Makalah Civil Society Dan Pendidikan Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH CIVIL SOCIETY DAN PENDIDIKAN ISLAM



Dibuat untuk memenuhi mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam Dosen Pengampu: Prof Abd. Haris, M.Ag.



Penyusun: Yasin Nurfalah 21.05.03.010.019



Institut Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto Tahun Akademik 2021/2022



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memiliki peran yang sangat serius dalam kehidupan bermasyarakat. Posisi pendidikan dalam kehidupan manusia tampaknya sudah menjadi urat nadi, sehingga setiap orang pasti menjalaninya. Bahkan, pendidikan mampu dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat kehidupan masyarakat. Maka untuk itu, Islam pun memandang sangat penting terhadap peran pendidikan dalam membentuk kehidupan masyarakat yang beragama dan hidup sejahtera. Islam memberi porsi pembahasan yang sangat luas tentang pendidikan. Sampai saat ini, Islam masih memandang dengan seksama perkembangan pendidikan bagi kelangsungan hidup manusia. 1 Seiring dengan arus globalisasi, hal ini mau tidak mau berdampak pada kehidupan masyarakat Indonesia. Kemajuan teknologi informasi telah menghilangkan batas-batas yang mengisolasi kehidupan manusia. Maka lahirlah masyarakat terbuka atau open society yang di dalamnya terdapat arus informasi yang bebas, yaitu manusia, perdagangan dan berbagai bentuk kegiatan kehidupan global lainnya yang dapat menyatukan orang-orang dari seluruh dunia. Oleh karena itu, orang Indonesia memiliki ciri khas tersendiri dan berbeda dengan negara lain, antara lain; 1) keberagaman, 2) saling



H. Baharun, “Pemikiran Pendidikan Perspektif Filsuf Muslim (Kajian Kritis terhadap Pemikiran Muhammad Abduh dan Muhammad Iqbal),” At-Turats 3 (2016): 3. 1



2



pengertian, 3) toleransi, dan 4) sanksi moral. 2 Sifat-sifat tersebut diharapkan dapat mempengaruhi kehidupan sosial Indonesia sehingga dapat menghasilkan masyarakat ideal. Sementara itu, Islam sebagai agama menempati posisi sentral dalam kehidupan miliaran orang dan terbukti tahan terhadap serangan ateisme dan sekularisme. Namun, inkarnasinya sebagai peradaban sedang mengalami krisis yang monumental. Berkali-kali peradaban Islam mendapat pukulan telak, terutama ekspansi Barat, modernitas, dan akhirnya globalisasi. Seperti disebut Baharun, fenomena perilaku asusila siswa yang tidak sesuai dengan aturan agama, seperti seks bebas, kekerasan, pornografi, penyalahgunaan narkoba dan alkohol, mengarah pada perkelahian paruh waktu, pelecehan langsung dan tidak langsung terhadap guru dan teman sekelas. 3 Beberapa dampak globalisasi antara lain: 1) kecenderungan negatif generasi muda terhadap interaksi sosial, (2) melemahnya kesadaran dan empati sosial, dan (3) meningkatnya konflik sosial di masyarakat. Bahkan dalam beberapa kasus, seperti korupsi dan manipulasi yang banyak dilakukan oleh orang-orang terpelajar dan terdidik, hal ini menjadi teguran keras bagi dunia pendidikan yang seharusnya melahirkan generasi-generasi terpelajar yang beretika.



Ahmad Fauzi, “Konstruksi Pendidikan Pesantren; Diskursus Terhadap Fundamentalisme dan Liberalisme dalam Islam,” Al-Tahril IAIN Ponorogo 18 (2018): 89. 3 Hasan Baharun, “Total Moral Quality: A New Approach for Character Education in Pesantren,” Ulumuna 21, no. 1 (2017): 57–80. 2



