Makalah - C - Kelompok 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH STANDARISASI SIMPLISIA DAN STANDAR ANALISIS PREPARAT FARMAKOGNOSI Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmakognosi Dosen : apt. Nurramadhani A. Sida, S.Farm., M.Pharm.Sc



OLEH: KELOMPOK



:I



KELAS



:C



ANGGOTA Wilsan Mayang Sari Inayah Putri Amelia Nurul Atika Wa Ode Hadija Rhizka Sri Pramudita Ririn Ririn Sri Wulandari Saskia Aprilia Paramita Seftiawati Itha purna



Shabila Lintang Ramadhani Silfiani Sintha Devi Indriani



Siti Salsabilah Nur Rahma Sitti Aisyah Aprillia Sufi Juniarti Mandalika Syachnur Husnah Anugrah P.S



O1A117195 O1A118016 O1A118018 O1A118032 O1A120111 O1A120112 O1A120113 O1A120114 O1A120115 O1A120116 O1A120117 O1A120118 O1A120119 O1A120120 O1A120121 O1A120122



Syahrul Rizki Ramadhan Veronica Patricia Lekatompessy Wa Ode Asriana Maulana Waode Reskianingsi Wa Ode Reskianingsih Wilda Yuli Tandilo Yusriyah Zulfa Athira Adila Febrianti Adila febrianti Agnes Nauli Ainur Fadhilah Aisyah Amini Alda Rizma Ance Triana Andi Ahmad AlKautsar Mus Syahrul Rizki Ramadhan



PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2021



O1A120123 O1A120124 O1A120125 O1A120127 O1A120128 O1A120129 O1A120131 O1A120133 O1A120133 O1A120134 O1A120135 O1A120136 O1A120137 O1A120138 O1A120139 O1A120123



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Standarisasi Simplisia dan Standar Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Preparat Farmakognosi” dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Farmakognosi serta menambah wawasan mahasiswa tentang standarisasi dari preparate farmakognosi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen yang sudah membantu dalam memberikan materi simplisia dan preparate farmakognosi kepada penyusun dalam sehingga makalah dapat selesai. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.



Sabtu, 27 November 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR



………………………………………….



i



DAFTAR ISI



………………………………………….



ii



DAFTAR TABEL



………………………………………….



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang



………………………………………….



1



1.2.



Rumusan Masalah



………………………………………….



2



1.3.



Tujuan



………………………………………….



3



BAB II PEMBAHASAN 2.1.



Tinjauan Simplisia



………………………………………….



4



2.2.



Tinjauan Standarisasi



………………………………………….



5



………………………………………….



7



………………………………………….



11



………………………………………….



12



Derajat ………………………………………….



14



2.3.



2.4.



2.5.



Parameter



Standarisasi



Simplisia Persayaratan



Spesifik dan Nonspesifik Standar Analisis Preparat Farmakognosi Metode



2.6.



Parameter



Penetapan



Keseragaman Halus



BAB III PENUTUP 3.1.



Kesimpulan



………………………………………….



16



3.2.



Saran



………………………………………….



16



………………………………………….



17



DAFTAR PUSTAKA



ii



DAFTAR TABEL



Gambar 2.1.



……………………………………………………………...



15



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Farmakognosi merupakan bagian, biokimia, dan kimia sintesis sehingga ruanglingkupnya menjadi luas seperti yang didefenisikan sebagai fluduger,



yaitu



penggunaan



secaraserentak



sebagai



cabang



ilmu



pengetahuan untuk memperoleh segala segi yang perlu diketahui tentang obat. Dalam kehidupan sehari-sehari, kita ketahui bahwa banyak masyarakat didunia inisudah kenal bahwa sebagian dari tanaman ini adalah obat. Sering kita lihat bahwa sebagian dari masyarakat memanfaatkan tanaman sebagai makanan, sedangkan pada bidang farmasi mengenal bahwa sebagaian tanaman dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan. Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25.000-30.000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90% dari jenis tanaman di asia. Saat ini pengembangan obat tradisional diusahakan agar dapat sejalan dengan pengobatan modern yang berarti dapat Bersama-sama masuk dalam jalur pelayanan formal. Pengembangan obat tradisional juga didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, tentang fitofarmaka, yang berarti diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan galenik. Sejalan kemajuan teknologi, kita sebagai masyarakat indonesia khususnya seorang farmasi harus semakin mengenal tentang jaringanjaringan yang terdapat dalam tanaman khususnya simplisia yang dapat dijadikan sebagai obat. Pembuatan simplisia harus memenuhi standar agar aman untuk dikonsumsi serta dapat diteliti kandungan yang terdapat dalam simplisia tersebut dengan beberapa metode juga. Mutu dalam artian memenuhi syarat 1



