Makalah Biofarmasetika Dan Farmakokinetik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIK RUTE PEMBERIAN OBAT PARENTERAL DAN TRANSMUKOSA



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2 1. Shinta Nurjanah



52019050013



2. Arina Zakiyyatus Sholikhah



52019050015



3. Diah Aprilia Firdyansyah



52019050016



4. Roisatun Nisa'



52019050018



5. Diah Putri Nugraheni



52019050019



6. Margareta Alvita Putri



52019050020



7. Tesar Syahnariri Nanda Widodo 52019050021 8. Yunita Hidayah



52019050022



9. Safitri Ayuningsih



52019050023



10. Novia Putri Anggraini



52019050024



S1 FARMASI III A



PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH KUDUS 2020/2021



i



KATA PENGANTAR



Puji beserta syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah Biofarmasetika dan Farmakokinetik yang berjudul “Rute Obat Parenteral dan Transmukosal” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar yakni Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini secara umumnya dan kepada dosen Mata Kuliah Biofarmasetika dan Farmakokinetik, yakni bapak apt. Akhyasin, M.Farm. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan karena penulis masih dalam tahap pembelajaran. Namun, kami tetap berharap agar tugas ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Kritik dan saran dari penulisan makalah ini sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan pada makalah kami berikutnya. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.                                                                                               Kudus, 15 September 2021                                                                                                Penulis



ii



DAFTAR ISI 1.



Cover Depan



i



2.



Kata pengantar



ii



3.



Daftar isi



iii



4.



BAB I Pendahuluan



1



A. Latar Belakang



1



B. Rumusan masalah



1



BAB II Pembahasan



2



A. Peninjauan tentang bahan nutrasetikal yang berkhasiat



2



5.



a. Kandungan yang berkhasiat dan manfaat dalam daun sirih merah.2 b. Sifat kimia dan fisika flavonoid



2



c. Uji klinik pada daun sirih merah



3



B. Peninjauan tentang penyakit Diabetes Mellitus



7



a. Patofisiologi dari penyakit Diabetes Mellitus



7



b. Faktor resiko dari penyakit Diabetes Mellitus



8



c. Prevelensi dari penyakit Diabetes Mellitus



8



d. Data klinis dari penyakit Diabetes Mellitus



8



C. Parameter evaluasi fisikokimia sediaan 6. BAB III Penutup



9 10



A. Kesimpulan



10



7. DAFTAR PUSTAKA



11



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar belakang Sediaan steril merupakan salah satu bentuk sediaaan farmasi yang banyak dipakai, terutama saat pasien dirawat di rumah sakit. Sediaan yang termasuk sediaan steril yaitu parenteral yakni sediaan obat suntik bervolume kecil atau besar, cairan irigasi yang dimaksudkan untuk merendam luka atau lubang operasi, larutan dialisa dan sediaan biologis seperti vaksin, toksoid, antitoksin, produk penambah darah dan sebagainya. Sterilitas sangat penting karena cairan tersebut langsung berhubungan dengan cairan dan jaringan tubuh yang merupakan tempat infeksi dapat terjadi dengan mudah (Ansel, 1989). Pada umumnya pemberian dengan cara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang cepat seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral) atau bila obat itu sendiri tidak efektif dengan cara pemberian lain. Sediaan ini diberikan melalui beberapa rute pemberian yaitu intravena, intraspinal, intramuskuler, subkutis dan intradermal. Sediaan parenteral diberikan dengan cara menyuntikkan obat di bawah atau melalui satu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa karena rute disekitar daerah pertahanan yang sangat tinggi dari tubuh, yaitu kulit dan selaput atau membran mukosa, maka kemurniaan yang sangat tinggi dari sediaan harus diperhatikan. Apabila injeksi diberikan melalui rute intramuscular, seluruh obat akan berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh darah disekitarnya secara difusi pasif, kemudian masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini sesuai untuk bahan obat, baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan obat itu dapat diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara kimia. Bahkan bentuk sediaan larutan, suspensi, atau emulsi juga dapat diterima lewat intramskuler, begitu juga pembawanya bukan hanya air melainkan yang non air juga dapat. Hanya saja apabila berupa larutan air harus diperhatikan pH larutan tersebut (Agoes, 2009). Obat suntik hingga volume 100 ml disebut sediaan parenteral volume kecil, sedangkan apabila lebih dari 100 mL disebut sediaan parenteral volume besar atau yang biasa diberikan secara intervena (Ansel, 2005). Produk parenteral, selain diusahakan harus steril juga tidak boleh mengandung partikel yang memberikan reaksi pada pemberian juga diusahakan tidak 4



mengandung bahan pirogenik. Bebas dari mikroba (steril) dapat dilakukan dengan cara sterilisasi dengan pemanasan pada wadah akhir, namun ada bahan yang tidak tahan terhadap pemanasan. Untuk itu dapat dilakukan teknik aseptic. Obat dapat diberikan kepada pasien melalui sejumlah rute pemberian yang berbeda. Rute pemberian obat dapat dilakukan secara peroral, parenteral, topikal, rektal, intranasal, intraokular, konjungtival, intrarespiratori, vaginal, uretral (Ansel, 1985). Rute pemberian obat secara peroral adalah rute yang paling disukai, karena rute pemberian ini mudah untuk digunakan, menjamin kepatuhan pasien, batasan untuk sterilitas kecil dan desain dosis bentuk sediaan lebih fleksibel (Thapa et al., 2005). Akan tetapi rute pemberian obat secara oral memiliki kelemahan, yaitu obat yang diberikan secara per oral akan mengalami metabolisme lintas pertama di hati dan degaradasi enzimatik dalam saluran cerna. Sehingga pemberian obat secara transmukosa dipilih untuk mengatasi kelemahan dari sediaan oral tersebut. Rute pemberian obat secara transmukosa (diantaranya pada lapisan mukosa hidung, rektal, vagina, mata, dan rongga mulut) memiliki keuntungan yang berbeda terhadap pemberian secara oral dalam hal efek sistemik yang dihasilkannya (Shojaei, 1998).



1.2.



Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari sediaan parenteral? 2. Apa saja rute-rute pemberian injeksi? 3. Apa saja macam-macam sediaan parenteral? 4. Apa keuntungan dan kerugian sediaan parenteral? 5. Apa tujuan pemberian obat sediaan parenteral? 6. Bagaimana anataomi mukosa pada mulut? 7. Bagaimana sistem penghantaran obat secara transmukosa oral? 8. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi penghantaran obat secara transmukosa oral? 9. Bagaimana formulasi dan pengembangan obat dengan sistem penghantaran transmukosa oral? 10. Apa keuntungan dan kerugian dari sistem penghantaran transmukosa oral?



5



1.3.



Tujuan 1. Mengetahui definisi dari sediaan parenteral 2. Mengetahui rute-rute pemberian injeksi 3. Mengetahui macam-macam sediaan parenteral 4. Mengetahui keuntungan dan kerugian sediaan parenteral 5. Mengetahui tujuan pemberian obat sediaan parenteral 6. Mengetahui anatomi mukosa mulut 7. Memahami sistem penghantaran obat secara transmukosa oral 8. Mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi penghantaran obat secara transmukosa oral 9. Mengetahui dan memahami formulasi dan pengembangan obat dengan sistem penghantaran transmukosa oral 10. Mengetahui



keuntungan



dan



kerugian



transmukosa oral.



6



dari



sistem penghantaran



BAB II PEMBAHASAN A. Definisi sediaan parenteral Parenteral berasal dari bahasa Yunani, para dan enteron yang berarti “di luar usus halus” dan merupakan rute pemberian lain dari rute oral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan menunjukan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan lewat suntikan (Ansel, 1989). Pemberian obat secara parenteral lazimnya dipilih bila diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk obat yang merangsang atau dirusak oleh getah lambung (hormon), atau tidak diresorpsi usus (streptomisin). Begitu pula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja sama (Tjay Tan Hoan dan Rahardja Kirana, 2015 : Hal 13). Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan yang digunakan untuk injeksi atau sediaan untuk infus. Injeksi adalah pemakaian dengan cara menyemprotkan larutan atau suspensi ke dalam tubuh untuk tujuan terapeutik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan langsung ke dalam alairan darah, ke dalam jaringan atau organ. Asal kata injeksi dari injectio yang berarti “memasukan ke dalam”, sedangkan infusio berarti “penuangan ke dalam” (Lukas, 2006). Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, suspensi atau emulsi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau selaput lendir. Infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikan langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak (Depkes R.I, 1979). Dalam Farmakope Indonesia Ed. IV (Depkes R.I, 1995), yang dimaksud dengan larutan parenteral volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda lebih dari100 ml. Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau kurang. B. Rute-Rute Pemberian Injeksi Sediaan parenteral bisa diberikan dalam berbagai rute. Lima rute yang paling umum adalah intravena, intramuskular, subkutan, intrakutan dan intraspinal (Lachman dkk, 1994). Cara pemberian lainnya meliputi intraperitoneal dan intraartikular (Lukas, 2006). Rute pemberian yang dimaksud mempunyai efek nyata terhadap formulasi suatu produk parenteral. 7



Volume di mana suatu dosis obat harus dimasukan merupakan faktor untuk dipertimbangkan (Lachman dkk, 1994). 1. Subkutan (s.c) atau dibawah kulit (hipodermal). a. Tempat penyuntikan dibagian tubuh yang sedikit lemak dan masuk ke jaringan di bawah kulit.



b. Volume tidak lebih dari 1 ml. c. Larutan



sebaiknya



isotonis



dan



isohidri.



