Makalah CSS Parotitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Clinical Science Session PAROTITIS



Siti Fadhilah



1110312090



Deo Cerlova Milano 1110312145



Preseptor: dr. Fachzi Fitri, Sp.THT-KL, MARS



KEPANITERAAN KLINIK SENIOR PERIODE 8 JUNI – 15 JULI 2016 BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2016



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah s.w.t yang berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Parotitis” ini. Makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas Clinical Science Session pada kepaniteraan klinik di Bagian Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher (THT-KL) RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 8 Juni – 15 Juli 2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Fachzi Fitri, Sp.THT-KL, MARS selaku preseptor yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini memiliki banyak kekurangan untuk itu sangat diharapkan kritik dan sarannya. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan mengenai pendekatan diagnosis serta tatalaksana dari parotitis.



Padang, Juni 2016



Penulis



i



Daftar Isi Halaman Sampul Depan Kata Pengantar Daftar Isi



i ii iii



BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Metode Penelitian



1 2 2 2



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Parotis 2.2 Klasifikasi Penyakit Inflamasi Kelenjar Liur 2.3 Definisi Parotitis 2.4 Penyakit Infeksi Kelenjar Parotis 1. Mumps Virus 2. Penyakit virus lainnya 3. Parotitis supuratif akut 4. Penyakit granulomatosa 5. Infeksi HIV 2.5 Penyakit Inflamasi Non Infeksi 1. Sialolitiasis 2. Sialadenitis kronik 3. Sindrom Sjogren 4. Lesi limfoepitelial jinak 5. Penyakit Kimura 6. Sialometaplasia nekrotik 7. Hiperplasia adenomatoid



3 4 5 5 5 7 8 9 9 10 10 15 18 20 22 24 24



BAB 3. KESIMPULAN



26



Daftar Pustaka



28



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parotitis adalah peradangan dari kelenjar parotis. Inflamasi pada kelenjar parotis ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, autoimun atau kombinasi dari etiologi tersebut. Parotitis viral akut (Mumps) disebabkan oleh virus mumps yang tergolong dalam paramyxpirus yang juga mencakup parainfluenza, campak dan virus New Castle Disease. Parainfluenza dan new castle disease memproduksi antibody yang bereaksi silang dengan virus mumps. Virus ini memiliki RNA rantai tunggal. Pada orang yang terinfeksi, virus dapat ditemukan di saliva, cairan serebrospinal, urin, darah, ASI dan jaringan lain yang terinfeksi Mumps. Mumps dapat menjadi inaktif oleh formalin, eter, kloroform, panas dan sinar UV.1,2 Mumps merupakan penyakit viral akut. Parotitis merupakan manifestasi yang sering. Angka kejadian parotitis terjadi pada semua kelompok umur berkisar antara 31% sampai 65%, namun pada kelompok umur tertentu ada yang dibawah 9%, ada pula diatas 94 % tergantung pada umur dan status imunitas. Angka kejadian banyak pada anak-anak terutama usia 5-9 tahun. Bisa terjadi unilateral atau bilateral. Mumps terjadi diseluruh dunia. Di amerika serikat sudah terjadi beberapa kali wabah Mumps yaitu pada tahun 2006, 2009, dan 2010. Pada tahun 2011, dilaporkan 404 kasus mumps, dan di tahun 2012 telah dilaporkan 229 kasus.1,2 Virus Mumps tidak hanya mengenai kelenjar parotis, namun dapat menyerang organ tubuh lain. Komplikasi mumps yang tersering adalah Orchitis (inflamasi testis) adalah komplikasi tersering pada pria postpubertas, Ophritis menyebabkan nyeri perut bagian bawah, Pancreatitis menyebabkan nyeri perut,



1



Aseptic meningitis atau meningoenchephalitis dapat terjadi dengan atau tanpa infeksi kelenjar liur, Tuli sensorineural unilateral bila terjadi ganggguan labirin, Klinisnya muncul sebagai sudden deafness, dll termasuk tiroiditis, miokarditis, nefritis dan arthritis. Insiden orchitis mencapai 12-66% pada pria postpubertas (era prevaksinasi), 3-10% pada era postvaksinasi. Insiden pancreatitis 3,5% (prevaksinasi). Tuli unilateral mengenai 1 dari 20.000 penderita (prevaksinasi). Dari tahun 1966-1971 tercatat ada 2 kematian dari 10.000 penderita. di mareka sendiri tidak ada kematian yang tercatat saat munculnya wabah.1,2 Oleh karena itu penulis merasa perlu untuk menulis makalah ini dan melakukan penelahan terhadap berbagai literatur mengenai parotitis. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis khususnya mengenai parotitis. 1.3 Metode Penulisan Metode penulisan makalah ini menggunakam metode tinjauan kepustakaan dari beberapa literatur.