standart (kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Pengertian standarisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir 2 (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan (ajeg) dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu. Standarisasi obat herbal Indonesia mempunyai arti yang sangat penting untuk menjamin obat herbal khususnya pada pembuatan obat herbal terstandar (OHT) dan fitofarmaka. Pada dasarnya pembuatan obat tradisional memiliki prinsip yang sama dengan pembuatan obat sintetik pada umumnya. Hanya saja, pada pembuatan obat tradisional bahan baku (raw material) yang berupa simplisia ataupun ekstrak perlu mendapatkan perhatian yang lebih dalam prosesnya. Pada proses pembuatan obat tradisional, simplisia atau pun ekstrak yang digunakan sebagai bahan bakunya harus telah memenuhi persyaratan mutunya, baik parameter standar umum (kadar air,kadar abu, susut pengeringan dan bobot jenis) maupun parameter standar spesifik (organolepik, senyawa pelarut dalam pelarut tertentu, uji kandungan kimia ekstrak dan pentapan kadar). Standarisasi dilakukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Salah satu parameter penting dalam standarisasi adalah profil plant metabolomic (metabolic profiling) Berdasarkan hal-hal tersebut makalah ini dibuat agar pembaca dapat mengetahui standar suatu simplisia yang baik dan benar dan metode apa saja yang dapat digunakan untuk mengetahui kandungan dalam suatu preparate farmakognosi.



1.2.



Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada pembahasan ini adalah? 1. Bagaimana definisi dari simplisia? 2. Bagaimana definisi dan tujuan dari standarisasi simplisia maupun preparat farmakognosi? 3. Bagaimana parameter standarisasi simplisia?



2



4. Bagaimana persyaratan parameter standarisasi simplisia? 5. Bagaimana standar analisis preparat farmakognosi? 6. Bagaimana metode penetapan derajat kehalusan?



1.3.



Tujuan Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini ialah: 1. Untuk mengetahui definisi dari simplisia. 2. Untuk mengetahui definisi dan tujuan dari standarisasi simplisia maupun preparat farmakognosi. 3. Untuk menegtahui parameter standarisasi simplisia. 4. Untuk mengetahui persyaratan parameter standarisasi simplisia. 5. Untuk mengetahui standar analisis preparate farmakognosi. 6. Untuk mengetahui metode penetapan derajat kehalusan.



3



BAB II PEMBAHASAN 2.1.



Tinjauan Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat, belum mengalami pengolahan apapun, umumnya dalam keadaan kering, langsung digunakan sebagai obat dalam atau banyak digunakan sebagai obat dalam sediaan galenik tertentu atau digunakan sebagai bahan dasar untuk memperoleh bahan baku obat. Sedangkan sediaan galenik berupa ekstrak total mengandung 2 atau lebih senyawa kimia yang mempunyai aktifitas farmakologi dan diperoleh sebagai produk ekstraksi bahan alam serta langsung digunakan sebagai obat atau digunakan setelah dibuat bentuk formulasi sediaan obat tertentu yang sesuai (Depkes RI, 1995). Dalam buku ”Materia Medika Indonesia” ditetapkan definisi bahwa simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 2000). Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun parameter standar umum: a. Simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3 parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis) serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi). b. Simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memenuhi 3 paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu quality-safetyefficacy (mutu-aman-manfaat). c. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap respon biologis harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan



4



Simplisia dibagi menjadi 3 golongan yaitu: simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). ✓ Simplisia Nabati Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman/eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara terteutu dipisahkan dari tanamannya. ✓ Simplisia Hewani Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. ✓ Simplisia Pelikan (mineral) Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.



