14 0 225 KB
ASURANSI DAN PEGADAIAN SYARI’AH DI S U S U N Oleh Kelompok 4 LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH Nama : Sriwahyuni (17110055) Muhammad Zaman Zuhri (17110056) Nurul (17110056) Akmal Chaniago (17110075) Nizal Aufa (18110141) Zuljalali (17110052)
UNIVERSITAS ISLAM KEBANGSAAN INDONESIA TAHUN 2020
DAFTAR ISI
Daftar Isi :..................................................................................................... i BAB I Pendahuluan :................................................................................... 1 1. Latar belakang :............................................................................... (1) 2. Identifikasi Masalah :...................................................................... (2) 3. Tujuan Pembahasan :...................................................................... (3) Bab II Pembahasan :.................................................................................. 2 1. Pengertian Pegadaian Syari’ah :....................................................(1) 2. Landasan hukun :........................................................................... (2) 3. Sejarah Pegadaian :........................................................................ (3) 4. Tujuan Gadai Syari’ah :................................................................ (4) 5. Rukun Gadai Syari’ah :................................................................ (5) 6. Mekanisme Gadai Syari’ah :........................................................ (6) 7. Pengertian Asuransi :.................................................................... (7) 8. Prinsip Operasional :..................................................................... (8) 9. Pandanggan dan Tinjauan :......................................................... (9) BAB III Penutup :.....................................................................................3 1. Kesimpulan :.................................................................................. (1) 2. Saran :.............................................................................................(2) Daftar Pustak :............................................................................................ 4
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Sistem Keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam. Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi harus sudah sampai kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam ádalah terbebas dari unsur riba. Kontrak keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba adalah mekanisme syirkah yaitu : musyarakah dan mudharabah (bagi hasil). Perkembangan industri perbankan dan keuangan syariah dalam satu dasawarsa belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modalsyariah, reksadana syariah, obligasi syariah, pegadaian syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Demikian pula di sektor riil, seperti Hotel Syariah,Multi Level Marketing Syariah, dsb. Maka seiring berkembangnya entitas syariah di Indonesia, maka muncul juga permintaan akan standar akuntansi syariah yang relevan di terapkan dalam suatu entitas syariah. pada dasarnya standar akuntansi merupakan pengumuman atau ketentuan resmi yang dikeluarkan badan berwenang di lingkungan tertentu tentang pedoman umum yang dapat digunakan manajemen untuk menghasilkan laporan keuangan. Dengan adanya standar akuntansi syariah, laporan keuangan diharapkan dapat menyajikan informasi yang relevan dan dapat dipercaya kebenarannya. Standar akuntansi juga digunakan oleh pemakai laporan keuangan seperti investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat umum sebagai acuan untuk memahami dan menganalisis laporan keuangan sehingga memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan yang benar. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki peranan penting bagi pihak penyusun dan pemakai laporan keuangan sehingga timbul keseragaman atau kesamaan interpretasi atas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.
1.2 Identifikasi Masalah 2. Apa saja jenis entitas syariah yang ada di Indonesia? 3. Kapan sejarah lahirnya entitas-entitas tersebut? 4. Apa saja produk yang ditawarkannya? 5. Bagaimana perkembangannya sekarang? 6. Siapa organisasi yang menyusun standar akuntansi syariah di Indonesia dan internasional? 7. Apa saja standar akuntansi syariah yang berlaku di Indonesia sampai sekarang? 1.3 Tujuan Pembahasan 1. Mengetahui jenis entitas syariah yang ada di Indonesia. 2. Mengetahui sejarah lahirnya entitas-entitas tersebut. 3. Mengetahui produk yang ditawarkannya. 4. Mengetahui perkembangannya sekarang. 5. Mengetahui organisasi penyusun standar akuntansi syariah. 6. Mengetahui standar akuntansi syariah yang berlaku di Indonesia sampai sekarang.
