MAKALAH EKSISTENSI DAN KEDUDUKAN BK KELOMPOK 4 Final Draft [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MATA KULIAH UMUM BIMBINGAN KONSELING EKSISTENSI DAN KEDUDUKAN BK DI SEKOLAH BERDASARKAN LANDASAN YURIDIS FORMAL DAN YURIDIS INFORMAL



Disusun Oleh Kelompok 2: CHAIRUN NISA 21023052 DISTY MEIRANI ANANDITA 21003090 FAIRUZ AL HABIB 21129385 JEFRI ANANDA PRATAMA 21087026 LIDYA FRANSISCA BR GULTOM 21018077 UMMI ATIAH 21129130



Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hj. Neviyarni S, M.S



UNIVERSITAS NEGERI PADANGTAHUN 2022



KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil a’lamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang manaatas rahmat dari-Nya, kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini sebagai salah satu tugas kelompok pada mata kuliah umum Bimbingan Konseling dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang penyelenggaraan Bimbingan konseling yang ada di Indonesia dan bahan bacaan bagi mahasiswa yang membutuhkannya terutama bagi kami sebagai penyusun. Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah umum Dasar-dasar Ilmu Pendidikan yaitu Ibu Prof. Dr. Hj. Neviyarni S, M.S yang telah membantu proses pembelajaran sehingga kami dapat menyelesaikanmakalah ini. Kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan pada makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat membutuhkan saran dan juga masukan yang membagun dari semua pembaca untuk kebaikan makalah ini kedepannya.



Padang, 3 September 2022



Penyusun



2



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ........................................................................................2 DAFTAR ISI.......................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................4 1.1 Latar Belakang ....................................................................................4 1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................4 1.3 Tujuan .................................................................................................4 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................5 2.1 Definisi Eksistensi, Kedudukan dan Bimbingan Konseling …………5 2.2 Eksistensi, Kedudukan dan Bimbingan Konseling di Sekolah ............5 2.3 Landasan Yuridis Formal Bimbingan Konseling ……………….…...8 2.4 Landasan Yuridis Informal Bimbingan Konseling ..............................10 BAB III PENUTUP ............................................................................................13 3.1 Kesimpulan ..........................................................................................13 3.2 Saran ....................................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................14



3



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Sebagai mahasiswa yang mengikuti kelas mata kuliah Bimbingan Konseling kita diharuskan mengetahui dan mempelajari materi yang berhubungan dengan berbagai komponen pendidikan dan bagaimana bentukpenyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Salah satu materi yang harus kita ketahui adalah mengenai penyelenggaraan Bimbingan Konseling. Berkenaan dengan ini, sekarang ini Bimbingan Konseling telah memperoleh dasar legalitas yuridis formal yang lebih kokoh, yaitu dengan hadirnya Permendikbud No. 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan per tanggal 8 Oktober 2014 dan juga ada andasan yuridis informal yang berkaitan atau membahas tentang psikologis, sosial dan budaya, IPTEK, dan globalisasi.



1.2 Rumusan masalah A. Apa itu eksistensi, kedudukan dan Bimbingan Konseling ? B. Bagaimana eksistensi dan kedudukan Bimbingan Konseling di sekolah? C. Apa landasan yuridis formal Bimbingan Konseling? D. Apa landasan yuridis informal Bimbingan Konseling?



1.3 Tujuan A. Untuk mengetahui definisi eksistensi, kedudukan dan Bimbingan Konseling B. Untuk mengetahui bagaimana eksistensi dan kedudukan Bimbingan Konseling di sekolah C. Untuk mengetahui landasan yuridis formal Bimbingan Konseling D. Untuk mengetahui landasan yuridis informal Bimbingan Konseling



4



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Definisi Eksistensi, Kedudukan dan Bimbingan Konseling Menurut KBBI, eksistensi adalah keberadaan atau ada. Menurut Sjafirah dan Prasanti, eksistensi adalah keberadaan. Keberadaan yang dimaksud adalah adanya pengaruh atas ada atau tidaknya kita. Eksistensi adalah paham yang cenderung memandang manusia sebagai objek hidup yang memiliki taraf tinggi, dan keberadaan dari manusia ditentukan dengan dirinya sendiri bukan melalui rekan atau kerabatnya, serta berpandangan bahwa manusia adalah satusatunya makhluk hidup yang dapat eksis. Menurut KBBI, kedudukan dapat diartikan tempat atau keadaan yang sebenarnya, dalam konteks BK, kedudukan diartikan sebagai peran bimbingan dan konseling itu sangat membantu meningkatkan mutu pendidikan. Sedangkan BK Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah No. 111 Tahun 2014, pengertian bimbingan konseling yakni suatu upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan Konseling.



