Makalah Decompensasi Cordis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah KMB ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEKOMPENSASI CORDIS Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Keperawatan Medikal Bedah I Dosen Pembimbing: Ns. Riska Amalia, M. Kep Disusun Oleh : Tingkat 2D Kelompok 6



1. Elsa Nur Fazilah 2. Riki Ramadani 3. Zakiyatun Faradila



(13404320040) (13404320195) (13404320239)



PROGRAM STUDI DIPLOMA (D3) AKADEMI KEPERAWATAN KESEHATAN DAERAH MILITER (AKPER KESDAM) ISKANDAR MUDA BANDA ACEH



TA 2020/202



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat ALLAH SWT. Yang mana atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah kita masih diberikan umur dan kesempatan untuk mengerjakan



aktifitas



kita



sehari-hari,



dan



kelompok



menyelesaikan Tugas Makalah Kewarganegaraan



6



dapat



yang berjudul



“DECOMPENSASI CORDIS”. Dan tidak lupa pula kita sanjung sajikan sholawat beriringan salam kepangkuan Nabi Besar kita Nabi Muhammad SAW. Yang mana telah menuntun kita dari alam jahiliah kealam islamiah dan dari alam kebodohan kealam yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat ini. Kepada ibu Nr. Riska Amalia, M. Kep. kelompok 6 mengucapkan ribuan terima kasih karena beliau lah yang telah bersusahpaya membimbing dan mendidik kami untuk mengerjakan tugas makalah ini hingga tugas makalah ini selesai. Dan buat kelompok-kelompok lain, kelompok 6 juga mengucapkan terimakasih karena telah mau mendengarkan dan berpartisipasi dalam diskusi ini, kelompok 6 menyadari bahwasannya pemahaman dan pengetahuan kami masih belum ada apa-apanya atau masih rendah dan dalam penulisan makalah ini mungkin masih terdapat banyak kesalahan, kelompok 6 meminta kritik dan saran yang dapat membangun atau memotivasi bagi kelompok 6 untuk bisa lebih baik lagi karena kelompok 6 masih dalam proses pembelajaran.



i



Banda Aceh, 05 November 2021



Kelompok 6



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..........................................................................................i DAFTAR ISI........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1 A. Latar Belakang.........................................................................................1 B. Tujuan......................................................................................................2 C. Manfaat....................................................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4 A. Konsep Penyakit Decompensasi Cordis.................................................4 1. Definisi..........................................................................................4 2. Klasifikasi......................................................................................4 3. Etiologi..........................................................................................5 4. Manifestasi Klinis..........................................................................7 5. Patofisiologi...................................................................................8 6. Penatalaksanaan..........................................................................8 7. Komplikasi.....................................................................................10 8. Pathway........................................................................................11 B. Konsep ASKEP........................................................................................12 1. Pengkajian....................................................................................13 2. Diagnosa Keperawatan................................................................15 3. Intervensi keperawatan.................................................................15 4. Implementasi Keperawatan..........................................................17 5. Evaluasi Keperawatan..................................................................17 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS....................................................18 A. Kasus.......................................................................................................18 B. Asuhan Keperawatan Kasus...................................................................18 1. Pengkajian....................................................................................18 a. Identitas Klien.....................................................................18 b. Riwayat Penyakit................................................................18 c. Pola Akativitas....................................................................18 d. Pemeriksaan Fisik..............................................................19 2. Diagnosa Keperawatan................................................................19 3. Intervensi Keperawatan................................................................20



ii



4. Implementasi Keperawatan..........................................................21 5. Evaluasi keperawatan...................................................................22 BAB IV PENUTUP.............................................................................................24 A. Kesimpulan..............................................................................................24 B. Saran.......................................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Decompensasi Cordis atau yang biasa disebut gagal jantung merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Decompensasi cordis masih menduduki peringkat yang cukup tinggi, penderita penyakit gagal jantung semakin bertambah dari tahun ke tahun. Penderita penyakit gagal jantung sudah tidak dialami oleh orang usia di atas 50 tahun atau lansia lagi, sekarang usia 30 tahunan juga sudah banyak yang mengalami penyakit gagal jantung. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit ( readmission ) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal (Kasron, 2012). Salah satu masalah Keperawatan yang sering muncul pada decompensasi cordis adalah gangguan pertukaran gas (Andra & Yessie 2013). Fenomena yang ditemukan di ruang ICU, keluhan pasien dengan decompensasi cordis mayoritas pasien mengeluh sesak. Menurut data WHO 2015, 17,3 juta orang meninggal akibat gangguan kardiovaskular dan lebih dari 23 juta orang akan meninggal setiap tahun dengan gangguan kadiovaskular. Prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13% atau sekitar 229.696 orang, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar sekitar 530.028 orang. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2016, di provinsi Jawa Timur jumlah penderita gagal jantung pada usia lebih dari 15 tahun sebanyak 0,25% atau 97.125 orang, dan meningkat setiap tahunnya. Di kabupaten Pasuruan, pada tahun 2016 penderita penyakit gagal jantung dengan kasus kearah gangguan pertukaran gas dalam setiap tahunnya mengalami peningkatan, mencapai 193.000 orang. Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang terjadi saat jantung gagal memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk mencukupi kebutuhan metabolisme (supply unequal with demand), atau jantung dapat bekerja dengan baik hanya bila tekanan pengisian (ventricular filling) dinaikkan. Penyebab pemicu kardiovaskular ini dapat digunakan untuk menilai kemungkinan morbiditas kardiovaskuar (Aaronson & Ward, 2014). Adanya tekanan kapiler dan vena paru-paru. Tekanan yang meningkat berkelanjutan akan menyebabkan cairan merembes kedalam alveoli dan terjadilah edema paru, yang mengakibatkan gangguan pertukaran gas akibat bendungan di berbagai organ dan low output(Andra & Yessie, 2013). Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan berkaitan dengan