Larutan yang



sangat



meyimpang



isotonisnya dapat menimbulkan rasa nyeri atau nekrosis dan absorpsi zat aktif tidak optimal. d. Onset (mula kerja) obat berbentuk larutan dalam air lebih cepat dari pada sediaan suspensi. Determinan kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan tempat terjadinya penyerapan. e. Zat aktif bekerja lambat daripada secara i.v (Lukas, 2006) f. Digunakan pada obat yang tidak merangsang dan melarut dengan baik dalam air atau minyak. g. Efeknya tidak secepat injeksi intramuskuler atau intravena. h. Mudah dilakukan sendiri, misalnya insulin pada pasien penyakit gula atau diabetes (Tjay Tan Hoan dan Rahardja Kirana, 2015 : hal 13).



8



2. Intramuskular (i.m) a. Disuntikan ke dalam jaringan otot, bagian tidak memiliki banyak pembuluh dan saraf, umumnya di otot pantat atau paha.



9



b. Volume sediaan umumnya 2 ml. c. Sediaan berupa larutan, suspensi atau emulsi. Jaringan otot mentoleransi minyak dan partikel yang tersuspensi dengan baik di dalam minyak, sehingga jaringan otot merupakan rute yang cocok untuk minyak dan suspensi dalam minyak. Bentuk larutan sebaiknya isotonis. d. Onset (mula kerja) bervariasi tergantung besar kecilnya partikel. e. Zat aktif bekerja lambat (preparat depo) serta mudah terakumulasi. Pemberian obat ke dalam jaringan otot akan menghasilkan pengumpulan produk pada tempat injeksi. Dari depo ini, obat dilepaskan pada suatu laju yang sebagian besar ditentukan oleh karakteristik formula tersebut. Larutan dalam air lebih cepat diabsorpsi daripada minyak. (Lukas, 2006; Lachman dkk, 1994). f. Obat yang terlarut bekerja dalam waktu 10-30 menit, tujuannya untuk memperlambat resorpsi atau memperpanjang kerja obat, sering kali digunakan larutan atau suspensi dalam minyak, misalnya suspensi penisilin dan hormon kelamin (Tjay Tan Hoan dan Rahardja Kirana, 2015 : hal 13). 3. Intravena (i.v) a. Disuntikan ke dalam pembuluh darah.



10



b. Volume relatif lebih besar. Volume kecil (< 5 ml) sebaiknya isotonis dan isohidri, sedangkan volume besar (infus) harus isotonis dan isohidris. c. Tidak melalui fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, onset (mula kerja) segera, bioavaibilitas 100% (Lukas, 2006). d. Menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik untuk satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Cara ini digunakan untuk mencapai pentakaran yang tepat, atau untuk efek yang sangat cepat dan kuat. e. Tidak berlaku untuk obat yang tidak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah (Tjay Tan Hoan dan Rahardja Kirana, 2015 : hal 13). Bahaya injeksi iv adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat koloida darah dengan reaksi hebat, karena benda asing langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi darah, misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu cepat. Oleh karena itu,setiap injeksi iv. sebaiknya dilakukan dengan sangat perlahan, antara 50 dan 70 detik (Tjay Tan Hoan dan Rahardja Kirana, 2015 : hal 13). 4. Rute Lain Injeksi Beberapa cara injeksi lainnya untuk memasukkan obat langsung ke tempat yang diinginkan (Tjay Tan Hoan dan Rahardja Kirana, 2015 : hal 13-14). a. Intraspinal. Intraspinal disuntikan ke dalam sumsum tulang belakang. Larutan harus isotonik dan isohidris, karena sirkulasi dari cairan serebrospinal lambat dan gangguan tekanan osmotik dengan cepat menyebabkan sakit kepala dan muntah (Lukas, 2006; Lachman dkk, 1994). b. Peritoneal (i.p). Peritoneal (i.p) yaitu kateter dimasukan dalam perut dengan operasi untuk memasukan cairan steril dialisis. Larutan harus hipertonis, zat aktif diabsorpsi dengan cepat dan volume diberikan dalam jumlah besar (1 atau 2 Liter) (Lukas, 2006). c. Intraartikular. Intraartikular yaitu disuntikan ke dalam sendi, larutan isotonis dan isohidris (Lukas, 2006) d. Intradermal/intrakutan (i.c) 11



Intradermal/intrakutan disuntikan ke dalam kulit. Umumnya diberikan untuk tujuan diagnostik, desensitasi (alergi) atau imunisasi, larutan sebaiknya isotonis dan isohidris karena larutan yang nonisotonik dapat memberikan tanda - tanda iritasi palsu (Lukas, 2006; Lachman dkk, 1994) e. Intralumbal (antara ruas tulang belakang), f. Itraperitoneal (ke dalam ruang selaput perut), g. Intrapleural (ke dalam selaput paru-paru), h. Intrakardial (jantung) i. Intra-artikuler (ke celah-celah sendi). C. Macam-Macam Sediaan Parenteral Sediaan steril parenteral berdasarkan kegunaan, diklasifikasikan menjadi 5 jenis yaitu : 1. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama Injeksi. Contoh Injeksi Vitamin C. 2. Sediaan padat kering atau cairan pekat dari dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan solusi yang diperoleh setelah penambahan penyelesaian yang sesuai persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama bentuk bentuk, steril. Contoh Inj. Dehidrostreptomisin Sulfat Steril. 3. Sediaan seperti tertera pada poin 2 mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain, dan dapat dibedakan dari nama bentuk,untuk Injeksi. Contoh Inj. Penicillin Oil untuk Injeksi. 4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuk, suspensi steril. Contoh.Inj. Suspensi Hidrokortison Asetat Steril. 5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai dan dapat dibedakan dari nama bentuk, steril untuk suspensi. Contoh Inj. Prokain Penisilin G steril untuk suspensi. D. Keuntungan Dan Kerugian sediaan parenteral 1. Keuntungan Sediaan Parenteral (Shargel,2005) a. Memberikan efek yang cepat. b. Tidak melalui firstpast effect. 12



c. Dapat diberikan apabila penderita dalam keadaan tidak dapat bekerjasama dengan baik, tidak sadar, atau tidak dapat dengan cara pemberian lain (seperti oral). d. Kadar obat di dalam darah yang hasilnya lebih bisa diramalkan. e. Dapat untuk obat yang rusak/tidak diabsorbsi dalam saluran cerna Contoh : Insulin (Protein Drug). 2. Kerugian Sediaan Parenteral (Shargel,2005) a. Harga relatif lebih mahal. b. Apabila sudah masuk kedalam saluran tubuh susah untuk di keluarkan terutama apabila terjadi kasus toksisitas. E. Tujuan Pemberian Obat Parenteral a. Untuk mendapatkan reaksi yang lebih cepat dibandingkan dengan cara yang lain b. Untuk memperoleh reaksi setempat (tes alergi) c. Membantu menegakkan diagnose (penyuntikan zat kontras, memberikan zat immunologi) d. Mencegah penyakit dengan jalan memberikan kekebalan atau imunisasi (misalnya DPT, BCG) dll. e. Melaksanakan uji coba obat F. Anatomi Jalur Gastrointestinal terdiri dari empat bagian antomi utama, yaitu rongga mulut, lambung, usus halus dan usus besar.



13



Fungsi dari sistem pencernaan yaitu untuk menghancurkan molekul yang diperoleh dari makanan menjadi ukuran yang lebih kecil untuk diabsorbsi di darah atau limfa. Proses ini dibagi menjadi lima fase utama, dibagi dalam beberapa wilayah sistem pencernaan, antara lain : 



Proses Menelan (Mulut);







Pemecahan (Mulut Dan Lambung);







Mencerna ( Lambung Dan Usus Halus);







Absorpsi (Usus Halus Dan Besar);







Eliminasi Produk Sisa (Usus Besar). (Anya M.Hillery et al, 2001) Secara mikroskopis atau histologis, dinding saluran cerna terdiri dari empat



lapisan, yaitu: 1. Tunika mukosa, terdiri dari lapisan epitel yang membatasi lumen saluran cerna, lamina propria, dan tunika muskularis mukosa yang memisahkan mukosa dengan submukosa. Berbagai segmen saluran cerna memiliki bentuk epitel yang berlainan, tergantung pada fungsinya masing-masing. Pada umumnya, sel epitel memiliki banyak fungsi, yaitu absorbsi (pertukaran air, elektrolit, serta nutrien), sekresi enzim, serta sebagai barier yang banyak mengandung sel imun. Lamina propria merupakan lapisan dibawah lapisan epitel yang banyak mengandung saluran limfa, pembuluh darah, dan ujung-ujung saraf aferen maupun eferen. 2. Lapisan submukosa yang terdiri dari jaringan ikat elastis serta pembuluh darah dan limfa. Pada lapisan ini, juga terdapat pleksus saraf Meissner yang berfungsi untuk mempersarafi lapisan epitel dan mukularis mukosa. 3. Tunika muskularis yang tersusun dari jaringan otot polos sirkuler dan longitudinal. Di antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal usus halus, terdapat kumpulan sel ganglion yang disebut dengan plexus Auerbach’s 4. Tunika serosa, yaitu jaringan ikat terluar yang menghasilkan cairan serous. Meskipun memiliki struktur umum yang serupa, masing-masing segmen saluran cerna memiliki karakteristik histologis tersendiri sesuai dengan fungsinya 14



pada proses digestif, yaitu fungsi motilitas (pergerakan makanan melalui traktus digestifus), sekresi (pelepasan zat tertentu untuk membantu proses pencernaan makanan), digesti (pemecahan makanan secara fisik maupun kimia), atau absorpsi (pemindahan berbagai zat ke lingkungan dalam tubuh). Pada bagian selanjutnya, akan dijelaskan mengenai fisiologi digesti secara umum dan struktur serta proses spesifik yang berlangsung pada masing- masing segmen saluran cerna (Juffrie, M., 2018 Mulut Mukosa mulut memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah proteksi, sensasi dan aktivitas sensitivitas kelenjar. 1. Fungsi proteksi dilakukan oleh : 



Epitel mukosa mulut,



dengan memproteksi daritrauma pengunyahan,



tekanan, abrasi mikroorganisme + produk toksik 



Kelen'ar liur (saliva) :