2.2. Tinjauan Standarisasi Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur- unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan batas- batas, stabilitas produk kefarmasian pada umumnya. Simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi pemerintah sebagai pihak Pembina dan pengawasan (Materia Medika Indonesia) yang meliputi makroskopis, mikroskopis (irisan dan serbuk) serta kimia. Standardisasi bahan alam sangat penting dilakukan, karena berkaitan dengan kandungan kimia dan efek terapinya. Kandungan simplisia seperti zat aktif jumlahnya sangat berkaitan dengan efek terapi yang dihasilkan



5



sedangkan kandungan zat ballast seperti karbohidrat, protein, lemak, klorofil, resin, dan tannin dapat berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap efek terapi, dapat membuat jenuh cairan penyari, serta mempengaruhi kadar zat aktif yang tersari Tujuan dari standarisasi ialah untuk mengendalikan mutu simplisia, memperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut, dan memperoleh bentuk bahan baku atau produk kefarmasian yang bermutu, aman serta bermanfaat. Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia). Sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi (serbuk jamu dsb) masih harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang berlaku. Standarisasi suatu simplisia tidak lain merupakan pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dari produk seperti yang ditetapkan sebelumnya. Dalam bentuk bahan dan produk kefarmasian baru, yaitu ekstrak, maka selain persyaratan monografi bahan baku (simplisia), juga diperlukan persyaratan parameter standar umum dan spesifik. Parameter spesifik ekstrak yang sebagian besar berupa analisis kimia yang memberikan informasi komposisi senyawa kandungan (jenis dan kadar) nantinya lebih banyak tercantum di buku khusus monografi ekstrak tumbuhan obat. Demikian juga dari data analisis kimia ini, dapat menentukan aspek bisnis sebagai komoditi produk galenik dan proses teknologi fitofarmasi dalam rangkaian produksi produk jadi mengandung ekstrak. Berdasarkan trilogi mutu-aman-manfaat, maka simplisia sebagai bahan baku ekstrak tetap harus lebih dahulu memenuhi persyaratan monografinya, yaitu buku Materia Medika Indonesia. Dan kemudian dalam proses seterusnya, produk ekstrak juga harus memenuhi persyaratannya, yaitu parameter standar umum dan spesifiknya dalam buku monografi.



6



2.3. Parameter Standarisasi Simplisia (Depkes, 2000) a. Kontrol Mutu Simplisia (Materia Media) 1) Kebenaran jenis (identifikasi spesies tumbuhan) ✓ Parameter makroskopik: deskripsi morfologis simplisia ✓ Parameter mikroskopik: mencakup pengamatan terhadap penampang melintang simplisia atau bagian simplisia dan terhadap fragmen pengenal serbuk simplisia ✓ Reaksi identifikasi: Reaksi warna untuk memastikan identifikasi dan kemurnian simplisia (terhadap irisan/serbuk simplisia) 2) Kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia, biologis): tidak selalu mungkin memperoleh simplisia sepenuhnya murni. Bahan asing yang tidak berbahaya dalam jumlah sangat kecil pada umumnya tidak merugikan ✓ Harus bebas dari serangga, fragmen hewan/kotoran hewan ✓ Tidak boleh menyimpang bau dan warnanya ✓ Tidak boleh mengandung lendir dan cendawan atau menunjukkan tandatanda pengotoran lain ✓ Tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun/berbahaya 3) Aturan penstabilan: wadah, penyimpanan, trasportasi ✓ Pengawetan: Simplisia nabati boleh diawetkan dengan penambahan kloroform, karbon tetraklorida, etilenoksida atau bahan pengawet lain yang cocok, yang mudah menguap dan tidak meninggalkan sisa ✓ Wadah dan bungkus: tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan baik secara kimia/fisika, tertutup baik dan rapat. ✓ Penyimpanan: agar dihindari dari cahaya dan penyerapan air. b. Parameter Non Spesifik Parameter nonspesifik merupakan tolok ukur baku yang dapat berlaku untuk semua jenis simplisia, tidak khusus untuk jenis simplisia dari tanaman tertentu ataupun jenis proses yang telah dilalui. Ada beberapa parameter nonspesifik yang ditetapkan untuk simplisia dalam penelitian ini antara lain