2



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Parotis Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur terbesar dan berada di region preaurikula dibawah kulit dan jaringan subkutis.Sel asinar terutama mensekresikan secret serosa. Nervus fasialis membagi kelenjar menjadi kelenjar supraneural mayor (lobus superficial) dan komponen infraneural minor (lobus profunda). Batas superior kelenjar parotis adalah zigomatikus, posterior dengan meatus auditori eksterna dan inferior dengan prosesus stiloid, m.stiloid, dan darah karotis interna dan jugularis.Bagian ujung kecil jaringan parotid meluas keposterior melewati prosesus mastoid dan berimpit dengan otot sternokleidomastoideus.3 Duktus stensen muncul dari batas anterior kelenjar 1,5cm dibawah zygoma. Duktus panjangnya .hampir 4-6cm, berjalan ke anterior menyilang m.masseter, berjalan kemedial dan menembus m.buccinator, dan akhirnya membuka ke rongga oral berhadapan dengan gigi molar 2 atas. Nervus fasial cabang buccal berjalan dengan duktus ini.3



3



Gambar 1.Kelenjar parotis dan N.VII.nervus keluar dari foramen stylomastoid lateral ke prosesus styloid.3



Respon air liur terhadap rangsangan tergantung pada reflex saraf yang dibawa oleh system saraf parasimpatis. Sedangkan saraf simpatis yang menyokong kelenjar liur mayor berasal dari ganglion servikalis superior melalui jalan plexus arteri. rangsangan simpatis kelenjar liur mayor dilaporkan menyebabkan aliran yang meningkat diikuti penurunan aliran sebagai kompensasi. Karena tidak adanya elemen otot dalam kelenjar-kelenjar itu sendiri, maka hal ini diyakini bahwa peningkatan aliran ini mungkin oleh kontraksi dari mioepitel , atau sel-sel basket yang berhubungan dengan duktus striata.4 2.2 Klasifikasi Penyakit Inflamasi Kelenjar Liur Tabel 1. Klasifikasi penyakit inflamasi kelenjar liur5 Penyakit Inflamasi Kelenjar Liur Non-infeksi  Sialolithiasis  Chronic sialadenitis  Sjögren syndrome  Benign lymphoepithelial lesion  Kimura disease  Necrotizing sialometaplasia  Adenomatoid hyperplasia  Sarcoidosis Infeksi 4



      



Mumps virus Coxsackie virus Influenza virus Echovirus Human immunodeficiency virus Bacteria Granulomatous infections



2.3 Defenisi Parotitis Parotitis adalah peradangan dari kelenjar parotis. Inflamasi pada kelenjar parotis ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, autoimun atau kombinasi dari etiologi tersebut.1 2.4 Penyakit Infeksi Kelenjar Parotis 1. Mumps Virus (Viral Parotitis)2,6 a. Epidemiologi Mumps merupakan penyakit viral akut.Parotitis merupakan manifestasi yang sering. Angka kejadian banyak pada anak-anak terutama usia 5-9 tahun. Bisa terjadi unilateral atau bilateral.Mumps terjadi diseluruh dunia.Pada tahun 2011, dilaporkan 404 kasus mumps, dan di tahun 2012 telah dilaporkan 229 kasus. b. Etiologi Virus mumps adalah paramyxovirus yang segolonngan dengan parainfluenza dan virus Newcastle disease.parainfluenza dan virus Newcastle disease memproduksi antibody yang bereaksi silang dengan virus mumps. Virus ini adalah virus RNA single-stranded.



5



c. Patogenesis Virus didapat dari droplet respirasi.Beereplikasi dinasofaring dan kelenjar limfe regional.Setelah 12-25 hari terjadi viremia.Selama viremia, virus menyebar ke banyak jaringan, termasuk meningen, dan kelenjar seperti kelenjar ludah, pancreas, testis dan ovarium.Inflamasi pada jaringan yang terkena menimbulkan gejala khas seperti parotitis dan meningitis. d. Gambaran klinis Masa inkubasi 12-25 hari, tapi parotitis biasanya berkembang 16-18 hari setelah terpapar dengan virus mumps.Gejala prodromal tidak spesifik dan termasuk mialgia, anoreksia, malaise, sakit kepala, dan demam tidak tinggi.Kelenjar parotis



dapat membesar terlihat hanya disatu



sisi.Kelenjar parotis sisi lainnya dapat membesar secara simultan atau setelah beberapa saat. e. Komplikasi -



Orchitis (inflamasi testis) adalah komplikasi tersering pada pria postpubertas.



-



Ophritis menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Hampir tidak pernah berefek steril terhadap kandungan wanita.



-



Pancreatitis menyebabkan nyeri perut



-



Aseptic meningitis atau meningoenchephalitis dapat terjadi dengan atau tanpa infeksi kelenjar liur.



-



Tuli sensorineural unilateral bila terjadi ganggguan labirin. Klinisnya muncul sebagai sudden deafness.