3



Fenomena perilaku amoral telah menjadi masalah bagi para pemimpin dunia, seperti yang dikatakan oleh tokoh pendobrak Abad Kegelapan Eropa Martin Luther King bahwa “intelligence plus character is the goal of true education (sesungguhnya kecerdasan dan karakter menjadi tujuan akhir pendidikan)”. Seperti yang dikatakan Mahatma Gandhi tentang salah satu dari tujuh maut dosa" Pendidikan tanpa karakter (education without character)". Theodore Roosevelt juga mengatakan: "Membesarkan seseorang dalam pemikiran dan bukan dalam moralitas adalah ancaman bagi masyarakat (mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan dalam aspek moral adalah ancaman bagi masyarakat)." Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan dengan pendidikan yang dilandasi cipta, rasa, dan karsa tidak hanya berarti memberikan ilmu, tetapi juga menumbuhkan kasih sayang moral sehingga dapat menghasilkan karya untuk kemaslahatan umat manusia. 4 Itulah kenapa dunia pendidikan sebagai media paling penting untuk berperan dalam mengatasi kondisi sosial kemasyarakatan di atas. berdasarkan pendapat para tokoh, dunia pendidikan sedang mengalami evaluasi sistem yang berharap bisa mencetak generasi yang berkarakter. Maka di sini lah peran sekolah, madrasah, guru, pendidik, dan berbagai institusi pendidikan lainnya menjadi semakin penting. Apalagi, lembaga pendidikan yang berlatar belakang agama Islam, punya misi besar untuk menghadapi problematik dan fenomena



Muhammad Mushfi El Iq Bali, “Model Interaksi Sosial dalam Mengelaborasi Keterampilan Sosial,” Pedagogik: Jurnal Pendidikan 4, no. 2 (2017): 215. 4



4



di atas. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana kaitan erat antara civil society dan pendidikan Islam. B. Rumusan Masalah Dengan latar belakang masalah di atas maka pembuat makalah akan merumuskan beberapa problem yang akan menjadi bahasan dalam makalah ini. 1. Bagaimana gambaran mengenai civil society yang ideal menurut pandangan Islam? 2. Bagaimana potret pendidikan Islam di tengah degradasi moral masyarakat dan remaja?



5



BAB II PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Civil Society Paradigma tentang civil society menurut para tokoh Indonesia justru lebih cocok disebut dengan istilah masyarakat madani. Namun demikian, antara civil society dan masyarakat madani masih menjadi perdebatan di kalangan akademisi tentang penyebutannya. Terlepas dari itu, dua istilah tersebut masih memiliki perbedaan yang mendasar untuk dikatakan sama. Istilah Civil Society pertama kalinya digunakan oleh Michael Edward sebagai judul buku untuk menggambarkan sebuah cita-cita masyarakat yang ideal. 5 Sementara itu, istilah masyarakat madani pertama kalinya digunakan oleh Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. 6 Kemudian pandangan ini diambil oleh para cendekiawan Indonesia untuk memberikan istilah civil society dengan masyarakat madani. Pandangan ini menjelaskan bahwa masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip-prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan stabilitas sosial. Inisiatif oleh individu dan masyarakat akan berbentuk pemikiran, seni, penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan hukum dan bukan berupa keinginan atau keinginan



5



Michael Edwards, Civil society (Polity, 2009), 5. M. Dawam Raharjo, “Demokrasi, Agama dan masyarakat Madani,” UNISIA, no. 39 (2016): 25–33. 6



6



individu. Menurut Anwar Ibrahim, ciri-ciri masyarakat madani adalah resiprositas, pluralisme budaya, dan saling pengertian dan menghormati.7 Mengutip klasifikasi AS. Hikam, pandangan mengenai civil society mempunyai beberapa penjelasan mendasar tergantung konteksnya. Pertama, civil society dianggap sebagai sistem negara; Kedua, menempatkan civil society sebagai antitesis dari negara. Ketiga, menempatkan civil society sebagai elemen ideologi dari kelas dominan, dan pemikiran yang keempat, menempatkan civil society sebagai kekuatan penyeimbang terhadap kekuatan negara. 8 Maka Pengertian masyarakat madani atau civil society sangat tergantung pada kondisi sosial budaya suatu bangsa, karena konsep tersebut merupakan istilah yang lahir dari sejarah perjuangan bangsa Eropa. Menurut Zbigniew Rau yang mengkaji tentang kebudayaan Eropa Timur dan US Amerika, mendefinisikan civil society merupakan masyarakat yang memiliki perkembangan dari masa lalu dan beranjak dari sejarah. Model masyarakat ini didasarkan pada ruang di mana individu dan asosiasi tempat mereka bersaing satu sama lain untuk mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Kim Sunhyuk memahami masyarakat sipil sebagai unit kelompok yang tersusun secara independen dan gerakan sosial yang relatif otonom dari negara. 9



