Makalah Balita [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mata Kuliah



Dosen Pengampu



Ilmu Bahan Makanan



Yatti Destanni Sandy, M. Gizi



BALITA



Disusun Oleh: Adinda Deoltry



(12080322636)



Lucky Anshi Stevany



(12080322106)



Muhammad Erwan Afriadi



(12080314358)



Silvia Amanda



(12080326659)



PROGRAM STUDI GIZI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU T.A. 2020/2021



KATA PENGANTAR



Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Segala puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “BALITA” ini tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan kita semua sebagai umat yang taat dan turut terhadap risalah yang dibawanya sampai di hari kiamat. Selanjutnya kami ucapkan terima kasih banyak kepada ibuk Yatti Destanni Sandy, M. Gizi selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Ilmu Bahan Makanan yang telah membimbing kami. Dan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Terlepas dari kekurangan makalah ini, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya. Aamiin.



Pekanbaru, 31 Maret 2021



Penulis



DAFTAR ISI Kata Pengantar ........................................................................................................................i Daftar Isi .................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...........................................................................................................1 B. Rumusan Masalah ......................................................................................................2 C. Tujuan .........................................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian balita B. Pertumbuhan dan perkembangan balita C. Kebutuhan energi dan gizi pada balita D. Penentuan status gizi pada balita E. Masalah gizi pada balita F. Faktor yang mempengruhi asupan makan balita G. Menu sehat untuk balita BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................................. B. Saran ............................................................................................................................ Daftar Pustaka



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak balita adalah anak yang berusia dibawah 5 tahun. Balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia prasekolah (Proverawati, 2010). Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi adalah masalah kurang gizi. Anak yang kurang gizi daya tahan tubuhnya rendah sehingga mudah terkena penyakit infeksi (Depkes RI, 2007). Perilaku pemberian makan yang dilakukan orang tua berperan penting dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak (Murashima et al., 2012). Orang tua bertanggung jawab terhadap pengasuhan anak termasuk memenuhi kebutuhan nutrisinya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak (Hockenberry dan Wilson, 2011). Orang tua sering menggunakan makanan manis sebagai hadiah untuk mengontrol anak dan tidak ada kontrol dalam pemilihan makanan anak (Kolopaking et al. 2011). Orang tua tidak menentukan makanan yang sebaiknya dimakan anak tetapi cenderung menuruti keinginan makan anak tanpa ada upaya untuk memberi makanan yang tidak disukai sebelumnya (Chaidez et al., 2011). Penelitian Jansen et al., (2012) menyebutkan bahwa orang tua memberikan tekanan pada saat anak makan dengan memaksa anak untuk tetap makan meskipun anak sudah tidak mau.



B. Perumusan Masalah 1. Apa Pengertian balita? 2. Bagaimana Pertumbuhan dan perkembangan balita? 3. Berpa Kebutuhan energi dan gizi pada balita? 4. Bagaimana Penentuan status gizi pada balita ? 5. Apa Masalah gizi pada balita? 6. Apa saja Faktor yang mempengruhi asupan menu sehat untuk balita? 7. Apa menu sehat pada balita?



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa pengertian balita? 2. Untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan dan perkembangan balita? 3. Untuk mengetahui berapa kebutuhan energi dan gizi pada balita? 4. Untuk mengetahui bagaimana Penentuan status gizi pada balita ? 5. Untuk mengetahui apa Masalah gizi pada balita? i



6. Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengruhi asupan menu sehat untuk balita? 7. Untuk mengetahui apa menu sehat pada balita?



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Balita 



Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Masa ini juga dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok besar yaitu anak usia 1−3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3−5 tahun). Saat usia 1–3 tahun (batita) kita sering menyebutnya kelompok pasif dimana anak masih tergantung penuh kepada orang tua atau orang lain yang mengasuhnya untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Setelah memasuki usia 4 tahun kelompok ini sudah mulai kita masukkan dalam kelompok konsumen aktif dimana ketergantungan terhadap orang tua atau pengasuhnya mulai berkurang dan berganti pada keinginannya untuk melakukan banyak hal seperti mandi dan makan sendiri meskipun masih dalam keterbatasaaya. Periode anak balita ini merupakan periode yang “menggelisahkan” karena pertumbuhannya tidak secepat masa sebelumnya atau masa bayi. Pada masa bayi kenaikan berat badan sampai dengan 1 kg akan mudah didapat tetapi pada masa anak balita kenaikan berat badannya tidak sedramatis masa bayi sehingga orang tua atau pengasuh kadang risau dengan hal ini. Proporsi tubuh anak balita mulai berubah,