2.2 Eksistensi dan Kedudukan Bimbingan Konseling di Sekolah Pelayanan bimbingan dan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik secara individual, kelompok, atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki (Hikmawati, 2016). Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi oleh peserta didik. Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya. Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah bukan sematamata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau 5



ketentuan dari atas, tetapi yang lebih penting adalah menyangkut mengenai upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual). Konseling sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseling memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang dalam memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman yang menentukan arah kehidupannya. Sama-sama kita ketahui bahwa bimbingan konseling adalah sebuah layanan yang diperuntukan bagi siswa-siswi disekolah sebagai wadah perkembangan siswa kearah yang lebih baik dan juga sebagai layanan apabila siswa bermasalah. Lantas di layanan bimbingan konseling pasti ada guru bimbingan konseling, yanag mana beliau harus dituntut professional dan juga bertanggungjawab atas segala tugasnya. Dibalik eksistensi tersebut sekarang ini juga sudah adanya landasan yuridis formal dan informal yang berisikan landasan untuk meningkatkan sistem BK tersebut. Dalam sistem pendidikan di sekolah telah 23 dikembangkan 3 sub sistem, yang meliputi sub sistem administrasi (administration), sub sistem pengajaran (instruction) dan sub sistem pemberian bantuan atau pembinaan siswa(pupil/student personal service). Bidang bimbingan dan konseling termasuk pada bidang pemberian bantuan/pembinaan siswa. Tiga bidang pelayanan pendidikan, yaitu : 1) Bidang Kurikulum dan Pengajaran Bidang ini meliputi semua bentuk pengembangan kurikulum dan pelaksanaan pengajaran, yaitu penyampaian dan pengembangan pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan kemampuan berkomunikasi peserta didik. 2) Bidang Administrasi dan Supervisi Bidang ini meliputi berbagai fungsi berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan kebijaksanaan, serta bentuk-bentuk kegiatan pengelolaan dan administrasi sekolah, seperti perencanaan, pembiayaan, pengadaan dan pengembangan staf, prasarana dan sarana fisik, dan pengawasan.



6



3) Bidang Bimbingan dan Konseling Bidang ini meliputi berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu kepada pelayanan kesiswaan secara individual agar masing-masing peserta didik dapat berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan tahap tahap perkembangannya. Tujuan pendidikan pada dasarnya meliputi beberapa komponen/aspek yang secara bersama-sama merupakan suatu kebulatan. Komponen-komponen itu berupa komponen intelektual, komponen sikap, komponen nilai-nilai hidup dan juga komponen ketrampilan. Untuk mencapai tujuan tersebut belum cukup apabila hanya melalui bidang pengajaran, meskipun disadari bidang pengajaran memang merupakan bidang utama dalam keseluruhan pendidikan di sekolah. Bimbingan dan konseling sebagai salah salah satu sub sistem pendidikan di sekolah harus dapat menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Setiap siswa dengan segala keunikannya masing-masing, dengan berbagai kebutuhannya, yang kadang-kadang memerlukan orang-orang/personil tertentu untuk membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kemampuan/keunikannya, memecahkan persoalan/masalah yang dihadapinya serta memenuhi kebutuhannya. Guru dan kepala sekolah telah banyak dituntut untuk melaksanakan tugasnya masingmasing, maka peranan guru BK di sekolah semakin penting. Pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan secara efektif akan memberikan sumbangan yang berarti bagi keberhasilan pendidikan di sekolah. Bantuan terhadap siswa dalam mengatasi masalah belajar, masalah pribadi, masalah sosial, masalah karir merupakan tugas dari pada pelayanan bimbingan dan konseling. A. Struktur Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Mugiarso (2011 : 110) mengemukakan bahwa manajemen bimbingan dan konseling di sekolah agar bisa berjalan seperti yang diharapkan antara lain perlu didukung oleh adanya organisasi yang jelas dan teratur. Organisasi yang demikian itu secara tegas mengatur kedudukan, tugas dan tanggung jawab para personil sekolah yang terlibat. Struktur organisasi pelayanan bimbingan dan konseling dikatakan jelas apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Menyeluruh, yaitu mencakup unsur-unsur penting, baik vertikal maupun horizontal, sehingga mampu sebesar-besarnya kemadukan berbagai kerjasama dan 7



pelaksanaannya, serta berbagai sumber yang berguna bagi pelayan bimbingan dan konseling. 2. Sederhana,