Fauzi, “Konstruksi Pendidikan Pesantren; Diskursus Terhadap Fundamentalisme dan Liberalisme dalam Islam.” 8 Abdullah Idi dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam (Tiara Wacana, 2006), 144. 9 Dede Rosyada, “Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani,” Jakarta: Puslit IAIN Syarif Hidayatullah, 2000. 7



7



Dalam konteks Piagam Madinah, ini berarti bahwa, pertama-tama, seluruh umat adalah wahidah, meskipun mereka berasal dari kelompok etnis yang berbeda. Kedua, hubungan dengan komunitas Muslim dengan nonMuslim didasarkan pada prinsip-prinsip kesetaraan. Prinsip-prinsip kesetaraan berarti memperlakukan tetangga dengan baik, bekerja sama dalam menghadapi musuh yang mengancam negara, membela mereka yang teraniaya, dan menghormati kebebasan beragama yang diterima oleh semua orang. 10 Konsep civil society atau masyarakat madani menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah sekelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jauh, konsep ini menunjukkan adanya sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip-prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan stabilitas sosial. Masyarakat madani sepintas merupakan cara hidup alternatif yang merepresentasikan semangat demokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Hal ini diberlakukan ketika negara sebagai penguasa dan pemerintah tidak dapat menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dari sini, konsep masyarakat sipil menjadi solusi alternatif dengan memperkuat dan memperkuat kekuatan kontrol publik atas kebijakan pemerintah, yang pada akhirnya mewujudkan kekuatan sipil yang mampu merangkul konsep kehidupan demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia tersebut untuk diwujudkan dan dipertahankan.



10



Bassam Tibi, Islam and the Cultural Accommodation of Social Change (San Fransisco: Westview Press, 1991), 17–18. 8



Civil society memberikan perhatian dan berorientasi optimal pada masalah demokratisasi, pluralitas dan hak asasi manusia (HAM). Masalah ketiga adalah masalah paling mendasar untuk mencapai masyarakat sipil yang bermartabat dan adil di masa depan. Penerapan tiga fungsional optimal dan dalam kehidupan tanpa terkecuali merupakan tantangan bagi semua orang. B. Sejarah Civil Society Munculnya wacana civil society berawal dari sejarah perjuangan di Eropa, sehingga sebagian besar tokoh dalam konsep ini adalah orang Eropa, seperti Cicero, Antonio Gramsci dan de'Tocqueville. Awal mula konsep civil society, jika diikuti, sebenarnya berasal dari zaman Aristoteles dengan istilah ‘koinonia politike’.11 Inilah yang dikembangkan Adam Ferguson pada tahun 1767 dari konteks sosiokultural dan politik Skotlandia. Hingga kemudian dikembangkan oleh berbagai tokoh Eropa, termasuk Thomas Paine, yang menggunakan konsep civil society sebagai posisi yang bertentangan secara diametral dengan negara, bahkan sebagai kutub yang berseberangan dengan negara. 12 Sementara itu, menurut G.W.F. Hegel sebagai filsuf yang memiliki konsep kenegaraan menyebut bahwa civil society merupakan bagian dari struktur sosial. Hegel menjelaskan bahwa struktur sosial memiliki tiga unsur,



11



Koinonia politike merupakan sebutan untuk sebuah tempat komunitas politik yang terlibat dalam ekonomi dan politik serta berperan penting dalam pengambilan keputusan kebijakan. Manfred Riedel, Metaphysik und Politik bei Aristoteles (Alber, 1970), 60. 12 Riedel, 74. 9



