Makalah EBI Perilaku Bisnis Yang Sah (Kelompok 1 PS C) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ETIKA BISNIS ISLAM DAN ANTI KORUPSI “PERILAKU BISNIS YANG SAH”



Disusun Oleh: Kelompok 1 Anjung Peby Lestari



2051020203



Indri Wahyuni



2051020238



Resta Nur Handayani



2051020217



Siti Khodijah



2051020202



Muhammad Wahyu Saputra



2051020234



Dosen Pengampu: Zulaikah, M.E.



PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG



2021



KATA PENGANTAR



Puja dan puji serta syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, kesehatan serta akal yang sehat kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu yang berjudul “PERILAKU BISNIS YANG SAH” untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam dan Anti Korupsi. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Zulaikah, M. E. selaku dosen mata kuliah Etika Bisnis Islam dan Anti Korupsi yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Terimakasih kepada teman-teman yang berkenan saling bekerja sama dalam menyelesaikan makalah ini. Terakhir ucapan maaf kepada para pembaca apabila banyak kesalahan kata, tanda, keterangan yang ada pada makalah ini, karena sesungguhnya manusia itu adalah tempat dosa dan kesalahan serta jauh dari kata sempurna, sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semoga makalah ini bisa membantu dan bermanfaat kepada para pembaca, akhir kata kami ucapkan terima kasih.



Bandarlampung, 20 April 2021



Kelompok 1



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….2 DAFTAR ISI………………………………………………………………………………3. BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….4 1.1.



Latar Belakang…………………………………………………………………..4



1.2.



Rumusan Masalah……………………………………………………………….4



1.3.



Tujuan Masalah………………………………………………………………….5



BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………...6 2.1.



Perilaku Bisnis Menurut Pandangan Islam………………………………………6



2.2.



Etika Islam dalam Produksi…………………………………………………….11



2.3.



Etika Islam dalam Distribusi…………………………………………………… 12



2.4.



Etika Islam dalam Sirkulasi……………………………………………………..12



2.5.



Pedoman Islam dalam Faktor-faktor Produksi………………………………….13



2.6.



Pedoman Islam dalam Produksi Barang………………………………………..16



2.7.



Pedoman Islam dalam Produksi Jasa…………………………………………… 18



BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………21 3.1.



Kesimpulan…………………………………………………………………… …21



3



3.2.



Saran……………………………………………………………………………. .21



DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….....22



4



BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan



hidupnya. Karenanya, manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satu usaha untuk memperolehnya adalah dengan bekerja. Sedangkan salah satu dari bentuk bekerja adalah berdagang atau berbisnis. Kegiatan penting dalam muamalah yang paling banyak dilakukan oleh manusia setiap saat adalah kegiatan bisnis. Dalam kamus bahasa Indonesia, bisnis diartikan sebagai usaha dagang, usaha komersial di dunia perdagangan dan bidang usaha. Salah satu unsur dalam berbisnis itu ialah produksi, para ekonom mendefinisikan produksi sebagai menghasilkan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan. Bila diartikan secara konvensional, produksi adalah proses menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber yang ada. Produksi tidak berarti menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun yang dapat menciptakan benda. Oleh karenanya, dalam pengertian ahli ekonomi, yang dapat dikerjakan manusia hanyalah membuat barang-barang menjadi berguna, disebut “dihasilkan”. produksi bisa ditinjau dari dua aspek, yaitu kajian positif terhadap hukum-hukum benda dan hokum-hukum ekonomi yang menentukan fungsi produksi, dan kajian normatif yang membahas dorongan-dorongan dan tujuan produksi. 1.2.



Rumusan Masalah a. Bagaimana perilaku bisnis menurut pandangan Islam? b. Bagaimana etika Islam dalam produksi? c. Bagaimana etika Islam dalam distribusi? d. Bagaimana etika Islam dalam sirkulasi? e. Bagaimana pedoman Islam dalam faktor produksi? f. Bagaimana pedoman Islam dalam produksi barang? g. Bagaimana pedoman Islam dalam produksi jasa?



5



1.3.



