikan masalah diantara unit keluarga. (Mima M. Horne, 2000: 149-153) 3.3 Intervensi Keperawatan a. Kerusakkan pertukaran gas 1. Pantau hasil pemeriksaan GDA untuk mendektesi adanya hiperkapnia kontinu atau hipoksemia. Laporkan temuan bermakna (mis; varians 10-20 mmHg pada PaO2 atau PaCo2) 2. Kaji dan dokumentasikan karakter upaya pernapasan : frekuensi, kedalaman, irama, dan penggunaan otot aksesori pernapasan 3. Kaji pasien terhadap tanda dan gejala distress pernapasan: gelisah, ansietas, kacau mental, dan takipnea (>20x/menit).



4. Baringkan pasien untuk kenyamanan dan untuk menjamin pertukaran gas optimal. Biasanya posisi semi powler memungkinkan ekspansi adekuat dari dinding dada, tetapi proses patologis khusus harus dipertimbangkan bila memposisikan pasien. b. Perubahan sensori-perspsi 1. pantau GDA serum dan hasil CO2 serum. Beritahu dokter mengenai nilai abnormal dan perubahan bermakna. Dengan interval yang sering kaji dan dokumentasikan tingkat kesadaran pasien dan orintasikan terhadap orang, tempat, dan waktu. 2. Gunakan terapi realita, seperti foto yang dikenal, kelender, dan jam dengan permukaan yang cukup besar untuk dapat dilihat oleh pasien. 3. Pertahankan tempat tidur pada posisi paling rendah, dengan semua trail tempat tidur tinggi dan roda terkunci. 4. Bila pasien diperbolehkan turun dari tempat tidur, ingatkan pasien untuk meminta bantuan sebelum turun. 5. Gunakan lampu malam untuk meminimalkan kekacauan mental pada lingkungan yang takdikenal dan gelap. 6. Tenangkan orang terdekat pasien bahwa kekacauan mental pasien akan hilang dengan pengobatan. c. Perubahan membrane mukosa oral 1. Kaji membrane mukosa oral pasien, bibir dan lidah setiap 2 jam, perhatikan adanya kekeringan, eksudat, bengkak, lepuh, dan ulkus. 2. Bila pasien waspada dan mampu minum per oral, berikan beberapa hisapan air atau es batu untuk menghilangkan kekeringan. 3. Lakukan perawatan mulut stiap 2-4 jam, menggunakan sikat gigi berbulu halus untuk membersihkan gigi dan melembabkan mulut atau toothette. 4. Bila



diindikasikan,



gunakan



sediaan



saliva



buatan



untuk



membantu



mempertahankan kelembaban membrane mukosa. d. Gangguan pola tidur 1. Kumpulkan informasi tentang kebiasaan pola tidur normal pasien : ritual waktu tidur; posisi kebiasaan; jam tidur yang diperlukan .



2. Kelompok aktivitas untuk meminimalkan kebutuhan terhadap tiodur pasien tanpa gangguan. Bahkan gangguan singkat dari tidur dapat mengakibatkan perasaan kelelahan. 3. Upaya untuk memberikan prosedur atau tindakan taknyaman atau takmenyenangkan sedikitnya satu jam sebelum waktu tidur untuk memungkinkan waktu untuk relaksasi sebelum pasien berupaya untuk pergi tidur. 4. Berikan gosokkan punggung, perubahan posisi, dan teknik relaksasi (music tenang, instruksi untuk imajinasi) pada waktu tidur. 5. Bila pasien memerlukan tidur siang karena kelelahan, berikan kesempatan untuk tidur diantara jam 13.00 dan jam 15.00. e. Koping keluarga takefektif 1. Buat jalur komunikasi terbuka dengan keluarga, berikan situasi dimana anggota keluarga dapat mengajukan pertanyaan, mengungkapkan perasaan, dan mendiskusikan masalah diantara anggota keluarga yang lain. 2. Kaji pengetahuan anggota keluarga tentang terapi dan tindakan pasien. 3. Berikan kesempatan dan area untuk anggota keluarga untuk bicara secara pribadi serta mengungkapkan masalah dengan anggota pelayanan kesehatan. 4. Tentukan strategi koping efektif yang telah digunakan oleh keluarga pada situasi stress yang lain. 5. Berikan harapan yang realistis. (Mima M. Horne, 2000: 150-153)



3.4 Evaluasi Evaluasi keperawatan mengacu pada tujuan dan kriteria hasil dari perencanaan apakah tercapai atau tidak.



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Asidosis respiratorik adalah gangguan klinis di mana pH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 44 mm Hg. Kondisi ini dapat akut atau kronis. Kemungkinan penyebab mencakup penyakit paru, depresi pusat pernapasan oleh obat atau penyakit, gangguan saraf atau yang mengurangi kemampuan bernapas, atau (secara sementara) bahkan hanya tindakan menahan napas. Pasien dengan asidosis respiratorik kronis dapat mengeluhkan kelemahan, sakit kepala pekak, dan gejala-gejala proses penyakit yang mendasari. Paralisis dan koma akibat vasodilatasi serebrum sebagai respons terhadap peningkatan konsentrasi karbondioksida jika kadarnya menjadi toksik. Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki ventilasi; tindakan yang pasti berbeda sesuai dengan penyebab ketidakadekuatan ventilasi. Preparat farmakologi digunakan sesuai indikasi. Tindakan hygiene pulmonary dilakukan, ketika diperlukan, untuk membersihkan saluran pernapasan dari mucus dan drainase purulen.



B. Saran 1. Dengan penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa memahami dan mampu memberikan asuhan kepearawatan pada pasien dengan asidosis respiratorik. Dan bagi institusi diharapkan mampu dengan baik dalam menjalankan asuhan keperawatan pada pasien yang sesuai dengan prosedur. 2. Untuk para pembaca diharapkan untuk lebih menjaga asupan makanan. Karena dari asupan makanan itu bisa menyebabkan asidosis metabolic. 3. Untuk para pembaca diharapkan untuk lebih banyak membaca kata-kata medis, supaya mempermudah pembaca untuk memahami makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Doenges, M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC. Horne, M. M., Swearingen, P. L. 2000. Keseimbangan Cairan, Elektrolit & Asam Basa. Jakarta: EGC. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi Buku Saku. Jakarta:EGC.