1



gangguan pertukaran gas yang tidak segera ditangani, sehingga mengakibatkan masuknya oksigen ke organ-organ vital seperti otak dan jantung berkurang yang berujung pada kematian. Penanganan gangguan pertukaran gas pada decompensasi cordis adalah dengan cara diberikan posisi nyaman (fowler atau semi fowler), tambahan O2 6 liter/menit, dan juga ventilator yang sesuai, bertujuan untuk menghindari terjadinya keluhan subyektif selama dan sesudah aktivitas, pantau frekuensi nafas, memberikan diet tanpa garam dan diuretik, dan juga perlu dilakukan untuk mengetahui respon klien terhadap aktivitas sehingga dapat mengetahui jika terjadi penurunan oksigen dan penurunan fungsi jantung. Menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan, yang berguna untuk menjaga keadaan jantung tetap stabil. Selain itu, hal tersebut dapat dicegah dengan gaya hidup yang sehat, yaitu melakukan aktivitas fisik untuk menjaga berat badan, tidak merokok, mengurangi dan mengelola tingkat stress, menghindari makanan tinggi kolesterol, kadar gula, dan yang menyebabkan darah tinggi. Yang perlu diperhatikan dan diingat, hal tersebut bisa dilakukan kapan saja seacara rutin dan teratur. Menurut data WHO 2015, 17,3 juta orang meninggal akibat gangguan kardiovaskular dan lebih dari 23 juta orang akan meninggal setiap tahun dengan gangguan kadiovaskular. Prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13% atau sekitar 229.696 orang, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar sekitar 530.028 orang. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2016, di provinsi Jawa Timur jumlah penderita gagal jantung pada usia lebih dari 15 tahun sebanyak 0,25% atau 97.125 orang, dan meningkat setiap tahunnya. Di kabupaten Pasuruan, pada tahun 2016 penderita penyakit gagal jantung dengan kasus kearah gangguan pertukaran gas dalam setiap tahunnya mengalami peningkatan, mencapai 193.000 orang. Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang terjadi saat jantung gagal memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk mencukupi kebutuhan metabolisme (supply unequal with demand), atau jantung dapat bekerja dengan baik hanya bila tekanan pengisian (ventricular filling) dinaikkan. Penyebab pemicu kardiovaskular ini dapat digunakan untuk menilai kemungkinan morbiditas kardiovaskuar. Penanganan gangguan pertukaran gas pada decompensasi cordis adalah dengan cara diberikan posisi nyaman (fowler atau semi fowler), tambahan O2 6 liter/menit, dan juga ventilator yang sesuai, bertujuan untuk menghindari terjadinya keluhan subyektif selama dan sesudah aktivitas, pantau frekuensi nafas, memberikan diet tanpa garam dan diuretik, dan juga perlu dilakukan untuk mengetahui respon klien terhadap aktivitas sehingga dapat



2



mengetahui jika terjadi penurunan oksigen dan penurunan fungsi jantung. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Melakukan Asuhan Keperawatan Pada Klien Decompensasi Cordis Dengan Masalah Gangguan Pertukaran Gas denganmenggunakan pendekatan yang telah disusun sistematis dan komprehensif. 2. Tujuan Khusus 1) Melakukan pengkajian pada klien decompensasi cordis 2) Menentukan diagnosa keperawatan pada klien decompensasi cordis 3) Menentukan diagnosa keperawatan pada klien decompensasi cordis 4) Melaksanakan perencanaan tindakan keperawatan pada klien decompensasi Cordis 5) Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien decompensasi cordis



C. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Pengembangan asuhan keperawatan kepda klien/ pasien tentang decompensasi cordis dengan masalah gangguan pertukaran gas dan dapat membantu klien dalam melakukan perawatannya secara mandiri. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktisnya dapat dijadikan sebagai rujukan atau referensi dalam memperbarui praktik keperawatan, dan juga ditujukan untuk : a. Perawat / petugas kesehatan Bisa dijadikan sebagai tambahan ilmu untuk peningkatan pelaksanaanpraktek keperawatan. b. Klien / responden Klien merasa keadaannya lebih baik dan masalah yang dialami dapat teratasi.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Penyakit Decompensasi Cordis 1. Denifisi Decompensasi Cordis adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Resiko Decompensasi Cordis akan meningkat pada orang lanjut usisa (lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. Decompensasi Cordis ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lainlain. Decompensasi Cordis juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark (Kasron, 2012). Decompensasi Cordis sering disebut dengan gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah decompensasi cordis sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan kanan. Gagal jantung merupakan sindrom klinis kompleks yang disebabkan oleh adanya gangguan baik fungsional maupun struktural jantung sehingga mengurangi kemampuan ventrikel untuk menerima dan memompa darah. Kondisi dimana jantung tidak mampu mempertahankan cardiac output/memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh begitu juga dengan venous return. Cardiac output tidak bisa mencukupi kebutuhan metabolik tubuh(kegagalan pemompaan), sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi, instrumen yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktilitas jantung yang berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume pada saat diastolic akhir ventrikel secara progresif bertambah. 2. Klasifikasi a. Gagal Jantung Akut-Kronik 1) Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah. 2) Gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga 4



menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi. b. Gagal jantung kanan-kiri 1) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral. 2) Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll. c. Gagal jantung sistolik-diastolik 1) Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi. 2) Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke volume cardiac output turun. (Kasron, 2012) Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa tingkatan parahannya. Dibawah ini gambaran sitem klasifikasi yang paling umum digunakan, menurut New York Heart Association (NYHA) Fungsional Classification : 1. Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan gejala a) Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan yang berarti, palpitasi, dyspnea (sesak napas). b) Sedikit keterbatasan terhadap aktivitas fisik sehari - hari. Nyaman saat istirahat. Aktivitas biasa dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan dyspnea. c) Ditandai dengan pembatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat. Sedikit aktivitas dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan dyspnea. d) Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa ketidaknyamanan. Gejala gagal jantung saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan meningkat. 2. Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan penilaian obyektif