7



penetapan kadar abu, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar abu yang larut dalam air, penetapan kadar air dan penetapan susut pengeringan. 1) Parameter Kadar Abu Prinsip dari parameter kadar abu ialah bahan dipanaskan pada tempratur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik. Tujuannya ialah Memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya simplisia. 2) Parameter Kadar Sari larut dalam Pelarut (Etanol dan Air) Parameter dari prinsip ini ialah Melarutkan



simplisia



dengan



pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut



lain



misalnya



heksana,



diklorometan, metanol. Tujuannya ialah Memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan. 3) Parameter Susut Pengeringan Prinsip dari parameter ini ialah Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada tempratur 1050C selam 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada diatmosfir/lingkungan udara terbuka. Tujuannya ialah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. 4) Parameter Kadar Air Prinsip dari parameter ini adalah Pengukuran kandunagn air yang berada didalam bahan, dilakukan dengan cara tepat diantara titrasi, destialsi atau gravimetri. Tujuannya untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air didalam bahan. 5) Parameter Kadar Total Golongan Kandungan Kimia



8



Dengan penerapan metode spektrofotometri, titrimetri, volumetri, gravimetri, atau lainnya, dapat ditetapkan kadar golongan kandungan kimia. Metode harus sudah teruji validitasnya, terutama selektifitas dan batas linearutas. Tujuan dari parameter ini adalah untuk memberikan informasi kadar golongan kandungan kimia sebagai parameter mutu simplisia dalam kaitannya dengan efek farmakologis.Ada beberapa golongan kandungan kimia yang dapat dikembangkan dan dapat ditetapkan metodenya, yaitu : a. Golongan minyak atsiri b. Golongan steroid c. Golongan tannin d. Golongan flavonoid e. Golongan triterpenoid (saponin) f. Golongan alkaloid g. Golongan antrakinon 6) Parameter Cemaran Logam Berat Prinsip dari parameter ini adalah menentukan



kandungan



logam



berat spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih valid. Tujuannya ialah untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg,As,Cd,Pb, dll) melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan. 7) Parameter Sisa Pestisida Prinsip dari parameter ini adalah menentukan kandungan sisa pestisida yang mungkin saja pernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan simplisia. Tujuannya ialah memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung pestisida melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toxic) bagi kesehatan.



c. Parameter Spesifik Parameter spesifik merupakan tolok ukur khusus yang dapat dikaitkan dengan jenis tanaman yang digunakan dalam proses standardisasi. Parameter spesifik yang akan ditetapkan pada penelitian ini adalah identitas simplisia,



9



uji organoleptis (pemerian), uji mikroskopik, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kandungan minyak atsiri, dan penetapan kadar bahan aktif simplisia. 1) Identitas simplisia Parameter identitas simplisia meliputi nama latin tumbuhan (sistematika botani), bagian tumbuhan yang digunakan, dan nama daerah tumbuhan. Penentuan parameter ini dilakukan untuk memberikan identitas objektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas, yaitu senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu (Depkes RI, 2000). 2) Uji organoleptis Parameter organoleptis simplisia meliputi pendeskripsian bentuk, warna, bau dan rasa menggunakan pancaindra. Penentuan parameter ini dilakukan untuk memberikan pengenalan awal yang sederhana dan seobjektif mungkin (Depkes RI, 2000). 3) Uji mikroskopik dan uji makroskopik 4) Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu Parameter senyawa terlarut dalam pelarut tertentu ditentukan dengan cara melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa yang terlarut dalam pelarut lain, misalnya heksana, diklorometan, metanol. Penentuan parameter ini dilakukan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan (Depkes RI, 2000). 5) Kadar minyak atsiri 6) Kadar Senyawa Kimia Tertentu Dengan tersedianya kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa kimia ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan kadar kandungan kimia tersebut. Instrumen yang dapat digunakan adalah KLT- densitometer, Kromatografi Gas, High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau



10



instrumen lain yang sesuai. Metode penetapan kadar harus diuji dahulu validitasnya, yakni battas deteksi, selektivitas, linieritas, ketelitian, ketepatan dan lain-lain (Depkes RI, 2000).



2.4.



