MAKALAH Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Kala IV [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kala IV adalah masa dua jam setelah plasenta lahir. Dalam kala IV ini, ibu masih membutuhkan pengawasan yang intensif karena dikhawatirkan akan terjadi pendarahan. Pada keadaan ini atonia uteri masih mengancam. Pada saat proses persalinan terkadang harus dilakukan episiotomi misalnya kepala bayi terlalu besar atau mencegah ruptur perineum totalis. Oleh karena itu kala IV penderita belum boleh dipindahkan kekamarnya dan tidak boleh ditinggalkan bidan. Selama masih dalam proses kala IV ibu berada dalam masa kritis maka harus selalu dilakukan pemantauan kala IV oleh bidan. Pada materi kali ini akan dibahas mengenai asuhan pada ibu bersalin kala IV: fisiologi kala IV, evaluasi uterus, konsitensi dan atonia, pemerikasaan serviks, vagina dan perineum, melakukan penjahitan episiotomi/laterasi serta pemantauan kala IV. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja yang dilakukan pada saat memberikan asuhan ibu bersalin kala IV? 2. Bagaimana pemantauan dan evaluasi lanjut kala IV ? 3. Apa saja yang dilakukan pada saat pemantauan kala IV? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang dilakukan pada saat memberikan asuhan pada ibu bersalin kala IV 2. Untuk mengetahui persiapan yang diperlukan untuk melakukan penjahitan luka episiotomi. 3. Untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang dilakukan pada saat pemantauan kala IV



BAB II 1



PEMBAHASAN 2.1 Fisiologi kala IV persalinan Selama 10-45 menit berikutnya setelah kelahiran bayi, uterus berkontraksi menjadi sangat kecil yang mengakibatkan pemisahan dinding uterus dan plasenta, dimana nantinya akan memisahkan plasenta dari tempat letaknya. Pelepasan plasenta membuka sinus-sinus palsenta dan menyebabkan perdarahan. Akan tetapi, dibatasi sampai rata-rata 350 ml oleh mekanisme sebagai berikut: serabut otot polos uterus tersusun terbentuk angka delapan mengelilingi pembuluhpembuluh darah ketika pembuluh darah tersebut melalui dinding uterus. Oleh karena itu, kontraksi uterus setelah persalinan bayi menyempitkan pembeluh darah yang sebelumnya menyuplai darah ke plasenta. Selama 4-5 minggu pertama setelah persalinan, uterus mengalami involusi beratnya menjadi kurang dari setengah berat segera setelah pasca persalinan dan dalam 4 minggu uterus sudah kembali seperti sebelum hamil. Selama permulaan involusi uterus, tempat plasenta pada permukaan endometrium mengelami autolisis,yang menyebabkan keluarnya sekret vaginayang dikenal sebagai lochea , yang diawali dengan lochea rubra hingga serosa, terus belangsung sampai ½ minggu. Setelah itu, permukiaan endometrium mengalami reepitelisasi dn kembali ke kehidupan seks nongravid yang normal. Setelah kelahiran bayi, kadar basal sekresi prolaktin kembali ke kadar sebelum hamil dalam beberapa minggu berikutnya. Akan tetapi, setiap ibu yang menyusui bayinya, isyarat syaraf dari puting susu ke hipotalamus menyebabkan gelora sekresi prolaktin hampir sepuluh kali lipat yang berlangsung sekitar 1 jam,sebaliknya prolaktin bekerja atas payudara untuk menyiapkan susu bagi periode penyusuan berikutnya. Bila prolaktin ini tidak ada, jika ia dihambat sebagai akibat kerusakan pada hipotalamus atau hipofisis, atau jika menyusui tidak kontinu tetapi normalnya kecepatan pembentukan sangat menurun dalam 7 - 9 bulan.