5



a) Tidak ada tanda objektif penyakit kardiovaskular. Tidak ada gejala dan tidak ada batasan dalam aktivitas fisik biasa. b) Tanda obyektif penyakit kardiovaskular minimal. Gejala ringan dan keterbatasan sedikit selama aktivitas biasa. Nyaman saat istirahat. c) Tanda obyektif penyakit kardiovaskular cukup parah. Ditandai keterbatasan dalam aktivitas karena gejala yang meningkat, bahkan selama aktivitas yang minimal. Nyaman hanya pada saat istirahat. d) Tanda obyektif penyakit kardiovaskular yang berat. Keterbatasan parah. Bahkan gejala dapat muncul ketika beristirahat. 3. Etiologi Penggolongan penyebab gagal jantung menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau gagal dominan sisi kanan. a. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, amiloidosis jantung, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, keadaan curah tinggi (anemia ,tirotoksikosis, fistula arteriovenosa). b. Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif (Majid, 2017). Menurut Kasron pada buku ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Ada beberapa etiologi/penyebab dari gagal jantung: 1. Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi. 2. Aterosklorosis Koroner Aterosklorosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat 6



penumpukan asam laktat). Infark miocardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. 3. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. 4. Peradangan dan penyakit Miokardium Degeneratif Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. 5. Faktor sistemik Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagl ginjal. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Penyakit jantung lain yaitu gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload. 4. Manifestasi Klinis a. Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat karena penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan yang terjadi di ventrikel. b. Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol, hal ini disebabkan ketidak mampuan ventrikel kiri memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu : 1) Dispnea : Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas, bisa juga terjadi ortopnea. Beberapa



7



pasien bisa mengalami kondisi ortopnea pada malam hari yang sering disebut Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND). 2) Batuk kering. 3) Mudah lelah : Terjadi karena curah jantung berkurang dan menghambat jaringan dari sirkulasi normal, serta terjadi penurunan pada pembuangan sisa dari hasil katabolisme yang diakibatkan karena meningkatnya energi yang digunakan saat bernafas dan terjadinya insomnia karena distres pernafasan. 4) Kegelisahan dan kecemasan. Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan saat bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi bagaimana semestinya. 5) Orthopnea : susah bernapas saat berbaring 6) Paroxismal Nokturnal Dyspnea : sesak napas pada malam hari selang beberapa jam ketika pasien tertidur. 7) Ronchi : suara napas tambahan bernada rendah yang terjadi akibat adanya penyumbatan jalan napas(ngorok) biasanya akibat adanya lendir. c. Gagal jantung kanan 1) Kongestif pada jaringan perifer dan jaringan viseral. 2) Edema ekstrimitas bawah, biasanya edema pitting, penambahan berat badan. 3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada abdomen di kuadran kanan atas, terjadi karena adanya pembesaran vena di hepar. 4) Anoreksia dan mual. Terjadi karena adanya pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen. 5) Nokturia (sering kencing malam hari). 6) Kelemahan. d. Secara luas peningkatan COP dapat menyebabkan perfusi oksigen kejaringan rendah, sehingga menimbulkan gejala:



8



1) Pusing 2) Kelelahan 3) Tidak toleran terhadap aktivitas dan panas 4) Ekstermitas dingin e. Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin serta sekresi aldosteron dan retensi cairan dan natrium yang menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. 5. Patofisiologis Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Apabila curah jantung berkurang, maka sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk tetap mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk dapat mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantung-lah yang harus menyesuaikan diri untuk tatap bisa mempertahankan curah jantung. Volume sekuncup merupakan jumlah darah yang dipompa pada setiap jantung berkontraksi, hal ini tergantung pada 3 faktor, yaitu: preload (jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung), kontraktilitas (beracuan pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium), afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan). Tubuh mengalami beberapa adaptasi pada jantung dan hal ini terjadi secara sistemik, jika terjadi gagal jantung. Volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung meningkat, apabila terjadi pengurangan volume sekuncup kedua ventrikel akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Akan terjadi dilatasiventrikel jika kondisi ini berlangsung lama. Pada saat istirahat, cardiac output masih bisa berfungsi dengan baik, akan tetapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Yang pada akhirnya tekanan kapiler akan meningkat dan menyebabkan transudasi cairan serta timbul edema paru atau edema sistemik.



9



6. Penatalaksanaan Ada beberapa penatalaksanaan decompensasi cordis. Tidak ada pengobatan secara spesifik untuk proses penyembuhan penyakit gagal jantung, akan tetapi secara umum ada beberapa penatalaksanaan pengobatan untuk gagal jantung Penatalaksanaan berdasarkan kelas NYHA: a. Kelas I: Non farmakologi, meliputi diet rendah garam, batasi cairan, menurunkan berat badan, menghindari alkohol dan rokok, aktifitas, manajemen stress. b. Kelas II, III: terapi pengobatan, meliputi diuretic, vasodilator, ace inhibitor, digitalis, dopamineroik, oksigen. c. Kelas IV: kombinasi diuretic, digitalis, ACE inhibitor, seumur hidup. Penatalaksanaan CHF meliputi : a. Non Farmakologis 1) CHF Kronik a) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas. b) Diet pembatasan natrium (< 4 gr/hari) untuk menurunkan edema. c) Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium. d) Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari). e) Olahraga secara teratur. 2) CHF Akut a) Oksigenasi (ventilasi mekanik) b) Pembatasan cairan (< 1,5 liter/hari). b. Farmakologis 1) First line drugs; diuretic Tujuan : mengurangi afterload pada disfungsi diastolik. Obatnya adalah thiazide diuretics untuk CHF sedang. Loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium Sparing diuretic. 2) Second line drugs; ACE inhibitor