6



-



Dll termasuk tiroiditis, miokarditis, nefritis dan arthritis.



f. Diagnosis Biasanya secara klinis, namun sulit bila kelenjar parotis tidak membesar. -



Amylase serum dan urin meningkat selama minggu pertama parotitis



-



Serology. Serum IgG dan IgM deperiksa setelah hari ke 10-14 sakit. IgG menunjukkan infeksi sebelumnya. Peningkatan IgG lebih dari 4 kali dari akut ke konvalesen mengindikasikan infeksi baru. IgM juga mengindikasikan infeksi baru. IgM muncul pada 100% pasien setelah hari kelima.



g. Terapi Parotitis diterapi dengan cairan yang cukup, istirahat, analgetik dan kompres dingin atau hangat diatas parotis untuk mengurangi nyeri.Makanan yang merangsang air liur dihindari karena menyebabkan nyeri. Parotis akan tetap bengkak selama 1 minggu. Orchitis diterapi dengan kompres dingin dan sangga skrotum, dan diberikan analgetik.Steroid masih belum ditemukan manfaatnya. h. Pencegahan Bayi memiliki imunitas maternal sampai usia 1 tahun. Setelah itu dapat diberikan imunisasi MMR (Mumps, Measles, Rubella) pada usia 15 bulan. Anak yang lebih besar, remaja dan dewasa yang belum mendapat MMR dan belum pernah menderita Mumps, dan kontak dengan anak harus mendapat mononuklear mumps atau vaksin MMR. 2. Penyakit virus lainnya3



7



Cytomegalovirus dapat mempengaruhi kelenjar liur (penyakit inklusi didalam kelenjar liur).Menyerang bayi baru lahir dan dapat menyebabkan retardasi mental dan fisik dan hepatosplenomegali, ikterik, dan trombositopenik purpura. Jenis viral lain yang dapat menyerang kelenjar liur termasuk virus coxsackievirus A, echovirus, influenza A dan virus choriomeningitis. Terapi infeksi virus adalah simptomatik. 3. Parotitis supuratif akut6 Penyakit ini sering dijumpai pada orang tua, debilitasi dan pasien dehidrasi.Mulut kering merupakan faktor predisposisi. Staphylococcus aureus adalah organisme penyebab tersering namun mikroorganisme gram positif dan anaerob lain juga harus diobservasi. Rute infeksi biasanya dari mulut melalui duktus stensen. a. Gambaran klinis Muncul mendadak dengan nyeri hebat dan pembesaran kelenjar.Pergerakan rahang menimbulkan nyeri.Pembukaan duktus stensens bengkak dan merah dan dapat keluar cairan pus atau keluar dengan dengan penekanan secara gentel diatas kelenjar.Pasien biasanya demam dan toksemik. b. Pemeriksaan Leukositosis dengan peningkatan sel PMN. Organism penyebab harus diidentifikasi dan sensitiftasnya diuji dengan kultur darah dan pus yang diambil dari pembukaan duktus parotis. c. Terapi Antibiotik intravena, hidrasi adekuat, tingkatkan aliran saliva dan jaga kebersihan mulut.Jika demam tidak reda dan terjadi indurasi kelenjar



8



secara progresif, meskipun managemenen medis sudah adekuat, drainase bedah harus dilakukan. 4. Penyakit Granulomatosa6 Tuberculosis, sarcoidosis dan actinomikosis dapat mengenai kelenjar saliva. Infeksi tubercular dapat mengenai parenkim atau kelenjar getah bening parotis dan tampilannya sebagai massa yang tidak nyeri. Kadang kulit diatasnya dapat terlibat, menjadi nekrosis dan terbentuk fistel.Bedah eksisi pada jaringan yang terlibat dan terapi antituberkulosis biasanya dapat mengontrol penyakit. Demam



uveoparotid



menggambarkan



sarcoidosis



parotis.Dikarakteristikkan dengan demam, pembesaran kelenjar parotis dan kelenjar air mata, corioretinitis dan palsi nervus cranial. Actinomikosis parotis jarang terjadi.Tampilan penyakit berupa abses akut dengan pembentukan sinus berisi granul seperti sulfur, atau sebagai bengkaknya kelenjar parotis indolen.Terapinya dengan drainase bedah dan penisilin atau tertrasiklin dosis tinggi. 5. Infeksi HIV5 a. Hal yang penting untuk diagnosis: -



Pembesaran kelenjar parotis bilateral tanpa nyeri



-



Xerostomia



-



Terdapat faktor resiko HIV



-



Berhubungan dengan servikal limfadenopati



-



Muncul amylase dakam cairan kista dapat mengkonfirmasi diagnosis



9



b. Temuan klinis Gejala dan tanda HIV terjagi pada usia muda, bengkak kelenjar parotis bilateral simetris, multikistik. Temuan ini dapat menjadi temuan awal gejala infeksi HIV pada beberapa pasien. c. Pemeriksaan CT-Scan atau USG menunjukkan gambaran kista multiple simetris.Uji serologis antibody HIV mengkonfirmasi diagnosis.FNAB pada kista dapat ditemukan amylase dalam cairan, juga membantu penegakan diagnosis. d. Terapi Observasi dan drainase serial kista.Modalitas terapi terbaru adalah skleroterapi kista.Indikasi parotidektomi jarang, bila gambaran histopatologi menunjukkan lesi multiple lymphoepitelial dan florid follicular hyperplasia dngan lisis follikel.



e. Prognosis Kista parotis pada pasien terinfeksi HIV jarang yang lesi limfoepitelial jinak, biasanya merupakan transformasi maligna. 2.5 Penyakit Inflamasi Non Infeksi4 1. Sialolitiasis a. Hal penting dalam diagnosis 



Pembengkakan kelenjar liur besar yang akut, sangat nyeri, terutama kelenjar submandibula, yang biasanya rekuren.