yaitu keluarga, negara, dan civil society. Keluarga merupakan ruang sosialisasi pribadi sebagai anggota masyarakat yang harmonis. Civil society adalah tempat atau tempat di mana berbagai kepentingan pribadi dan kelompok ikut bermain, terutama kepentingan ekonomi. Sementara itu, negara adalah perwakilan dari ide-ide universal, yang tugasnya melindungi kepentingan politik warganya, dan memiliki hak penuh untuk campur tangan dalam masyarakat.13 Kemudian konsep civil society tersebut merambah ke daerah Timur Asia yang kemudian dikenal dengan istilah baru yaitu masyarakat madani. Belum jelas kapan istilah civil society tersebut berubah menjadi masyarakat madani, namun orang yang pertama kalinya menyebut istilah masyarakat madani adalah Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim seperti disebut di atas. Mengenai penggunaan kata madani, sepintas menunjukkan kemiripan dengan kata Madinah dan menghubungkannya dengan istilah Islam. Kata Madani memiliki hubungan yang erat dengan Madinah baik secara etimologi maupun terminologi. Kota Madinah yang menjadi ibu kota negara Muslim pertama, diasosiasikan dengan atribut Islam yang beradab oleh para pemikir melalui Islamisasi kata civil society. Konsep masyarakat madani dipandang sebagai konsep ideal yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad SAW. 14



Peter G. Stillman, “Hegel, civil society, and globalization,” dalam Hegel and global justice (Springer, 2012), 64. 14 Hujair AH Sanaky, “Pembaharuan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani,” dalam Jurnal MukaddimahNo 8 (1999): 4–5. 13



10



C. Civil Society dan Masyarakat Madani Nurcholish Madjid menegaskan bahwa makna civil society berasal dari kata “civility”, yang mengandung makna toleransi, kesediaan individu untuk menerima pandangan politik dan perilaku sosial yang berbeda. Arti masyarakat sipil “civil society” merupakan terjemahan dari civil society. Konsep masyarakat madani lahir dan berkembang dari sejarah perjuangan masyarakat. Secara historis, istilah masyarakat sipil berakar pada pemikir Montesque JJ. Rousseau, John Locke dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata bangunan masyarakat sipil yang mampu melemahkan kekuatan otoriter dan ortodoksi gerejawi monarki absolut.15 Cicero disebut-sebut oleh sejarawan sebagai orang Barat pertama yang menggunakan kata Societies Civilis dalam filsafat politiknya. Konsep masyarakat madani pada awalnya dipahami sebagai negara (state). Perbedaan antara civil society dan civil society adalah bahwa civil society merupakan hasil dari modernitas.16 Sedangkan modernitas merupakan hasil dari gerakan Renaissance; Gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga masyarakat madani memiliki moralitas transendental yang rapuh karena telah meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari buaian dan kepedulian terhadap hidayah Tuhan. Perbedaan lain, masyarakat madani dan masyarakat madani, sebagaimana



Farida Nur Afifah, “Civil Society: Relevansinya dengan Kenyataan Sosial Umat Islam Indonesia (Studi Pemikiran Tafsir Nurcholish Madjid),” El-Afkar: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis 9, no. 2 (2020): 220–238. 16 Fauzi, “Konstruksi Pendidikan Pesantren; Diskursus Terhadap Fundamentalisme dan Liberalisme dalam Islam.” 15



11



disebutkan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang lahir untuk menerjemahkan konsep-konsep eksternal ke dalam “Islam”. Jika seseorang menilai esensi masyarakat sipil dan kemudian membandingkannya dengan struktur paroki Madinah, yang digunakan sebagai pembenaran untuk pembentukan masyarakat sipil dalam masyarakat Muslim modern, kita akan menemukan persamaan dan perbedaan di antara keduanya. Menurut Syafii Maarif yang dikutip oleh M. Din Syamsuddin, masyarakat madani mendefinisikan masyarakat yang terbuka, egaliter, dan toleran berdasarkan nilai-nilai etika transendental yang bersumber dari wahyu Allah SWT.17 Sementara itu, jika dikaitkan dengan agama Islam, maka civil society atau masyarakat madani sebagai gambarannya bisa ditemukan dalam al-Qur’an surat Ali-‘Imran ayat 110.



