Jurnal Pegadaian Syariah [PDF]

  • Author / Uploaded
  • rizky
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Jurnal Pegadaian Syariah



PEGADAIAN SYARIAH DAN PERKEMBANGANYA DI INDONESIA Abstrak Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagI hasil. Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharobah



(bagi



hasil).



Karena



nasabah



dalam



mempergunakan



marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk konsumsi,



membayar



uang



sekolah



atau



tambahan



modal



kerja,



penggunaan metode Mudharobah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya, pegadaian menggunakan metode Fee Based Income (FBI). Kata Kunci : Pegadaian syariah dan perkembangan di Indonesia A.



PENDAHULUAN Gadai merupakan praktik transaksi keuangan yang sudah lama dalam sejarah peradaban manusia. Namun di Indonesia, praktik gadai sudah berumur ratusan tahun, yaitu warga masyarakat telah terbiasa melakukan transaksi



utang-piutang



dengan



jaminan



barang



bergerak.



Berdasarkan catatan sejarah yang ada, lembaga pegadaian dikenal di Indonesia sejak tahun 1746 yang ditandai dengan Gubernur Jendral VOC van Imhoff mendirikan Bank van Leening. Namun diyakini oleh bangsa Indonesia bahwa jauh sebelum itu, masyarakat Indonesia telah mengenal transaksi gadai dengan menjalankan praktik utang piutang dengan



jaminan barang bergerak. Oleh karena itu, Perum Pegadaian merupakan sarana alternatif pertama dan sudah ada sejak lama serta sudah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Apalagi di kota-kota besar dan kecil di seluruh Indonesia. Namun banyak orang yang merasa malu untuk datang ke kantor pegadaian terdekat. Hal itu, menunjukkan bahwa pegadaian sangat identik dengan kesusahan atau kesengsaraan bagi seseorang yang melakukan transaksi gadai. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila yang datang ke kantor pegadaian pada umumnya berpenampilan lusuh dengan wajah tertekan. Namun, belakangan ini Perum Pegadaian mulai tampil dan membangun citra baru melalui berbagai media, termasuk media televisi, dengan motto barunya, “Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah”. [2] B.



Permasalahan Beradasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:



1.



Bagaimana pegadaian syariah itu ?



2.



Apa saja mekanisme operasional gadai syariah ?



3.



Bagaimana perkembangan pegadaian syariah di Indonesia ?



C.



PEMBAHASAN A. 1.



Pegadaian Syariah Pengertian Pegadaian Syariah Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marfun) atas hutang atau pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marfun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau yang menerima gada (murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Berdasarkan definisi diatas, di simpulkan bahwa rahn itu merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang memiliki nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan marhun bih, sehingga rahin boleh mengambil marhun bih. Pinjaman dengan



menggadaikan marhun sebagai jaminan marhun bih dalam bentuk rahn itu dibolehkan, dengan ketentuan dari murtahin, dalam hal ini pegadaian syariah, mempunyai hak menahan marhun sampai semua marhun bih dilunasi.[3] 2.



Dalil-Dalil dan Dasar Hukum Pegadaian Syariah Pada dasarnya gadai menurut Islam, hukumny adalah boleh (jaiz), Seperti yang tercantum baik dalam Al-Qur’an, sunah, maupun ijma’.



a.



Dalil kebolehan gadai seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surat AlBaqarah 282-283 Yang berbunyi : “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antaranya. Jika tak ada dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan jadi saksi yang kamu ridhoi, supaya jika seorang lupa, maka seorang lagi mengingatkannya”.(QS. Al-Baqarah: 282) “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yag di pegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang di percayai itu menunaikan amanatnya (utang) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah SWT”.(QS. Al-Baqarah: 283)



b.



Dalil yang berasal dari hadits Nabi Muhammad SAW sebagi berikut: “Nabi SAW pernah menggadaikan baju besinya kepada orang yahudi untuk ditukar dengan gandum. Lalu orang Yahudi berkata: ‘sungguh Muhammad



ingin



membawa



lari



hartaku’,



Rasululloh



SAW.