10







Peningkatan gejala dengan makan; pembengkakan dapat mengecil dalam waktu kira-kira 1 jam.







Memiliki riwayat Gout atau xerostomia.







Batu di dasar mulut mungkin dapat teraba, pengobatan tergantung dari lokasi kalkulus.







Kalkulus dapat dikeluarkan intraoral, atau jika letaknya di distal, mungkin



dapat mengindikasikan letaknya di kelenjar



sibmandibula. 



Komplikasi meliputi sialadenitis akut supuratif, ductal ectasia, dan striktur.



b. Gambaran Umum Sekitar



80-90%



batu



kelenjar



liur



terdjadi



di



kelenjar



submandibula, dan hanya 10-20% di kelenjar parotis, dan dalam presentase sangat kecil ditemukan di sublingual dan kelenjar air liur minor. Sialolitiasis adalah penyebab yang sering menyebabkan penyakit kelenjar air liur dan dapat timbul pada usia berapa saja. Faktor resiko obstruksi batu kelenjar air liur termasuk sakit lama dengan dehidrasi. Juga terdapat hubungan dengan gout, diabetes, dan hipertensi. Air liur normal mengandung hydroxypatite,unsur primer dari batu kelenjar air liur. Kepingan-kepingan dari debris mineral di dalan saluran kelenjar lidah dapat membentuk nidus, yang menginisiasi pembentukan kalkulus, stasis kelenjar air liur, dan kemudian obstruksi. Kelnjar submandibula merupakan yang tempat tersering terbentuknya batu dibandingkan dengan kelenjar parotis karena duktusnya yan panjang,



11



lebih tingginya kadar musin dalam kelenjar air liur dan senyawa alkali, dan konsentrasi tinggi kalsium dan fosfat. Kalkulus submandibula terutama terdiri dari kalsium fosfat dan hydroxypatite; karena tingginya kadar kalsium pada kalkulus ini maka akan tampak gambaran radioopak pada foto polos. Kalkulus pada kelnjar parotis biasanya jarang memberikan gambaran radioopak. Sekitar 75%, ditemukan hanya 1 batu dalam kelenjar. Jika obstruksi tidak membaik, biasanya terjadi inflamasi lokal, fibrosis atau atrofi asinar. c. Gejala dan Tanda Pembengkakan rekuren dan nyeri pada daerah kelenjar submandibula yang dipicu dengan makan adalah gambaran yang sering menandakan batu kelenjar air liur. Obstruksi berkepanjangan dapat menyebabkan infeksi akut dengan tanda peningkatan nyeri dan kemerahan pada daerah kelenjar. Pasien juga biasanya melaporkan riwayat xerostomia dan kadang merasakan seperti ada batu, benda asing seperti pasir dalam mulut pasien. Pemeriksaan fisik penting karena batu biasanya dapat diraba di dua pertiga anterior duktus submandibula. Sebagai tambahan, indurasi pada dasar mulut dapat diamati. Batu yang terletak pada kelenjar biasanya tidak mudah teraba.



12



Gambar 5. Kalkulus pada duktus submandibula kiri.10 d. Pemeriksaan Penunjang Pencitraan Foto polos dengan posisi lateral dan oklusi dapat memberikan gambaran batu radioopak, tapi posisi ini tidak selalu bagus. Posisi intraoral dapat lebih memberikan gambaran bagus. Sialografi merupakan teknik pencitraan yang paling baik untuk mendeteksi adanya batu. Sialografi dapat dikombinasikan dengan CT Scan atau MRI, khususnya CT Scan karena sensitif terhadap garam kalsium. Ultrasaund belum dibuktikaan kegunaannya. Endoskopi Penelitian terakhir menyebutkan pemeriksaan endoskopi pada duktus kelenjar submandibula untuk mendekteksi batu. e. Komplikasi Obstruksi persisten sialolitiasis dapat menyebabkan stasis air liur. Ini juga merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi akut rekuren maupun pembentukan abses kelenjar air liur.