BAB II PEMBAHASAN 1. Pegadaian Syari’ah
A. Pengertian Pegadaian Syari’ah Gadai dalam fiqh disebut rahn yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam Kitab al-Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu utang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian syariah. Pegadaian syariah didirikan pada tahun 2003, ide pembentukan pegadaian syariah selain karena tuntutan idealisme juga dikarenakan keberhasilan terlembaganya bank dan asuransi syariah serta realitas di masyarakat bahwa pegadaian konvensional mampu memberikan kontribusi aktif dalam membantu masyarakat. Secara umum tujuan ideal dari perum pegadaian adalah penyediaan dana dengan prosedur yang sederhana kepada masyarakat luas terutama kalangan menengah ke bawah untuk berbagai tujuan, seperti konsumsi, produksi, dan lain sebagainya. Keberadaan perum pegadaian juga diharapkan untuk menekan munculnya lembaga keuangan non formal yang cenderung merugikan masyarakat seperti renternir. Lembaga keuangan non formal tersebut cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak masyarakat, keterbatasan informasi masyarakat dan keterisolasian masyarakat di daerah tertentu untuk memperoleh tingkat keuntungan sangat tinggi secara tidak wajar. B. Landasan Hukum Landasan konsep pengadaian syariah juga mengacu kepada syariah islam yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadist, adapun dasar hukum yang dipakai adalah: (Q S Al Baqarah Ayat 283).
Artinnya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagaian kamu mempercayai sebagaian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Alloh SWT dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Alloh maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Al-Hadits عنعاءشةرضىاللهعنهاانالنبيصلياللهعليهوسلماشتريطعامامنيهوديالياجلورهنهدرعامنحديد
“ Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi.” (HR. Bukhari no. 1926, Kitab al-Buyu, dan Muslim). Landasan hukm berikutnya, dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan sungguh Rasululloh Saw telah menaguhkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi.”(HR. Anas ra ). Landasan hukum berikutnya adalah ijma’ ulama atas hukum mubah(boleh) perjanjian gadai. Adapn mengenai prinsip Rahn (gadai) telah memiliki fatwa dari dewan syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Rukun dan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Rukun dan Syarat Transaksi Gadai. C. Sejarah berdirinya Pegadaian Syariah Terbitnya PP Nomor 10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan pengadaian,satu hal yang perlu dicermati bahwa PP Nomor 10 menegaskan misi yang harus diemban oleh pengadaian untuk mencegah praktik riba. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pengadaian Pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syari’ah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang akhirnya disusunlah suatu
konsep pendirian unit layanan Gadai Syariah sebagai langakah awal pembentukan divisi khusus yang menagani kegiatan usaha syariah. Konsep operasi Pengadaian Syariah mengacu pada sistem aadministrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas,yang diselaraskan dengan nilai islam. Fungsi operasi pengadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pengadain Syariah /Unit layanan Gadai Syariah itu (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha lain Perum Pengadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara stuktural terpisah pengelolaanya dari usaha gadai konvensinal. Pengadaian Syariah pertama kali berdiri di jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) kemudian berkembang dikota-kota besar seperti, semarang, surabaya. D. Tujuan Pegadaian Syariah Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karena itu Perum Pegadaian bertujuan sebagai berikut : • Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hokum gadai. • Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya. • Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring pengaman social karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi dijerat pinjaman/pembiayaan berbasis bunga. • Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah. E. Rukun Gadai Syariah Rukun Gadai ada 5 yaitu : 1. Rahin (yang menggadaikan) Orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan 2. Murtahin (yang menerima gadai) Orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai) 3. Marhun (barang yang digadaikan)
Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang. 4. Marhun bih (utang) Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya tafsiran marhun 5. Sighat Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan transaksi gadai. F. Produk dan Jasa Pegadaian Syariah Untuk memperoleh manfaat dari pegadaian syariah ini, Anda dapat menggunakan beberapa produk pegadaian syariah, yaitu Rahn, Arrum, produk logam mulia, dan produk amanah. Berikut penjelasan mengenai masing-masing produk. 1. Rahn
Singkatnya, produk pegadaian syariah ini memberikan skim pinjaman dengan syarat penahanan agunan, yang bisa berupa emas, perhiasan, berlian, elektronik, dan kendaraan bermotor. Untuk penyimpanan barang selama digadai, nasabah harus membayar sejumlah sewa yang telah disepakati bersama antara pihak pegadaian dan nasabah. Uang sewa ini mencakup biaya penyimpanan serta pemeliharaan barang yang digadai. Proses pelunasan sewa ini dapat dibayar kapan saja selama jangka waktu yang telah ditetapkan. Kalau tidak menyanggupi, maka barang akan dilelang. 2. Arrum
Seperti produk rahn, produk Arrum ini juga memberikan skim pinjaman. Biasanya, pinjaman ini diberikan kepada pengusaha mikro dan UKM dengan menjaminkan BPKB motor atau mobil, dengan kata lain, barang bergerak. Seperti halnya rahn, biaya gadai yang dibebankan kepada nasabah merupakan biaya penyimpanan, perawatan, dan sejumlah proses kegiatan penyimpanan lainnya, dengan jumlah yang telah disepakati antara pegadaian dan nasabah. Meskipun demikian untuk jumlah pembayaran tertentu, nasabah juga dapat mengagunkan emas sebagai jaminan pinjaman.