10



Tujuan: membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung. Obatnya adalah: a) Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi. b) Hidrazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik c) Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik. d) Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF Kronik). e) Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard. Digunakan pada disfungsi diastolik untukmengurangi HR, mencegah iskemi miokard, menurunkan TD, hipertropi ventrikel kiri. c. Pendidikan Kesehatan 1) Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit dan penangannya. 2) Informasi difokuskan pada: monitoring BB setiap hari dan intake natrium. d. Diet yang sesuai untuk lansia CHF: pemberian makanan tambahan yang banyak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dll.Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan bantuan terapis. Pemeriksaan penunjang 1) Radiogram dada a) Kongesti vena paru b) Redistribusi vaskular pada lobus-lobus atas paru c) Kardiomegali 2) Kimia daraha) Hiponatremia a) Hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung b) BUN dan kreatinin meningkat 3) Urine a) Lebih pekat b) BJ meningkat 11



c) Na meningkat 4) Fungsi hati a) Pemanjangan masa protombin. b) Peningkatan bilirubin dan enzime hati (SGOT dan SGPT meningkat. 7. Komplikasi Menurut Andra & Yessi, komplikasi dari gagal jantung antara lain : a. Adema paru akut dapat terjadi akibat gagal jantung kiri. b. Syok kardiogenik Akibat penurunan dari curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung dan otak). c. Episode trombolik Thrombus terbentuk akibat imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi, trombus dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. d. Efusi pericardial dan tamponade jantung Masuknya cairan ke kantung pericardium, cairan dapat meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal. Cardiac output menurun dan aliran balik vena ke jantung tamponade jantunng.



12



8. Pathway Faktor Resiko



Infeksi Emboli Paru Infark Miokard



Kontraktilitas Menurun



Hipertensi



Afterload Menurun



Abnormal Otot Jantung



Preload Meningkat



Anemia



Gagal Jantung



Disfungsi Ventrikel Kiri Preload Meningkat Kongesti Veskular Pulmonal



Disfungsi Ventrikel Kanan



Respon Kenaikan Frekuensi Jantung



Kongesti Vena Sistemik Oedem Perifer



Peningkatan Kebutuhan Oksigen Asiodosis Tingkat Oksigen



Edema Pulmonal



Resiko Kerusakan Integritas Kulit Penurunan Perfusi Jaringan



Gangguan Pertukaran Gas Pengaruh Jaringan Lanjut Resiko tinggi Intoleransi Aktivitas



Iskemi Miokard



Penurunan Aliran Darah ke Ginjal, Usus, dan Kulit



Penurunan Curah Jantung Penurunan Keluarnya Urin, Kenaikan Letargi, Kulit Dingin, dan Sianosis Menahan Na+H2O (Oedem) Kelebihan Volume Cairan



13



B. Konsep Askep Decompensasi Cordis Konsep Asuhan Keperawatan Klien dengan Gagal Jantung 1. Pengkajian Langkah awal pada proses keperawatan melalui kegiatan pengumpulan data yang akurat dari pasien untuk mengetahui berbagai permasalahan yang ada. Perawat harus dapat menciptakan hubungan saling membantu, membangun kepercayaan dalam melakukan pengkajian atau melakukan pemeriksaan fisik keperawatan. a. Biodata 1) Inisial : 2) Umur : 3) Jenis kelamin : 4) Suku / bangsa : b. Riwayat Kesehatan 1) Sesak napas (dypsnea) karena adanya akumulasi cairan dalam paru- paru karena ventrikel kiri tidak efektif sehingga timbul sesak. 2) Paroximal noctural dypsnea (bangun tengah malam hari karena kesulitan bernapas) yang disebabkan oleh reabsorpsi cairan dalam paru. 3) Kelelahan, karena penurunan cardiac out put yang menyebabkan penurunan ATP sebagai sumber energi untuk kontraksi otot. 4) Ascites, karena terakumulasinya cairan pada rongga abdomen akibat peningkatan vena portal sehingga mendorong cairan serous dan keluar dari sirkulasi portal. c. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit yang pernah dialami klien dan berhubungan dengan decompensasi cordis (misal, kerusakan katub jantung bawaan, hipertensi, diabetes mellitus, bedah jantung, Infark myocard kronis). d. Riwayat penyakit keluarga Seseorang yang memiliki riwayat keluarga menderita penyakit jantung akan lebih beresiko menderita penyakit yang sama. e. Pola kebiasaan sehari – hari 1) Tanda dan gejala pada aktivitas / istirahat a) Keletihan, kelelahan sepanjang hari 14



b) Nyeri dada saat melakukan aktivitas c) Insomnia d) Terbangun pada malam hari karena sesak nafas e) Gelisah, perubahan status mental: letargi, TTV berubah saat beraktivitas 2) Nutrisi a) Kehilangan nafsu makan b) Mual dan muntah c) Penambahan BB yang drastis d) Diit rendah garam dan air e) Penggunaan diuretik f) Distensi abdomen g) Edema 3) Eliminasi a) Penurunan berkemih b) Urin berwarna gelap c) Nocturia d) Diare / konstipasi e) Hygine f) Keletihan, kelemahan, kelehan dalam melakukan aktivitas perawatan diri f. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum : kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat. 2. B1 (Breathing) Pengkajian yang di dapat adalah adanya tanda kongesti vaskular pulmonal akut. Crackles atau ronki basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru. 3. B2 (Bleeding) a. Inspeksi Inspeksi adanya parut pasca pembedahan jantung. Lihat adanya dampak penurunan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan konsentrasi, defisit memori, dan penurunan toleransi latihan. b. Palpasi