13



f. Terapi Ekstraksi Intraoral Terapi diberikan sesuai dengan letak batu. Jika batu dapat dipalpasi atau dapat dilihat di bagian anterior duktus submandibula dan tidak bergerak spontan, ini dapat dikeluarkan melalui intraoral. Papila duktus dapat dilebarkan menggunakan probe lakrimal, kemudian terlihat batu pada duktus. Jika batu terlalu besar, prosedur intraorall yang lebih invasif dengan lokal atau anestesi umum bisa dilakukan. Dimasukan kanula pada duktus, dan dibuat insusi disekitar batu untuk mengeluarkan. Tidak dilakukan penutupan bekas insisi dan pengamatan yang hati-hati harus dilakukan karena letaknya dekat nervus lingual. Bedah Eksisi Batu yang lebih besar biasanya terfiksir di hilum atau badan kelenjar submandibula yang menyebabkan gejala yang membutuhkan bedah eksisi. Selain itu juga, batu yang terfiksir yang menyebabkan gejala dipertimbangkan untuk dilakukan parotidektomi. Teknik Endoskopik Teknik endoskopik terbaru dapat mengeluarkan batu melalui intraoral dan juga melakukan eksisi kelenjar submandibula. Prosedur ini sudah dilakukan dengan hasil morbiditas minimal dan membawa keuntungan yaitudapat menghindari insisi servikal transversal. Cara lain dengan panduan radiologis, pulsed dye lithotripsy, dan extracorporeal shock wave lithotripsy.



14



g. Prognosis Rekurensi terjadi sekitar 18% kasus. Jika faktor resiko dapat diperbaiki, ini dapat menurunkan kemungkinan rekurensi. 2. Sialadenitis Kronik a. Gambaran Umum Sialadenitis kronik merupakan akibat dari penurunan produksi salivaa atau gangguan dalam aliran air liur sehingga menyebabkan stasis. Ini dapat berhubungan atau tidak denga obstruksi. Proses lama, inflamasi progresif ini biasanya ditemukan pada orang dewasa, namun dapat juga mengenai anak-anak. b. Patogenesis Penurunan aliran atau stasis dapat mempengaruhi fungsi saliva, membuat lingkungan yang rentan terhadap infeksi. Sialadenitis kronik dapat merupakan akibat dari infeksi retrograd dari flora nomal mulut dan inflamasi kronis dari infeksi akut berulang. Selanjutnya, inflamasi kronik menyebabkan perubahan pada epitel duktus, yang biasanya menyebabkan peningkatan sekresi musin, penurunan aliran, dan sumbatan mukus. Secara histologis, epitel duktus pada sialadenitis kronik menunjukan gambaran sel mukus, skuamosa atau metaplasia onkotik. Dapat juga ditemukan



dilatasi



duktus



dan



atrofi



sel



asinar.



Inflamasi



berkepanjangan dapat berakibat fibrosis dan infiltrasi limfosit. Jika obstruksi batu adalah penyebabnya, biasanya batu akan terlihat di duktus.



15



c. Pencegahan Beberapa kondisi dapat menyebabkan sialadenitis kronik non obstrukksi, ini termasuk insfeksi akut berulang, dan kondisi imunodefisiensi, trauma, radiasi. Perubahan histologis karena radiasi biasanya permanen. Beberapa pasien dapat mengalami pembengkakan kelenjar liur, xerostomia, dan penurunan pengecap setelah diberikan kontras iodin intravena. Merokok juga dibuktikan menjadi salah satu penyebab karena menyebabkan aktivitas antimikroba dari sekresi kelenjar liur. Kondisi lain yang dikenal dengan sialadenitis kronik sklerotik atau tumor Kuttner tidak dapat disingkirkan sampai pemeriksaan patologi dilakukan. d. Temuan klinis Gejala yang ditimbulkan termasuk kronik, pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri intermiten, terutama saat makan. Pembengkakan biasanya bilateral dan berhubungan denga infeksi akut. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dapat menentukan faktor resiko yang membantu menentukan penyebab, misalnya batu kelenjar liur. CT Scan atau MRI dapat membantu untuk mengeksklusi tumor ganas, terutama jika ditemukan masa fibrosa di kelenjar parotis. Sialografi dan biopsi jarum halus tidak rutin dilakukan untuk diagnosis; namun bagaimanapun sialograf dapat membantu menemukan osbtruksi, atrofi sel asinar dan dilatasi iregulat duktus.



16



e. Diagnosis Banding Diagnosis banding termasuk penyakit



granuloma, sialolitiasis,



sarkoidosis, lesi limfoepitelial jinak, inflamasi pseudotumor, sindrom Sjogren, dan sindrom Mikulicz. f. Komplikasi Sebagai proses reaktif trauma atau penyakit, sialadenitis kronik non obstuktif dapat membentuk masa fibrosa atau inflamasi pseudotumor. Komplikasi lain termasuk nyeri dan kerusakan permanen pada unit asinar dan epitel duktus. Perubahan progresif akan menyebabkan penuruna fungsi unit asinar yang akan menunjkan gamabran kelenjar yang menonjol, iregular, dan nodular. g. Terapi Terapi konservatif dan operasi eksisi kelenjar merupakan terapi yang paling sukses pada kasus ini. Jika tidak ada penyebab yang dapat diobati ditemukan, pasien diminta untuk meningkatkan kebersihan rongga mulutn dengan meningkatkan hidrasi, pemijatan pada kelenjar yang terkena, nutrisi adekuat, dan sialagogue. Antibiotik digunakan pada eksaserbasi akut. Parotidektomi superfisial dilakukan pada gejala yang persisten pada kelenjar parotis. Terapi alternatif yaitu fibrosis iatrogenik dengan 1% metil violet dan radioterapi dosis rendah. Prosedur lain seperti ligasi duktus parotis dan neurectomy timpani, untuk meningkatkan sekresi, juga dibuktikan memberikan efek terapetik.