Melembabkan







Memfasilitasi



proses



pengunyahan



: amilase



(oleh kelenjar



liur serosa) hidrolisis zat tepung (maltose) 



Memfasilitasi rasa, penelanan







Antibodi



2. Fungsi sensasi dilakukan oleh : 



Saraf sensoris yang menerima rangsang dari luar melalui bibir dan l idah







Sel epitel mukosa mulut mengandung reseptor yang merespon rangsang suhu, sentuhan, sakit, rasa (di lidah)







Reseptor piala pengecap pada papil lidah (reseptor rasa manis, asam, pahit, asin), rasa terhadap air (haus)







Refleks seperti menelan, muntah, mual, salivasi diawa1ali oleh rese ptor pada mukosa mulut. 15



3. Fungsi sekresi dilakukan oleh kelenjar liur : 



Kelenjar liur mayor terletak jauh dari permukaan mukosa dengan duktus yang panjang







Kelenjar liur minor berhubungan dengan mukosa mulut



4. Fungsi regulasi termal



Lapisan mukosa mulut



1. Lapisan Epitel Rongga mulut dilapisi oleh epitel gepeng berlapis (stratified squamous epithelium). Epitel ini ada yang berkeratin dan ada yang tidak berkeratin. Epitel yang berkeratin memiliki karakteristik yang kuat secara mekanik dan tahan secara kimia. Epitel ini ditemukan di daerah rongga mulut yang mengalami tekanan mekanis seperti mukosa gingiva (gusi) dan langit-langit mulut. Sedangkan, epitel yang tidak berkeratin relatif fleksibel dan ditemukan di daerah-daerah seperti langit-langit mulut yang lunak, lantai mulut, bibir dan pipi. Dengan demikian daerah mulut yang mendukung sebagai tempat pemberian obat yaitu epitel yang tidak berkeratin. Lapisan epitel pada mulut secara umum mirip dengan epitel gepeng 16



berlapis yang ditemukan di tempat lain pada tubuh, misalnya kulit. Di mana sel diproduksi oleh mitosis di lapisan basal dan sel-sel yang berpoliferasi ini mendorong sel-sel yang ada ke permukaan. Lapisan epitel terdiri dari beberapa lapisan, antara lain : a.



Stratum basal



b.



Stratum Spinosum



c.



Stratum Granulosum



d.



Stratum Korneum Epitel keratin menunjukkan pola lipid yang sebagian besar netral



lipid seperti ceramides, sedangkan epitel non-keratin sebagian besar mengandung



lipid



polar,



khususnya



kolesterol



sulfat



dan



glucosylceramides. 2. Lapisan Lamina Propria Lamina propria merupakan lapisan terusan dari jaringan ikat yang mengandung kolagen, serat elastis dan komponen seluler dalam substansi yang terhidrasi. Lapisan ini juga yang membawa kapiler darah dan serabut saraf ke mukosa. Melalui pembuluh darah di lamina propria inilah obat-obatan dapat masuk sirkulasi sistemik. 3. Lapisan Kelenjar Saliva Air liur diproduksi oleh tiga pasang kelenjar ludah utama: • parotid • sublingual • submandibular Dan banyak kelenjar aksesori kecil yang tersebar di seluruh mukosa mulut. Air liur bersifat hipotonik, sekresi cair yang mengandung sejumlah lendir, enzim (terutama amilase dan enzim antibakteri lisozim), antibodi dan ion anorganik. Dua jenis sel sekretori yang ditemukan di kelenjar ludah adalah sel serosa dan sel mukosa. 17



Kelenjar parotid terdiri hampir secara eksklusif dari sel serosa dan menghasilkan sekresi cair yang kaya akan enzim dan antibodi. Kelenjar sublingual



sebagian



menghasilkan



besar



sekresi



memiliki



lendir



kental.



lendir



sel



Kelenjar



sekretori



dan



submandibular



mengandung serous dan sel sekretori lendir dan menghasilkan sekresi konsistensi yang menengah. Komposisi keseluruhan air liur bervariasi sesuai dengan tingkat aktivitas masing- masing jenis kelenjar utama. Komponen air liur yang encer dapat melembabkan dan melumasi proses pengunyahan. Lendir saliva membantu mengikat bolus makanan yang siap untuk ditelan. Lapisan permukaan lendir juga berfungsi untuk melindungi epitel dari zat yang memiliki potensi berbahaya (Anya M.Hillery et al, 2001)



G. Sistem Penghantaran Obat Secara Transmukosa Oral dan Desain Sediaannya 1. Sistem Penghantaran Obat Secara Transmukosa Oral  Sistem Penghantaran Bukal Sistem penghantaran bukal merupakan suatu sistem penghantaran obat dimana obat diletakan diantara gusi dan membran pipi bagian dalam. Mukoadhesif adalah polimer yang memiliki kekuatan mukoadhesi. Bukal mukoadhesif adalah suatu sistem penghantaran obat dimana obat terebut diletakan diantara gusi dan membran pipi bagian dalam dan menggunakan polimer untuk mengontrol pelepasan obat. Sediaan yang menggunakan polimer adalah patch. Keuntungan sediaan bukal patch adalah menghindari terjadinya firstpass metabolisme, tingkat puncak plasma obat diturunkan sehingga efek samping berkurang, mengurangi terjadinya fluktuasi, dapat digunakan untuk obat dengan waktu paruh dan rentang terapi pendek, mudah dihentikan apabila terjadi keracunan, mengurangi frekuensi pemberian obat sehingga meningkatkan kepatuhan pasien (Kumar et al., 2007). Dalam sediaan bukal mukoadhesif, matriks berperan sangat penting karena kontak antara patch dan mukosa bukal adalah salah satu faktor kunci 18



dalam penghantaran bukal yang sukses, yang lebih ditekankan adalah penggunaan mukoadhesif polimer dalam formulasi sistem penghantaran bukal (Aungst, 1998). Matriks yang biasa digunakan pada sediaan bukal patch mukoadhesif antara lain CMC-Na, Methocel dan Chitosan. CMC-Na digunakan sebagai matriks karena memiliki kekuatan mukoadhesif yang tinggi (Roy et al., 2010). Selain itu CMC-Na biasa digunakan utntuk melindungi perlekatan produk dengan jaringan tubuh dari kerusakan (Rowe et al., 2006). Ada 3 tipe peghantaran bukal mukoadhesif yaitu sebagai berikut :  Tipe I merupakan sistem single layer dimana pelepasan obat ke semua arah. Pelepasan obat akibat sediaan yang mengembang



19



 Tipe II merupakan sistem double layer dengan ditambahkan backing membrane dibagian atas dari patch tersebut untuk menghindari kehilangan obat dari bagian atas sediaan menuju rongga mulut.  Tipe III merupakan sistem yang memberikan pelepasan obat secara tidak langsung. Seluruh permukaan pada sediaan dilapisi dengan impermeable backing layer kecuali sisi yang kontak dengan bukal mukosa ( Kaul et al, 2011).



A. Mekanisme Mukoadhesi Mekanisme adhesi suatu makromolekul terhadap permukaan jaringan mukosa belum sepenuhnya dimengerti. Mukoadhesif harus tersebar diantara substrat untuk membuat kontak dan meningkatkan kontak dengan permukaan, meningkatkan difusi dengan mukosa. Terjadi daya tarikan dan tolakan, dan untuk membuat daya mukoadhesif berhasil daya tarikan harus lebih dominan. Setiap tahapan tergantung dari sifat dan bentuk dari sediaan dan juga rute pemberian sediaan tersebut (Carvalho et al., 2010). Mekanisme dari mukoadhesi secara umum dibagi menjadi 2 langkah : 1. Tahapan Kontak : terjadi kontak antara polimer mukoadhesif dan membran mukus. Terjadi proses perluasan dan pengembangan dari basis patch sehingga dapat kontak dengan lapisan mukus. 20



2. Tahapan Penggabungan : basis dari mukoadhesif diaktifkan oleh adanya kelembapan. Kelembapan memungkinkan molekul mukoadhesif untuk pecah keluar dan menghubungkan antara ikatan Van Der Waals dengan ikatan hidrogen.



B. Patch Bukal Patch bukal adalah bentuk sediaan obat yang berdasar pada mukoadhesif sistem. Ukuran ketipisan patch bukal antara 0,5-1,0 mm, apabila lebih kecil akan menyulitkan dalam pemakaiannya. Pelepasan zat aktif pada suatu patch dikenal dengan metode tidak langsung. Menurut Lenaerts et al. (1990), patch terdiri dari 3 lapisan yaitu (1) Permukaan dasar mukoadhesif terdiri dari polimer biodhesif polikarbopil, (2) permukaan membran yang merupakan tempat terlepasnya obat, (3) permukaan impermeable, yang langsung bersentuhan dengan mukosa.



21



 Tipe Patch 1. Pelepasan multi-arah Jenis patch ini memungkinkan pelepasan obat ke mukosa dan juga ke saliva. Obat yang dilepaskan ke saliva juga bisa diserap secara sistemik melalui selaput lendir rongga mulut dan / atau tetap lokal. Namun, terdapat kerugian yaitu : 



obat menjadi encer secara substansial dalam saliva







kehilangan obat yang substansial dapat terjadi ketika air liur tertelan







pelepasan obat ke dalam mulut berarti obat tersebut tidak dilindungi dari lingkungan fisiologis



2. Pelepasan searah Dalam sistem ini, kehilangan obat pada saliva dapat dikurangi dengan menggunakan lapisan pendukung yang tidak tembus cahaya. Keuntungan dari sistem ini adalah efek aditif dapat dibatasi pada tempat penggunaannya. Namun, hal ini juga berarti bahwa bagian obat terbatas pada lokasi penggunaannya, sehingga area penyerapan yang tersedia cukup kecil. Selanjutnya, keberadaan lapisan pendukung juga dapat mengurangi fleksibilitas bentuk sediaan yang menyebabkan peningkatan ketidaknyamanan pasien. 22



 Tingkat pelepasan obat dapat dikendalikan dengan menggunakan : 1. Matriks atau sistem obat-dalam-perekat Obat ini didistribusikan ke seluruh matriks polimer. Sistem seperti ini relatif mudah dibuat. Obat didispersikan secara langsung dalam campuran yang terdiri dari, misalnya campuran dari poli (asam akrilat) dan senyawa elastomerik seperti poli (isobutilena) dan poli (isoprena). 2. Sistem Reservoir Patch reservoir memiliki komponen bioadhesif yang serupa tetapi mengandung formulasi eksipien tertentu, seperti peningkat penetrasi dan penghambat enzim, dapat ditempatkan di tengah desain. Membran polimer yang mengendalikan laju dapat dirancang untuk mengontrol pelepasan obat.