Bila bayi mengisap susu,inpuls sensoris dihantarkan melalui saraf somatis ke medula spinalis kemudian ke hipotalamus. Hormon ini mengalir dalam darah menuju ke kelenjar mammae menyebabkan sel-sel miopepitel yang mengelilingi dinding luar alveoli 2



berkontraksi dan memeras susu dari alveoli ke duktus. Jadi, dalam 30’ sampai 1 menit stelah bayi mengisap kelenjar mammae susu mulai mengalir. Proses ini dinamakan ejeksi susu atau pengeluaran susu yang disebabkan oleh gabungan refleks neurogenik dan hormon oksitosin hal ini juga berdampak pada kontraksi uterus dan berdampak pada proses involusi uterus dan pendarahan pasca persalinan. 2.2 Evaluasi Uterus, Konsistensi, dan Atonia Setelah kelahiran plasenta, uterus ditemukan ditengah-tengah abdomen kurang lebih 2/3 sampai 3/4 antara simpisis pubis dan umbilikalikal. Jika uterus ditemukan dibagian tengah, diatas umbilikalikal, hal ini menandakan adanya perdarahan dan bekuan didalam uterus,yang perlu ditekan dan dikeluarkan. Uterus yang berada diatas umbilikalikus dan bergeser, paling umum ke kanan cenderung menandakan kandung kemih penuh menyebabkan uterus bergeser, menghambat kontraksi, dan memungkinkan peningkatan perdarahan. Jika ibu tidak mampu buang air kecil pada saat ini, kandung kemih sebaiknya di kosongkan oleh kateter untuk mencegah perdarahan berlebihan. Uterus yang berkontraksi normal harus keras ketika disentuh. Jika segmen atas uterus keras, tetapi perdarahan uterus keras, tetapi perdarahan uterus tetap, pengkajian segmen bawah perlu dilakukan. Uterus yang lunak,hipotonik,longgar,tidak berkontraksi dengan baik disebut sebagai atonia uterus. Penyebab utama dari atonia uterus adalah perdarahan pascapersalinan segera. Hemostatis uterus yang utama dipengaruhi oleh kontraksi jaringan serat-serat otot miometrium. Serat-serat ini bertindak sebagai pengikat pembuluh darah terbuka pada sisi plasenta.



2.3 Pemeriksaan serviks, vagina,dan perineum Setelah memastikan uterus berkontraksi secara efektif dan pendarahan bersal dari sumber lain,bidan hendaknya menginspeksi perineum, vagina bawah,dan area periuretra 3



untuk mengetahui adanya memar, pembukaan hematom, laserasi pada pembuluh darah, atau mengalami pendarahan. Jika episiotomi telah dilakukan, evaluasi kedalam dan perluasannya. Berikutnya pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan forniksdan serviks vagina untuk mengetahui laserasi dan cedera. Pada mayoritas persalinan pervaginam spontan normal, tidak akan ada indikasi untuk pemeriksaan ini sehingga tidak perlu dilakukan. Indikasi untuk dilakukan pemeriksaan tersebut adalah seperti mencakup pada kondisi berikut ini. 1. Aliran menetap atau sedikit aliran pendarahan pervaginam brerwarna merah terang, 2. 3. 4. 5. 6.



dari bagian atas tiap laserasi yang diamati,setelah kontraksi uterus dipastikan. Persalinan cepat atau presipitatus Manipulasi serviks selama persalinan, misalnya untuk mengurangi tepi anterior Dorongan maternal ( meneran ) sebelum dilatasi serviks lengkap. Kelahiran pervaginam operasi dengan forsep atau vakum. Persalinan traumatik misalnya distosia bahu. Adanya salah satu faktor ini mengindikasikan kebutuhan untuk inspeksi serviks dan



memastikan kebutuhan untuk melakukan perbaikan. Beberapa klinisi manganjurkan inspeksi serviks yang rutin,menggunakan rasional bahwa hal ini mengurangi laserasi serviks sebagai penyebab pendarahan berikutnya. Akan tetapi, inspeksi serviks tidak diperlukan pada persalinan dan kelahiran normal tanpa ada pendarahan persisten. Bidan harus menguasai dalam melakukan keahlian ini karena sering kali menimbulkan rasa nyeri atau perasaan menyakitkan bagi ibu.