17



3. Sindrom Sjogren a. Hal penting dalam diagnosis : 



Pembengkakan kelenjar liur dengan kekeringan pada mulut dan mata yang menyebabkan nyeri dan sensitvitas mulut dan mata.







Sering behubungan dengan penyakit jaringan pengokong lain.







Lebih sering terh=jadi pada wanita postmenopause.







Dekteksi otoantibodi SS-A dan SS-B, dan juga biopsi kelenjar liur dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis.







Penyakit yang progresif perlahan







Resiko tinggi berkembang menjagi limfoma maligna pada sindrom Sjogren primer.



b. Gambaran umum Sindrom Sjogren adalah kelainan autoimun yang ditandai dengan pembesaran kelenjar parotis, xerostomia, dan keratokonjungtivitis sika. Ini juga dapat berhubungan dengan penyakit jaringan konektif lain seperti artritis rematik dan SLE. Sindrom Sjogren terjadi 90% pada wanita, biasanya pada dekade ke 6. Ini merupakan penyebab ke dua tersering pada penyakit jaringan konektif, setelah artritis rematik. c. Gejala dan tanda Pasien biasanya menunjukan gejala bilateral, pembesaran kelenjar liur yang tidak keras. Pembengkakan kelenjar pariotis dapat terjadi intermiten atau menetap. Gejala lain meliputi mata kering, mulut kering, penurunan pengecapan, kulit kering, mialgia, vagina kering, vaskulitis dan artritis. d. Temuan laboratorium



18



Hasil tes labor menunjukan terdapatnya SS-A atau SS-B otoantibodi, faktor rematoid, atau antibodi antinuklear yang dapat digunakan untuk diagnosis. Pemeriksaan mikroskopik dari hasil biopsi kelenjar liur minor dari bibir, dapat mengkonfirmasi sindrom Sjogren. Menurut kriteria histologis, skor yang dinilai pada fokus adalah 1 fokus atau 4 mm2 dapat digunakan sebagai diagnostik. Karakteristik histopatologis termasuk infiltrat limfosit pada sel asinar dan pulai epimioepitelial yang dikelilingi stroma limfoid. e. Diagnosis banding Diagnosis banding termasuk lesi limfoepitelial jinak, juga diketahui sebagai sindrom Mikulicz, dan sialadenitis kronik non obstruktif. f. Komplikasi Komplikasi dari sindrom Sjogren primer disebabkan dari perjalan kronik penyakit ini. Penurunan fungsi salivasi dapat menyebabkan pasien sulit bicara, menelan dan mengunyah dan sebagai tambahan peningkatan kelemahan gigi dengan hilangnya gigi dan mukosa mulut dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Yang lebih penting, ada 10% insidens lifoma pada pasien dengan sindrom Sjogren primer. g. Terapi Terapi yang digunakan adalah terai simptomatis dan suportif. Steroid dan tetes mata topikal steroid dapat diberikan pada gejala yang parah. Parotidektomi superfisial diulakukan pada sindrom Sjrogren rekuren.



19



h. Prognosis Biasanya prognosis sindrom Sjogren baik. Bagaimanapun, ada peningkatan insiden limfona maligna dan karsinoma limfoepitelial pada pasien dengan sindrom ini. 4. Lesi Limfoepitelial Jinak a. Hal penting dalam diagnosis 



Pembengkakan kistik atau berbatas tegas unilateral kelenjar parotis, dengan kejadian bilateral pada 20% kasus.







Kelenjar parotis yang paling sering dikenai, namun dapat juga kelenjar submandibula.







Sering terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV.







Biopsi jarum halus untuk diagnosis, ditemukan atrofi sel asinar dengan infiltrasi limfositik difus, dan pulai epimioepitelial foci.







Kemungkinan tinggi progresifitas mejadi limfoma low grade Bcell of mucosa-associated lymphoid tissue (MALT).