3. Program
Amanah
Skim pinjaman dari program ini sama dengan produk Arrum, tapi pinjaman ini biasanya difungsikan untuk nasabah yang ingin memiliki kendaraan bermotor. Program amanah ini mensyaratkan uang muka yang disepakati untuk kendaraan bermotor ini, biasanya berjumlah minimal 20%. 4. Program
Produk Mulia
Berbeda dengan produk lainnya yang memberikan pinjaman berjangka, program produk mulia merupakan produk yang berfungsi untuk melayani investasi jangka panjang untuk nasabah. Untuk program produk mulia, ada beberapa pelayanan yang diberikan oleh pegadaian syariah. Nasabah dapat membeli emas batangan secara langsung di geraigerai pegadaian syariah atau menabungkan emas yang dimiliki di pegadaian, dengan kata lain dititipkan dengan biaya sewa yang ditentukan. Tabungan emas ini bisa berupa saldo, bisa juga dicetak berbentuk fisik dengan biaya yang telah ditentukan. Selain itu, adapula konsinyasi emas, yaitu layanan titip-jual. Anda menitipkan emas Anda kepada pegadaian untuk dijual kembali oleh pegadaian. Hasil penjualan emas tersebut akan diberikan kepada nasabah dengan prinsip bagi hasil (mudharabah) antara pegadaian dan nasabah. Setelah itu, emas fisik yang dimiliki oleh nasabah akan dikembalikan kembali kepada nasabah. H. Mekanisme PegadaianSyari’ah Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional.Seperti
halnya
Pegadaian
konvensional,
Pegadaian
Syariah
juga
menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak.Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15 menit saja). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti Rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat. Di samping beberapa kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional.
Mekanisme operasional pegadaian syariah merupakan implementasi dari konsep dasar Rahn yang telah ditetapkan oleh para ulama fiqh.
2. Asuransi Syariah A. Pengertian Asuransi Syariah Secara umum pengertian asuransi dapat dilihat pada pasal 246 KUHD yaitu “suatu perjanjian yang dengan perjanjian tersebut penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu. (Suparman, 1993: 41) Djazuli dkk (2002: 119) menyatakan bahwa dari pengertian diatas terdapat empat unsur yag mesti ada yaitu; pertama, perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan (muamalah). Kedua, premi berupa sejumlah uang yang sanggup dibayar oleh tergantung kepada penanggung. Ketiga, adanya ganti rugi dari penanggung kepada tertanggung jika terjadi klaim atau masa perjanjian selesai. Keempat, adanya suatu peristiwa yang tertentu datangnya. Disisi lain adanya dua pihak yang terlibat. Pertama, pihak yang mempunyai kesanggupan untuk menanggung atau mnjamin yang selanjutnya disebut dengan penanggung. Kedua, pihak yang akan mendapatkan ganti rugi jika menderita suatu musibah sebagai akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi, yang selanjutnya disebut dengan tertanggung. Pihak pertama bisa berupa perseorangan, badan hukum atau lembaga seperti perusahaan, sedangkan pihak kedua adalah masyarakat luas. B. Prinsip Operasionalisasi Asuransi. Prinsip utama dalam perasuransian syariah adalah ta’awanu ‘alal birri wa altaqwa (tolong-menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan altakmin (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi takaful adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan.