ْ ‫كُ ْنت ُ ْم َخي َْر ا ُ َّم ٍة ا ُ ْخ ِر َج‬ َ‫اّٰلل ۗ َولَ ْو ٰا َمن‬ ِ ‫اس ت َأ ْ ُم ُر ْونَ بِ ْال َم ْع ُر ْو‬ ِ َّ‫ت ِللن‬ ِ ‫ع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوتُؤْ ِمنُ ْونَ بِ ه‬ َ َ‫ف َوتَ ْن َه ْون‬ َ‫ب لَ َكانَ َخي ًْرا لَّ ُه ْم ۗ ِم ْن ُه ُم ْال ُمؤْ ِمنُ ْونَ َوا َ ْكث َ ُرهُ ُم ْال ٰف ِسقُ ْون‬ ِ ‫ا َ ْه ُل ْال ِك ٰت‬ Terjemah Kemenag 2019: Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.18



17



Abd Rohim Ghazali, Etika agama dalam membangun masyarakat madani (Logos Wacana Ilmu, 2000), 148. 18 Muhammad Taufiq, Qur’an Kemenag in Microsoft Word (Jakarta: LPMQ Kemenag RI, 2019). 12



D. Konsep Pendidikan Islam Al-Attas mendefinisikan pendidikan Islam sebagai: pengakuan yang dikenalkan secara bertahap ditanamkan dalam diri manusia, dari segala sesuatu dalam urutan penciptaan sedemikian rupa sehingga mengarah pada pengakuan dan keyakinan terhadap sang pencipta, yaitu Allah sebagai Tuhan seluruh manusia. Sementara itu, menurut Muhaimin tujuan pendidikan Islam setelah memiliki tiga fokus utama: pertama, pembentukan insan kamil (umat universal) dengan wajah persaudaraan yang mengedepankan sikap kesetaraan, kedua, penciptaan insan kaffah yang berdimensi agama, budaya dan ilmiah, dan ketiga, kesadaran umat sebagai hamba dan khalifah Tuhan.19 Lebih lanjut, masyarakat madani, dianalogikan dengan masyarakat madani, adalah suatu keadaan masyarakat yang berdasarkan masyarakat madani, karena masyarakat madani merupakan prasyarat terwujudnya masyarakat madani itu sendiri, yang tentunya harus ditegakkan atas dasar transendentalitas moral-etika. nilai-nilai (adat dan agama) yang bersumber dari ajaran samawi. 20 Hal inilah yang membuat beberapa persamaan tujuan terciptanya masyarakat madani (civil society) dan pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tujuan untuk mencetak generasi manusia yang baik secara menyeluruh atau dalam beberapa diskursus disebut dengan insan kamil. Insan kamil memiliki ciri universal dalam keilmuan, wawasan,



19



Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam A Framework for an Islamic Philosophy of Education (Kuala Lumpur: ISTAC, 1980), 22. 20 Ahmad Syafi’i Ma’arif, “Universalisme Nilai-nilai Politik Islam Menuju Masyarakat Madani,” Profetika 1, no. 2 (1999): 170. 13



dan kearifan. Sementara itu, civil society atau masyarakat madani memiliki cita-cita yang ideal dalam kehidupan sosial. Cita-cita tersebut adalah terbentuknya masyarakat dengan budi baik dan memiliki peradaban yang berlandaskan pada sikap transendental berbasis keimanan. Sehingga, hubungan antara pendidikan Islam dan konsep masyarakat madani sangat jelas. Karena jika difahami di sisi pendidikan Islam bertujuan mendidik manusia yang beradab, maka hasilnya adalah terbentuknya masyarakat yang beradab, atau dengan kata lain masyarakat yang baik. Ini adalah tugas pendidikan yang membentuk kepribadian setiap individu dengan baik. Karena masyarakat adalah kumpulan individu. Sedangkan masyarakat madani adalah kondisi sosial yang beradab itu. E. Pendidikan Islam Menuju Civil Society Masyarakat madani maupun civil society sama-sama merupakan kondisi sosial yang beradab dan selalu menjunjung tinggi nilai keberadaban. Konsep pendidikan masyarakat madani dan prinsip-prinsip masyarakat madani yang diuraikan dalam pembahasan, yaitu: keadilan sosial, egalitarianisme, pluralisme, dan supremasi hukum. Masyarakat madani dalam pendidikan Islam adalah pelaku atau subjek pendidikan untuk menyelenggarakan pendidikan Islam yang beradab. Konsep masyarakat dalam pengertian pendidikan Islam adalah masyarakat yang beradab. Civilized society dikenal dengan istilah civil society dalam terminologi Barat, sedangkan dalam terminologi Timur dikenal dengan masyarakat madani. Yang lebih penting dari kedua istilah tersebut