2.4 Pemantauan Dan Evaluasi Lanjut Selama sisa waktu dalam kala IV persalina, tanda-tanda vital, uterus, kandung kemih,lochia,perkiraan kehilangan darah, serta perineum ibu harus di pantau dan dievaluasi, sehingga semuanya berjalan stabil. 4



a. Tanda-tanda vital Pemantauan tanda vital ibu antara lain tekanan darah,denyut jantung,dan pernafasan dilakukan selama kala IV persalinan dimulai setelah kelahiran placenta. Seterusnya kemudian dievaluasi lagi setiap 15 menit sekali hingga keadaannya stabil seperti pada persalinan,atau jika ada indikasi perlu dimonitor lebih sering lagi. Suhu ibu diukur sedikitnya sekali dalam kala IV persalinan dan dehidrasinya juga harus dievaluasi. Denyut nadi biasanya berkisar 60-70X per menit. Apabila denyut nadi lebih dari 90x per menit, perlu dilakukan pemeriksaan dan pemantaun yang terus menerus.jika ia menggigil tetapi tidak ada infeksi ( ingat bahwa peningkatan suhu dalam batas 20F adalah normal ) hal tersebut akan berlalu jika bidan mengikuti beberapa langkah dasar ; berilah kehangatan dengan menyelimuti tubuh ibu dengan selimut yang hangat, berikan rasa kepastian dengan memberikan penjelasan mengapa ia menggigil dan juga memberi pujian yang melimpah tentang kinerjanya dalam persalinan, ajari ibu



untuk



mengendalikan



pernafasannya



serta



teknik-teknik



relaksasi



progresif,kadang-kadang suhu dapat lebih tinggi dari 37,20 C akibat dehidrasi atau persalinan yang lama b. Kontraksi uterus Pemantauan kontraksi uterus harus dilakukan secara simultan. Jika uterus lembek, maka wanita itu bisa mengalami perdarahan. Untuk mempertahankan kontraksi uterus dapat dilakukan rangsangan taktil ( pijatan ) bila uterus mulai melembek atau dengan cara menyusukan bayi kepada ibunya,tetapi si bayi biasanya tidak berada di dalam dekapan ibu berjam-jam lamanya dan uterus mulai melembek lagi c. Lochea Jika uterus berkontraksi kuat,lochea kemungkinan tidak lebih dari menstruasi. Dengan habisnya efek oksitosik setelah melahirkan, jumlah lochea akan bertambah karena miometrium sedikit banyak berelaksasi. d. Kandung kemih Kandung kemih harus dievaluasi untuk memastikan kandung kemih tidak penuh. Kandung kemih yang penuh mendorong uterus ke atas dan menghalangi uterus berkontraksi sepenuhnya. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk menggosokkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk menggosokkan kandung kemihnya setiap kali diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginann untuk berkemih mungkin berbeda-beda setelah ia melahirkan bayinya. 5



jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan cara menyiramkan air bersih dan hangat kedalam periniumnnya. Atau masukkan jari-jari ibu kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan. Jika setelah tindakan-tindakan ini ibu tetap tidak dapat berkemih secara spontan, mungkin diperlukan caterisasi jika kandung kemih penuh atau dapat di palpasi, gunakan tehnik aseptik pada saat memasukkan



kateter nelaton disenfeksi



tingkat tinggi atau steril



untuk



menggosokkan kandung kemih. Setelah menggosokkan kandung kemih, lakukan rangsangan taktil (pemijatan)untuk merangsang uterus berkontraksi lebih baik. e. perineum perineum di evaluasi untuk melihat adanya edema atau hematoma. Bungkusan keping es yang dikenakan perineum mempunyai efek ganda untuk mengurangi ketidaknyaman dan edema bila telah mengalami epsiotomi atau laserasi. 2.5 Perkiraan Darah yang Hilang Sangat sulit memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena darah sering kali bercampur dengan cairan ketuban atau urine dan mungkin terserap handuk,kain,atau sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui penghitungan jumlah darah di sarung karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin sarung telah di ganti jika terkena sedikit darahatau basah oleh darah. Meletakkan wadah atau pispot dibawah bokong pasien untuk mengumpulkan darah bukanlah cara efektif untuk mengukur kehilangan darah dan bukan cerminan asuhansayang ibu, karena berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan pasien untuk memegang bayinya. Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan menilai volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mngisi dua botol, artinya pasien telah kehilangan 1 liter darah, jika darah bisa mengisi setengah botol pasien kehilangan 250 ml darah dan seterusnya. Memperkirakan kehilangan darah, hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi pasien. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gajala dan tekanan darah.