Para ulama dan ahli ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syariah atau asuransi takaful ditegakkan atas tiga prinsip utama, yaitu: 1.
Saling bertanggung jawab, yang berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah. Hal ini dapat diperhatikan dari haditshadits Nabi saw. berikut: ”Kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang-orang beriman antara
satu dengan lain seperti satu tubuh (jasad) apabila satu dari anggotanya tidak sehat, maka akan berpengaruh kepada seluruh tubuh” (HR. Bukhari dan Muslim). ”Seorang mukmin dengan mukmin yang lain (dalam suatu masyarakat) seperti sebuah bangunan di mana tiap-tiap bagian dalam bangunan itu mengukuhkan bagianbagian yang lain”(HR. Bukhari dan Muslim). Rasa tanggung jawab terhadap sesama merupakan kewajiban setiap muslim. Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling menyayangi, mencintai, saling membantu dan merasa mementingkan kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam mewujudkan masyarakat yang beriman, takwa dan harmonis. Dengan prinsip ini, maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW dalam al-Sunnah tentang kewajiban untuk tidak memerhatikan kepentingan diri sendiri semata tetapi juga mesti mementingkan orang lain atau masyarakat. 2. Saling bekerja sama atau saling membantu, yang berarti di antara peserta asuransi takaful yang satu dengan lainnya saling bekerja sama dan saling tolong-menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang diderita. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Maidah ayat 2 yang artinya: “Bekerjasamalah kamu pada perkara-perkara kebajikan dan takwa, dan jangan bekerja sama dalam perkara-perkara dosa dan permusuhan.” Hadits juga membicarakan perkara seperti ini, di antaranya yaitu: “Barang siapa yang memenuhi hajat (kebutuhan) saudaranya, Allah akan memenuhi hajatnya” (HR Bukhari, Muslim dan Abu Daud). Dengan prinsip ini maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT dalam AlQur’an dan Rasulullah SAW dalam al-Sunnah tentang kewajiban hidup bersama dan saling menolong di antara sesama umat manusia.
3.
Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta asuransi takaful akan berperan sebagai pelindung bagi peserta lain yang mengalami gangguan keselamatan berupa musibah yang dideritanya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Quraisy ayat 4 yang artinya: “(Allah) yang telah menyediakan makanan untuk menghilangkan bahaya kelaparan dan menyelamatkan/mengamankan mereka dari mara bahaya ketakutan.” Hadits Nabi saw. “Sesungguhnya seseorang yang beriman ialah siapa yang dapat memberi keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa raga umat manusia.” (HR. Ibnu Majah) Dengan begitu maka asuransi takaful merealisir perintah Allah dalam AlQur’an dan Rasulullah SAW dalam al-Sunnah tentang kewajiban saling melindungi di antara sesama warga masyarakat.
C. Pandangan/ Tinjauaan Hukum Islam tentang Asuransi Masalah asuransi dalam pandangan ajaran Islam termasuk masalah ijtihadiyah, artinya hukuman perlu dikaji sedalam mungkin karena tidak dijelaskan oleh Alquran dan Al-sunnah secara eksplisit. Para imam mujtahid seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan para mujtahid yang semasa dengan mereka tidak memberikan fatwa mengenai asuransi karena pada masa itu asuransi belum dikenal. Sistem asuransi baru dikenal di dunia Timur pada abad XIX Masehi. Dunia barat sudah mengenal sistem asuransi ini sejak abad XIV Masehi, sedangkan para ulama mujtahid besar hidup pada sekitar abad II sampai dengan IX Masehi. Dikalangan ulama atau cendikiawan Muslim terdapat empat pendapat tentang hukum asuransi, yaitu: a.
Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya seperti sekarang ini, termasuk asuransi jiwa. Kelompok ini antara lain Sayyid Sabiq yang diungkap dalam kitabnya Fiqh al-Sunnah, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Yusuf al-Qardhawi, da Muhammad Bakhit al-Muth’i, alasannya antara lain:
asuransi hakikatnya sama dengan judi;
mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti;
mengandung unsur iba/rente;
mengandung unsur eksploitasi karena apabila pemegang polis tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, bisa hilang atau dikurangi uang premi yang telah dibayarkan;
premi-premi yang telh dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam praktik riba (karena uang tersebut dikreditkan dan dibungakan);
asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar-menukar mata uang tidak dengan uang tunai;
hidup dan matinya manusia dijadikan objek bisnis, yang berarti mendahului takdir Tuhan Yang Maha Esa.
b. Membolehkan semua asuransi oleh Abdul wahhab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan alasan-alasan yang dikemukakannya sebagai berikut:
Tidak ada nash Alquran maupun nash al-Hadits yang melarang auransi;
Kedua pihak yang berjanji (asurador dan yang mempertanggungkan) dengan penuh kerelaan menerima operasi ini dilakukan dengan memikul tanggung jawab masing-masing;
Asuransi tidak merugikan salah satu atau kedua belah pihak dan bahkan asuransi menguntungkan kedua belah pihak;
Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan (disalurkan kembali untuk dijadikan modal) untuk proyek-proyek yang produktif dan untuk pembangunan;
Asuransi termasuk akad mudharabah, maksudnya asuransi merupakan akad kerja sama bagi hasil antara pemegang polis (pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi yang mengatur modal atas dasar bagi hasil (profit and loss sharing);
Asuransi termasuk syirkah ta’awuniyah;
Dianalogikan atau diqiaskan dengan sistem pensiun, seperti taspen;
Operasi
asuransi
dilakukan
untuk
kemaslahatan
umum
dan
kepentingan bersama;
Asuransi menjaga banyak manusia dari kecelakaan harta benda, kekayaan, dan kepribadia.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan a. Pegadaian 1.
Pengertian Gadai
Gadai dalam fiqh disebut rahn yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan
2. Dasar Hukum
Al – Qur’an Firman Allah, ‘’ Jika kami dalam perjalanan (dan Bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperboleh seseorang penulis , maka hendaklah ada barang tanggung yang dipegang oleh yang berpiutang’’ (QS. Al – Baqarah:2:283)
Hadist “ Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang
Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi.” (HR. Bukhari no. 1926, Kitab al-Buyu, dan Muslim). 3. Tujuan Pegadaian Syariah
Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hokum gadai.
Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya.
Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring pengaman social karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi dijerat pinjaman/pembiayaan berbasis bunga. Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah. 4. Mekanisme Pegadaian Syari’ah
Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15 menit saja). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti Rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.
b. Asuransi mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu. Sedangkan gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Hukum mengani asuransi para ulama berbeda pendapat, ada yang Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya, dan ada yang Membolehkan semua asuransi. Sedangkan untuk pegadaian syariah dibolehkan oleh nash Alquran dan Hadits. Yang
B. Saran Menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis harap kedepannya tulisan makalah ini akan lebih baik lagi serta fokus dan detail dalam menjelaskan isi dalam makalah ini dengan sumber - sumber yang lebih banyak dan lengkap yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itulah penulis harap kritik atau saran terhadap penulisan makalah ini. Sehingga makalah ini akan lebih baik lagi kedepannya. Sebelum kritik dan saran itu diterima oleh penulis, penulis haturkan terimakasih sebanyak-banyaknya karena telah membaca makalah ini dan mendiskusikannya lalu dapat memberikan kritik maupun saran.
DAFTAR PUSTKA Hosen M Nadratuzzaman dan Ali Hasan. Khutbah Juma’at Ekonomi Syari’ah, PIKES (Pasat Komunikusi Ekonomi Syari’ah ). 2008 Majalah info Bank “Analisis Strategi Perbankan dan Keuangan syaria’ah” Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia), Muh. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani), 2001 Sigit Triandanu dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain Edisi 2, (Jakarta: Salemba Empat), 2008 https://jamilkusuka.wordpress.com/tag/hukum-gadai-syariah/ http://angkatanpertama1.blogspot.co.id/2015/05/gadai-syariahrahn.html