sehingga



jarak



antara



penetapan



pelaksanaan



dan



upaya



pelaksanaannya tidak terlampau panjang, keputusan dapat dengan cepat ditetapkan tetapi dengan pertimbangan yang cermat, dan pelaksanaan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling terhindar dari urusan birokrasi yang tidak perlu. 3. Luwes dan terbuka, sehingga mudah menerima masukan dan upaya pengembangan yang berguna bagi pelaksanaan tugas-tugas organisasi, yang semuanya itu bermuara pada kepentingan seluruh peserta didik. 4. Menjamin keberlangsungannya kerjasama, sehingga semua unsur dapat saling menunjang dan semua upaya serta sumber dapat dikoordinasikan demi kelancarandan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling untuk kepentingan peserta didik. 5. Menjamin terlaksananya pengawasan, penilalian dan upaya tindak lanjut, sehingga perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program bimbingan dan konseling yang berkualitas dapat terus dimantapkan. Pengawasan dan penilaian hendaknya dapat berlangsung secara vertikal (dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas), dan secara horizontal (penilaian sejawat).



2.3 Landasan Yuridis Formal Bimbingan Konseling Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia. 1. Kurikulum 1975. Tiga jenis layanan pada jalur pendidikan formal, yaitu : a. Layanan Manajemen dan supervise b. Layanan pembelajaran c. Layanan bimbingan dan penyuluhan



8



2. UU No. 2 tahun 1989, Bab X Pasal 1 Ayat 1. Pendidikan adalah usaha



sadar



dan terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang. 3. PP No. 28 dan 29 tahun 1990, Bab X Pasal 25 Ayat 1 dan 2. Bimbingan adalah bantuan kepada peserta didik untuk memahami diri, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan. Bimbingan dilakukan oleh Guru Pembimbing. 4. Keputusan Men PAN No. 84 tahun 1993. Tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya, tugas pokok guru pembimbing adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, mengevaluasi pelaksanaan program bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut pelaksanaan program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. 5. UU No. 20 tahun 2003, Bab 1 Pasal 1 Ayat 1. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai dnegan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. 6. PP No. 19 tahun 2005 Pasal 5 s/d 18, Standar Nasional Pendidikan tentang standar isi unit satuan pendidikan dasar dan menengah. 7. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang memuat pengembangan diri peserta didik dalam struktur KTSP ditafsirkan dan/pembimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan. 8. Keputusan Dirjen PMPTK 2007 tentang Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur pendidikan formal yang berisi panduan penyelenggaraan BK di jalur pendidikan formal. 9. Peraturan pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru, Bab III Pasal 15. Salah satu persyaratan bagi pendidik yang telah menyandang sertifikat pendidik untuk



9



memperoleh tunjangan profesi adalah apabila pendidik yang bersangkutan melaksanakan tugas sebagai guru bimbingan dan konseling atau konselor. 10. Permendiknas No. 27 tahun 2008, Pasal 1 ayat 1. Tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor. Untuk dapat diangkat sebagai konselor seseornag wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional.



2.4 Landasan Informal Bimbingan Konseling



1.



Landasan Psikologis



Landasan psikologis merupakan salah satu bagian yang terpenting untuk dibahas dalam bimbingan konseling, hal ini didasari bahwa peserta didik atau klien sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan, memiliki interaksi dan dinamika dalam lingkungan serta senantiasa mengalami berbagai perubahan dalam sikap dan tingkah lakunya. Proses perkembangan seseorang tidak selamanya berlangsung secara linear (sesuai dengan apa yang



diharapkan),



tetapi



terkadang



bersifat



stagnasi



atau



bahkan



diskontinuitas



perkembangan.(Lubis, 2012)Dalam proses pendidikan, peserta didik tidak jarang mengalami masalah stagnasi perkembangan, sehingga menimbulkan masalah-masalah psikologis, seperti lahirnya perilaku menyimpang (delinquency), frustrasi, depresi, agresi atau bersifat kekanakkanakan. Agar perkembangan pribadi peserta didik atau klien dapat tumbuh dan berkembang secara seimbang serta terhindar dari masalah-masalah psikologis, maka setiap peserta didik atau klien perlu diberikan bantuan yang bersifat pribadi (pendekatan inilah pada akhirnya menjadi konseling individu), yaitu bantuan yang dapat memfasilitasi perkembangan peserta didik atau klien melalui pendekatan psikologis. Pada sisi lain, setiap konselor maupun guru pembimbing harus memahami aspek-aspek psikologis pribadi pelajar atau klien, sehingga dengan modal itu pulalah para konselor dapat memberikan bimbingan dan arahan yang tepat, sehingga pelajar atau klien memiliki pencerahan diri dan mampu memperoleh kehidupan yang bermakna, yaitu suatu kehidupan yang bukan hanya berarti buat diri pribadinya saja, tetapi juga bermanfaat bagi orang yang ada di sekitarnya.



10



Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor, yaitu (a) motif dan motivasi, (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu, (d) belajar, dan (e) kepribadian. (Yusuf, 2006).