6



Apabila perdarahan menyebabkan pasien lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darh sistole turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya, mak telah terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. Bila pasien mengalami syok hipovolemik maka pasien telah kehilangan darh 500 % dari total dari jumlah darah (2000 – 2500 ml) penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darh pasien selama kala IV melalui pemeriksaan tanda vital, jumlah darh yang keluar dan kontraksi uterus. 2.6 Pemantauan Selama Kala IV Sebagai besar kejadian kesakitan dan kematian ibu disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dan terjadi dalam 4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini, penting sekali untuk memantau ibu secara ketat segera setelah setiap tahapan atau kala persalinan diselesaikan. Hal-hal yang perlu dipantau selama dua jam pertama pacapersalinan. 1. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan perdarahan setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua pada kala IV. 2. Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras, setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam kedua kala IV. 3. Pantau suhu ibu satu kali dalam jam pertama dan satu kali pada jam kedua pascapersalinan. 4. Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua. 5. Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai tonus dan perdarahan uterus, juga bagaimana melakukan pemijatan jika uterus menjadi lembek. 2.7 Penjahitan Luka Episiotomi atau Laserasi 1. Anestesi lokal, prinsip penjahitan luka perineum Jika perlukaan hanya mengenai bagian luar (superfisial) saja atau jika perlukaan-perlukaan tersebut tidak mengeluarkan darah, biasanya tidak perlu dijahit. Hanya perlukaan yang lebih dalam di mana jaringannya tidak bisa didekatkan dengan baik atau perlukanaan yang aktif mengerluarkan darah memerlukan suatu penjahitan. 7



Perlu diingat prinsip-prinsip dasar dari penyembuhan luka. Perlukaan bisa sembuh karena pembentukkan jaringan-jaringan baru. Yakni, jaringan bekas luka akan tumbuh kembali diantara kedua sisi luka untuk kemudian menyatu kembali. Penjahitan akan membawa kedua sisi perlukaan menyatu untuk mempermudah pertumbuhan jaringan bekas luka. Setiap kali tusukan jahitan dibuat, jaringan akan terluka dan satu tempat baru masuknya bakteri akan tercipta. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menggunakan jumlah jahitan yang sesedikit mungkin untuk merapatkan jaringan dan untuk menghentikan pengeluaran darah dari perlukaan. Tujuan dari penjahitan perlukaan perineum/episiotomi menurut Pusdiknakes (2003) ialah : a. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar proses penyembuhan bisa terjadi. Proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil dari pertumbuhan jaringnnya. b. Untuk menghentikan perdarahan. c. Setelah menetukan jenis laserasi yang terjadi, siapkanlah peralatan yang diperlukan untuk penjahitan. Menjahit laserasi yang lebih dari satu atau dua jahitan tanpa anestesi bukanlah tindakan asuhan sayang ibu.



Lidocaine 1% adalah cairan anestesi yang dianjurkan untuk penjahitan episiotomi dan laserasi setelah kelahiran. Lidocaine 2% tidak dianjurkan karena terlalu tinggi konsentrasinya dan bisa menimbulkan necrosis jaringan. Lidocaine dengan epinephrine tidak dianjurkan karena akan memperlambat penyerapan lidocaine dan akan memperpanjang efek kerjanya. Tak satupun dari kedua efek tersebut diperlukan bagi penjahitan episiotomy dan laserasi. Ukuran dan panjang jarum serta banyaknya obat anestesi yang diperlukan akan bergantung pada laserasinya. Sebuah jarum berukuran 22, dengan panjang 3-4 cm sudah cukup untuk menginjeksikan anestesi kedalam luka episiotomy, perluasan laserasi akibat episiotomy atau robekan vagina. Akan tetapi, jarum yang berukuran lebih kecil hendaknya dipakai pula untuk laserasi yang lebih kecil didaerah yang lebih peka. Sebagai contoh, jarum yang berukuran 8