Tujuan Makalah a. Untuk mengetahui bagaimana perilaku bisnis menurut pandangan Islam. b. Untuk mengetahui bagaimana etika Islam dalam produksi. c. Untuk mengetahui bagaimana etika Islam dalam distribusi. d. Untuk mengetahui bagaimana etika Islam dalam sirkulasi. e. Untuk mengetahui bagaimana pedoman Islam dalam faktor produksi. f. Untuk mengetahui bagaimana pedoman Islam dalam produksi barang. g. Untuk mengetahui bagaimana pedoman Islam dalam produksi jasa.



6



BAB II PEMBAHASAN 2.1.



Perilaku Bisnis Menurut Pandangan Islam Nilai dasar ekonomi Islam adalah seperangkat nilai yang telah diyakini dengan



segenap keimanan, dimana ia akan menjadi landasan paradigma ekonomi Islam. Nilai-nilai dasar tersebut berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Kemudian sebagai ekonomi yang bersifat Rabbani maka Ekonomi Islam mempunyai sumber “nilai-nilai normatifimperatif” (meminjam istilah dari Ismail Al Faruqi), sebagai panduan serta pedoman yang mengikat. Etika bisnis Islam mempunyai prinsip dan norma dimana para pelaku bisnis harus memiliki komitmen dalam bertransaksi, berperilaku, dan berelasi guna mencapai tujuant-ujuan bisnis dengan selamat. Etika bisnis dalam Islam adalah sejumlah perilaku etis bisnis (akhlaq al Islamiyah) yang dibungkus dengan nilai-nilai syariah yang mengedepankan halal dan haram. Jadi perilaku yang etis itu ialah perilaku yang mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangnya. Dalam Islam etika bisnis ini sudah banyak dibahas dalam berbagai literatur dan sumber utamanya adalah Al-Quran dan sunnaturrasul. Pelakupelaku bisnis diharapkan bertindak secara etis dalam berbagai aktivitasnya. Kepercayaan, keadilan dan kejujuran adalah elemen pokok dalam mencapai suksesnya suatu bisnis dimasa yang akan datang



Islam memberikan kebebasan kepada pemeluknya untuk melakukan usaha (bisnis), namun dalam Islam ada beberapa prinsip dasar yang menjadi etika normatif yang harus ditaati ketika seorang muslim akan dan sedang menjalankan usaha, diantaranya: 



Proses mencari rezeki bagi seorang muslim merupakan suatu tugas wajib.







Rezeki yang dicari haruslah rezeki yang halal.







Bersikap jujur dalam menjalankan usaha.







Semua proses yang dilakukan dalam rangka mencari rezeki haruslah dijadikan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.



7







Bisnis yang akan dan sedang dijalankan jangan sampai menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.







Persaingan dalam bisnis dijadikan sebagai sarana untuk berprestasi secara fair dan sehat (fastabikul al-khayrat).







Tidak boleh berpuas diri dengan apa yang sudah didapatkan.







Menyerahkan setiap amanah kepada ahlinya, bukan kepada sembarang orang, sekalipun keluarga sendiri.



Dalam bertransaksi secara syari’ah, ada beberapa prinsip yang harus dipegang, yakni: saling ridha (‘an-Taradhin), bebas manupulasi (Ghoror), aman/ tidak membahayakan (Mudharat), tidak spekulasi (Maysir), tidak ada monopoli dan menimbun (ihtikar), bebas riba, dan halalan thayyiban. Para pelaku bisnis atau disebut juga sebagai pelaku usaha ataupun wirausaha merupakan orang ataupun sekelompok orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Cara berpikir seorang wirausaha adalah selalu berusaha mencari, memanfaatkan peluang usaha yang dapat memberi keuntungan. Dalam Al Qur’an, semangat kewirausahaan ada dalam QS. Hud: 61, QS. al Mulk: 15, dan QS. al Jumuah: 10, QS. al-Anbiya: 125, QS. ar-Ra’du:11, dimana manusia diperintahkan untuk memakmurkan bumi dan membawanya ke arah yang lebih baik serta diperintahkan berusaha untuk mencari rezeki. Sedangkan dalam Hadits semangat kewirausahaan juga tercermin dalam hadits berikut: HR. Bukhari; HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah; HR. Ahmad; HR. Al-Bazzar. Dalam etika bisnis Islam, tentunya setiap pelaku usaha harus memegang prinsip-prinsip-prinsip bisnis Islami. Menurut Imam Ghazali yang dikutip dalam Sofyan, ada beberapa prinsip bisnis Islami: 