pertumbuhan



kepala



melambat



dibanding



sebelumnya,



tungkai



memanjang, mendekati bentuk dewasa, begitu juga ukuran dan fungsi organ dalamnya, kondisi ini akan sangat dipengaruhi salah satunya adalah pemenuhan gizinya B. Pertumbuhan Dan Perkembangan Balita 



Ganguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan masalah yang serius bagi negara maju maupun negara berkembang di dunia. Pertumbuhan dapat dilihat dari berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala, sedangkan perkembangan dapat dilihat dari kemampuan ias an, sosial dan emosional, kemampuan berbahasa serta



kemampuan kognitif. Pada dasarnya, setiap anak akan melewati proses tumbuh kembang sesuai dengan tahapan usianya, akan tetapi banyak faktor yang memengaruhinya. Anak merupakan generasi penerus bangsa yang layak untuk mendapatkan



perhatian



dan



setiap



anak



memiliki



hak



untuk



mencapai



perkembangan kognisi, sosial dan perilaku emosi yang optimal dengan demikian dibutuhkan anak dengan kualitas yang baik agar tercapai masa depan bangsa yang baik (Hapsari, 2019). Berdasarkan World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa 5-25% anak usia pra sekolah di dunia mengalami disfungsi otak minor, termasuk gangguan perkembangan ias an halus (WHO, 2010). Angka kejadian terhadap gangguan perkembangan pada anak usia 3-17 tahun di Amerika Serkat mengalami peningkatan dari tahun 2014 sebesar 5,76 % dan di tahun 2016 sebesar 6,9% (Zablotsky et al., 2017). Tumbuh kembang anak di Indonesia masih perlu mendapatkan



perhatian



serius,



Angka



keterlambatan



pertumbuhan



dan



perkembangan masih cukup tinggi yaitu sekitar 5-10% mengalami keterlambatan perkembangan umum. Dua dari 1.000 bayi mengalami gangguan perkembangan ias an dan 3 sampai 6 dari 1.000 bayi juga mengalami gangguan pendengaran serta satu dari 100 anak mempunyai kecerdasan kurang dan keterlambatan bicara Populasi anak di Indonesia menunjukkan sekitar 33% dari total populasi yaitu sekitar 83 juta dan setiap tahunnya jumlah populasi anak akan meningkat (Sugeng et al., 2019). Sementara, Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa 0,4 juta (16%) balita di Indonesia mengalami gangguan perkembangan, baik perkembangan ias an halus dan kasar, gangguan pendengaran, kecerdasan kurang dan keterlambatan bicara. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, prevalensi anak dengan tubuh pendek (stunting) 37,2% yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Persentase tertinggi pada tahun 2013 adalah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (51,7%), Sulawesi Barat (48,0%), dan Nusa Tenggara Barat (45,3%), dan setiap tahunnya terdapat peningkatan jumlah balita dengan postur tubuh pendek dan sangat pendek,sehingga presentase balita postur tubuh pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi. Proses tumbuh kembang anak merupakan hal penting yang harus diperhatikan sejak dini, mengingat bahwa anak merupakan generasi penerus bangsa memiliki hak untuk mencapai perkembangan yang optimal, sehingga dibutuhkan anak dengan kualitas baik demi masa depan bangsa yang lebih baik. Golden age period merupakan periode yang kritis yang terjadi satu kali dalam kehidupan anak, dimulai dari umur 0 sampai 5 i



tahun (Chamidah, 2018). Anak yang memiliki awal tumbuh kembang yang baik akan tumbuh menjadi dewasa yang lebih sehat, hal ini dipengaruhi oleh hasil interaksi faktor