25, panjang 2-3 cm akan menjadi pilihan yang lebih baik untuk menganestesi perlukaan klitoris. Bidan hendaknya menggunakan kebijaksanaan klinis dalam menentukan jarum mana yang harus dipakai. Teknik penginjeksian anestesi adalah : a. Jelaskan kepada ibu apa yang akan anda lakukan dan bantulah ia agar rileks. b. Masukkan jarum pada ujung atau pojok laserasi atau luka dan dorong masuk sepanjang luka mengikuti garis dimana jarum jahitnya akan masuk atau keluar. c. Aspirasi dan kemudian injeksikan anestesis tersebut sambil menarik jarum ke titik dimana jarum masuk. d. Hentikan penginjeksian anestesi dan belokkan kembali jarum sepanjang garis lain dimana anda merencanakan akan membuat jahitan. e. Ulangi proses pemasukkan jarum, kemudian aspirasi, dan injeksikan sambil menarik jarum hingga selurah daerah yang kemungkinan akan merasa sakit sudah dianestesi.



2. Penjahitan episiotomi/laserasi Ada berbagai teknik untuk penjahitan episiotomy dan laserasi. Pada masa lalu, banyak orang yang menggunakan jahitan satu-satu. Sekarang bayak yang menggunakan jahitan jelujur (bersambung) karena memiliki kelebihan tertentu yaitu: a. Sedikit memberikan rasa sakit bagi ibu (setelah penjahitan). b. Mudah dipelajari karena hanya melibatkan satu jenis teknik panjahitan saja. c. Jumlah jahitannyapun hanya sedikit. Langkah- langkah penjahitan dengan teknik jelujur untuk rupture perineum tingkat dua dan episiotomy a. Sentuhlah dengan jari anda seluruh area lukanya (syatannya). Lihatlah dengan jelas dimana puncak lukanya tempatkan jahitan yang pertama 1 cm di atas puncak luka di dalam vagina tersebut. Pegang pinset ditangan yang lainnya. Gunakan pinset untuk menarik jarummelalui jaringannya. 9



Jangan sekali-kali menggunakan jari tangan untuk meraba jarumnya karena berbahaya. Hal itu bisa berakibat terjadinya robekan kecil pada sarung tangan karena tusukan jarum dan sangat berpotensi untuk mendapatkan infeksi yang dibawa oleh darah seperti misal HIV dan hepatitis B. ikatlah jahitan tersebut dengan simpul mati dan pendekkan ujung simpul sampai kira-kira 1 cm. b. Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur sampai cincin hymen yang berada di bawahnya. c. Jarum kemudian akan menembus mukosa vagina, sampai ke belakang cincin hymen, dan ditarik keluar pada luka perineum. Perhatikan berapa dekatnya jarum ke puncak lukanya. d. Gunakan teknik jahitan jelujur saat anda menjahit lapisan ototnya. Lihat kedalam luka untuk mengetahui letak ototnya. Biasanya akan tampak sedikit lebih merah dan rasanya agak keras apabia disentuh. Penting sekali untuk menjahit otot ke otot. Rasakan dasar dari luka karena pada waktu sudah mencapai ujung luka, berarti lapisan otot yang dalam telah menutup. e. Setelah mencapai ujung yang paling akhir dari luka, putarlah arah jarum dan mulailah menjahit kea rah vagina, dengan menggunakan jahitan untuk menutup jaringan subcuticuler. Carilah lapisan subcuticuler persis dibawah lapisan kulit. Jaringan subcuticuler umumnya lembut dan memiliki warna yang sama dengan mukosa vagina. Lalu buat jahitan lapis kedua. Perhatikan sudut jarumnya. Jahitan lapisan kedua ini akan meninggalkan lebar luka kira-kira 0,5 cm terbuka. Luka ini akan menutup sendiri pada waktu proses penyembuhan berlangsung. f. Sekarang pindahkan jahitannya dari bagian luka padda perineum kembali ke vagina di belakang cincin hymen untuk diamankan, diikat dan dipotong benangnya. g. Ikatlah jahitannya dengan simpul mati. Untuk membuat simpul tersebut benarbenar kuat, buatlah 1 ½ kali simpul mati. Potong kedua ujung benang, dan hanya disisakan masing-masing 1 cm. jika ujungnya dipotong terlalu pendek, jahitannya mungkin akan terlepas. Jika hal ini terjadi, seluruh episiotomy akan menjadi longgar dan terlepas. h. Periksa kembali untuk memastikan bahwa tidak ada sesuatu yang tertinggal, kasa, tampon, atau alat di dalam vagina ibu. Cucilah alat kelamin ibu dengan air bersabun. Keringkan dan buatlah ibu merasa nyaman.