Jika seseorang memerlukan sesuatu, kita harus memberikan dengan laba yang minimal. Jika perlu tanpa keuntungan.







Jika seseorang membeli barang dari orang miskin, harga sewajarnya dilebihkan.







Jika ada orang yang berhutang dan tidak mampu membayar, maka diperpanjang, tidak memberatkan dan sebaiknya dibebaskan.



8







Bagi mereka yang sudah membeli, tidak puas dan ingin mengembalikannya, maka harus diterima kembali.







Pengutang dianjurkan untuk membayar hutangnya lebih cepat.







Jika penjualan dilakukan dengan kredit, maka sebaiknya jangan memaksa pembayaran jika pembeli belum mampu.



Jika kita lihat dari ciri-ciri etika bisnis Islam sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Saw, terlihat bahwa para pelaku usaha kecil di tiga tempat tersebut sebagian besar telah mempraktikkan etika bisnis Islam. Rasululah Saw, sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis. Ciri-ciri Rasulullah Saw berbisnis diantaranya adalah: 1) Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas. 2) Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyakbanyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang. 3) Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad Saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadist riwayat Abu Zar, 9



Rasulullah Saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah. 4) Ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad Saw mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi). 5) Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad Saw, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli). 6) Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih). 7) Tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu. 8) Takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah SWT yang berbunyi: “Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” (QS. 83: 112). 9) Bisnis tidak boleh mengganggu kegiatan ibadah kepada Allah SWT. Dalam Firman Allah SWT yang berbunyi, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan 10



shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”. 10) Membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda dalam hadist Ibnu Majah. “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditundatunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan. 11) Tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam. 12) Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur yang dijual kepada produsen minuman keras, dapat diduga dikelola menjadi minuman keras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat. 13) Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti Babi, Anjing, minuman keras, ekstasi, dan sebagainya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan patung-patung” (H.R. Jabir). 14) Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29). Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim). 11



15) Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naungan-Nya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim). 16) Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman” (QS. Al-Baqarah: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah SWT sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba. 2.2.



Etika Islam dalam Produksi Jika kita bicara tentang nilai dan ahlak dalam ekonomi dan muamalah, maka



tampak secara jelas dihadapan kita empat nilai utama, yaitu (1) rabbaniyah (2) akhlak (3) kemanusiaan dan (4) pertengahan. Nilai –nilai ini menggambarkan kekhasan yang utama bagi ekonomi islam, bahkan dalam kenyataanya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang Nampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah islamiyahdi bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi. Raafik Isa Beekun dalam bukunya menyebutkan, paling tidak ada sejumlah parameter kunci system etika islam yang dapat dirangkum, seperti: (a) berbagai tindakan ataupun keputusan disebut etis bergantung niat individu yang melakukannya. Allah maha kuasa mengetahui apapun niat kita sepenuhnya secara sempurna; (b) niat baik diikuti tindakan yang baik dan dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang haramm menjadi halal (c) islam memberikan kebebasan kepada individu untuk percaya dan bertindak berdasakan apapun keinginannya; (d) percaya kepada allah member individu kebebasan sepenuhnya dari hal apapun kecuali Alah; (e) keputusan yang menguntungkan kelompok mayoritas ataupun minoritas secara langsung bersifat etis dalam dirinya; (f) islam mempergunakan pendekatan terbuka terhadap etika, bukan sebagai sistem tertutup, dan berorientasi diri sendiri. Egoism tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam; (g) keputusan etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama antara al-qur’an dan 12



alam semesta; (h) tidak seperti system etika yang diyakini banyak agama lain, islam mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktip dalam kehidupan ini. Dengan berprilaku secara etis di tengah godaan ujian dunia, kaum muslim harus mampu membuktikan ketaatannya kepada Allah. 2.3.