14



adalah bagaimana proses itu berjalan dan hasil apa yang akan dicapai oleh masyarakat madani atau civil society. Secara umum, Tujuan jangka panjang pendidikan nasional adalah menghasilkan sumber daya manusia yang berwawasan dan berperilaku beradab. Oleh karena itu, konsep masyarakat madani diprioritaskan dari perspektif pendidikan, yang juga merupakan tujuan Pendidikan Nasional. Semua elemen atau elemen masyarakat memiliki rasa tanggung jawab, kesadaran dan partisipasi yang tinggi untuk mewujudkan hal tersebut baik secara individu maupun kolektif dalam realitas kehidupan, termasuk penciptaan bersama keamanan, perdamaian dan ketertiban di daerah serta seperti lainnya. strategi. upaya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, untuk mencapai kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat dan rakyat, misalnya dengan bekerja atau memberikan pendidikan etika, moral, dan agama kepada generasi muda negara sebagai persiapan untuk menjadi generasi muda yang tangguh. dan masa depan yang mandiri. 21 Konsep dasar reformasi pendidikan harus didasarkan pada asumsiasumsi dasar tentang manusia menurut ajaran Islam, filsafat dan teori pendidikan Islam, yang dideskripsikan dan dikembangkan atas dasar asumsi tentang manusia dan lingkungannya. Dengan kata lain pembaharuan pendidikan Islam adalah falsafah dan teori pendidikan Islam menurut ajaran Islam dan untuk lingkungan (sosial budaya), yang dalam hal ini adalah masyarakat madani. Konsep dasar pendidikan Islam harus relevan dengan



21



Idi dan Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, 144. 15



kepentingan umat Islam dan relevan dengan pembentukan masyarakat madani. Oleh karena itu, penerapan konsep dasar filsafat dan teori pendidikan harus memperhatikan konteks suprasistem untuk kemaslahatan komunitas “civil society” yang dicita-citakan bangsa. 22 Apalagi, konsep reformasi pendidikan Islam Indonesia menuju masyarakat madani semakin penting karena konsep dan praktik pendidikan Islam dirasa terlalu sempit. Artinya, terlalu mementingkan kepentingan akhirat, sedangkan ajaran Islam menekankan keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, perlu dipikirkan kembali konsep pendidikan Islam yang sebenarnya didasarkan pada asumsi dasar tentang orang-orang yang diadili dalam masyarakat madani dan, kedua, bahwa lembaga pendidikan Islam yang dimiliki saat ini belum mampu atau belum mampu. tidak dapat memenuhi persyaratan. kebutuhan umat Islam untuk menghadapi tantangan dunia modern dan tantangan masyarakat dan masyarakat Indonesia di segala bidang. Oleh karena itu, untuk menghadapi dan memimpin masyarakat madani, diperlukan konsep pendidikan Islam dan peran fundamental dalam pemberdayaan umat Islam. 23 Sebuah reformasi pendidikan hanya dapat menjadi produktif jika didasarkan pada konsep dasar filsafat dan teori pendidikan yang benar. Filsafat pendidikan yang sehat hanya dapat dikembangkan atas dasar asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia (esensi) dari peristiwanya, potensi



22 23



Idi dan Suharto, 145. Sanaky, “Pembaharuan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani,” 6–



7. 16



bawaannya, tujuan hidup dan misinya di dunia ini baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.24 hubungan dengan lingkungan dan dengan alam semesta dan dengan akhirat, dengan Sang Pencipta. Teori pendidikan yang sehat hanya dapat dikembangkan atas dasar pertemuan pendekatan filosofis atau terapan dan pendekatan empiris. Konsep dasar reformasi sistem pendidikan Islam adalah perumusan konsep filosofis dan teoritis pendidikan berdasarkan asumsi dasar tentang manusia dan hubungannya dengan lingkungan dan sesuai dengan ajaran Islam.