Persyaratan Parameter Spesifik dan Nonspesifik a. Berdasarkan Materia Medika Indonesia jilid IV: 1) Kadar abu: tidak lebih dari 8% 2) Kadar abu yang larut dalam air: tidak lebih dari 1% 3) Kadar abu yang tidak larut dalam asam: tidak kurang dari 1% 4) Kadar sari yang larut dalam etanol: tidak kurang dari 6% 5) Kadar sari yang larut dalam air: Tidak kurang dari 24% b. Berdasarkan Monografi WHO: 1) Kadar logam berat: ✓ Maksimum kandungan Hg = 0,5 ppm ✓ Maksimum kandungan As = 5 ppm ✓ Maksimum kandungan Cd = 0,3 ppm ✓ Maksimum kandungan Pb = 10 ppm 2) Kadar cemaran pestisida: aldrin dan dieldrin tidak lebih dari 0,05 mg/kg 3) Kadar cemaran mikroba ✓ Salmonella spp. (negative) ✓ Bahan tanaman obat dengan merebus (decoction) : Bakteri aerob tidak lebih dari 107/g Fungi tidak lebih dari 105/g E.coli tidak lebih dari 102/g ✓ Bahan tanaman obat untuk penggunaan internal : Bakteri aerob maksimum 105/g Khamir dan Kapang maksimum 103/g atau mL Enterobacteriaceae dan bakteri gram negatif tidak lebih dari 103/g Escherichia coli maksimum10/g



11



2.5.



Standar Analisis Preparat Farmakognosi a. Pengertian Standar Analisis Standar analisis merupakan serangkaian parameter, prosedur yang dijadikan acuan dalam analisis bahan alam atau produk bahan alam. Dalam hal ini analisis farmasi dibagi menjadi dua yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui keberadaan suatu unsur atau senyawa kimia, baik organik maupun inorganik, sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau senyawa dalam suatu cuplikan. Analisa kuantitatif ini dilakukan untuk menetapkan kemurnian dan mutu simplisia nabati. b. Pembagian Standar Analisis 1) Analisa Kualitatif a) Pengujian organoleptic Uji organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia yang diuji. b) Pengujian makroskopik Uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan kasa pembesar atau tanpa menggunakan alat. Cara ini dilakukan untuk mencari kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia yang diuji. c) Pengujian mikroskopik Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskopik yang derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan melintang, radial, paradermal maupun membujur atau berupa serbuk. Pada uji mikroskopik dicari unsur- unsur anatomi jaringan yang khas. d) Pengujian histokimia Uji Histokimiabertujuan untuk mengetahui berbagai macam zat kandungan yang terdapat dalam jaringan tanaman. Dengan



12



pereaksi spesifik, zat – zat kandungan tersebut akan memberikan warna yang spesifik pula sehingga mudah dideteksi. Pengujian ini dilakukan dengan sayatan melintang, jarang dilakukan pada serbuk. Uji Histokimia dilakukan sebagai berikut : Sampel dididihkan dalam larutan Natrium klorida P atau larutan natrium sulfat LP, sampai simplisia cukup keras untuk disayat. Sayatan yang diperoleh diletakkan diatas kaca objek atau gelas arloji, kemudian ditetesi dengan pereaksi yang cocok. Sesudah beberapa menit, sayatan dicuci dengan pelarut yang cocok,kemudian dilihat dibawah mikroskop. Jaringan atau sel yang mengandung zat yang dideteksi terlihat jelas dan dapat dibedakan dengan jaringan atau sel yang lain. Data tersebut digunakan untuk melepngkapi data uji mikroskopik. Uji histokimia pada serbuk dapat dilakukan : Serbuk yang diperiksa diletakkan diatas kaca objek, kemudian ditetesi dengan pereaksi yang cocok. e) Identifikasi kimia terhadap senyawa yang tersari. Kandungan kimia simplisia nabati, umumnya : Terpenoid, minyak atsiri , alkaloid, senyawa fenolik, glikosida, saponin dan karbohidrat . Simplisia nabati yang diuiji adalah simplisia tunggal yang berupa rajangan, serbuk, ekstrak atau dalam bentuk sediaan. 2) Analisis Kuantitatif a. Penentuan bahan organik asing b. Penentuan Kadar Air c. Penentuan Kadar Abu d. Penentuan zat kandungan



13



2.6.