Etika Islam dalam Distribusi Pasca produksi, kegiatan ekonomi terpusat pada distribusi dengan berfokus



pada uang atau harga. Dalam ekonomi sosialitas produksi tunduk pada Negara dan sumber produksi milik Negara. Distribusi barang ditetapkan oleh keputusan siding Negara, negaralah yang menyusun strategi produksi rakyat, menentukan garis besar distribusi, termasuk penetapan upah, gaji, bunga, laba dan para manajer diatur oleh pemerintah. Dalam ekonomi kapitalis monopoli pemodal, sehingga ada Negara dalam Negara, tak seorang pun dapat mengatasi jenis dan jumlah produksi, dan laba yang diperoleh, pemodal yang berhak menentukan jumlah produksi dan besarnya keuntungan. Ekonomi islam bebas dari tindakan kapitalis dan sosialis, islam memfokuskan pada distribusi sebelum di produksi, siapa yang memilikinya, dengan cara bagaimana produk di distribusikan dan apa saja kewajibannya. Islam memberikan gaji secara adil, menolak segala bentuk riba. Distribusi ekonomi islam berdiri di atas sendi kebebasan dan keadilan. 2.4.



Etika Islam dalam Sirkulasi Sirkulasi adalah kumpulan perjanjian dan proses yang diporosnya manusia



menjalankan aktivitas. Sirkulasi juga dapat dikatakan pendayagunaan barang dan jasa lewat kegiatan jual beli dan simpan pinjam melalui agen, koperasi dan lain-lain, baik sebagai sarana perdagangan ataupun tukar menukar barang. Islam tidak menganut pasar bebas ataupun monopoli. Islam selalu berpegang dpada kebebasan dalam tatanan muamalah, termasuk dalam aktivitas pasar. Manusia bebas membeli, menjual serta tukar menukar barang dan jasa, mereka menawarkan dan menjual barang miliknya dan membeli kebutuhannya.



13



Islam tidak membenarkan manipulasi timbangan, mengurangi berat bersih (netto), menetapkan harga lebih tinggi, menutupi catatan barang, memuji kualitas barang dan sebagainya. Islam menganut prinsip kebebasan terikat, kebebasan berdasarkan keadilan, undang-undang agama dan etika. Dalam perdagangan islam sirkulasi terdapat norma, etika agama dan perikemanusiaan yang menjadi landasan pokok bagi pasar islam yang bersih. Ada beberapa norma islam dalam sirkulasi, diantaranya adalah: 1. Melarang perdagangan barang-barang haram; 2. Bersikap benar, amanah dan jujur; 3. Menegakkan keadilan dan mengharamkan bunga; 4. Menerapkan kasih sayang dan mengharamkan monopoli; 5. Menegakkan toleransi dan persaudaraan; 6. Berpegang pada prinsip bahwa perdagangan adalah bekal menuju akhirat. 2.5.



Pedoman Islam dalam Faktor Produksi Faktor-faktor produksi merupakan instrumen kegiatan produksi yang



disediakan alam atau diciptakan manusia untuk dipergunakan dalam memproduksi barang dan jasa. Faktor produksi disebut masukan yang secara umum terbagi dua yaitu faktor produksi yang tersedia secara asali dan faktor produksi yang diciptakan manusia. Ketersediaan faktor produksi tidak sama dalam setiap wilayah. Hal ini menimbulkan kesenjangan ekonomi, dan kemiskinan yang akan menghantui negara dengan sumber daya alam berlimpah, tetapi belum bermanfaat. Pembahasan faktor produksi dalam Islam sangat variatif karena al-Qur’an dan as-Sunnah tidak menyajikannya secara eksplisit. Dengan melihat perkembangan kegiatan produksi yang semakin kompleks maka pembahasan ini mengkategorikan faktor produksi dalam empat kriteria yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, modal, dan institusi. Maksud kategorisasi adalah ketersalinggantungan antar faktor produksi. Misalnya wilayah dengan sumber daya alam potensial belum tentu mampu mengelola kekayaannya jika tidak memiliki 14