 Area Patch Untuk obat yang diserap melalui mekanisme difusi pasif (paraseluler atau transelular), meningkatkan luas patch harus meningkatkan jumlah obat yang diserap. Namun, ukuran patch harus selalu dipertimbangkan karena berhubungan dengan kenyamanan dan penerimaan pasien dan tidak boleh terlalu besar. Dengan demikian ukuran patch perekat umumnya berkisar 2-5 cm2, dengan 10-15 cm2 sebagai batas atas. 23



 Pacth



Adesi



Diperlukan bioadesi: • untuk memaksimalkan kontak langsung pacth dengan mukosa • untuk mempertahankan sistem pengiriman di rongga mulut. Polimer adhesi yang digunakan dalam patch oral meliputi poli (hidroksietilselulosa), poli (hidroksipropilselulosa), poli (natrium karboksimetilselulosa), poli (asam akrilat), poli (asam metakrilat), poli (vinylpyrrolidone) dan poli (vinil alkohol). Pengaruh viskositas terhadap waktu adhesi tergantung pada jenis polimer, misalnya poli (vinilprolididon) memberikan waktu adhesi yang meningkat secara eksponensial dengan tingkat viskositas. Poli (hidroksietilselulosa) dan poli (vinil alkohol) juga menunjukkan peningkatan waktu adhesi dengan peningkatan viskositas; Namun, sebaliknya untuk hidroksipropilselulosa. Meningkatkan



jumlah



polimer



dalam



patch



juga



dapat



meningkatkan waktu adhesi. Patch dengan lapisan pendukung yang permeabel terhadap air umumnya menunjukkan waktu rekat yang lebih pendek dibandingkan dengan lapisan pendukung yang tidak tembus cahaya. Hal ini disebabkan oleh erosi hidrokoloid yang lebih lambat ketika salah satu sisi patch dilindungi terhadap penyerapan air.  Patch hydmtion Patch hidrasi mempengaruhi pengiriman obat bukal dalam beberapa cara:  Penyerapan air oleh patch merupakan parameter utama yang menentukan kelarutan obat.  Penyerapan air oleh patch mempengaruhi lamanya bioadhesi  Tingkat



ketebalan



patch



penerimaan pasien 24



mempengaruhi



kenyamanan



dan



C. Mekanisme transportasi obat melalui bukal Mekanisme transportasi obat melalui mukosa bukal melibatkan dua rute utama: 1. Jalur transelular (intraseluler) : sebagai rute polar melalui membrane yang didominasi keratin yang terhidrasi tinggi untuk difusi zat aktif yang bersifat hidrofilik. 2. Jalur paraseluler (antar sel) : jalur difusi zat aktif yang melalui ruang antarsel (korneosit).



25



D. Rute Bukal 1. Bukal Proklorperazin Proklorperazin banyak digunakan untuk aktivitas anti-emetik dan efektivitasnya dalam menekan rasa pusing untuk gangguan labrintine.



Ketersediaan



hayati oral sangat rendah, karena



metabolisme firstpass usus dan hati yang luas. Selain itu, rute oral tidak praktis pada pasien dengan mual dan gangguan vestibular, yang telah terbukti memiliki gangguan pengosongan lambung. Tablet Buccastem adalah bentuk proklorperazin untuk pemberian bukal, yang mengandung 3 mg proklorperazin dalam basis polisakarida. Ketika ditempatkan pada posisi tablet melunak selama beberapa menit untuk membentuk gel yang melekat pada gusi dan secara bertahap melepaskan obat. Proklorperazin memenuhi kriteria untuk transmukosa yang efisien dikarenakan basa yang sangat larut dalam lemak dengan pKa 8,1 dan karenanya sebagian besar tidak terionisasi pada pH saliva. Karena metabolisme first-pass sangat dihindari maka ketersediaan hayati melalui rute bukal jauh lebih tinggi daripada melalui rute oral. 2. Nitrogliserin bukal 26



Onset akut efek anti-anginal dengan nitrogliserin sublingual terjadi dalam waktu 2 menit, tetapi efeknya berumur pendek, menurun ke level yang dapat diabaikan setelah 1 jam. Sebaliknya, nitrat long-acting oral memiliki onset aksi yang lama tetapi lambat, membatasi penggunaannya untuk profilaksis angina. Nitrogliserin bukal yang berkelanjutan (Suscard Buccal) dikembangkan untuk memberikan onset yang cepat dan efek yang berkepanjangan, dalam satu formulasi tunggal. Tablet Suscard Buccal diformulasikan sedemikian rupa sehingga partikel obat terperangkap di dalam serat selulosa. Jika kontak dengan mukosa yang lembab, lapisan luar tablet terhidrasi dan mengembang, konsistensinya seperti gel.  Sistem Penghantaran Sublingual Bentuk cepat larut kering-beku Bentuk dosis cepat larut Zydis adalah bentuk dosis oral baru yang terdiri dari wafer berpori beku-kering yang mengandung zat obat dan eksipien yang larut cepat lainnya. Porositas yang tinggi dari sistem berarti ia larut secara instan di lidah dan tidak membutuhkan air untuk membantu menelan. Sejumlah produk saat ini tersedia yang menggunakan teknologi Zydis termasuk Dimetapp Quick Dissolving Tablets, Feldene Melt dan Pepdine. Obat ini kemudian basah dengan saliva untuk penyerapan selanjutnya di saluran pencernaan. Kenyamanan dan penerimaan formulasi Zydis membuatnya sangat cocok untuk pasien yang merasa sulit atau tidak nyaman untuk menelan bentuk sediaan padat. A. Mekanisme Absorpsi obat sublingual Molekul obat diserap oleh difusi pasif ketika obat dalam bentuk tak terion dalam saliva. Proses absorpsi obat dari saliva melalui lapisan ganda lipid dari selaput mukus langsung ke sirkulasi sistemik. Lipid yang ada di mukus membran sublingual bertindak sebagai penghalang utama untuk permeabilitas obat hidrofilik. Namun, jaringan ikat terhidrasi dengan baik memberikan 27



resistensi terhadap molekul obat hidrofobik. Karenanya, jalur transportasi potensial melintasi membran mukosa sublingual mungkin



28



baik polar atau non-polar. Molekul polar bersilangan melalui saluran ionik di ruang antar sel epitel, atau poripori berair yang ada di sel epitel sedangkan molekul nonpolar lewat melalui daerah lipid epitel.



B. Rute Sublingual Mukosa sublingual relatif permeabel, absorpsinya cepat dan bioavailabilitas yang dapat diterima dari banyak obat, dan nyaman, mudah diakses, dan secara umum diterima dengan baik. Bentuk dosis sublingual terdiri dari dua desain yang berbeda yaitu terdiri dari tablet yang hancur dengan cepat dan yang terdiri dari kapsul gelatin lunak yang diisi dengan obat cair. Sistem seperti itu membuat konsentrasi obat yang sangat tinggi di daerah sublingual sebelum obat diserap secara sistemik melintasi mukosa. Daerah sublingual tidak memiliki bentangan otot polos atau mukosa tidak bergerak dan terus-menerus dibasuh dengan jumlah air liur yang cukup membuat penempatan alatnya menjadi sulit. Karena permeabilitas yang tinggi dan suplai darah yang kaya, rute sublingual mampu menghasilkan onset yang cepat yang membuatnya sesuai untuk obat dengan pengiriman singkat sesuai persyaratan periode dengan rejimen dosis jarang. Metabolisme first-pass hati berlanjut menghasilkan nitrogliserin yang sebagian besar tidak aktif oleh rute oral. Dalam bentuk tablet sublingual nitrogliserin sangat efektif, biasanya menghilangkan rasa sakit dalam waktu 2 menit.



29



Tablet sublingual terdiri dari eksipien terlarut (laktosa, manitol, sukrosa) untuk mencapai disolusi cepat dan membantu timbulnya aksi obat dengan cepat. Namun, waktu yang diperlukan untuk larut bisa bervariasi dan lama, khususnya pada mulut kering. Selain itu, tablet memiliki masalah stabilitas dan harus sangat berhati-hati terhadap paparan panas, cahaya, kelembaban, dan bahan kemasan yang tidak sesuai, yang menyebabkan persyaratan agar tablet dibuang 8 minggu setelah dibuka. Formulasi aerosol lipid dari nitrogliserin juga tersedia, yang jauh lebih stabil daripada tablet, dengan umur simpan yang lama (3 tahun). Disemprotkan langsung ke lidah, membantu meringankan nyeri angina dalam waktu 2 menit dengan durasi efek hingga 30 menit. Namun, telah ditunjukkan bahwa penggunaan berbagai aerosol dapat mempengaruhi ketersediaan hayati obat dan memiliki implikasi terapeutik yang penting. 2. Desain Sediaan Transmukosa Oral Sistem pengiriman obat transmucosal harus memenuhi beberapa prasyarat yaitu pertama, harus dengan cepat menempel pada mukosa permukaan dan pertahankan interaksi yang kuat untuk mencegah pemindahan. Kedua adalah kinerja bioadhesi jangan sampai terkena dampak lingkungan sekitar pH. Karakteristik lain yang diinginkan dari sistem pengiriman obat transmucosal termasuk pemuatan obat yang tinggi, pelepasan obat lengkap dan administrasi yang mudah. Pelepasan obat dari bahan polimer terjadi baik dengan difusi atau dengan degradasi polimer atau kombinasinya. Degradasi polimer biasanya terjadi oleh enzim atau hidrolisis dan dapat terjadi



30



dalam bentuk erosi massal atau permukaan erosi. Kemajuan dalam pengiriman obat transmukosa oral berfokus pada pengembangan sistem pengiriman obat yang tidak hanya mencapai tujuan terapi pengiriman tetapi juga mengatasi kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan yang terdapat dalam rongga mulut.