Gambar 6. Histopatologis Kista Limfoepitelial Jinak.4



20



b. Gambaran umum Penyakit ini dieknal juga sebagai Godwin tumor, sindrom Mikulicz, ataau parotitis punctata. Lesi limfoepitelial jinak predileksi pada perempuan, terutama pada dekade ke 5 atau ke 6 kehidupan. Ini juga dihubungkan dengan penyakit multiukistik pada pasien yang terinfeksi HIV. c. Patogenesis Penyakit ini adalah proses inflamasi yang ditandai dengan infiltrasi limfositik disekitar duktus kelenjar liur dan parenkim. Dengan peningkatan infiltrasi limfosititk, progresif atrofi sel asinar dan bahkan penggantian sel asinar. Selama progresivitas, terjadi progreasi epitel duktus dan dapat juga menyebabkan obstruksi duktus. d. Temuan klinis Pasien biasanya datang dengan gejala pembengkakan kistik dan berbatas tegas unilateral rekuren dari kelenjar parotis dengan atau tanpa nyeri. Kejadian bilateral terjadi pada 20% kasus. Biopsi dapat dilakukan dan sialografi dapat dilakukan hika curiga penyebabnya adalah batu. Kelenjar parotis adalah yang paling sering terkena, jika terkena kelenjar submandibula akan timbul gejala masa yang tidak nyeri. Ini dapat berhubungan dengan limfadenopati reaktif. Diagnosis terbaik dibuat berdasarkan penemuan histopatologis atrofi sel asinar dengan infiltrasi limfositik difus, dengan atau tanpa gambaran pulau epimioepitel. Ada hubungannya denga sindrom Sjogren.



21



Gambar 7. Kista Retensi Sublingual.10 e. Terapi dan Prognosis Terapi pada penyakit ini adalah simptomatik kecuali pembesaran pada kelenjar parotis sangat berat sehingga masuk indikasi dilakukan parotidektomi superfisial. Eksisi komplit submandibula adalah terapi adekuat dari kista limfoepitelial jinak. Sangat jarang ditemukan, dapat terjadi transformasi keganasan; bagaimanapun observasi tetap harus dilakukan meskipun setelah eksisi komplit dari kelenjar. 5. Penyakit Kimura a. Hal penting dalam diagnosis 



Pertumbuhan lambat, masa tidak nyeri di kelenjar saliva besar, banyak terjadi pada orang Asia.







Biasanya terjadi pada dekade ke dua dan ke tiga, 80% pasien adalah laki-laki.







Pembesaran kelenjar diikuti dengan limfadenopati.







Tes serologis menunjukan eusinofilia dan peningkatan IgE.







Rekurensi bisa terjadi setelah bedah eksisi.



22



b. Gambaran umum Penyakit Kimura jarang terjadi, penyakit inflamasi jinak kronik yang menyerupai tumor di regio kepala-leher. Biasanya terjadi pada laki-laki Asia muda pada dekade 2 dan 3. c. Temuan klinis Ketika penyakit Kimura terjadi di regio kepala leher, kelenjar liur yang besar biasa dikenai. Pada kelenjar parotis dan submandibula, penyakit ini biasanya muncul sebagai pembengkakan superfisial yang tidak nyeri disertai limfadenopati regional. d. Diagnosis banding Diagnosis banding penyakit ini termasuk 1) hiperplasia angiolimfoid denga eusinofilia, 2) limfadenopati reaktif, 3) tumor parotis, 4) manifestasi ekstranodus penyakit Rosai-Dorfman, 5) lesi limfoepitelial jinak. e. Terapi Pilihan terapi pada penyakit Kimura pada kelenjar parotis adalah parotidektomi yang perlu pengamatan untuk potensi rekurensi. Penyakit Kimura pada kelenjar submandibula biasanya diterapi dengan eksisi kelenjar dan kelenjar getah bening. Karena peyakit Kimura biasanya mempengaruhi organ lain, terapi sistemik dengan steroid dan radiasi biasanya memberikan hasil yang baik.



23



6. Sialometaplasia Nekrotik a. Gambaran Umum Penyakit ini adalah jinak, proses inflamasi yang dapat sembuh sendiri pada kelenjar liur minor. Biasanya terjadi pada laki-laki dan pada semua usia. b. Gejala dan tanda Gejala yang ditimbulkan adalah kemunculan tiba-tiba dan spontan, ulkus yang tidak nyeri atau pembengkakakn yang biasanya pada palatum durum, tapi dapat juga muncul dimanapun tempat kelenjar saliva. Lesi biasanya unilateral dengan sensasi terbakar dan mati rasa. c. Patogenesis Penyebabnya tidak diketahui, tapi ada hubungannya dengan trauma dan terapi radiasi. Patogenesisnya diperkirakan karena proses iskemik d. Diagnosis dan Diagnosis Banding Diagnosis dikonfirmasi dengan biopsi. Histologi menunjukan karakteristik hiperplasia pseudoepiteliomatosa dan metaplasia skuamosa. Diagnosis harus dibuat dengan teliti untuk membedakan dengan karsinoa sel skuamosa atau karsinoma mukoepidermoid; komplikasi biasanya terjadi karena salah diagnosis. e. Terapi Lesi pada penyakit ini biasanya sembuh sendiri, dengan penyembuhan sekunder, dan rekurensinya sangat jarang.