ias an dan faktor lingkungan, sehingga nantinya memiliki



kehidupan yang lebih baik (Deki, 2015). Upaya deteksi dini salah satunya dapat dilakukan melalui program Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK). SDIDTK merupakan program pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi. Tiga jenis deteksi dini tumbuh kembang yaitu deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yang dilakukan untuk menemukan status gizi kurang atau buruk dan bentuk kepala mikrosefali atau makrosefali. Kedua, deteksi dini penyimpangan perkembangan, untuk mengetahui adanya keterlambatan perkembangan anak, gangguan daya lihat, dan gangguan daya dengar. Ketiga, deteksi dini penyimpangan perilaku emosional, yaitu untuk mengetahui adanya masalah perilaku emosional, ias a dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (Fazrin, 2018).



C. Kebutuhan Energi Pada Balita 



Beberapa cara mengukur status gizi balita yaitu dengan pengukuran antropometri, klinik dan laboratorik. Diantara ketiga cara pengukuran satatus gizi balita, pengukuran antropometri adalah yang relatif sering dan banyak digunakan (Soegiyanto dan Wiyono, 2007). Pengukuran antropometri dapat digunakan untuk mengenali status gizi seseorang. Antropometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan sebagaimya. Berdasarkan beberapa pengukuran tersebut, berat badan(BB), tinggi badan (TB), dan panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal. Ilmu status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB / Tbsesuai dengan umur secara sendirisendiri, tetapi dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi diantara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna sendiri, misalnya kombinasi antara BB (beratbadan) dan U (umur) membentuk indikator BB menurut U yang 9 disimbolkan dengan BB / U. Indikator BB / U Dapat normal lebih rendah atau lebih tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB /U normal maka digolongkan pada status gizi baik, dan BB / U rendah dapat berarti berstatus gizi kurang / buruk, serta bila BB / U tinggi dapat digolongkan berstatus gizi lebih. Baik satus gizi kurang ataupun status gizi lebih, kedua-duanya mengandung resiko yang tidak baik bagi kesehatan balita. Sedangkan pegukuran klinik biasanya dilakukan oleh dokter di klinik untuk melihat adanya kelainan-kelainan organ tubuh akibat KEP, misalnya adanya pembegkakan (oedem), perubahan warna, dan sifat rambut, kelainan kulit dan sebagainya. Berdasarkan WHO – NHCS (Supariasa, 2002)



menyatakan bahwa kriteria keberhasilan nutrisi ditentukan oleh status gizi:



D. Penentuan Status Gizi Pada Balita 



Status gizi balita merupakan ias a penting yang harus diperhatikan karena masa balita merupakan periode perkembangan yang rentan dengan gizi. Pemenuhan gizi pada anak usia dibawah lima tahun (balita) merupakan



ias a yang perlu



diperhatikan dalam menjaga kesehatan. Kasus kematian yang terjadi pada balita i



merupakan salah satu akibat dari gizi buruk. Gizi buruk dimulai dari penurunan berat badan ideal seorang anak sampai akhirnya terlihat sangat buruk. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi. Menilai status gizi dapat dilakukan melalui beberapa metode pengukuran, tergantung pada jenis kekurangan gizi. Hasil penilaian status gizi dapat menggambarkan berbagai tingkat kekurangan gizi, misalnya status gizi yang berhubungan dengan tingkat kesehatan, atau berhubungan dengan penyakit tertentu. A. METODE ANTROPOMETRI Antropometri adalah pengukuran tubuh atau bagian tubuh manusia. Dalam menilai status gizi dengan metode antropometri adalah menjadikan ukuran tubuh manusia sebagai metode untuk menentukan status gizi. Prosedur pengukuran antropometri umumnya cukup sederhana dan aman digunakan. a) Berat badan Beberapa