Formulasi modern telah menggunakan pendekatan kreatif yang menggabungkan kombinasi dari strategi-strategi ini untuk menciptakan keseimbangan antara kenyamanan pasien dan manfaat klinis. 1. Larutan encer Larutan encer adalah pengiriman tertua dan paling banyak digunakan Dalam sistem pengiriman lokal yang mencakup solusi sederhana (obat kumur) suspensi dan cairan pembentuk gel. Cairan pembentuk gel telah diselidiki terutama untuk melapisi mukosa untuk bertindak sebagai pelindung atau



31



kendaraan untuk pengiriman obat untuk pengobatan gangguan lokal, termasuk disfungsi motilitas, infeksi jamur. Suspense Natrium alginate i sebagai cairan bioadhesif baru menunjukkan bahwa permukaan esofagus dapat dilapisi untuk melindungi terhadap refluks dan dapat memberikan terapi agen ke mukosa yang rusak. 2. Bentuk sediaan padat Berbagai bentuk sediaan padat mulai dari tablet, tablet hisap, pill dimaksudkan untuk kontak dengan mukosa mulut. Berdasarkan eksipien yang digunakan, bentuk sediaan melekat atau hancur saat bersentuhan dengan mukosa oral dan sekresi saliva. Bentuk sediaan padat larut dalam saliva, dan obat seluruhnya akan diabsopsi dari mukosa rongga mulut dan sepertiga dari mukosa esophagus. Bentuk sediaan padat dapat diklasifikasikan



menjadi



cepat



larut



dan



lambat



larut



berdasarkan laju disolusi atau disintegrasi. 3. Bentuk sediaan padat yang cepat larut Bentuk sediaan ini hancur atau mengalami disolusi dalam beberapa detik hingga menit setelah kontak dengan saliva di rongga mulut. Kemampuan untuk memberikan bentuk sediaan tanpa air, kemudahan menelan, dan tindakan cepat adalah beberapa keuntungan dari bentuk sediaan cepat larut. 4.



Bentuk sediaan padat yang lambat larut Produk ini larut lebih lambat di rongga mulut dibandingkan dengan bentuk sediaan cepat larut. Contohnya yaitu tablet kunyah, tablet sublingual, dan tablet mukoadhesif. Tablet dapat juga diformulasikan menjadi sistem monolitik,



32



mengandung campuran obat dengan bioadhesif dan matriks berlapis-lapis, terdiri dari dua atau lebih lapisan polimer dengan atau tanpa bahan farmasi aktif. Pelepasan dari tablet dapat dikontrol dengan melapisi permukaan tablet dengan polimer kedap air untuk mencapai pelepasan searah atau dua arah. Meskipun populer, ada batasan tertentu pada bentuk sediaan padat, seperti waktu tinggal pendek, menelan yang tidak disengaja,



dan



penerimaan



pasien.



Banyak



obat



telah



dimasukkan ke dalam bentuk sediaan padat mukosa oral dan tersedia secara komersil, seperti Nicorette (tablet hisap nicotin), Fentora (tablet buccal fentanyl), Actiq (tablet hisap fentanyl), dan Striant (tablet extended release buccal testosterone). Tablet hisap adalah persiapan padat, mengandung satu atau lebih obat - obatan, biasanya dalam permen keras rasa atau basis terkompresi. Mereka dimaksudkan untuk larut secara bertahap di permukaan belakang lidah dan untuk memberikan pengiriman obat secara lokal ke mulut, lidah, tenggorokan, dll untuk meminimalkan sistemik dan memaksimalkan aktivitas obat local. 1. Patch Patch mukoadhesif intraoral dapat dirancang untuk memberikan obat secara lokal di rongga mulut dan / atau secara sistemik. Patch mukoadhesif intraoral mengandung agen bioadhesif seperti polimer poliakrilat, povidone, atau turunan selulosa (Natrium karboksimetil selulosa) yang mempertahankan formulasi ke mukosa mulut (buccal, langit-langit, atau mukosa gingival) dan dimaksudkan untuk pelepasan obat yang berkelanjutan atau berkepanjangan.



33



Pacth dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a.



Matriks Monolitik Tipe I Patch dengan matriks ini larut dengan lambat dan sepenuhnya larut dalam rongga mulut dan melepaskan obat ke banyak arah terutama ditujukan untuk aksi local.



b.



Matriks Multilayer Tipe II Patch dengan matriks ini tidak dapat larut, melepaskan obat searah ke dalam sirkulasi sistemik di mukosa mulut, melindunginya dari saliva.



c.



Matriks Multilayer Tipe III Patch yang dapat larut dirancang untuk pengiriman obat sistemik yang perlahan larut sepenuhnya, melepaskan obat searah ke dalam mukosa mulut. Patch memiliki keunggulan dibandingkan bentuk sediaan padat karena lebih fleksibel dan terlokalisasi di tempat tertentu sehingga menghasilkan lebih sedikit variabilitas. Kekurangan pacth adalah bahwa obat hanya dapat dikirim ke daerah kecil mukosa sehingga membatasi dosis yang diberikan dan pacth yang tidak larut harus dikeluarkan dari rongga mulut setelah obat dilepaskan.



2. Aerosol dan Spray Sistem



penghantaran



obat



aerosol



intraoral



berdasarkan pada teknologi yang sama seperti aerosol yang digunakan untuk pemberian obat paru dan dimaksudkan untuk menghantarkan obat secara efektif melintasi mukosa



34



oral ke dalam sirkulasi sistemik. Semprotan yang dihasilkan berupa tetesan halus dengan ukuran optimal untuk diabsopsi di mukosa bukal tetapi terlalu besar untuk diabsopsi di paruparu. Generex Bioteknologi telah membagi teknologi penghantaran obat aerosol-bukal disebut dengan RapidMist. Teknologi ini terdiri dari formulasi eksklusif yang terdiri dari campuran obat, peningkat absorpsi, dan eksipien dan merupakan alat untuk mengirimkan obat secara akurat, andal, dan aman. Kelebihan formulasi aerosol adalah bahwa dosis unit yang seragam dapat diberikan melalui semprotan pompa, sehingga meningkatkan profil keamanan obatobatan tertentu dengan menurunkan dosis, dan kemampuan untuk memberikan obat tanpa air. 1. Bentuk Sediaan Semisolid Bentuk sediaan semipadat meliputi gel dan pasta untuk pemberian obat secara sistemik dan topikal. Gel dibuat dari polimer bioadhesif yang memberikan pelepasan terkontrol obat yang melekat pada mukosa untuk jangka waktu yang lama. Satu kelemahan utama gel adalah kesulitan dalam mengukur dosis obat yang tepat untuk diberikan di tempat tertentu. Gel oral mikronazol ditandai sebagai daktarin untuk pengobatan kandidiasis orofaringeal. Pasta adalah cara pemberian obat yang relatif baru di dalam rongga mulut untuk tindakan lokal atau sistemik. Amlexanox merupakan pasta oral yang dipasarkan sebagai Aphtahsol yang digunakan untuk penyembuhan ulkus aphthous atau luka kanker. Pasta oral yang



35



mengandung prednisolon asetat, rifamycin, dengan parachlorophenol



dan



iodoform



diuji



untuk



penyembuhan yang lebih baik setelah pencabutan gigi pada pasien yang positif HIV. 2. Mikropartikel dan Nanopartikel Sistem pengiriman oral berdasarkan multipartikulat, mikropartikel dan nanopartikel sering menunjukkan peningkatan kinerja dibandingkan dengan tablet matriks monolitik. Dengan berdifusi ke dalam lapisan lendir berdasarkan ukuran mereka yang relatif kecil, pembawa kecil yang tidak bergerak ini menunjukkan waktu tinggal gastrointestinal yang lama. Mikrosfer



terbuat



dari



poloxamer



407



yang



mengandung atenolol yang dinilai berpotensi dalam pengiriman obat melintasi mukosa bukal. Hasilnya menunjukkan



bahwa



mikrosfer



menghasilkan



bioavailabilitas yang lebih tinggi dengan dosis lebih rendah dibandingkan dengan produk yang dipasarkan secara oral. 3. Permen karet Mengunyah permen karet sebagai pengiriman obat transmucosal oral semakin meningkat popularitas dalam beberapa hari terakhir dan merupakan sarana yang berguna untuk penghantar obat sistemik. Keuntungan mengunyah permen karet dibanding sistem pengiriman obat oral transmucosal yang lain yaitu kenyamanan dan kepatuhan pasien, kemungkinan rilis obat berkelanjutan



36



selama periode waktu yang panjang dan potensi untuk meningkatkan variabilitas dalam hal pelepasan dan retensi waktu obat. Namun, perlu dikunyah terus menerus untuk melepaskan obat sehingga tidak cocok untuk pasien geriatri. Banyak keterbatasan yang sama dari formulasi padat lainnya karena ini juga merupakan sistem terbuka. Permen karet Chlorhexidine bisa digunakan untuk mengobati radang gusi, periodontitis, oral dan infeksi faring. Ini juga dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan plak. Permen kunyah Chlorhexidine menawarkan banyak fleksibilitas formulasi karena memberikan sedikit noda pada gigi dan didistribusikan merata di rongga mulut. Rasa pahit chlorhexidine dapat disamarkan dengan cukup baik dalam formulasi permen karet. Formulasi Nicorette tersedia dalam bentuk mint dan klasik dengan rasa dan dosis yang berbeda, dikembangkan dengan pertukaran ion resin, dan melepaskan 90% obat setelah mengunyah selama 30 menit. Tingkat rilis dikendalikan oleh tingkat dan kekuatan mengunyah. Dengan demikian, pasien dapat mengontrol



asupan



obat



sesuaikan



dengan



kebutuhannya.