10



i. Berikan petunjuk kepada ibu mengenai cara pembersihan daerah perineum dengan sabun dan air 3 sampai 4 kali sehari. Kalau tidak, ibu harus menjaga agar perineumnya tetap kering dan bersih. Beritahu ibu agar jangan memasukkan benda apapun kedalam vaginanya. Dan mintalah agar ibu kembali dalam waktu satu minggu agar dapat memeriksanya kembali.



2.7.1 Pengertian episiotomi atau laserasi Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum dan kulit depan perineum. Episiotomi adalah



incisi dari pirenium untuk memudahkan persalinan dan



mencegah rupturaperinea totalis. Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. Episiotomi adalah torehan dari perineum untuk memudahkan persalinan dan mencegah ruptur perienium totalis. Di masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan (reparasi), mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi tetapi hal tersebut ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin et al, 2000; Wooley, 1995). Tetapi sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak boleh dilakukan karena ada indikasi tertentu untuk melakukan episiotomi (misalnya, persalinan dengan ekstraksi cunam, distosia bahu, rigiditas perineum, dsb). Para penolong persalinan harus cermat membaca kata rutin pada episiotomi karena hal 11



itulah yang tidak dianjurkan, bukan episiotominya. Episiotomi rutin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan : a. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan berisiko hematoma b. Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomi. c. Meningkatnya nyeri pascapersalinan di daerah perineum d. Meningkatnya resiko infeksi.



2.7.2 Tujuan 1. Untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar proses penyembuhan bisa terjadi. Proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil dari pertumbuhan jaringnnya. 2. Untuk menghentikan perdarahan. 3. Episiotomi juga dapat mencegah kendornya panggul 4. Mempercepat persalinan dgn melebarkan jalan lahir lunak atau mempersingkat kala II 5. Mempercepat tekanan pada kepala anak 6. Mengendalikan robekan perineum untuk memudahkan menjahit 7. Menghidari robekan perineum spontan 8. Mempercepat kemungkinan ruptura perineum totalis 2.7.3 Jenis jenis luka episiotomi Sayatan episiotomi umumnya menggunakan gunting khusus, tetapi dapat juga sayatan dilakukan dengan pisau. Berdasarkan lokasi sayatan maka dikenal 4 jenis episiotomi yaitu: 1. Episiotomi medialis. Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani. Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah: perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan. Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet (laserasi m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum). 2. Episiotomi mediolateralis



12



Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 cm. Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris. 3. Episiotomi lateralis Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita. 4. Insisi Schuchardt Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar. 2.7.4 Persiapan dan langkah melakukan penjahitan 1. Atur posisi ibu secara lithotomi, kemudian arahkan lampu, bersihkan daerah vulva dan perineum, petugas mencuci tangan dan mengenakan sarung tangan sendiri, lalu pasang duk steril dibawah bokong pasien. 2. Rabalah seluruh daerah luka dengan ujung jari, lihat dan perhatikan letak ujung luka, pasang vagina tampon bila perlu, jepit jarum jahit dengan naldvoeder, pasang benang jahit pada jarum, pegang pincet anatomis dengan tangan kiri, naldvoeder dengan tangan kanan, pastikan obat anastesi telah bereaksi dengan bantuan pinset, tempatkan jahit pertama 1cm diatas ujung luka, tarik jarum dengan bantuan pinset, ikat ujung jahitan dengan simpul mati 2x dan potong sisa benang kira-kira 1cm diatas simpul. 3. Jahitlah mukosa vagina dengan teknik jelujur hingga mencapai lingkaran hymen, tusukan jarum menembus mukosa vagina dibelakang hymen hingga ujung jarum mencapai luka pada daerah perineum, lalu periksa tepi luka, lanjutkan melakukan penjahitan hingga ujung kaudal luka, pastikan bahwa setiap jahitan padatiap sisi memiliki ukuran yang sama dan otot yag berada dibagian dalam sudah tertutup.