modal finansial. Juga kalau keberadaan institusi tidak mampu mengelola dan mendistribusikan. Sumber daya alam disediakan bagi umat manusia harus mampu difungksikan secara maksimal agar berguna. Dalam kegiatan produksi Islam, keberadaan faktor produksi di atas karena keagungan statusnya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi. Sebagai salah satu faktor produksi, sumber daya alam menyediakan instrumen bagi manusia untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Di samping itu, kekayaan alam memberikan pengajaran tentang kebesaran Allah swt dan kewajiban manusia untuk memanfaatkan dan mengalokasikannya secara adil. Moral dalam memperlakukan sumber daya alam adalah memakmurkan sumber daya alam. Memakmurkan sumber daya alam merupakan kewajiban manusia (QS. Hud: 61). Larangan untuk merusak sumber daya alam. Larangan merusak sumber daya alam sebagai sumber kehidupan disebutkan Allah dalam QS. Al-Qashash ayat 77.



Begitu juga dengan sumber daya manusia yang dituntut untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuannya dalam pekerjaan. Dengan demikian, pemilihan tenaga kerja yang handal dan profesional menjadi kriteria utama. Fazlur Rahman menyebutkan klasifikasi ini, yaitu: Berdasarkan keahlian dan ketrampilannya. Islam menjunjung tinggi nilai kerja dan output maksimal, sehingga kaum muslimin dituntut untuk belajar dan menekuni berbagai keahlian dan ketrampilan Kesehatan fisik dan moral. Kekuatan fisik dan kejujuran merupakan kriteria pekerja yang handal dalam Islam.Akal pikiran yang baik. Akal pikiran yang baik (good personality) dibutuhkan untuk menggagas, inovasi, menilai mekanisme, dan hasil kerja dalam pekerjaan. Pendidikan dan pelatihan. Meningkatkan kualitas kerja secara kolektif dilakukan dengan serangkaian program pendidikan dan pelatihan. Suruhan moral dalam mendayagunakan potensi sumber daya manusia dalam Islam adalah: Manusia menjadi faktor penting kegiatan produksi. Keberadaannya selain sebagai produsen juga menjadi penikmat hasil produksi. 15



Aktualisasi kemampuan dan keahlan manusia dalam kegiatan produksi sangat penting karena statusnya sebagai pengelola sumber daya ekonomi yang disebutkan al-Qur’an sebagai ‘abd dan khalifah fi al-ardh. Senantiasa



memperbaharui



dan



meningkatkan



kemampuannya



untuk



beradaptasi dengan lingkungan sosial. Masyarakat Islam berkerja sama meningkatkan kapasitas dan etos kerja manusinya dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan. Modal berkaitan dengan alat produksi yang dibutuhkan untuk membantu memproduksi barang dan jasa yang lain. Modal biasanya dibagi menjadi modal tetap dan modal gerak. Islam melihat modal yang dimiliki seseorang merupakan pendapatan individu atau masyarakat di luar pengeluarannya. Jika modal dimiliki masyarakat maka berkaitan dengan harta benda yang bernilai dan dimiliki secara kolektif. Adapun modal individu adalah harta yang dimiliki seseorang dengan harapan memberikan penghasilan dan nilai tambah. Ada beberapa mekanisme untuk mengakumulasi modal bagi masyarakat Islam, 1). Zakat, 2). Transaksi mudharabah, 3). Kemitraan musyarakah, 4). Transaksi ijarah, 5). Transaksi murabahah, 6). Transaksi istishna, 7). Qardhul hasan, 8). Transaksi muzara’ah, dan 10). Pasar modal syaria’ah. Suruhan moral dalam mencari dan mendayagunakan modal dalam Islam, sebagai berikut: 



Sebagai faktor produksi, keberadaan modal harus halal dan baik di mana cara perolehan dan penggunaannya mengikuti nilai-nilai syariat Islam







Islam mengenal distribusi modal melalui jalur kerja sama antara masyarakat Islam baik dalam kegiatan bisnis, pertanian, perdagangan, dan sebagainya.