15



Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan awal jantung terhadap stres, bisa dicurigai sinus takikardia dan sering di temukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi: kontraksi atrium prematur, takikardia atrium proksimal, dan denyut ventrikel prematur. c. Auskultasi Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi sekuncup. Tanda fisik yang berkitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah dibagian yang meliputi:bunyi jantung ketiga dan keempat (S3,S4) serta crakles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium, mengikuti kontraksi atrium. d. Perkusi Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung (kardiomegali). 4. B3 (Brain) Kesadaran compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian obyektif klien: wajah meringis, menangis, merintih,meregang, dan menggeliat. 5. B4 (Bladder) Pengukuran volume keluaran urin berhubungan dengan asupan cairan, karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menandakan adanya retensi cairan yang parah 6. B5 (Bowl) Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abnomen, serta penurunan berat badan. a. Hepatomegali Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abnomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar merupakan manisfestasi dari kegagalan jantung. 7. B6 (Bone) Hal-hal biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6 adalah sebagai berikut.



16



a. Kulit dingin Gagal depan pada ventrikel kiri meninbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ. Karena darah di alihkan dari organ-organ non-vital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak, maka manisfestasi paling dini paling depan adalah berkurangnya perfusi organorgan seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit yang pucat dan dingin di akibatkan oleh vasokontriksi perifer, penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan meningkatnya kadar hemoglobin tereduksi mengakibatkan sianosis. b. Mudah lelah Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. g. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada penderita gagal jantung dapat melalui pemeriksaan sebagai berikut : 1. Radiogram dada a) Kimia darah b) Urin lengka c) Pemeriksaan fungsi hati 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respon individu, klien atau masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita gagal jantung menurut Nurarif & Kusuma antara lain : a. Gangguan pertukaran gas b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh 17



d. Nyeri akut e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glumerulus / meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium dan air f. Kerusakan integritas kulit g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia h. Ansietas berhubungan dengan kesulitan nafas dan kegelisahan akibat oksigenasi yang tidak adekuat i. Defisit perawatan diri



3. Intervensi Keperawatan Diagnosa Gangguan Pertukaran Gas Definisi : Kelebihan atau defisit oksigen dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolarkapiler Batasan Karakteristik 1. Diaforeses 2. Dispnea 3. Gelisah 4. Hiperkapnea 5. Hipoksemia 6. Hipoksia 7. Iritabilitas 8. Konfusi 9. Nafas cuping hidung 10. Pola pernapasan abnormal 11. Sakit kepala saat bangun 12. Sianosis 13. Somnolen 14. Takikardi 15. Warna kulit abnormal (mis, pucat, kehitaman)



Noc Respiratory status/ventilation Vital Sign Status Kriteria Hasil : 1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat 2. Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tandatanda distress pernafasan 3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 4. Tanda-tanda vital dalam rentang normal



18



Nic Respiratory Monitoring 1. Monitor rata-rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi 2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur 4. Monitor pola nafas, bradipnea, takipnea, kusmaul, hiperventilasi , cheyne stokes, biot 5. Catat lokasi trakea 6. Monitor kelelahan otot diafragma (gerakan paradoksis) 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan 8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronchi pada jalan napas utama 9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya



Vital Sign Monitoring 1. Monitor TD, suhu, na-di, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri 4. Auskultasi TD pada kedu tangan dan dibandingkan 5. Monitor TD, suhu, nadi, dan RR, sebelum, selama, dan setelah beraktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor frekuensi dan irama pernafasan 8. Monitor suara paru 9. Monitor pola pernapasan abnormal 10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 11. Monitor sianosis perifer 12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign



4. Implementasi Keperawatan Implementasi Keperawatan merupakan tahap keempat dalam proses. Keperawatan dengan melaksanakan



19



berbagai tindakan keperawatan yang telah direncanakan. 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai



20



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Kasus Membahas tentang penyakit decompensasi cordis atau gagal ginjal B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas Klien Nama Umur Jenis kelamin Agama Pendidikan Pekerjaan Status Dx Medis



: Ny. M : 49 Thn : Perempuan : Islam : S1 : Guru/ Pegawai Nageri : Menikah : HF, No CM : 1611010391



b. Identitas penanggung jawab Nama Umur Jenis Kelamin Hubungan dengan Pasien



: Tn. P : 53 Thn : Laki-laki : Suami Pasien



c. Riwayat Penyakit 1. Riwayat Kesehatan Sekarang a) Keluhan Utama : Pasien mengatakan sesak nafas, batuk, dan pada bagian perut dan kaki bengkak P (Provokatif/Paliatif)       : Pasien mengatakan sesak yang dirasakan saat dan setelah aktivitas dan berkurang saat diberi oksigen Q (Quality/Quantity)         : Pasien mengatakan sesak semakin berat dan mengganggu aktivitas R (Region/Radiation)        : Pasien mengatakan sesaknya sakit sampai sekitar dada S (Severity/Scale)              : – T (Time)                             : Saat digunakan aktivitas dan sewaktu waktu 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Sebelumnya pasien ada jadwak control tetapi tidak control, setelah itu 3 hari yang lalu pasien merasa sesak dan perut dan kakinya 18



bengkak, kemudin pasien pergi ke dokter untuk periksa, setelah itu pasien dianjurkan dirujuk ke RSSA dan MRS untuk menjalani perawatan melalui IGD tanggal 31 Oktober 2016 a) Tindakan yang telah dilakukan : Pemasangan O2 Nasal Kanul, pemasangan infuse pada tangan kiri, pemasangan kateter b) Perubahan yang dirasakan oleh klien : sesak berkurang setelah diberi O2 c) Perubahan yang tampak : Klien tampak sesak tersengal sengal