ias an mengapa berat badan digunakan sebagai parameter



antropometri di antaranya adalah perubahan berat badan mudah terlihat dalam waktu singkat dan menggambarkan status gizi saat ini. Jenis alat timbang yang biasa digunakan untuk mengukur berat badan balita adalah dacin. b) Tinggi badan Tinggi badan atau panjang badan menggambarkan ukuran pertumbuhan massa tulang yang terjadi akibat dari asupan gizi. Tinggi badan digunakan untuk anak yang diukur dengan cara berdiri, sedangkan panjang badan jika anak diukur dengan berbaring (belum ias berdiri). Anak berumur 0–2 tahun diukur dengan ukuran panjang badan, sedangkan anak berumur lebih dari 2 tahun dengan menggunakan microtoise. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tinggi badan atau panjang badan harus mempunyai ketelitian 0,1 cm. Ukuran tubuh yang dapat dinilai untuk mengukur pertumbuhan di antaranyaadalah berat badan, panjang/tinggi badan, lingkar kepala yang dilakukan teratur setiap periode tertentu. Misalnya, pemantauan pertumbuhan yang dilakukan di posyandu dengan memantau pertambahan berat badan dengan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat), atau pemantauan pertumbuhan yang dilakukan pada setiap anak balita yang berkunjung di Puskesmas dengan menggunakan Grafik Pertumbuhan Anak (GPA)



B. METODE KLINIS Pemeriksaan fisik dan riwayat medis merupakan metode klinis yang dapatdigunakan untuk mendeteksi gejala dan tanda yang berkaitan dengan kekurangan gizi. Mengukur status gizi dengan melakukan pemeriksaan pada bagian tubuh untuk mengetahui akibat kekurangan atau kelebihan gizi. Pemeriksaan status gizi dengan metode klinis mudah dilakukan dan pemeriksaannya cepat. Misal pemeriksaan balita yang odema karena kekurangan protein cukup memijit bagian kaki yang bengkak.



C. PENENTUAN UMUR Penghitungan umur harus dilakukan secara teliti, karena pertumbuhan tubuh berhubungan dengan bertambahnya umur serta kecepatan tumbuh (growth rate) tidak sama sepanjang masa pertumbuhan. Kecepatan pertumbuhan tergantung umur terutama saat usia anak di bawah 5 tahun



E. Masalah Gizi Pada Balita a) KEP (Kurang Energi Protein) atau Protein Energy Malnutrition Suatu keadaan dimana rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Penyebab KEP biasanya dipengaruhi oleh makanan, kualitas mengasuh anak, kebersihan lingkungan, dll. b) Obesitas Balita yang mengalami berat badan berlebih (overweight) apabila selalu makan dengan porsi lebih besar dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik. Apabila hal ini tidak segera teratasi obesitas ini akan berlanjut hingga usia remaja. Orang tua perlu melakukan pengendalian pola makan anak. Jangan terlalu banyak memberikan makanan dan minuman manis. Upayakan melibatkan anak pada aktivitas yang bisa mengeluarkan energinya, terutama di luar ruangan seperti lari, berenang, atau bermain bola, dan lain-lain. c) Kurang vitamin A Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata, dan untuk kesehatan tubuh yaitu meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak, diare, dan penyakit infeksi lainnya. Xeropthalmia adalah kelainan mata akibat kekurangan i



vitamin A yaitu kekeringan pada selaput lendir dan kornea mata. Ini biasanya rentan terjadi pada anak usia 2-3 tahun. d) Gangguan akibat kekurangan iodioum Kekurangan mineral iodium pada anak dapat menyebabkan pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsi mental, dan perkembangan fisik. Zat iodium penting untuk kecerdasan anak. Manusia tidak dapat membuat unsur/elemen iodium dalam tubuhnya seperti membuat protein atau gula, tetapi harus mendapatkannya dari luar tubuh (secara alamiah) melalui sarapan iodium yang terkandung dalam makanan serta minuman. e) Anemia zat besi (Fe) Anakanak dapat mengalami anemia bila tidak ada kandungan zat besi dalam makanan mereka untuk membuat jumlah normal hemoglobin dalam darah mereka. Anemia pada anak disebabkan kebutuhan Fe yang meningkat akibat pertumbuhan si anak yang pesat dan infeksi akut berulang. Gejalanya anak tampak lemas, mudah lelah, dan pucat. Selain itu, anak dengan defisiensi (kurang) zat besi ternyata memiliki kemampuan mengingat dan memusatkan perhatian lebih rendah dibandingkan dengan anak yang cukup asupan zat besinya.