Modal finansial dapat diakumulasikan melalui lembaga keuangan dan instrumen zakat dalam rangka menggali potensial ekonomi masyarakat.



Sebagai faktor penting dalam produksi, institusi berfungsi sebagai wadah kerja sama untuk menghasilkan barang kebutuhan, memobilisir pertumbuhan ekonomi masyarakat dan peningkatan kualitas hidup manusia. Pengembangannya tidak terlepas dari sistem managerial internal dan output-nya dalam konteks sosial kemasyarakatan. Output institusi adalah kebutuhan sosial yang sesuai dengan tujuannya berdasarkan 16



kriteria etika dan moral organisasi. Atas dasar itu, institusi dalam Islam memiliki ciri, sebagai berikut: a. Kekuatan yang menggerakkannya adalah kerja sama di mana investasi dan akumulasi modal berdasarkan persekutuan usaha. Basis kegiatan produksi didasarkan pada ekuitas bukan pinjaman. b. Memperhatikan faktor manusia sebagai human capital. Institusi dalam Islam merupakan manifestasi keinginan bersma untuk mengaktualisasikan dirinya secara kolektif dengan tujuan syariah. c. Menekankan integritas moral dalam operasional institusi. d. Menekankan peningkatan kualitas sumber daya manusia sejalan dengan maksimalisasi profit dan benefit. e. Suruhan moral memaksimalkan potensi institusi dalam Islam, sebagai berikut:  Suruhan bekerja sama dalam manajemen yang rapi dan profesional serta dalam mekanisme kemitraan institusi untuk saling meningkatkan kapasitas personalnya.  Institusi dalam Islam memiliki tanggung jawab pengabdian pada Tuhan dengan menggungkan status dan keluhuran martabat manusia dalam mengimplementasikan visi, misi dan program institusi tersebut.  Institusi memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat untuk memajukan dan mencerdaskan masyarakat tersebut. 2.6.



Pedoman Islam dalam Produksi Barang Tujuan produksi yang pertama sangat jelas, yaitu pemenuhan sarana



kebutuhan manusia pada takaran moderat. Hal ini akan menimbulkan setidaknya dua implikasi. Pertama, produsen hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan meskipun belum tentu merupakan keinginan konsumen. Prinsip dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT sebagai Rabb dari alam semesta. Ikrar akan keyakinan ini menjadi pembuka kitab suci umat Islam. Konsep ini bermakna bahwa ekonomi Islam berdiri di atas kepercayaan bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta, Pemilik, dan Pengendali alam raya yang dengan



17



takdir-Nya menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan ketetapan-Nya (sunatullah). Dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut dari Allah Rabb semesta alam, maka konsep produksi di dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan dunia, tetapi lebih penting untuk mencapai maksimalisasi keuntungan akhirat. Ayat 77 surat al-Qashas mengingatkan manusia untuk mencari kesejahteraan akhirat tanpa melupakan urusan dunia. Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum dapat terwujud apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang islami. Metwally mengatakan, “perbedaan dari perusahan-perusahan nonmuslim tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya”. Dalam islam terdapat nilai-nilai yang membuat sebuah produksi tidak saja mendatangkan keuntungan, tetapi juga mendatangkan berkah. Nilai-nilai tersebut adalah: 



Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi kepada tujuan akhirat;







Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal atau eksternal;







Memenuhi takran, ketepatan, kelugasan dan kebenaran;







Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis;







Memuliakan prestasi/produktifitas;







Mendorong ukhuwah antarsesama pelaku ekonomi;







Menghormati hak milik individu;







Mengikuti syarta sah dan rukun akad/transaksi;







Adil dalam bertransaksi;







Memiliki wawasan social;







Pembayaran upah tepat waktu dan layak;







Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalm islam.