3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu a) Penyakit yang pernah dialami : Penyakit jantung tepatnya 3 bulan yang lalu dengan dirawat di CVCU RSUD Dr. Saiful Anwar Malang b) Riwayat Kecelakaan : Tidak Ada c) Riwayat Operasi : Tidak ada d) Riwayat Alergi : Tidak ada e) Riwayat penggunaan obat/suplemen : Tidak Ada f) Riwayat penggunaan rokok/ alkohol : Tidak Ada 4. Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keturunan : Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit keturunan yaitu mimisan dari orang tuanya d. Pola Aktivitas Pekerjaan : Guru Kegiatan klien saat ini        : hanya berbaring diatas tempat tidur , tirah baring Yang mengganggu aktivitas klien : 1. Nyeri : Tidak ada 2. Kaku sendi : ada, kesemutan saat dingin 3. Sesak nafas : ada, klien mengatakan sesak 4. Lain-lain : tidak ada Pengunaan alat bantu : tidak ada 19



Orang yang membantu aktivitas sehari-hari : ada, suami dan anaknya Kemampuan untuk : 1. 2. 3. 4.



mandi : Diseka makan : dipuasakan post op laparatomy  toileting : di atas tempat tidur berpakaian : Baju Khusus pasien



Keluhan setelah melakukan aktivitas : lemah, sesak nafas Kebiasaan olahraga : senam e. Pemeriksaan Fisik : 36,5oC : 94x/menit : 80/60 MmHg : 26x/menit : 165 cm : 70 kg : 4-5-6



S N TD RR TB BB GCS Pernapasan



:



1. Bentuk dada simetris 2. Jenis pernafasan menggunakan otot dada 3. Tidak ada lesi 4. Tidak ada benjolan atau tumor 5. Tidak ada nyeri tekan 6. Whezzing negative 7. Hidung simetris 8. Epistaksis tidak ada 9. Polip tidak ada 10. Deviasi septum tidak ada 11. Ronchi positif tidak terlalu jelas Sistem Kardiovaskuler : 1. Suara jantung lemah 2. Mur-mur tidak ada 3. Ada pembesaran vena jugularis Siatem pencernaan 1. Peristaltik usus 8x/mnt



20



2. 3. 4. 5.



Mukosa bibir kering Asites abdomen Tidak ada benjolan atau tumor Anus tidak ada massa dan haemoroid



Sistem perkemihan 1. 2. 3. 4.



Terpasang kateter Tidak ada retensi dan distensi kandung kemih Volume urine ±800-900 ml dalam 24 jam berwarna kuning Kandung kemih tidak ada nyeri tekan



Sistem reproduksi 1. Labia mayora minora lengkap 2. Bersih 3. Menstruasi : menopause Sistem endokrin



: Tidak ada pembesaran tyiroid



Sistem muskuloskeletal Sistem integumen



: Ekstremitas bagian bawah bengkak/ edema



:



1. Tidak ada benjoalan 2. Warna kulit coklat, bersih



2. Diagnosa Keperawatan Analisa Data No 1.



Masalah Keperawatan Gangguan napas



Penyebab



Data



pola 1. Penyakit jantung Data : 2. Gagal jantung mengatakan



21



Klien sesak



3. 4. 5. 6.



2.



Kelebihan cairan



volume



(kana/kir) Gagal pompa ventrikel kanan Bendungan vena sistemik Mendesak diafragma Sesak napas



1. Penyakit jantung 2. Gagal jantung (kanan/kiri) 3. Forward failure 4. Renal flow 5. RAA 6. Aldosteron 7. ADH 8. Retensi Na H20 9. Kelebihan volume cairan



napas Do : Klien berkeringat dingin TTV : TD : 80/60 mmhg N : 93x/ menit RR : 26x/ menit S : 36o C Bernapas menggunakan otot dada, akral dingin Bibir pucat (+) Dahak (-) Ronchi (+) Ds : Klien mengatakan pada kaki keduanya bengkak Do : Edema ekstremitas bawah (+) Asites abdomen Intake NS 0,9 % 20 tpm 500 cc / 24 jam Air putih 1000 cc / 24 jam Output Urine 800 – 900 cc / 24 jam Albumin : NA         : BB



Ketidakefektifan bersihkan jalan nafas



1. Penyakit jantung 2. Gagal jantung (kanan/kiri) 3. Back failure 4. CVED naik 5. Tekanan vena pulmonal 6. Tekanan kapiler paru 22



Ds : Klien mengatakan batuk dan pilek Do :   TTV : TD : 80 / 60 mmhg N   : 93 x / menit RR : 26 x / menit S   : 36 °C Batuk ( + ) Ronchi ( + )



7. Edema paru 8. S   : 36 °C 9. Batuk ( + ) 10. Ronchi ( + ) Intoleransi aktivitas



1. Penyakit jantung 2. Gagal jantung (kanan/kiri) 3. Forward failure 4. Suplai darah ke jaringan 5. Metabolisme aneroh 6. Asidosis matabolik 7. ATP 8. Fatigue



Ds : Klien mengatakan lemas dan aktivitas dibantu Do :   Pasien tampak lemah TTV : TD : 80 / 60 mmhg N   : 93 x / menit RR : 26 x / menit S   : 36 °C Aktivitas ADL dibantu Dispnea setelah aktivitas



(kelemahan)