13



4. Setelah mencapai ujung luka, arahkan jarum ke kranial dan mulai melakukan penjahitan lapisan ke dua secara jelujur untuk jaringan subkutikulair, masukan jarum dari daerah perineum kea rah vagina, ujung jarum harus keluar dibelakang lingkaran hymen, setelah selesai jahitan subkutikulair, masukan jarum dari daerah perineum kea rah vagina, ujung jarum harus keluar dibelakang lingkaran hymen, ikat benang dengan simpul mati 3 kali, potong ujung benang kira-kira 1,5 cm dari atas simpul. 5. Tempelkan kasa steril yang telah diberi betadin solution pada jahitan perineum dan agak dorong sedikit kedalam vagina kemudian pasang pembalut dan celana dalam. 6. Beritahukan kepada pasien bahwa tindakan telah selesai dilakukan, bersihkan pasien, ganti pakaiannnya dengan yang bersih, buatlah pasien merasa nyaman. 7. Rendam semua alat-alat yang telah dipakai dalam larutan klorin 0,5%, sebelum membuka sarung tangan, elupkan tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, bersihkan tempat tidur menyemprotkan larutan klorin 0,5% diatasnya setelah selesai rendam rapihkan alat, buka sarung tangan dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit kemudian lakukan pemrosesan alat dan rapikan alat-alat yang lain, mencuci tangan dan membuka skort dan kaca mata pelindung.



14



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kala IV adalah 0 menit sampai 2 jam setelah persalinan plasenta berlangsung. Ini merupakan masa kritis bagi ibu, karena kebanyakan wanita melahirkan kehabisan darah atau mengalami suatu keadaan yang menyebabkan kematian pada kala IV ini. Bidan harus terus memantau keadaan ibu sampai masa kritis ibu telah terlewati. Periksa apakah ada laserasi akibat persalinan atau tidak. Jika ada maka segera lakukan penjahitan sesuai dengan derajat laserasi. Periksa fundus setiap 15 menit pada satu jam pertama, dan setiap 20-30 menit pada satu jam kedua. Jika tidak ada kontraksi lakukan massase uterus, namun jika ada selalu pantau kontraksi uterus, karena hal ini akan menyebabkan pembuluh darah terjepit dan perdarahan akibat persalinan akan perlahan –lahan terhenti. Pemeriksaan tekanan darah, nadi dan kantong kemih setiap 15 menit jam pertama dan 30 menit pada satu jam kedua. Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi.Tawarkan ibu untuk makan minum yang disukai. Bersihkan perineum ibu,ganti pakaian ibu dengan pakaian bersih, dan kenakan ibu tella. Inisiasi dini harus tetap dilakukan agar bayi mendapat kolostrum ibu dan membantu uterus berkontraksi 3.2 Saran 1. Bagi keluarga agar memberi motivasi kepada ibu untuk menerima dan beradaptasi dengan bayinya sebaik mungkin 2. Bagi petugas kesehatan agar meningkatkan pelayanan dan memberikan pelayanan secara berkesinambungan sehingga diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.



15



DAFTAR PUSTAKA Saifudin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiohardjo.edisi 4. Jakarta . PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008 Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu kandungan. Edisi 2. Jakarta.Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo. 2005 Kamus kedokteran Dorlan. Jakarta . EGC. 1994 Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta. EGC. 2000 Wiknjosastro , Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta. Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo.2007 Cunningham FG et al. William Obstetrics. 22nd . New York. McGraw-Hill.2005 DEPKES RI. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. 2008 Sulistyawati Ari, Nugraheny E. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta : Salemba Medika



16