Metode Penetapan Keseragaman Derajat Halus



a. Menurut Materia Medika Pengayak dibuat dari kawat logam atau bahan lain yang cocok dengan penampang melintang yang sama diseluruh bagian. Jenis pengayak dinyatakan dengan nomor yang menunjukkan jumlah lubang tiap cm dihitung searah dengan panjang kawat. Derajat Halus serbuk Derajat halus serbuk dinyatakan dengan nomor pengayak. Jika derajat halus suatu serbuk dinyatakan dengan 1 nomor, dimaksudkan bahwa semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor tersebut. Jika derajat halus suatu serbuk dinyatakan dengan 2 nomor, dimaksudkan bahwa semua serbuk dapat dapat melalui pengayak dengan nomor terendah dan tidak lebih dari 40% melalui pengayak dengan nomor tertinggi. b. Menurut Farmakope Indonesia 1) Serbuk Simplisia Nabati dan Simplisia Hewani Dalam penetapan derajat halus serbuk simplisia nabati dan simplisia hewani, tidak ada bagian dari obat yang dibuang selama penggilingan atau pengayakan, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. Untuk penetapan keseragaman derajat halus serbuk obat dan bahan kimia, cara yang boleh dilakukan dengan menggunakan pengayak baku yang memenihu persyaratan. Hindari penggoyangan lebih lama, yang akan menyebabkan peningkatan derajat halus serbuk selama penetapan.



2) Untuk serbuk sangat kasar, kasar dan setengah kasar Masukkan 25-100 g serbuk uji pada pengayak baku yang sesuai yang mempunyai panci penampung dan tutup yang sesuai. Goyang pengayak dengan arah putaran horizontal dan ketukkan secara vertikal pada permukaan keras selama tidak kurang dari 20 menit atau sampai pengayakan praktis sempurna. Timbang seksama jumlah yang tertinggal pada pengayak dan dalam panci penampung.



14



3) Untuk serbuk halus atau sangat halus. Lakukan penetapan seperti pada serbuk kasar kecuali contoh tidak lebih dari 25 g dan pengayak yang digunakan digoyang selama tidak kurang 30 menit atau sampai pengayakan praktis sempurna. Untuk serbuk berminyak atau serbuk lain yang cenderung menggumpal dan dapat menyumbat lubang, sikat pengayak secara berkala hati-hati selama penetapan. Hancurkan gumpalan yang terbentuk selama pengayakan. Derajat halus serbuk obat dan bahan kimia dapat juga ditetapkan dengan cara melewatkan pada pengayak yang dapat digoyang secara mekanik yang memberikan gerakan berputar dan ketukan seperti pada pengayak yang menggunakan tangan; tetapi dengan gerakan mekanik yang seragam, mengikuti petunjuk dari pabrik pembuat pengayak.



Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Halus



15



BAB III PENUTUP 3.1.



Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik pada makalah ini ialaha? 1. Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat, belum mengalami pengolahan apapun, umumnya dalam keadaan kering, langsung digunakan sebagai obat dalam atau banyak digunakan sebagai obat dalam sediaan galenik tertentu atau digunakan sebagai bahan dasar untuk memperoleh bahan baku obat. 2. Standarisasi simplisia adalah proses pemeriksaan suatu simplisia agar ddapat layak dikonsumsi untuk masyarakat. 3. Parameter standarisasi suatu simplisia terdiri atas dua yaitu parameter spesifik dan parameter non spesifik. 4. Persyaratan parameter standarisasi simplisia terdiri atas kadar abu, kadar abu larut air, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut etanol,kadar sari larut air, kadar logam berat, kadar cemaran pestisida, dan kadar cemaran mikroba. 5. Standar analisi preparate farmakognosi terbagi menjadi dua yaitu analisis secara kualitatif dan analisis secara kuantitatif. 6. Metode penetapan keseragaman derajat halus berbeda-beda tergantung dari target yang diinginkan.



3.2.



Saran Pembuatan



simplisia



dapat



dilakukan



dengan



memperhatikan



standarisasi yang telah tercantum pada Materia medika, farmakope Herbal, dan WHO. Hal ini perlu diperhatikan agar simplisia yang dihasilkan tidak hanya terjaga kualitas mutunya tetapi juga aman dikonsumsi.



16



DAFTAR PUSTAKA Heinrich, M., 2002. Farmakognosi dan Fitoterapi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Savitri,Evika Sansi. 2008. Rahasia Tumbuhan Berkhasiat Obat Perspektif Islam. Malang: UIN Press Vanessa. 2008. Penentuan Kadar Air dan Kadar abu dari gliserin. Medan: PT.Sinar Oleochemical International Wiryowidagdo, S,. 2002. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Gunawan,D., Mulyani,S. 2004. Ilmu Obat Alam Farmakognosi, Jilid 1. Jakarta: Penebar Swadaya Dirten POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Ditjen POM. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid. I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ditjen POM. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan Pertama, 3-11, 17-19. Dikjen POM, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.



17