Muhammad (2004) berpendapat bahwa sistem ekonomi Islami digambarkan seperti bangunan dengan atap akhlak. Akhlak akan mendasari bagi seluruh aktivitas ekonomi, termasuk aktivitas ekonomi produksi. Dalam islam, produsen sangatlah 18



memegang tanggung jawab atas apa yang telah diproduksinya. Produsen dalam islam sangat diharamkan untuk memproduksi segala sesuatu yang merusak akidah dan akhlak serta segala sesuatu yang menghilangkan identitas umat, merusak nilai-nilai agama, menyibukkan pada hal-hal yang sia-sia dan menjauhkan kebenaran, mendekatkan kepada kebatilan, mendekatkan dunia dan menjauhkan akhirat, merusak kesejahteraan individu dan kesejahteraan umum, produsen hanya mementingkan kekayaan uang dan pendapatan yang maksimum semata, tidak melihat halal dan haram serta tidak mengindahkan aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh agama. Seorang produsen muslim tidak hanya dituntut untuk dapat membedakan baik dan buruk apa yang diproduksinya, melainkan juga dapat melihat manfaat dan keberkahan yang dihasilkan dari produksinya. Seorang produsen muslim juga di tuntut untuk memiliki norma dan etika seorang produsen muslim, yang mana etika dan norma produsen muslim tersebut adalah: 



Menghindari sifat tamak dan rakus







Tidak melampaui batas serta tidak berbuat zhalim







Harus memperhatikan apakah produk itu memberikan manfaat atau tidak, baik ataukah buruk, sesuai dengan nilai dan akhlak ataukah tidak, sesuai dengan norma dan etika ataukah tidak



2.7.



Pedoman Islam dalam Produksi Jasa



Memproduksi Barang dan Jasa adalah usaha untuk mengubah sesuatu barang menjadi barang lainnya atau usaha untuk mewujudkan usaha untuk mewujudkan sesuatu jasa. Untuk melakukan perubahan dan transformasi tersebut diperlukan faktor-faktor produksi. Di samping itu diperlukan pula bahan mentah atau barang setengah jadi yang akan ditransformasikan menjadi barang lain. Menghasilkan jasa juga memerlukan bahan mentah. Sebagi contoh: alat-alat pengangkutan, seperti bus, taksi, kapal terbang dan kereta api memerlukan bensin atau solar disamping faktorfaktor produksi. Ini berarti, untuk menghasilkan jasa pengangkutan harus ada bahan mentah berupa bensin dan solar.



19



Kegiatan memproduksi dikelola oleh bagian atau departemen produksi dan operasi. Dengan demikian hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan (pengelolaan) kegiatan memproduksi digolongkan sebagai manajemen produksi dan operasi atau production and operation management. Hal –hal yang berhubungan dengan usaha mentransformasi sesuatu barang menjadi barang lain merupakan tanggung jawab dari manajemen produksi dan operasi. Tanggung jawab tersebut meliputi merancang dan melaksanakan proses transformasi atau konversi yang paling efisien. Keefektifan manajemen produksi dan operasi biasanya diukur dari kemampuannya untuk menciptakan barang dan jasa yang bermutu, meminimumkan biaya produksi dan dalam jangka panjang mampu mengembangkan barang atau jasa sesuai dengan perkembangan selera konsumen. Tujuan Proses Produksi Barang dan Jasa Tugas penting bagian produksi dan operasi adalah menciptakan barang yang sesuai dengan keinginan konsumen. Kebanyakan konsumen menginginkan barang yang murah dengan kualitas yang tinggi. Memenuhi keinginan ini, bagian operasi dan produksi harus berusaha mewujudkan barang dalam konteks berikut: diproduksi secara efisien, mencapai produktivitas yang tinggi, dan dapat menciptakan barang yang bermutu. 1. Meningkatkan Efisien Efisien merupakan hubungan antara input dan bahan baku dengan output atau produk. Jika perusahaan dapat menghasilkan barang atau jasa yang lebih banyak sementara nilai bahan baku tetap, makatelah dikatakan efisiensi telah ditingkatkan. Begitu pula, jika perusahaan dapat menghasilkan barang atau jasa yang tetap tapi dengan nilai bahan baku yang lebih murah, sekali efisiensi telah ditingkatkan. Satu dari ukuran perusahaan yang melakukan proses transformasi adalah efisiensi. Ketika beberapa informasi yang diterima menyatakan bahwa ada perusahaan yang menginvestasikan uangnya pada peralatan baru, merancang system jaringan komputer, memperpendek rantai penawaran barang, alas an-alasan ini biasa digunakan untuk memotong biaya atau dikenal sebagai meningkatkan efisiensi. 2. Meningkatkan Produktivitas Produktivitas merupakan ukuran detail atau terinci mengenai efisiensi data perubahan waktu ke waktu. Produktivitas merupakan perbandingan antara seluruh produk barang atau jasa yang diproduksi pada waktu tertentu dibagi dengan 20