24



7. Hiperplasia Adenomatoid a. Gambaran umum Penyakit ini ditandai pembengkakan kelenjar saliva minor yang jarang terjadi dan sering muncul di palatum durum. Trauma lokal, iritasi lingkungan, dan inflamasi



kronik adalah



penyebab



yang dapat



menyebabkan penyakit ini. b. Gejala dan tanda Pasien datang dengan gejala pembengkakan yang tidak nyeri untuk waktu yang sudah cukup lama. Mukosa diatas pembengkakan biasanya normal. Penyakit ini harus dibedakan dengan tumor kelenjar liur minor, baik yang jinak maupun yang ganas. c. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan histopatologis menunjukan hipertrofi dan infiltrat yang inflamasi, tapi tanpa perubahan pada struktur umum pada kelenjar dan tidak ada bukti keganasan dan atipik. d. Terapi Eksisi komplit adalah pilihan terapi. Karena insiden yang tinggi dari tumor ganas palatum durum, kunci diagnosis adalah membedakannya dengan penyakit ini.



25



BAB 3 KESIMPULAN



Parotitis adalah peradangan dari kelenjar parotis. Inflamasi pada kelenjar parotis ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, autoimun atau kombinasi dari etiologi tersebut. Parotitis viral akut (Mumps) disebabkan oleh virus mumps yang tergolong dalam paramyxovirus yang juga mencakup parainfluenza, campak dan virus New Castle Disease. Parotitis merupakan manifestasi yang sering. Angka kejadian parotitis terjadi pada semua kelompok umur berkisar antara 31% sampai 65%, namun pada kelompok umur tertentu ada yang dibawah 9%, ada pula diatas 94 % tergantung pada umur dan status imunitas Klasifikasi penyakit inflamasi kelenjar liur dibagi berdasarkan etiologi menjadi 1) penyakit infeksi, 2) penyakit inflamasi non infeksi. Karena parotis merupakan kelenjar liur terbesar dan penmyebab lainnya maka kebanyakan dari penyakit yang menngenai kelenjar liur terjadi di parotis. Penyakit infeksi kelenjar liur dapat disebabka oleh



Mumps virus, Coxsackie virus, Influenza virus,



Echovirus, HIV, Bakteri, Granulomatous infections. Sedangkan penyakit inflamasi non infeksi contohnya, sialolithiasis, sialadenitis kronik, sindrom Sjogren, lesi limfoepitelial inak, Kimura disease, sialometaplasia nekrotikans, hiperplasia adenomatoid, dan sarkoidosis. Peradangan pada kelenjar liur terjadi tergantung pada etiologi yang mendasarinya. Gejala yang sering muncul pada parotitis adalah pembengkakan, terutama pada parotitis karena infeksi. Penyebab utama munculnya gejala pada



26



parotitis non infeksi biasanya adalah karena sudah terjadi sumbatan pada saluran kelenjar liur, sehingga mengganggu proses fisiologisnya. Penegakan diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada diagnosis penting diketahui hal-hal yang spesifik karena manifestasi klinis pada parotitis biasanya hanya menunjukan gambaran bengkak kemerahan, sehingga anamnesis terarah penting untuk mengetahui etilogi dan penatalaksanaan yang tepat. Tata laksana parotitis juga tergantung pada penyebabnya. Secara umum kebanyakan parotitis dapat sembuh sendiri atau hanya memerlukan terapi simptomatis. Namun pada beberapa keadaan seperti terdapatnya batu, kista pada kelenjar liur terutama parotis dapat dilakukan terapi pembedahan. Pada beberapa penyakit inflamasi terutama yang disebabkan bukan karena infeksi, rekurensi tidak jarang terjadi. Untuk itu penting, setelah diterapi pasien harus diobservasi dengan baik untuk mencegah terjadinya rekurensi dan komplikasi. Pasien juga di edukasi agar mengerti tentang penyakitnya dan diberi informasi tentang hal-hal yang dapat menyebabkan peradangan pada kelenjar liur sehingga bisa mencegah terjadinya inflamasi pada kelenjar liur, seperti misalnya menjaga hidrasi agar mulut tidak kering yang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya parotitis supuratif akut.



27



DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.2014. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Hal 129131. 2. Center for Disease Control And Prevention. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Disease. 13th Edition.2015. 3. Benjamin C. Stong, Michael E. Johns, Michael M. Johns Iii Anatomy And Physiology Of The Salivary Glands dalam Bailey Head And Neck SurgeryOtolaryngology, 5th Edition.2013. 4. George L. Adams. Gangguan-Gangguan Kelenjar Liur dalam Boies Buku Ajar Penyakit Tht Edisi 6. Jakarta: 2012. Hal 534-572 5. Anil K. Lalwani. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head & Neck Surgery, 2nd Edition. Newyork. 2008. Pp : 294-310 6. Pl Dhingra, Shruti Dhingra And Deeksha Dhingra. Diseases Of Ear, Nose And Throat & Head And Neck Surgery, 6th Edition.2014. 7. J.F. Birrel, Md. Logan Turner’s Diseases Of The Nose, Throat and Ear Eighth Edition. Pp : 137-141 8. Thomas R. Van De Water. Otolaringology Basic Science and Clinical Review.Pp : 634-642. 9. James B. Snow Jr. Md, John Jacob Ballenger, Md. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Sixteenth Ed. Pp: 1441-1454 10. Ray Clarke. Diseases Of The Ear, Nose and Throat : Lecture Notes 11th Ed. Pp; 165-172



28