Kemudian menjawab: ‘ bohong ! Sesungguhnya aku orang yang jujur di atas bumi ini dan di langit. Jika kamu berikan amanat kepadaku, pasti aku tunaikan. Pergilah kalian dengan baju besiku menemui Nya”. Dalam hadits yang bersal dari Aisyah r.a disebutkan bahwa: “ Nabi SAW pernah membeli makanan dengan berhutang dari seorang yahudi dan beliau menggadaikan baju besi kepadanya”. (HR. Bukhari)



“Ketika Nabi SAW wafat baju besinya masih dalam keadaan menjadi tanggungan utang 20 sha’ (1k 50 kg) bahan makanan yang di belinya untuk nafkah keluarganya”.(HR. Turmudhi) Dalam hadits yang lain dari Abu Hurairah r.a Nabi SAW bersabda: “Tidak



hilang



suatu



gadaian



dari



pemiliknya,



keuntungannya



dan



kerugiannya juga buat dia (pemiliknya)”. Dalam hadits yang lain dari Anas, katanya: “Rasululloh SAW telah merungguhkan baju besi beliau kepada seorang Yahudi di Madinah, sewaktu beliau menghutang syair (gandum) dari orang Yahudi untu keluarga beliau”.(HR. Ahmad, Bukhari, Nasa’I, dan Ibnu Majah) c.



Ijma Ulama Berdasarkan Al-Qur’an dan al-hadits di atas menunjukan bahwa transaksi gadai pada dasarnya di bolehkan dalam Islam, bahkan Nabi SAW pernah melakukannya.



Demikian



juga



jumhur



ulama



telah



sepakat



akan



kebolehan gadi itu. Nmaun demikian, perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam dengan melakukan ijtihad.[4] Sedangkan dasar hukum pegadaian syariah sendiri, sebelumnya menggunakan 2 institusi regulator yang berbeda yaitu: a. PP no. 10 tahun 1990 tentang perubahan bentuk badan hukum perjan pegadaian menjadi perum b. PP no. 103 tahun 2000 tentang perum pegadaian Kemudian pemerintah saat ini telah memberlakukan PP no. 51 tahun 2011 pasal 2 ayat (1) tentang perubahn bentuk badan hukum perum pegadaian menjadi perusahaan perseroan (persero), yang telah ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Jakarta tanggal 13 Desember 2011.[5] 3.



Syarat Sah dan Rukun Gadai Syariah Sebelum dilakukan rahn, terlebih dahulu dilakukan akad. Akad menurut Mustafa Az-Zarqa adalah ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang berkeinginan untuk mengikatkan diri. Menurut Jumhur Ulama, rukun rahn itu ada 4 yaitu :



1.



Shigat (lafadz ijab dan qobul)



2.



Orang yang berakad (rahin dan murtahin)



3.



Harta yang dijadikan marhun



4.



Utang (marhun bih) Sedangkan syara’ rahn, ulama fiqh mengemukakan sesuai dengan rukun rahn itu sendiri yaitu :



1.



Syara’ yang terkait dengan orang yang berakad adalah orang yang cakap bertindak hukum (baligh dan berakal)



2.



Syarat sighat (lafadz)



3.



Syarat marhun bih adalah:



a.



Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahiin



b.



Marhun bih itu boleh dilunasi dengan marhun itu



c.



Marhun bih itu jelas/tetap dan tertentu



4.



Syarat marhun menurut pakar fiqh adalah:



a. Marhun itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih b. Marhun itu bernilai harta dan boleh di manfaatkan (halal) c. Marhun itu jelas dan tertentu d. Marhun itu tidak terkait dengan ghak orang lain e. Marhun itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat f. Marhun itu boleh diserahkan, baik materinya maupun manfaatnya.[6] B.



Mekanisme Operasional Gadai Syariah Mekanisme



opersional



gadai



syariah



sangatlah



penting



untuk



diperhatikan, karena jangan sampai operasional gadai syariah tidak efisien dan efektif. Mekanisme opersional gadai syariah haruslah tidak menyulitkan calon nasabah yang kan meminjam uang atau akad akan melakukan hutang piutang. Adapun mekanisme operasional gadai syariah sebagai berikut : a.



Kategori marhun Adapun menurut syafi’iyah bahwa barang yang dapat digadaikan itu berupa semua barang yang boleh dijual. Menurut pendapat ulama yang rajah (unggul) bahwa barang-barang tersebut harus memiliki 3 syarat yaitu :



1.



Berupa barang yang terwujud nyata di depan mata, Karen abarang nyata dapat diserah terima secara langsung.



2.