24



Sanaky, 7. 17



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Gambaran mengenai civil society menurut pandangan Islam adalah terbentuknya masyarakat yang beradab dan memiliki peradaban yang luhur. Dalam beberapa diskursus, kondisi masyarakat ini disebut dengan kondisi masyarakat madani yang mengacu pada masyarakat Madinah yang memiliki peradaban yang baik saat ada Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, masyarakat madani bukan lah kondisi masyarakat yang fanatik kepada masyarakat madinah melainkan yang memiliki peradaban maju mengikuti perkembangan zaman dan tetap memegang teguh akhlak sesuai dengan ajaran agama Islam. Konsep dasar reformasi pendidikan harus didasarkan pada asumsiasumsi dasar tentang manusia menurut ajaran Islam, filsafat dan teori pendidikan Islam, yang dideskripsikan dan dikembangkan atas dasar asumsi tentang manusia dan lingkungannya. Dengan kata lain pembaharuan pendidikan Islam adalah falsafah dan teori pendidikan Islam menurut ajaran Islam dan untuk lingkungan (sosial budaya), yang dalam hal ini adalah masyarakat madani. Konsep dasar pendidikan Islam harus relevan dengan kepentingan umat Islam dan relevan dengan pembentukan masyarakat madani. Sehingga, hubungan antara pendidikan Islam dan konsep masyarakat madani sangat jelas. Karena jika difahami di sisi pendidikan Islam bertujuan mendidik manusia yang beradab, maka hasilnya adalah terbentuknya masyarakat yang beradab, atau dengan kata lain masyarakat yang baik. Ini



18



adalah tugas pendidikan yang membentuk kepribadian setiap individu dengan baik



19



DAFTAR PUSTAKA Afifah, Farida Nur. “Civil Society: Relevansinya dengan Kenyataan Sosial Umat Islam Indonesia (Studi Pemikiran Tafsir Nurcholish Madjid).” El-Afkar: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis 9, no. 2 (2020): 220–38. Ahmad Syafi’i Ma’arif. “Universalisme Nilai-nilai Politik Islam Menuju Masyarakat Madani.” Profetika 1, no. 2 (1999). Baharun, Hasan. “Total Moral Quality: A New Approach for Character Education in Pesantren.” Ulumuna 21, no. 1 (2017): 57–80. Bali, Muhammad Mushfi El Iq. “Model Interaksi Sosial dalam Mengelaborasi Keterampilan Sosial.” Pedagogik: Jurnal Pendidikan 4, no. 2 (2017): 211– 27. Bassam Tibi. Islam and the Cultural Accommodation of Social Change. San Fransisco: Westview Press, 1991. Edwards, Michael. Civil society. Polity, 2009. Fauzi, Ahmad. “Konstruksi Pendidikan Pesantren; Diskursus Terhadap Fundamentalisme dan Liberalisme dalam Islam.” Al-Tahril IAIN Ponorogo 18 (2018): 89–114. Ghazali, Abd Rohim. Etika agama dalam membangun masyarakat madani. Logos Wacana Ilmu, 2000. H. Baharun. “Pemikiran Pendidikan Perspektif Filsuf Muslim (Kajian Kritis terhadap Pemikiran Muhammad Abduh dan Muhammad Iqbal).” At-Turats 3 (2016). Idi, Abdullah, dan Toto Suharto. Revitalisasi Pendidikan Islam. Tiara Wacana, 2006. M. Dawam Raharjo. “Demokrasi, Agama dan masyarakat Madani.” UNISIA, no. 39 (2016): 25–33. Muhammad Taufiq. Qur’an Kemenag in Microsoft Word. Jakarta: LPMQ Kemenag RI, 2019. Riedel, Manfred. Metaphysik und Politik bei Aristoteles. Alber, 1970. Rosyada, Dede. “Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani.” Jakarta: Puslit IAIN Syarif Hidayatullah, 2000. Sanaky, Hujair AH. “Pembaharuan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani.” dalam Jurnal MukaddimahNo 8 (1999). Stillman, Peter G. “Hegel, civil society, and globalization.” Dalam Hegel and global justice, 111–29. Springer, 2012. Syed Muhammad Naquib Al-Attas. The Concept of Education in Islam A Framework for an Islamic Philosophy of Education. Kuala Lumpur: ISTAC, 1980.



20