H. Faktor



yang



Mempengaruhi



Penghantaran



Obat



Secara



Transmukosa Oral A. Faktor Fisiologi yang Mempengaruhi Bioavailabilitas Obat Transmukosa-Oral



37



Fungsi utama dari epitelium oral adalah untuk memberikan barrier yang aman dan melindungi rongga mulut terhadap luka. Peran pelindung disini mengartikan bahwa pada epitelium oral juga terdapat sebuah barrier yang cukup besar untuk penghantaran obat sistemik. Faktor fisiologi yang mempengaruhi bioavailabilitas transmukosa oral, meliputi: (Anya et al., 2001) 1. Permeabilitas yang melekat dari epitelium Studi mengenai permeasi menggunakan sejumlah perunut, termasuk horseradish peroksidase dan lanthanum nitrat, telah disetujui bahwa bagian ketiga terluar dari epitelium adalah barier



rate-



limiting



untuk



penetrasi



mukosa.



Saat



pengaplikasian ke permukaan terluar dari epitelium, perunut ini terlihat berpenetrasi hanya melewati lapisan terluar sel Jadi, sel-sel yang dikompak dan diratakan dari lapisan superfisial terbawah dan lapisan menengah menghadirkan barier fisik utama untuk transport. Lipid interselular juga memainkan peran penting, karena ekstraksi lipid ini menghasilkan jaringan yang lebih permeabel. Umumya, epitelium keratin muncul menjadi lebih permeabel daripada epitelium non-keratin. permeabilitas dari epitelium mucosa oral adalah pertengahan dari kulit epitelium, yang mana sangat tinggi untuk fungsi barier dan di usus sangat berfungsi untuk penyerapan. Dalam rongga mulut, mukosa bukal kurang permeabel dibandingkan mukosa sublingual. Perbedaan permeabilitas dilihat dari ketebalan mukosa, suplai darah dan tingkat kreatinasi membran. Ketebalan epitelium sublingual yaitu 100-200 mikro meter, sangat lebih tipis dibandingkan bukal yang ketebalan nya cukup besar yaitu



38



580 mikro meter (Bhati et al., 2012). Sehingga permeabilitas obat sublingual lebih tinggi yang mengakibatkan onset kerja cepat dan cocok digunakan untuk obat immediate release (Narang et al., 2011). 1. Ketebalan epitelium Ketebalan epitel mulut sangat bervariasi antara situs di rongga mulut: a. Ketebalan mukosa bukal berkisar 500-800 μm. b. Ketebalan mukosa sublingual jauh lebih tipis, sekitar 100–200 μm. Epitelium tipis pada mukosa sublingual menandakan bahwa penyerapan yang sangat cepat dimungkinkan melalui rute ini. 2. Suplai darah Suplai darah yang kaya dan pembuluh limfatik di lamina propria membantu rongga mulut, sehingga sebagian obat yang melintasi epitel oral siap diabsorbsi ke dalam sirkulasi sistemik. Aliran darah di mukosa bukal adalah 2,4 mL min



− 1



cm



− 2



sedangkan untuk mukosa sublingual



adalah 0,97 mL min − 1 cm – 2



.h



Walaupun obat bukal kurang permeabel dibandingkan dengan sublingual, daerah mukosa bukal sangat baik dalam hal vaskularisasi, yang mengakibatkan obat cepat diabsorpsi dan masuk ke sirkulasi sistemik (Bhati et al., 2012). 3. Aktivitas metabolisme Bagian obat yang diserap melalui epitelium oral dikirim langsung ke dalam darah, menghindari metabolisme firstpass effect dari hati dan dinding usus. Jadi, penghantaran



39



transmukosa oral sangat menarik untuk penghantaran obatobatan yang tidak stabil secara enzimatik seperti peptida terapeutik dan protein. Mukosa oral, yang sama dengan mukosa lain, menunjukkan aktivitas enzimatik, khususnya esterase dan aktivitas peptidase. Bergantung pada spesies hewan dan substrat



yang



digunakan,



homogenat



bukal



telah



menunjukkan aktivitas enzim dan beberapa ratus persen aktivitas homogenat usus. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kadar enzim pada umumnya lebih rendah di mulut, misalnya, kadar yang ada dalam saluran pencernaan. Aktivitas metabolisme yang lebih rendah ini menjadikan mukosa oral merupakan rute penghantaran yang menarik untuk biofarmasetikal yang tidak stabil secara enzimatis. 4. Saliva dan mucus Aktivitas kelenjar saliva berarti bahwa permukaan mukosa mulut secara konstan dicuci oleh aliran saliva, sekitar 0,5-2 L per hari. Khususnya daerah sublingual, terkena banyak saliva yang dapat meningkatkan disolusi obat dan karenanya meningkatkan ketersediaan hayati. Namun, ada juga aspek negatif untuk pemberian obat yang terkait dengan aliran saliva, yaitu: a. bagian obat dapat diencerkan oleh saliva;



b. aliran saliva yang berlebihan dapat menyebabkan disolusi dan absobsi yang terlalu cepat; c. sistem penghantaran obat (mis. Adhesive patch



)



40



dapat hanyut dalam saliva dan secara tidak sengaja dapat tertelan; d. variasi dalam jumlah saliva yang dihasilkan antara individu menimbulkan variabilitas antar pasien; e. enzim yang ada dalam saliva dapat menurunkan obat yang tidak stabil. Sekresi mukus juga dapat membatasi penghantaran obat



melalui



rongga



mulut,



melalui



sejumlah



mekanisme: a. pembersihan obat(klirens) sebelum absorbsi obat; b. membentuk barier fisik di mana obat harus berdifusi, sebelum mencapai permukaan yang menyerap; c. ikatan obat khusus, atau non-spesifik (melalui interaksi ikatan elektrostatik, hidrofobik, dan ikatanhidrogen ). 5. Kemampuan untuk mempertahankan sistem penghantaran Mukosa bukal terdiri dari permukaan yang halus dan relatif tidak bergerak dan oleh karena itu sangat cocok untuk penggunaan sistem penghantaran retentif. Sebaliknya, mukosa sublingual tidak cocok untuk bentuk sediaan adhesif karena beberapa alasan, termasuk: a. mukosa terpapar banyak saliva; b. mukosa sangat fleksibel dan bergerak terus-menerus; c. bentuk sediaan adhesif di wilayah ini akan terasa tidak nyaman dan agak mengganggu pasien. 6. Perbedaan spesies



41



Tikus mengandung epitelium keratin yang sangat tinggi, dengan demikian sangat tidak cocok sebagai model hewan ketika melakukan uji penghantaran obat bukal. Model hewan yang cocok untuk mempelajari penghantaran obat mukosa oral termasuk babi dan anjing, karena mukosa oral mereka sangat mirip dengan manusia, baik dalam morfologi dan karakteristik permeabilitas . 1. Rute transpor dan mekanisme Permeasi obat melintasi barier epitel melalui dua rute utama, yaitu: a. rute paraselular: antara sel epitel yang berdekatan; b. rute transelular: melintasi sel epitel, yang dapat terjadi oleh mekanisme difusi pasif, transpor buatan dan melalui proses endosit. a. Rute paracellular Obat dengan berat molekul rendah, senyawa yang larut dalam air dapat melintasi mukosa melalui rute paraseluler, bergerak di antara persimpangan sel epitel. Lampiran junctional utama antara sel- sel epitel adalah desmosome, yang menampilkan impedansi minimal untuk difusi antar sel. Persimpangan ketat jarang terjadi pada epitel oral. Jadi dalam sebagian besar kasus, penyerapan obat untuk gugus hidrofilik kecil



diperkirakan



terjadi



melalui



penetrasi



paracellular, bergerak di antara sel, seperti yang diklaim untuk transpor obat melalui epidermis kulit. Namun, harus juga diingat bahwa ruang inter sel



42



pada sel epitel dari rongga mulut mengandung bahan lipid, diendapkan dari granul lapisan membran. Bagian lipid (tergantung, seperti biasa, pada sifat fisikokimia)



mungkin



dapat menembus



melalui



lingkungan lipid antara sel, sehingga diserap melalui rute paracellular. b. Rute transelular -



Difusi pasif transelular Berat molekul rendah, obat lipofilik dapat diserap secara transelular, dengan difusi pasif melintasi sel - sel epitel. Sekali lagi, pergerakan terjadi pada gradien konsentrasi, menurut Hukum Fick. Sifat stratifikasi epitel berarti bahwa gugus lipofilik harus menembus beberapa lapisan sel untuk



mencapai



kapiler



darah



yang



mendasarinya, -



Proses yang dimediasi oleh carrier Juga disarankan bahwa mukosa oral mengandung sistem aktif atau termediasi carrirer untuk molekul kecil seperti mono- sakarida dan asam amino.



Namun,



proses



ini



belum



punya



karakteristik khusus dalam hal lokasi, kapasitas transportasi atau spesifisitas. -



Proses endositik Ini saat ini ditandai dengan buruk di mukosa mulut. Namun, ketika rongga mulut menjadi semakin penting sebagai tempat potensial untuk



43



penyerapan sistemik, khususnya untuk obatobatan dengan berat molekul tinggi yang umumnya dianggap melintasi sel epitel secara endositik, penelitian di masa depan akan cenderung berfokus pada upaya untuk lebih memahami proses ini. I. Formulasi Sediaan dengan Sistem Penghantaran Transmukosa Oral A. Formulasi Bukal dan Sublingual Karakteristik



sediaan



bukal yang



baik adalah



memiliki



indeks



pengembangan yang baik (> 30%), memiliki kekuatan bioadesif yang baik serta pelepasan obat dapat terkontrol selama berada dalam rongga mulut (Derle et al., 2009). Komposisi tablet bukal untuk pemberian obat mengandung bahan-bahan penting: kira-kira 1 sampai 20% dari berat bahan terlarut, polimer adesif yang dapat diterima secara farmasetikal; bahan tambahan tablet yang dapat dikompresi secara langsung; dan sejumlah bahan obat yang berguna secara terapi. Bahan yang berperan dalam bukoadhesif adalah polimer. Menurut



Grabovac



et



al.