Barang tersebut menjadi miliki rahin, karena sebelum tetap barang tersebut tidak dapat digadaikan.



3.



Barang yang digadaikan harus berstatus sebagai piutang bagi pemberi pinjaman



b.



Pemeliharaan marhun Ulama hanafiyah berpendapat bahwa biaya yang diperlukan untuk menyimpan dan memelihara keselamatan marhun menjadi tanggungan murtahin dalam kedudukannya sebagai penerima amanah. Namun apabila rahin tidak mengizinkan, maka biaya pemeliharaan yang dikeluarkan oleh murtahin menjadi uatng rahin kepada murtahin.



c.



Risiko dan Kerusakan Rahin Ulama Syafi’iyah han Hanabilah perpendapat bahwa murtahin tidak menanggung risiko apapun apabila kerusakan atau hilangnya marhun



tersebut



tanpa



sengaja.



Sedangkan



ulama



Hanafiyah



berpendapat bahwa murtahin menanggung risiko sebesar harga marhun minimum, dihitung mulai waktu diserahkannya marhun ke murtahin sampai hari rusak atau hilang. Sedang menurut Basyir, apabila marhun rusak atau hilang disebabkan kelengahan murtahin, maka dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat bahwa murtahin harus menanggung risiko, memperbaiki kerusakan atau mengganti yang hilang. d.



Pemanfaatan marhun Marhun tidak boleh diambil manfaatnya, baik oleh rahin ataupun murtahin. Hal ini disebabkan status marhun tersebut hanya sebagai jaminan hutang dan sebagai amanah bagi murtahin. Namun apabila mendapatkan izin dari kedua pihak yang bersangkutan yaitu rahin dan murtahin, maka marhun itu boleh dimanfaatkan dan hasilnya menjadi milik bersama.



e.



Pelunasan marhun Apabila telah sampai pada waktu yang ditentukan, rahin itu belum membayar kembali hutangnya. Selanjutnya apabila setelah diperintahkan murtahin, rahin tidak mau membayar marhun bih, dan tidak pula mau



menjual marhunnya, maka murtahin dapat memutuskan untuk menjual marhunnya



guna



melunasi



hutang-hutangnya



kemudian



hasilnya



digunakan untuk melunasi marhun bih. f.



Prosedur Pelelangan marhun Apabila terdapat persyaratan menjual marhun pada saat jatuh tempo ini dibolehkan deengan ketentuan sebagai berikut :



1.



Murtahin harus terlebih dahulu mencari tahu keadaan rahin



2.



Dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran



3.



Apabila murtahin benar-benar membutuhkan uang dan rahin belum melunasi marhun bih-nya, maka murtahin boleh memindahkan barang gadai kepada murtahin lain dengan seizin rahin



4.



Apabila ketentuan tersebut tidak terpenuhi, maka murtahin boleh menjual marhun dan kelebihan uangnya dikembalikan kepada rahinnya, dan



5.



Apabila hasil penjualan marhun lebih kecil dari jumlah marhun bih-nya, maka rahin harus menambah kekurangannya tersebut.[7]



C.



Perkembangan Pegadaian Syariah di Indonesia 1. Sejarah Pegadaian Syariah Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah



sebagai



langkah



awal



menangani kegiatan usaha syariah..



pembentukan



divisi



khusus



yang



Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.[8] 2. Perkembangan Pegadaian Syariah Berdirinya pegadaian syariah, berawal pada tahun 1998 ketika beberapa General



Manager



melakukan



studi



melakukan banding,



studi



mulai



banding dilakukan



ke



Malaysia.



Setelah



penggodokan



rencana



pendirian pegadaian syariah. Tapi ketika itu ada sedikit masalah internal sehingga hasil studi banding itu pun hanya ditumpuk. Pada tahun 2000 konsep bank syariah mulai marak. Saat itu, Bank Muamalat Indonesia (BMI) menawarkan kejasama dan membantu segi pembiayaan dan pengembangan. Tahun 2002 mulai diterapkan sistem pegadaiaan syariah dan pada tahun 2003 pegadaian syariah resmi dioperasikan dan pegadaian cabang Dewi Sartika menjadi kantor cabang pegadaian pertama yang menerapkan sistem pegadaian syariah. Prospek pegadaian syariah di masa depan sangat luar biasa. Respon masyarakat terhadap pegadaian syariah ternyata jauh lebih baik dari yang diperkirakan. Menurut survei BMI, dari target operasional tahun 2003 sebesar 1,55 milyar rupiah pegadaian syariah cabang Dewi Sartika mampu mencapai target 5 milyar rupiah. Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang sudah diatur oleh Dewan Syariah



Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang dipinjamkan. Program Syariah Perum Pegadaian mendapat sambutan positif dari masyarakat. Dari target omzet tahun 2006 sebesar Rp 323 miliar, hingga September 2006 ini sudah tercapai Rp 420 miliar dan pada akhir tahun 2006 ini diprediksi omzet bisa mencapai Rp 450 miliar. Bahkan Perum Pegadaian Pusat menurut rencana akan menerbitkan produk baru, gadai saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), paling lambat Maret 2007. Manajemen Pegadaian melihat adanya prospek pasar yang cukup bagus saat ini untuk gadai saham. Bisnis pegadaian syariah tahun 2007 ini cukup cerah, karena minta masyarakat yang memanfaatkan jasa pegadaian ini cukup besar. Itu terbukti penyaluran kredit tahun 2006 melampaui target. Pegadaian cabang Majapahit Semarang misalnya, tahun 2006 mencapai 18,2 miliar. Lebih besar dari target yang ditetapkan sebanyak 11,5 miliar. Jumlah nasabah yang dihimpun sekitar 6 ribu orang dan barang jaminannya sebanyak 16.855 potong. Penyaluran kredit pegadaian syariah Semarang ini berdiri tahun 2003, setiap tahunnya meningkat cukup signifikan dari Rp 525 juta tahun 2004 meningkat menjadi Rp 5,1 miliar dan tahun 2006 mencapai Rp 18,4 miliar. Mengenai permodalan hingga saat ini tidak ada masalah. Berapapun permintaan nasabah asal ada barang jaminan akan dipenuhi saat itu pula bisa dicairkan sesuai taksiran barang jaminan tersebut.Demikian prospek pegadaian syariah ke depan, cukup cerah.[9] 3. Tujuan dan manfaat pegadaian syariah Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi



kemanfaatan



masyarakat



umum



dan



sekaligus



memupuk



keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karena itu Perum Pegadaian bertujuan sebagai berikut : · Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada



umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hukum gadai. · Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya. · Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jarring pengaman social.. · Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah. Adapun manfaat pegadaian antara lain : · Bagi nasabah : tersedianya dana dengan prosedur yang relative lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/kredit perbankan · Bagi perusahaan pegadaian : 1.



Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana.



2.



Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu. Bagi bank syariah yang mengeluarkan produk gadai syariah dapat mendapat keuntungan dari pembebanan biaya administrasi dan biaya sewa tempat penyimpanan emas.



3.



Pelaksanaan misi perum pegadaian sebagai BUMN yang bergerak di bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur yang relative sederhana.



4.



Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1990, Laba yang diperoleh digunakan untuk :



a.



Dana pembangunan semesta (55%)



b.



Cadangan umum (20%)



c.



Cadangan tujuan (5%)



d.



Dana social (20%)



4. Kekuatan (Strength) dari sistem gadai syariah. 1.



Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk. Perusahaan gadai syariah telah lama menjadi dambaan umat Islam di Indonesia, bahkan sejak masa Kebangkitan Nasional yang pertama. Hal ini



menunjukkan besarnya harapan dan dukungan umat Islam terhadap adanya pegadaian syariah. 2.



Dukungan dari lembaga keuangan Islam di seluruh dunia. Adanya pegadaian syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam adalah sangat penting untuk menghindarkan umat Islam dari kemungkinan terjerumus kepada yang haram. Oleh karena itu pada konferensi ke 2 Menterimenteri Luar Negeri negara muslim di seluruh dunia bulan Desember 1970 di Karachi, Pakistan telah sepakat untuk pada tahap



pertama



mendirikan



Islamic



Development



Bank



(IDB)



yang



dioperasikan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Beberapa bank Islam yang berskala internasional telah datang ke Indonesia untuk menjajagi kemungkinan membuka lembaga keuangan syariah secara patungan. Hal ini menunjukkan besarnya harapan dan dukungan lembaga keuangan internasional terhadap adanya lembaga keuangan syariah di Indonesia. 3.



