Makalah Farmakologi Dasar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH FARMAKOLOGI DASAR OBAT ORAL,OBAT PARENTERAL DAN OBAT SUPPOSITORIA



OLEH : KELOMPOK 6 (S1-3A) ADELLA ZILVA AZNI 1801001 ANNISA CHIKA AYU INDRIANA 1801007 ARIB PADRI EKA SAPUTRA 1801009 APDIL AZRI 1601005 CLARA NABILAH 1801010 DESRI CHAIRUNISA 1801011 KHAFIZA SHELNA 1801021 ARIFAH FITRIYANTI 1801037



SITI



DOSEN PENGAMPU : NOFRI HENDRI SANDI,M.Fram,Apt



PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU YAYASAN UNIV RIAU PEKANBARU 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat tuhan karena atas berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.Tak lupa pula kami mengucapkan terima



kasih kepada dosen Mata Kuliah Farmakologi Dasar yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan. Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.



Pekanbaru, 13 November 2019



Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .....................................................................................................................................i DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ Error! Bookmark not defined. 1.1



Latar Belakang ........................................................................... Error! Bookmark not defined.



1.2



Rumusan Masalah ..................................................................... Error! Bookmark not defined.



1.3



Tujuan Penulisan ....................................................................... Error! Bookmark not defined.



BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. Error! Bookmark not defined. 2.1. Farmakokinetik ............................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.1.1 Definisi ...................................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.2. Obat Oral ........................................................................................ Error! Bookmark not defined. 2.2.1. Definisi ..................................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.2.2. Pembagian ............................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.2.3. Contoh obat oral ..................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.3. Obat Parenteral .............................................................................. Error! Bookmark not defined. 2.3.1 Definisi ...................................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.3.2. Biofarmasetika Obat Parenteral .......................................................................................... 23 2.3.3 Contoh Obat ............................................................................ Error! Bookmark not defined. 1. Ketorolac ....................................................................................... Error! Bookmark not defined. ........................................................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.4. Obat Suppositoria ......................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.4.1. Definisi obat suppositoria ...................................................... Error! Bookmark not defined. 2.4.2. Tujuan pemberian obat suppositoria ..................................... Error! Bookmark not defined. 2.4.3. Absorpsi obat lewat rektal ..................................................... Error! Bookmark not defined. 2.4.4. Cara menggunakan suppositoria oral.................................... Error! Bookmark not defined. BAB III PENUTUP.................................................................................................................................... 44 3.1. Kesimpulan ................................................................................................................................. 44 3.2. Saran........................................................................................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... Error! Bookmark not defined.



4



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup, lewatproses kimia khususnya lewat reseptor. Senyawa ini biasanya disebut obat dan lebih menekankanpengetahuan yang mendasari manfaat dan risiko penggunaan obat.Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu mengenai caramembuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat. Farmakologi terutama terfokus padadua sub, yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakokinetik ialah apa yang dialami obat yang diberikan pada suatu makhluk, yaitu absorpsi,distribusi, biotransformasi, dan ekskresi. Sub farmakologi ini erat sekali hubungannya dengan ilmu kimia dan biokimia. Farmakokinetik maupun farmakodinamik obat diteliti terlebih dahulu pada hewan sebelum diteliti pada manusia dan disebut sebagai farmakologi eksperimental. Tanpa pengetahuan farmakologi yang baik, seorang farmasis dapat menjadi suatu masalahbagi pasien karena tidak ada obat yang aman secara murni. Hanya dengan penggunaan yangcermat, obat akan bermanfaat tanpa efek samping tidak diinginkan yang tidak mengganggu.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan farmakokinetik?



[Type text]



Page 4



5



2. Bagaimana mekanisme farmakokinetik dari contoh obat oral? 3. Bagaimana mekanisme farmakokinetik dari contoh obat parenteral? 4. Bagaimana mekanisme farmakokinetik dari contoh obat suppositoria?



1.3 Tujuan Penulisan 1. Mampu mengetahui definisi dari farmakokinetik 2. Mampu menjelaskan farmakokinetik dari contoh obat oral 3. Mampu menjelaskan farmakokinetik dari contoh obat parenteral 4. Mampu menjelaskan farmakokinetik dari contoh obat suppositoria



[Type text]



Page 5



6



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Farmakokinetik Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses dan kebanyakan proses sangat rumit. Umumnya ini didasari suatu rangkaian reaksi yang dibagi dalam tiga fase: 1. Fase farmaseutik 2. Fase farmakokinetik 3. Fase farmakodinamik. Farmakokinetik dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat,yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Dalam arti sempit, farmakokinetik khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya dalam darah dan jarigan sebagai fungsi dari waktu. Dalam fase farmakokinetik termasuk bagian proses invasi dan proses eliminasi (evasi). Yang dimaksud dengan invasi ialah proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme (absorpsi, distribusi), sedangkan eliminasi merupakan proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme (metabolisme, ekskresi) 1) Absorbsi



[Type text]