2. Landasan Sosial-Budaya Landasan ini juga perlu diketahui secara lengkap oleh konselor atau guru Bimbingan dan Konseling (BK), karena landasan ini dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan kebudayaan sebagai faktor yang memengaruhi perilaku individu. Setiap individu pada dasarnya merupakan produk dari lingkungan sosial-budaya tempat mereka tinggal. Sejak lahirnya, individu tersebut sudah diajarkan untuk mengembangkan polapola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi



tuntutan



sosial-budaya



dapat



mengakibatkan



tersingkir



dari



lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu yang berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang bersangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya. Budaya dan pandangan hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal terkait dengan sikap dan perlakuan orang tua atau peranan keluarga terhadap seseorang, sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan di mana seseorang itu dilahirkan dan dibesarkan serta pergaulan dan pengalaman yang ditempuh oleh seseorang tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan kearifan dan keluasan pandangan dari setiap konselor, yang mana konselor harus mampu memberikan layanan dan perhatian yang sama terhadap peserta didik atau klien yang memerlukan bantuan, tidak terkecuali kepada mereka yang berbeda budaya, pandangan hidup, dan agama, karena memberikan layanan terhadap orang yang membutuhkan atau memerlukan merupakan tuntutan dari tugas profesionalismenya sebagai seorang konselor.



11



3. Landasan Ilmu Pengetahuan-Teknologi dan Globalisasi Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu pengetahuan-teknologi dan globalisasi memiliki multifungsi terhadap berbagai aspek dalam kehidupan manusia, artinya berbagai disiplin ilmu seperti psikologi, ilmu pendidikan, filsafat, antropologi, sosiologi, komunikasi, ekonomi, dan agama sangat berfungsi dalam bimbingan konseling.



Sumbangan berbagai disiplin ilmu lain kepada bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas kepada pembentukan dan pengembangan teori-teori bimbingan konseling, melainkan juga kepada praktik pelayanannya.



Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor di dalamnya mencakup sebagai ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori mengenai bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian, sehingga proses dan layanan bimbingan konseling semakin hari semakin baik.Dalam perjalanan sejarahnya, bimbingan dan konseling bersifat dinamis dan berkembang, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya manusia itu sendiri. Mengingat perlunya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka setiap konselor atau guru BK dituntut untuk mengadakan penelitian dan eksperimen, sehingga layanan yang diberikan terhadap klien akan semakin baik dan sempurna.



12



BAB III



PENUTUP



3.1 Kesimpulan



Guru BK merupakan ujung tombak dalam menerapkan penguatan pendidikan karakter lebih dalam, guru BK semestinya dapat memberikan masukan bagaimana seharusnya pendidikan karakter itu dapst diterapkan. Pelayanan BK yang diberikan dapat mengantarkan peserta didik agar sukses, serta dengan strategi layanan BK yang diberikan mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. Layanan BK di sekolah kini telah memperoleh dasar legalitas yuridis formal yang lebih kokoh, yaitu dengan hadirnya Permendikbud No. 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan per tanggal 8 Oktober 2014. Agar dapat berdiri tegak sebagai sebuah layanan profesional yang dapat diandalkan dan memberikan manfaat bagi kehidupan, maka layanan bimbingan dan konseling perlu dibangun di atas landasan yang kokoh, dengan mencakup: (1) landasan psikologis; (2) landasan sosialbudaya, dan (3) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.



3.2 Saran Dari hasil pembahasan dan kesimpulan, maka peneliti menyarankan bagi : 1.



Pelaksanaan layanan yang diberikan guru pembimbing dan mencukupi kebutuhan dari



program bimbingan dan konseling tersebut demi membantu perkembangan siswa menuju kea rah yang baik. 2.



Dengan adanya yuridis baik formal ataupun informal dapat meningkatkan pemahaman



terkait dengan pelaksanaan layanan konsultasi agar bisa mencapai tujuan yang diinginkan dan tidak jadi kekeliruan atas pengertian layanan konsultasi dan konseling individual, agar permasalahan yang dibahas sesuai dengan pengertian layanan konsultasi. 3.



Lebih memanfaatkan keberadaan bimbingan dan konseling yang ada disekolah



khususnya layanan konsultasi agar bisa berkonsultasi secara langsung dengan guru pembimbing.



13



DAFTAR PUSTAKA Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas. Akhmad Sudrajad. (2018). Landasan dan Bimbingan Konseling. https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2018/01/25/landasan-bimbingan-dankonseling/ Amti, Erman.,1991.Bimbingan dan Konseling.Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Putri, A. E. (2019). Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling: Sebuah Studi Pustaka. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia, 4(2), 39-42.



14