3. Intervensi Keperawatan Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi



Rencana Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil



intervensi



Gangguan pola napas



Tujuan : NIC Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kedalaman keperawatan selama 24 jam pernafasan, frekuensi diharapkan gangguan pola dan ekspansi dada nafas teratasi 2. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan Kriteria hasil : otot bantu nafas 1. Hasil RR normal 3. Auskultasi bunyi nafas 2. Tidak ada bunyi nafas 4. Pantau tanda-tanda vital tambahan 5. Kolaborasi pemberian 3. Tidak menggunakan otot oksigen dan px GDA bantu pernafasan



Kelebihan volume cairan



Tujuan Nic : Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau pengeluaran keperawatan selama 2 X 24 urine, catat jumlah dan



23



jam diharapkan Kelebihan volume cairan dapat teratasi Kriteria hasil : 1. Tekanan darah batas normal 2. Edema ( – ) 3. BB ideal 4. Turgor kulit baik



Ketidak efektifan bersihkan jalan napas



dalam



warna saat dimana diuresi terjadi 2. Pantau / hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam 3. Berikan posisi fowler (duduk) atau tirah baring selama fase akut 4. Kolaborasi pemberian obat diuretic seperti furosemid



Tujuan : NIC : Setelah dilakukan asuhan 1. Auskultasi bunyi nafas, keperawatan selama 24 jam misal : ronchi / wheezing diharapkan masalah 2. Pantau frekuensi Ketidakefektifan bersihan pernafasan jalan nafas teratasi 3. Berikan posisi semi fowler atau fowler Kriteria hasil : 4. Dorong / bantu latihan 1. TTV dalam batas normal, nafas abdomen terutama TD dan RR 5. Berkolaborasi pemberian 2. Tidak menggunakan otot obat bantu pernafasan 3. Sianosis ( – )



4. Implementasi Keperawatan No



Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pola nafas 2. Ketidak efektifan jalan nafas 3. Kelebihan volume cairan



Tanggal dan waktu 01 November 2019 Jam: 19.00



Implementasi 1. Observasi TTV dan pemberian oksigen Hasil : TD: 90/60 mmHg, ekpansi dada (1) RR : 24 x/menit N : 73 x/menit. 2. Menganjurkan posisi semi fawler / fawler 30 – 90°. Hasil : pasien berposisi semi fawler dan pasien tampak lebih nyaman. 3. Berkolaborasi pemberian obat. Hasil : ramipril 5 gr per oral, Simuastasin 2 mg per oral. 4. Observasi urine output Hasil : terpasang kateter dengan



24



urine 300cc berwarna kuning gelap. 5. Memberikan dan observasi tranfusi PRC 400cc gol.darah O. 6. Menganjurkan posisi kaki ditinggikan. Hasil : pasien tampak nyaman. 7. Berkolaborasi pemberian obat. Hasil : pemberian obat furosemide melalui IV 20mg jam 23.00.



02



1. Gangguan pola nafas 2. Ketidak efektifan jalan nafas 3. Kelebihan volume cairan



02 November 2019 Jam : 21.00



25



8. Observasi k/u. Hasil : asites abdomen 1. Observasi keadaan umum pasien Hasil : pasien sesak berkurang, sianosis ( -), batuk (+), expansi dada berkurang. 2.



Memberikan posisi semifawler 45° Hasil : pasien tampak nyaman.



3.



Mengukur TTV dan pemberian O2 nasal Hasil : TD : 100/70 mmHg N : 85 x/menit RR : 25 x/menit.



4.



Bekolaborasi dengan dokter pemberian obat Hasil : furosemid 20mg IV jam 16.00 digantikan furosemide 0,5 ml/jam menggunakan syrimpump 40mg.



5.



Observasi intake output Hasil : klien minum air putih 1 botol aqua ± 1.000ml, urine bag 600cc urine berwarna kuning.



6.



Berkolaborasi pemberian obat furosemide (anti dioritik) Hasil : 0,5 ml/ jam syrimpump.



7.



Menganjurkan kaki ditinggikan Hasil : bertujujuan untuk mengurangi edema, edema berkurang, edema (+).



8.



03



04



1. Gangguan pola nafas. 2. Ketidak efektifan jalan nafas. 3. Kelebihan volume cairan.



1. Gangguan pola nafas. 2. Ketidak efektifan jalan nafas. 3. Kelebihan volume cairan.



03 November 2019 Jam : 09.00



04 November 2019 Jam : 10.00



26



1.



Memberikan obat per oral Hasil : simvatin 2mg, Ramipril 5gr. Observasi TTV : TD : 100/70 mmHg, S : 36,7°C, N : 88 x/menit, RR : 20 x/menit Pasien mengatakan sesak (-) berkurang.



2.



Berkolaborasi pemberian obat Hasil : simuastin 2mg, ramipril 5gr.



3.



Memberikan posisi semifawler Hasil : pasien tampak nyaman, ekspansi dada (-).



4.



Berkolaborasi pemberian obat Hasil : terpasang syrimpump furosemide 0,5 ml/jam 40mg.



5. 6.



Observasi intake output Observasi keadaan umum pasien Hasil : edema ekstermitas bawah, intake ±700cc/jam, output urine±100/24jam.



7.



Berkolaborasi obatfurosemide 20mg.



8.



Berkolaborasi dengan ahli gizi Hasil : diet makanaan.



1.



Obervasi ttv dan frekuensi nafas Hasil : sesak (+),batuk (+), TD : 100/70 mmHg, N : 80 x/menit, RR : 20 x/menit.



2.



Memberikan posisi semifawler 45° Hasil : mengurangi penumpukan sekret, batuk (+).



3.



Bekolaborasi pemberian obat per oral Hasil : CPG 75gr



4.



Observasi intake output Hasil : intake ±700cc, urine ±500cc jam 10.30.



5.