F. Faktor Yang Mempengaruhi Asupan Makan Pada Balita 



Anak balita adalah individu dengan usia 12-59 bulan yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara pesat. Hal ini menyebabkan anak balita termasuk kedalam golongan individu yang paling rentan menderita masalah gizi. Masalah gizi pada anak balita banyak menyebabkan angka kematian meningkat (Soegeng, 2004). Menurut MDGs tahun 2015 status gizi kurang pada anak balita di Indonesia menurut indikator BB/U yaitu 19,6% sedangkan target MDGs hanya 15,5%



hal ini mengalami peningkatan sebanyak 10% dari tahun 2013 dimana



jumlah anak balita gizi kurang hanya 13,9%. Data tersebut menunjukan anak balita yang mengalami gizi kurang masih tinggi melebihi target MDGs (Kemenkes RI, 2015). Masalah gizi yang dapat menyerang anak balita dapat melalui faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung terdiri dari penyakit infeksi,asupan makanan, ASI Eksklusif, dll sedangkan untuk faktor tidak langsung terdiri dari imunisasi, tingkat pendapatan keluarga, pendidikan orangtua, kebersihan lingkungan dan sebagainya (Arisman, 2009). Penyakit infeksi merupakan penyakit yang berasal dari virus, jamur, kuman atau bakteri. Indonesia yang berada di iklim tropis



memiliki banyak varian. mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit menular. Pada tahun 2015 diketahui sebanyak 36.238 jiwa anak balita menderita gangguan pencernaan seperti diare dan gastroenteritis, 11.043 jiwa anak balita menderita ISPA, 9.747 menderita thypoid dan 9.180 menderita



pneumonia



(Infodatin, 2015). Penyakit infeksi dapat menyebabkan asupan anak balita menurun, asupan makanan anak balita terdiri dari zat gizi makro yaitu energi, protein, lemak, dan karbohidrat,sedangkan zat gizi mikro terdiri dari Vitamin dan Mineral. Menurut Profil Kesehatan pada tahun 2015 menyatakan bahwa asupan energi anak balita yaitu 1.137 kkal/hari lebih tinggi daripada yang dianjurkan sebesar 1.118 kkal/hari. Untuk asupan protein menurut Profil Kesehatan 2015 kebutuhan protein anak balita sebesar 36,8 gram/hari lebih tinggi daripada yang dianjurkan yaitu 25,5 gram/hari. Salah satu zat gizi mikroyang dapat mempengaruhi kekebalan tubuh anak balita adalah Vitamin A. Vitamin A didapatkan dari bahan makanan yang mengandung ẞkaroten, selain itu Vitamin A juga didapatkan anak balita pada bulan Februari dan Agustus dari program pemerintah dalam bentuk kapsul. Cakupan Vitamin A secara nasional pada tahun 2015 untuk wilayah Jawa Tengah 98,6% yang sudah melebihi batas Nasional,yangberarti persebaran Vitamin A sudah menyeluruh dan Baik (Profil Kesehatan,2015). Kekebalan tubuh balita juga dipengaruhi oleh pemberian ASI Eksklusif selama 0-6 bulan. ASI merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan bayi saat baru lahir,karena kandungan ASI kaya akan zat-zat gizi yang dapat digunakanuntuk pertumbuhan dan perkembangan bayi sebelum diberi asupan berupa minuman atau makanan tambahan (Tedjasaputra,2010). Pada tahun 2015 pemberian ASI eksklusif secara nasional sebesar 55,7% dan untuk wilayah Jawa Tengah sebesar 56,1%, sedangkan target renstra sebesar35%, hal ini berarti ASI eksklusif telah mencapai target baik renstra ataupun nasional (Profil Kesehatan, 2015). Salah satu faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi pada anak balita adalah imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh anak balita dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit (Ranuh, 2011) . Menurut profil kesehatan pada tahun 2015 imunisasi di Indonesia 88,54% belum mencapai target renstra yaitu 91%. Untuk wilayah JawaTengah sudah melebihi target resntra yaitu 99,15%. Berdasarkan hasil survey pendahuluan di Rekam medik RSUD Ir.Soekarno Kab. Sukoharjo sejumlah 790 anak balita dalam kurun waktu 1 tahun terakhir banyak yang menderita penyakit infeksi seperti diare, denguage fever, demam thypoid, pneumonia, ISPA danlain sebagainya. Bedasarkan uraian diatas, banyak faktor yang dapat menyebabkan masalah gizi pada anak balita, sehingga peneliti tertarik untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi i