banyaknya jam kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output tersebut. Dengan kata lain, produktivitas merupakan efisiensi dari para pekerja. Produktivitas juga berkaitan dengan kuantitas barang yang akan diproduksi. Jika sumber daya digunakan dengan cara yang semakin efisien, maka kuantitas output akan menjadi besar. 3. Meningkatkan Kuantitas Perhatian setiap perusahaan pada peningkatan kualitas menjadi sangat penting. Mengapa? Kualitas adalah salah satu alasan yang membuat konsumen mau membeli barang suatu perusahaan atau mau menggunakan jasa suatu perusahaan. Konsep kualitas sangat subjektif, karena secara definisi kualitas merupakan suatu hasil memproduksi barang dan jasa dengan ciri dan karakter tertentu dengan standart kepuasan seperti apa yang diduga oleh konsumen. Sifat yang subjektif ini menyebabkan perusahaan tidak hanya memproduksi barang yang baik, tetapi harus sesuai dengan apa yang menjadi harapan konsumen.



21



BAB III PENUTUP 3.1.



Kesimpulan Menurut pandangan Islam, produksi adalah sebagai usaha manusia untuk



memperbaiki kondisi fisik material dan moralitas sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sesuai syariat islam, kebahagian dunia akhirat. Pandangan islam tentang produksi bertentangan dengan produksi dalam konvensional yang mengutamakan self interest. Dalam islam kegiatan produksi adalah ibadah. Sehingga tujuan dan prinsipnya harus dalam rangka beribadah. Produksi memiliki tujuan sebagai berikut: o Merespons kebutuhan produsen secara pribadi dengan bentuk yang memiliki ciri keseimbangan. o Memenuhi kebutuhan keluarga. o Mempersiapkan sebagian kebutuhan terhadap ahli warisnya dan generasi penerusnya. o Pelayanan sosial dan berinfak di jalan Allah Prinsip produksi dalam Islam adalah: o Motivasi berdasarkan keimanan. o Berproduksi berdasarkan azas manfaat dan maslahat o Mengoptimalkan kemampuan akhlaknya. o Adanya sikap tawazun o Harus optimis o Menghindari praktik muslim yang haram 3.2.



Saran



Di harapkan dengan adanya makalah ini, dapat menambah ilmu kita semua. Semoga kita senantiasa menjadi pelaku bisnis yang baik. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Banyak kekurangan disanasini untuk itu mohon kiranya para pembaca sekalian mau memberikan masukan kritik dan saran guna perbaikan dimasa yang akan datang. 22



23



DAFTAR PUSTAKA Al Arif, M. N. R. 2011. Dasar-dasar Ekonomi Islam. Surakarta: Era Intermedia. Badroen dan Suhendra. 2006. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press. Fauzia, I.Y. 2013. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: Kencana. Hakim, Lukman 2012. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga. Madnasir, Khoiruddin 2012. Etika bisnis dalam Islam. Bandar Lampung: Permata printing solution. Muhammad Hashim. Islamic Perception of Business Ethics and the Impact of Secular Thoughts on Islamic Business Ethics.International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences March 2012, Vol. 2, No. 3. Nasution, Mustafa Edwin. 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana. Qardhawi, Yusuf. 2006. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Depok: Gema Insani. Qardawi, Yusuf. 1997. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Pers.



24