Observasi keadaan umum pasien Hasil : edema (+), asietas (-).



pemberian



05



1. Gangguan pola nafas. 2. Ketidak efektifan jalan nafas. 3. Kelebihan volume cairan.



6.



Berkolaborasi pemberian obat (anti diuretik). Hasil : 0,5 ml/ jam furosemide syrimpump.



7.



Berkolaborasi dengan ahli gizi.



8.



Hasil : diet makanan dan minuman teh



05 1. November 2019 Jam : 11.00 2.



Obervasi ttv Hasil : TD : 100/80 mmHg, N : 80 x/menit, RR : 20 x/menit, S : 36,7°C. Meobservasi keadaan umum pasien Hasil : sesak berkurang, batuk (+).



3.



Memberikan tranfusi PRC 250cc Hasil : PRC 250cc.



4.



Bekolaborasi pemberian obat per oral Hasil : CPG 75gr.



5.



Observasi keadaan umum pasien Hasil : edema ekstermitas bawah, intake ± 700cc/24jam, output urine ±100/ 24jam.



6.



Berkolaborasi pemberian furosemide 20mg.



7.



Berkolaborasi dengan ahli gizi Hasil : diet makanan.



obat



5. Evaluasi Keperawatan Diagnosa Gangguan Pertukaran Gas



Hari 1 S : pasien mengatakan sesak, lemas O: keadaan umum pasien sesak menggunakan atot dada, hasil kanul O2 3L/menit



Hari 2 S : pasien mengatakan sesak berkurang O: keadaan umum pasien, memakai nasal kanul O2 2L/menit Td : 100/90 mmHg,



27



Hari 3 S : pasien mengatakan sesaknya berkurang tetapi batuk O: keadaan umum pasien, memakai nasal kanul O2 2L/menit



Td : 80/60 mmHg, N : 93x/menit, S : 36°C, RR : 26 x/menit Bibir pucat (+), sianosis (+), ronchi (+). A : masalah gangguan pola nafas belum teratasi P : lanjutkan intervensi No : 1, 2, 3 S : pasien mengatakan perut dan kaki bengkak O : ekstermitas bawah bengkak (+), asites abdomen (+), BB↑, produksi urine ±800cc/24jam, distensi vena jugularis (+) A : masalah kelebihan cairan belum teratasi P : intervensi dilanjutkan No : 1, 2,



N : 85 x/menit, RR : 24 x/menit, S : 36,5°C Sianosis (-), ronchi (+), batuk (+) A : masalah gangguan pola nafas teratasi sebagian P : lanjutkan intervensi No : 2, 3, S : pasien mengatakan kakinya bengkak dan perutnya sudah sedikit tidak bengkak O : ekstermitas bawah bengkak (+), asites abdomen (+) berkurang,BB↑, produksi urine ±900cc/24jam, distensi vena jugularis (+) A : masalah kelebihan cairan teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan No : 1, 2



28



Td : 100/70 mmHg, N : 88 x/menit, RR : 20 x/menit, S : 36,5°C Ronchi (+), dahak(+), ekspansi dada(-) A : masalah gangguan pola nafas teratasi sebagian P : lanjutkan intervensi No : 2, 3 S : pasien mengatakan bengkak pada kaki berkurang O : ekstermitas bawah bengkak berkurang, asite abdomen (-), produksi urine ±900cc/24jam A : masalah kelebihan cairan teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan No : 1, 2



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan gagal jantung dengan masalah gangguan pertukaran gas, penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran yang dibuat berdasar pada laporan studi kasus, sebagai berikut : Berdasarkan data yang diperoleh pada saat penelitian 1. Dari perkembangan pada klien selama tiga hari, menunjukkkan bahwa masalah terastasi sebagian pada kedua klien dengan masalah gangguan pertukaran gas, ditandai dengan tidak sesak sama sekali, penuruan respiratory rate dalam rentang normal, dan pola nafas yang teratur namun tidak cepat. 2. Pada klien gangguan pertukaran gas ditandai dengan adanya sesak nafas dan respiratory rate diatas rata-rata rentang normal. 3. Didalam intervensi klien gagal jantung dengan masalah gangguan pertukaran gas dilakukan sesuai dengan yang telah dicantumkan seperti : monitor rata-rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi, catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, monitor suara nafas, seperti dengkur 4. Implementasi pada klien gagal jantung dengan masalah gangguan pertukaran gas dilakukan sesuai tindakan yang telah direncanakan dan dilakukan secara menyeluruh. 5. Evaluasi pada klien gagal jantung dengan masalah gangguan pertukaran gas menunjukkan bahwa masalah pada kedua klien sudah teratasi dari masalah gangguan pertukaran gas ditandai dengan tidak sesak sama sekali, penuruan respiratory rate dalam rentang normal, dan pola nafas yang teratur namun tidak cepat. B. Saran 1. Untuk klien dan keluarganya Terus meningkatkan pengetahuan tentang gangguan pertukaran gas pada gagal jantung dengan cara memberikan Health Education(HE) pada klien dan juga keluarganya sehingga dapat meminimalisir terjadinya sesak dengan cara-cara yang telah diajarkan. 2. Bagi perawat/petugas kesehatan Penelitian ini bisa menjadi motivasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan peningkatan pelayanan pada klien gagal jantung dengan masalah gangguan pertukaran gas.



24



DAFTAR PUSTAKA



http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/id/eprint/217 http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/1577/1/Decompensasi Cordis.pdf http://repository.unusa.ac.id/1191/1/KT-KP-150020_abstract.pdf http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/1577/2/Jurnal KTI.pdf https://www.klikdokter.com/tanya-dokter/read/3621487/penyakitdecompensasi-cordis https://www.klikdokter.com/tanya-dokter/read/3575226/perbedaanpenyakit-decompensasi-cordis-dengan-chf-251068



24