(2005)



polimer



mukoadhesif



adalah



makromolekul natural atau sintetis yang mampu bekerja pada permukaan mukosa. Sistem mukoadhesif dapat menghantarkan obat menuju site- spesific melalui ikatan antara polimer hidrofilik dengan bahan dalam formulasi suatu obat, dimana polimer tersebut dapat melekat pada permukaan biologis dalam waktu yang lama. Secara umum, konsentrasi polimer dalam kisaran 1-2,5%. Untuk sediaan padat, semakin besar konsentrasi polimer maka semakin kuat sifat adhesinya. Polimer sediaan bukoadhesif harus bersifat tidak terabsorbsi, tidak toksik, terikat dengan cepat pada jaringan, tidak spesifik hanya pada lokasi tertentu, dapat bercampur dengan obat, dan tidak mengalami peruraian selama penyimpanan (Dhawan, Singla, and Sinsha, 2004). Selain itu polimer



44



juga dapat mempengaruhi berat molekul, kelenturan, kapasitas ikatan hidrogen, ikatan silang, muatan, konsentrasi, hidrasi (pengembangan). Polimer mukoadhesif berdasarkan sumbernya, digolongkan menjadi 2: 1. Polimer sintetik Contohnya (metilselulosa,



antara



lain



etilselulosa),



derivat



selulosa



poli(asam



akrilat),



polietilenoksida, dan polivinil alkohol. 2. Polimer alami Contohnya antara lain tragakan, natrium alginat, guar gum, karaya gum, lektin, gelatin, dan pektin. Sedangkan, berdasarkan mekanisme kerjanya, dapat digolongkan menjadi: 1. Polimer Hidrofilik Polimer larut air yang akan mengembang setelah mengalami kontak dengan air dan akan terdisolusi. Contohnya antara lain metil selulosa, hidroksietil selulosa, karbomer, kitosan, CMC Na, hidroksi propil metil selulosa, termasuk juga polivinil pirolidon. 2. Hidrogel Rantai polimer yang memiliki crosslink dan memiliki kemampuan mengembang yang terbatas di dalam air. Kemampuan ini tergantung pada gugus fungsional yang bersifat hidrofilik (hidroksil, amino, dan karboksil). Selain mengabsorbsi air, polimer ini juga memiliki



kemampuan



adhesi



pada



mucus



yang



melindungi epitel. Contohnya antara lain poli (asam



45



akrilat), karagenan, natrium alginat, dan guar gum. 3. Polimer termoplastik Polimer



ini



meliputi



non-erodible



neutral



polystyrene dan semi- crystalline bioerodible. Contohnya antara lain polianhidrida, asam polilaktid, hidroksi propil metil selulosa, CMC Na. Karbopol merupakan polimer dengan kemampuan mukoadesif yang baik. Karbomer merupakan golongan asam poliakrilat yang hidrofilik dan memiliki sifat bioadhesif yang baik pada konsentrasi rendah (Shin and Kim, 2000; Mortazafi and Aboofazeeli, 2000). Karbopol digunakan sebagai polimer mukoadesif karena kemampuannya dalam membentuk ikatan bebas yang memungkinkan terjadinya penempelan pada membran mukosa (Duchene, Touchard, and Peppas, 1988). Karbopol dapat memberikan viskositas maksimum pada pH 7,0 , viskositas dan kejernihan yang dapat diterima 3 pada pH 4,5 sampai pH 11,0 dan viskositas berkurang pada pH kurang dari 3,0 dan pH lebih dari 12,0. Pada pH 6,0 peningkatan kadar carbopol memberikan peningkatan viskositas dan efek dari bioadesif (Shin and Kim, 2000). Hidroksipropil metil selulosa (HPMC) merupakan polimer yang digunakan secara luas pada formulasi sediaan oral dan topikal. HPMC berfungsi sebagai polimer yang dapat mengendalikan kecepatan pelepasan bahan obat pada sediaan lepas lambat dan dapat juga digunakan sebagai bahan perekat. HPMC larut dalam air dingin. Stabil pada pH 3-11 dalam bentuk larutan. HPMC



46



merupakan polimer mukoadesif yang memiliki daya lekat yang kuat pada mukosa (Kibbe, 2000; Chary, Vani, and Rao, 1999). Menurut Bernkop-Schnürch dan Greimel (2005), dari beberapa penggolongan polimer mukoadhesif, golongan polyacrylates (karbopol dan karbomer) dan turunan dari karbohidrat seperti karboksimetilselulosa serta chitosan mempunyai



daya lekat



yang tinggi



sebagai polimer



mukoadhesif.



47



Tabel



1.



Polimer-polimer



dalam



Obat



Oral



Transmukosal.



Tabel 2. Formulasi Tablet Bukal Mukoadhesif Timolol Maleat.



Mukosa bukal merupakan pilihan tempat yang tepat jika diingikan pemberian obat yang berkepanjangan karena bukal kurang permeabel dibandingkan sublingual. Selain itu, terdapat pemberian obat yang sangat baik dan obat dapat diaplikasikan, diletakkan dan dikeluarkan dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan. Hal tersebut bermanfaat pada Timolol untuk mengatasi masalah dosis dimana Timolol memiliki waktu paruh yang sangat pendek. Pelepasan obat yang diperlambat dan peningatan bioavaibilitas dapat



48



membuat adanya penurunan dosis yang signifikan dan nantinya akan terkait pada efek samping dosis.



B. Enhancer Bukal dan Sublingual Sebagian besar obat yang beredar memiliki mekanisme difusi terkontrol untuk meningkatkan kemampuan absorbsinya ke mukosa oral. Namun, senyawa hidrofilik, obat ionic biasanya berdifusi melalui celah intraselular, sedangkan obat yang bersifat hidrofobik biasanya melewati membrane selular. Mukosa mungkin memiliki permeabilitas yang tidak mencukupi untuk obat permeabilitas tinggi karena adanya interaksi dengan lendir, keterbatasan area penyerapan yang tersedia dan waktu pemaparan yang singkat, karena efek pencucian air liur. Permeasi obat di sepanjang barrier epitel



dapat



ditingkatkan



dengan



penambahan



'peningkat



penetrasi'



menggunakan teknik yang berbeda, biasanya terbagi menjadi metode kimia atau fisika. Peningkat penetrasi mengubah sifat barrier mukosa karena dapat meningkatkan fluiditas membran sel, mengekstraksi lemak antar sel dan / atau intraseluler struktural dan mengubah protein seluler, atau struktur lendir dan reologi. Efikasi penambah penetrasi tergantung pada sifat fisikokimia obat, lokasi pemberian dan sifat pembawa. Ada variasi yang nyata dalam berat molekul serta sifat fisikokimia berbagai obat. Oleh karena itu, sebagian besar obat telah diteliti untuk penghantaran transmukosa bukal menggunakan berbagai peningkat permeasi. Membran bukal dan sublingual yang melapisi mulut serupa dengan epitel kulit yang terdiri dari epitel skuamosa berlapis. Tingkat keratinisasi di daerah mulut bervariasi, di daerah pengunyahan dan palatum durum merupakan bagian yang terbesar. Seperti halnya penghantaran melalui mukosa hidung dan kulit, formulasi obat dapat diterapkan langsung ke



49



membran, dan obat yang diabsorbsi di mulut tidak melewati metabolisme lintas pertama hepar Alternatif



mekanisme untuk peningkatan permeasi melibatkan



peningkatan permeasi transelular obat, dengan cara mengganggu struktur membran sel. Seperti direview oleh Swenson dan Curatolo, surfaktan dapat bertindak sebagai peningkat permeabilitas dengan mempartisi ke dalam membran sel epitel dan mengganggu pengemasan lipid membran, membentuk cacat struktural yang mengurangi integritas membran. Surfaktan juga dapat mengekstraksi protein dari membran sel. Agen yang mengubah permeabilitas membran sel dengan cara yang mengganggu gradien ion ekstraselulerintraseluler normal dapat bersifat sitotoksik, karena berbagai fungsi seluler bergantung pada mempertahankan gradien ion transmembran. Masalah penting kemudian adalah apakah permeabilisasi bersifat sementara, dan jika sitotoksisitas terjadi, apakah jaringan dapat dengan mudah meremajakan area di mana sitotoksisitas telah terjadi. Selain itu, sitotoksisitas berhubungan dengan paparan enhancer terkait secara struktural, natrium laurat, berkurang dengan adanya asam amino taurin dan L-glutamin. Sitotoksisitas terlihat dengan paparan natrium laurat dikaitkan dengan peningkatan kalsium intraseluler yang mengakibatkan apoptosis, dan efek ini berkurang oleh asam amino. Studi- studi ini adalah contoh yang menggambarkan mengapa penting untuk memahami mekanisme perubahan penyerapan dan bagaimana informasi ini dapat digunakan untuk mengoptimalkan keamanan dan efikasi. Mekanisme untuk meningkatkan permeabilitas membran bukal dan sublingual mirip dengan mekanisme absorbsi kulit, sebagaimana dirangkum dalam konsep LPP (lipid– protein–partitioning). Namun, juga telah disebutkan bahwa lipid mukosa bukal secara kimia dan struktural berbeda dari stratum corneum, dan mekanisme penambah permeasi tertentu dapat berbeda antara kulit dan mukosa bukal.