status gizi pada anak balita di Instalasi Rawat Jalan RSUD Ir. Soekarno Sukoharjokebutuhan protein anak balita sebesar 36,8 gram/hari lebih tinggi daripada yang dianjurkan yaitu 25,5 gram/hari. Salah satu zat gizi mikroyang dapat mempengaruhi kekebalan tubuh anak balita adalah Vitamin A. Vitamin A didapatkan dari bahan makanan yang mengandung ẞ-karoten, selain itu Vitamin A juga didapatkan anak balita pada bulan Februari dan Agustus dari program pemerintah dalam bentuk kapsul. Cakupan Vitamin A secara nasional pada tahun 2015



untuk wilayah Jawa Tengah 98,6% yang



sudah melebihi batas



Nasional,yangberarti persebaran Vitamin A sudah menyeluruh dan Baik (Profil Kesehatan,2015). Kekebalan tubuh balita juga dipengaruhi oleh pemberian ASI Eksklusif selama 0-6 bulan. ASI merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan bayi saat baru lahir,karena kandungan ASI kaya akan zat-zat gizi yang dapat digunakanuntuk pertumbuhan dan perkembangan bayi sebelum diberi asupan berupa minuman atau makanan tambahan (Tedjasaputra,2010). Pada tahun 2015 pemberian ASI eksklusif secara nasional sebesar 55,7% dan untuk wilayah Jawa Tengah sebesar 56,1%, sedangkan target renstra sebesar35%, hal ini berarti ASI eksklusif telah mencapai target baik renstra ataupun nasional (Profil Kesehatan, 2015). Salah satu faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi pada anak balita adalah imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh anak balita dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit (Ranuh, 2011) . Menurut profil kesehatan pada tahun 2015.



G. Menu Sehat Untuk Balita Penggolongan Bahan Makanan



Gambar 1 Pedoman piramida makanan Pengetahuan tentang bahan makanan diperlukan sebagai dasar untuk menyusun hidangan. Dengan mengetahui komposisi dan penggolongan berbagai macam bahan makanan, seseorang dapat memilih jenis bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan suatu zat gizi tertentu. Perbandingan jumlah setiap penggolangan bahan makanan yang perlu dikonsumsi untuk mencapai status gizi seimbang dapat dilihat pada Gambar 1. Minarno dan Hariani (2008:20) menjelaskan bahwa makanan pokok (staple food) adalah bahan makanan utama yang dianggap paling penting dan harus selalu ada dalam hidangan sehari-hari. Bahan makanan pokok terdiri dari serelia, umbi-umbian dan ekstrak tepung. Bahan makanan ini terdapat pada lapisan pertama dan paling banyak dibutuhkan oleh tubuh manusia. Oleh karena itu, Allah SWT telah mengubah tanah yang tandus menjadi tanah yang subur untuk memberikan hasil bumi yang berlimpah berupa bahan makanan biji-bijian untuk kebutuhan manusia. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS.Yasin : 33. Pada lapisan kedua terdapat sayur mayur dan buah-buahan. Kebutuhan sayur mayur yang perlu dikonsumsi memiliki jumlah lebih besar daripada buah-buahan. Kedua bahan makanan ini berasal dari tumbuhan dengan kandungan karbohidrat yang sedikit. Tetapi tumbuhan mengandung kadar yang menonjol dalam hal karotin, asam askorbat, vitamin A dan zat besi. Beberapa jenis tumbuh-tumbuhan dapat digolongkan ke dalam bahan makanan sayuran karena kandungan zat gizinya, sedangkan yang lain dapat digolongkan ke dalam bumbu dapur. Buah-buahan memiliki kandungan sumber vitamin dan mineral yang berbeda-beda menurut jenisnya. Pada jenis buah-buahan tertentu dihasilkan juga cukup banyak energi karena sebagian besar berasal dari karbohidrat. Semua bahan makanan ini berasal tumbuh-tumbuhan yang diciptakan



BAB III PENUTUP



i



i