Pemberian



pinjaman



lunak



al-qardhul



hassan



dan



pinjaman



mudharabah dengan sistem bagihasil pada pegadaian syariah sangat sesuai dengan kebutuhan pembangunan. 4.



Penyediaan pinjaman murah bebas bunga disebut al-qardhul hassan adalah jenis pinjaman lunak yang diperlukan masyarakat saat ini mengingat semakin tingginya tingkat bunga.



5.



Penyediaan pinjaman mudharabah mendorong terjalinnya kebersamaan antara pegadaian dan nasabahnya dalam menghadapi resiko usaha dan membagi keuntungan /kerugian secara adil.



6. Pada pinjaman mudharabah, pegadaian syariah dengan sendirinya tidak akan membebani nasabahnya dengan biaya-biaya tetap yang berada di luar jangkauannya. 7.



Investasi



yang



dilakukan



nasabah



pinjaman



mudharabah



tidak



tergantung kepada tinggi rendahnya tingkat bunga. 8.



Pegadaian syariah bersifat mandiri dan tidak terpengaruh secara langsung oleh gejolak moneter baik dalam negeri maupun internasional karena kegiatan operasional bank ini tidak menggunakan perangkat bunga.[10]



D.



PENUTUP 1. Kesimpulan



a. Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marfun) atas hutang atau pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marfun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau yang menerima gada (murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. b. Mekanisme opersional gadai syariah haruslah tidak menyulitkan calon nasabah yang kan meminjam uang atau akad akan melakukan hutang piutang. Adapun mekanisme operasional gadai syariah sebagai berikut : Kategori marhun, pemeliharaan marhun, risiko dan kerusakan marhin, pemanfaatan marhun, pelunasan marhun, prosedur pelelangan marhun c. Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagI hasil. Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharobah



(bagi



hasil).



Karena



nasabah



dalam



mempergunakan



marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk konsumsi,



membayar



uang



sekolah



atau



tambahan



modal



kerja,



penggunaan metode Mudharobah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya, pegadaian menggunakan metode Fee Based Income (FBI). 2. Saran 1. .



Karena pegadaian syariah belum dioperasikan di Indonesia, maka



kemungkinan



disana-sini



masih



diperlukan



perangkat



peraturan



pelaksanaan untuk pembinaan dan pengawasannya. Masalah adaptasi sistem pembukuan dan akuntansi pegadaian syariah terhadap sistem pembukuan dan akuntansi yang telah baku, tremasuk hal yang perlu dibahas dan diperoleh kesepakatan bersama. 2. Konsep pegadaian syariah yang lebih mengutamakan kegiatan produksi dan perdagangan serta kebersamaan dalam hal investasi, menghadapi resiko usaha dan membagi hasil usaha, akan memberikan sumbangan yang



besar



kepada



perekonomian



Indonesia



khususnya



dalam



menggiatkan investasi, penyediaan kesempatan kerja, dan pemerataan pendapatan.



DAFTAR PUSTAKA http://sosiologihuku.blogspot.com/2009/09/sejarah-pegadaian-syariah-diindonesia.html 26-10-2014 12:00 Rais Sasli, 2005, Pegadaian Syariah, Jakarta: Press Mulazid Ade Sofyan, 2005, Kedudukan Sistem Pegadaian Syariah Dalam Siatem Hukum Nasional Di Indonesia, Jakarta: Kementerian Agama RI http://ahby007.blogspot.com/2012/09/pegadaian-syariah_4.html 26-102014 12:00 [1] Mahasiswa FEBI IAIN Tulungagung [2] http://sosiologihuku.blogspot.com/2009/09/sejarah-pegadaian-syariahdi-indonesia.html 26-10-201412:00 [3] Sasli Rais, Pegadaian Syariah, (Jakarta:Press, 2005) hlm:38 [4] Ibid, hlm: 39-40 [5] Ade Sofyan Mulazid, Kedudukan Sistem Pegadaian Syariah Dalam Siatem Hukum Nasional Di Indonesia, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012) hlm: 108 [6] Ibid, hlm: 42-44 [7] Ibid, hlm 68 [8] http://ahby007.blogspot.com/2012/09/pegadaian-syariah_4.html 2610-2014 12:00



[9] http://ahby007.blogspot.com/2012/09/pegadaian-syariah_4.html 2610-2014 12:00 [10] http://ahby007.blogspot.com/2012/09/pegadaian-syariah_4.html 2610-2014 12:00