50



J. Keuntungan dan Kerugian dari Penghantaran Obat Transmukosa Oral Penghantaran obat transmukosa oral memiliki beberapa keuntungan, namun juga kerugian, sebagai sistem penghantaran obat, tergantung pada sifat obat yang dihantarkan. Berikut merupakan keuntungan dan kerugian dari penghantaran obat transmukosa oral (Anya et al, 2001): 1. Keuntungan Keuntungan dari penghantaran obat transmukosa oral sebagai berikut: a. Luas permukaan relatif besar Rongga mulut menawarkan area permukaan yang relatif besar (total area rongga bukal sekitar 100 cm2) untuk penyerapan obat. b. Aksesibilitas Rongga mulut memberikan permukaan yang sangat mudah untuk penghantaran obat, baik untuk aplikasi dan penghapusan sistem penghantaran



obat.



Aksesibilitas



ini



meniadakan



perlunya



alat



penghantaran kompleks untuk memungkinkan obat mencapai lokasi penyerapannya. Dengan demikian alat untuk penghantaran oral lebih sederhana dalam desain daripada yang dimaksudkan untuk memberikan obat, misalnya, ke daerah alveolar paru-paru. c. Kemudahan penggunaan Alat trasmukosa oral, seperti semprotan, tablet atau patch, juga sederhana/mudah untuk digunakan oleh pasien dan mungkin diharapkan lebih dapat diterima oleh pasien daripada penggunaan pessary atau supositoria masing-masing untuk rute penghantaran intravaginal dan rektal. d. Suplai darah yang kaya Permukaan mukosa mulut yang sangat vaskular memastikan penyerapan dan onset aksi yang cepat, serta pemeliharaan sink conditions. Secara khusus, rute sublingual ditandai oleh onset aksi yang cepat. Rongga bukal menawarkan keuntungan gabungan dari onset aksi yang relatif cepat, dengan potensi penghantaran berkelanjutan selama beberapa jam.



51



e. Aktivitas metabolisme rendah Aktivitas metabolisme rongga mulut dianggap lebih rendah dari pada saluran GI, membuat rute ini menjadi alternatif yang menarik untuk penghantaran oral obat labil secara enzimatik seperti peptida terapeutik dan protein. Selanjutnya, rute ini menghindari efek first pass dari degradasi di dinding usus atau hati, sebelum obat mencapai sirkulasi sistemik. f. Variabilitas rendah Rute ini memiliki variabilitas yang lebih sedikit daripada, misalnya, rute oral, di mana faktor-faktor seperti motilitas usus, keberadaan makanan dan pH ekstrem bergabung untuk membuat penghantaran obat oral sangat bervariasi. Namun, faktor-faktor seperti aliran saliva dan keadaan penyakit tertentu dapat berkontribusi pada tingkat variabilitas yang terkait dengan rute ini. g. Kuat Mukosa mulut secara rutin terpapar banyak senyawa asing yang berbeda dan relatif kuat dan kurang rentan terhadap iritasi daripada, misalnya, mukosa hidung. h. Retensi berkepanjangan Retensi obat yang berkepanjangan dimungkinkan di dalam rongga bukal, jika sistem penghantaran yang tepat digunakan. Hal ini memungkinkan penurunan frekuensi pemberian dosis. i. Alternatif usus Rongga bukal adalah alternatif yang berguna untuk rute usus untuk penyerapan obat dalam situasi di mana rute gastrointestinal tidak memungkinkan. Contohnya meliputi: -



pasien dengan mual dan muntah;



-



pasien dengan kesulitan menelan;



-



obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung;



-



obat-obatan yang tidak stabil dalam cairan gastrointestinal;



52



-



obat-obatan yang mengalami efek first-pass yang luas di dinding usus atau hati.



Pelepasan terkontrol orde nol Penghantaran obat bukal memberikan potensi untuk mencapai pelepasan terkontrol orde nol. Dalam materi pelepasan terkontrol orde nol menawarkan keuntungan lebih lanjut dari: -



menghindari puncak (risiko toksisitas)



dan



palung (risiko



ketidakefektifan) terapi konvensional; -



mengurangi frekuensi dosis;



-



meningkatkan kepatuhan pasien.



2. Kerugian Kerugian dari penghantaran obat transmukosa oral meliputi: 1) Terbatas pada molekul potent/kuat Untuk obat-obatan dengan berat molekul tinggi (yang dengan demikian absorpsinya kurang baik), rute hanya terbatas pada molekul obat yang kuat; biasanya dengan konsentrasi plasma efektif dalam atau di bawah kisaran ng mL 2) Reaksi yang merugikan Obat



yang



mengiritasi



atau



sensitizing



secara



local/setempat harus digunakan dengan hati-hati dalam rute ini. Namun, seperti dijelaskan di atas, epitel mulut relatif kuat dan faktor ini tidak membatasi seperti pada situs mukosa yang sangat sensitif lainnya, seperti rongga hidung. 3) Aktivitas metabolisme Sementara aktivitas metabolisme rongga mulut terhadap



53



peptida dan protein kurang dari pada saluran GI, harus diakui bahwa



mukosa



dan



sekresi



mulut



memang



memiliki



kemampuan untuk mendegradasi obat dan langkah-langkah mungkin diperlukan untuk mengatasi hal ini. 4) Clearance mucus dan saliva Pembersihan mucus/lendir dan saliva mengurangi waktu retensi obat dalam rongga mulut dan dengan demikian kesempatan untuk absorpsi. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan sistem mukoadhesif. 5) Penghalang Mucus Difusi obat dapat dibatasi oleh penghalang fisik lapisan mucus/lendir dan juga pengikatan obat spesifik atau tidak spesifik ke lapisan lendir. 6) Penerimaan pasien Patch bukal meliputi bentuk sediaan yang relatif baru, yang ditempatkan di tempat penghantaran obat yang tidak konvensional. Karena itu, mungkin ada kesulitan yang dihadapi dalam mencoba membuat pasien menerima rute ini. Dapat dibayangkan bahwa pasien mungkin lebih enggan untuk menggunakan patch bukal dibandingkan dengan, misalnya, patch transdermal, yang telah menjadi bentuk sediaan yang terkenal dan berkedudukan kuat. 7) Komersial Pendekatan baru, seperti penggunaan patch adhesif bukal untuk penghantaran sistemik obat-obatan dengan berat molekul besar, membutuhkan input waktu yang sangat besar, tenaga/upaya dan uang, dan juga terkait dengan sejumlah besar risiko. Masalah-



54



masalah ini dapat berkontribusi pada keterlambatan yang signifikan



dalam



pengembangan



dan



pemasaran



sistem



penghantaran baru dan juga dapat membuat sistem ini relatif mahal.



BAB III PENUTUP Kesimpulan Metode penghantaran obat transmukosa oral telah ditemukan paling cocok dibandingkan dengan sistem penghantaran obat sistematis lainnya. Selama beberapa tahun terakhir, rongga mulut telah dikenal sebagai tempat aplikasi terapi untuk mengobati penyakit di mulut. Saat ini, perkembangan yang signifikan telah dilakukan dalam sistem penghantaran jangka panjang untuk terapi sistemik. Sistem transmisi oral memungkinkan penyerapan yang lebih cepat ke dalam aliran darah dibandingkan dengan pemberian oral ke GIT dan akibatnya menawarkan cara alternatif pemberian obat, yang lebih nyaman dan nyaman bagi pasien daripada pemberian obat intravena. Obat-obatan untuk penghantaran mukosa oro-trans harus memiliki sifat fisikokimia yang diperlukan bersama dengan keunggulan klinis yang signifikan. Atas dasar aplikasi dan keuntungan dari metode penghantaran obat transmukosa oral, dapat disimpulkan bahwa rute mukosa oro-trans adalah alternatif yang signifikan untuk bentuk penghantaran obat lain.



55



DAFTAR PUSTAKA



Ansel, H.C., 1985, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, 112-155, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Edisi Keempat, UI Press, Jakarta. Anya M.Hillery et al. 2001. Drug Delivery and Targetting. London : British Library Cataloguing in Publication Data Bhati, R dan Raja K Nagrajan. 2012. A Detailed Review On Oral Mucosal Drug Delivery System. India: Sinhgad College of Pharmacy and College of Pharmacy Dr. MGR medical university. Vol. 3(1): 659 -681 Carvalho, F. C., 2010, Mucoadhesive Drug Delivery Systems, Brazilian J. of Pharmaceutical Sciences, 46(1):1-17, cit. Kaul et al., 2011, An Overview on Buccal Drug Delivery System, International J. of Pharmaceutical Sciences and Research, 2(6), 1303-1321 Chary, R. B., Vani, G., Rao, Y. M., 1999, In vitro and In vivo Adhesion testing of Muchoadhesive Drug Delivery Systems, Entrez Pubmed. Derle, D., Joshi, O., Pawar, A., Patel., J. And Jagadale, A., 2009, Formulation and Evaluation of Buccoadhesive Bi-Layer Tablet of Propranolol Hydrochloride, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences



56



Dhawan, S., Singla, A.K., and Sinha, V.R. 2004. Evaluation of mucoadhesive properties of chitosan microsphere prepared by different method, AAPS. Duchene, D., Touchard, F., Peppas, N. A., 1988, Pharmaceutical and Medical Aspects of Bioadhesive Systems for Drug Administration, Drug Dev. Ind Pharm. Eroschenko, VP. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Edisi 9. Jakarta: EGC.Sudoyo, 2006 Jones and Barlet. 2015. Drug Delivery. America : Library of Congres Cataloging Mary Dobson: The story of Medicine. From Bloodlelling to Biotechnology. Quercus Science March, 2013. Noviani Nita dan Nurilawati Vitri. 2017. “Farmakologi”. Pusat Pendidikan sumber daya manusia kesehatan Badan Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan Edisi tahun 2017. Tjay Tan Hoan dan Rahardja Kirana. 2015.”Obat – obat penting edisi ke 7”. Hal 13-14. PT Gramedia, Jakarta.



57