Page 6



7



Absorpsi suatu obat adalah pengambilan obat dari permukan tubuh termasuk juga mukosa saluran cerna atau dari tempat-tempat tertentu pada organ dalam kedalam aliran darah atau kedalam system pembuluh limfe. Karena obat baru dapat menghasilkan efek terapeutik bila tercapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya.Maka absorpsi yang cukup menjadi syarat untuk suatu efek terapeutik kecuali untuk obat yang bekerja local dan antasida. Absorbsi obat umumnya terjadi secara pasif melalui proses difusi. Kecepatan absorpsi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yang terpenting adalah sifat fisikokima bahan obat, terutama sifat stereo kimia dan kelarutannya seperti: a) Besar partikel b) Bentuk sediaan obat c) Dosis d) Rute pemberian dan tempat pemberian e) Waktu kontak dengan permukaan absorpsi f) Besarnya luas permukaan yang mengabsorbsi g) Nilai pH dalam darah yang mengabsorpsi h) Integritas membran i) Aliran darah organ yang mengabsorbsi 2) Distribusi Setelah proses absorbsi, obat masuk kedalam pembuluh darah untuk selanjutnya ditransportasikan bersama aliran darah dalam sistim sirkulasi



[Type text]



Page 7



8



menuju tempat kerjanya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. a)



Distribusi fase pertama.Terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak.



b) Distribusi fase kedua. Jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak Penetrasi dari dalam darah kejaringan pada proses distribusi seperti pada absorbsi juga sangat bergantung kepada beberapa hal khususnya: a) Ukuran molekul b) Ikatan pada protein plasma c) Kelarutan dan sifat kimia d) Pasokan darah dari organ dan jaringan e) Perbedaan pH antara plasma dan jaringan Molekul obat yang mudah melintasi membrane sel akan mencapai semua cairan tubuh baik intra maupun ekstrasel, sedangkan obat yang sulit menembus membrane sel maka penyebarannya umumnya terbatas pada cairan ekstrasel. 3) Metabolisme Pada dasarnya obat merupakan zat asing bagi tubuh sehingga tubuh akan berusaha untuk merombaknya menjadi metabolit yang tidak aktif lagi dan sekaligus bersifat lebih hidrofil agar memudahkan proses ekskresinya oleh ginjal. Obat yang telah diserap usus kedalam sirkulasi lalu diangkut melalui



[Type text]



Page 8



9



sistim pembuluh porta kehati. Dalam hati seluruh atau sebagian obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis. Enzim yang berperan pada proses biotransformasi ini adalah enzim mikrosom di reticulum endoplasma sel hati. Perubahan kimiawi terhadap obat yang dapat terjadi setelah proses metabolisme/biotransformasi adalah : a) Molekul obat berubah menjadi metabolit yang lebih polar (hidrofil) sehingga mudah untuk diekskresikan melalui urin pada ginjal. b) Molekul menjadi metabolit yang tidak/kurang aktif lagi (bioinaktivasi/ detoksifikasi), proses ini disebut juga first pass efect/ FPE (efek lintas pertama). Untuk menghindari resiko FPE maka rute pemberian secara sublingual, intrapulmonal, transkutan, injeksi dan rektal dapat digunakan. Obat yang mengalami FPE besar, dosis oralnya harus lebih tinggi dibandingkan dengan dosis parenteral. c) Molekul obat menjadi metabolit yang lebih aktif secara farmakologi (bioaktivasi) Contohnya adalah kortison yang diubah menjadi bentuk aktif kortison, prednison menjadi prednisolon. d) Molekul obat menjadi metabolit yang mempunyai aktifitas yang sama (tidak mengalami perubahan). Contohnya adalah klorpromazin, efedrin, dan beberapa senyawa benzodiazepin. Disamping hati yang menjadi tempat biotransformasi utama, obat dapat pula diubah di organ lain seperti di paru-paru, ginjal, dinding usus (asetosal, salisilamid, lidokain), di dalam darah (suksinilkholin) serta di dalam



[Type text]



jaringan



(cathecolamin).



Kecepatan



proses



Page 9



10



biotransformasi/metabolism umumnya bertambah bila konsentrasi obat meningkat sampai konsentrasi maksimal, sebaliknya bila konsentrasi obat melewati maka kecepatan metabolisme dapat turun. 4) Ekskresi Ekskresi adalah pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni, dan dikeluarkan dalam bentuk metabolit maupun bentuk asalnya. Disamping itu ada pula beberapa cara lain, yaitu: a) Kulit, bersama keringat, misalnya paraldehyde dan bromide. b) Paru-paru, dengan pernafasan keluar, misalnya pada anestesiumum, anestesi gas / anestesi terbang seperti halotan dan siklopropan. c) Hati, melalui saluran empedu, misalnya fenolftalein, obat untuk infeksi saluran empedu, penisilin, eritromisin dan rifampisin. d) Air susu ibu (ASI), misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok dan alkaloid lain. Harus diperhatikan karena dapat menimbulkan efek farmakologi atau toksis pada bayi. e) Usus, bersama tinja, misalnya sulfa dan preparat besi.



2.2 Obat Oral 2.2.1



Bentuk Obat Oral



Bentuk obat oral dibagi menjadi 2 yaitu: bentuk obat padat dan bentuk obat cairan. Bentuk obat padat untuk pemakaian oral adalah: tablet, kapsul, pil, dan serbuk. a. Tablet Tablet



[Type text]



adalah



bahan



Page 10



11



obat yang dipadatkan tanpa bahan tambahan (murni bahan obat).



Macam-macam tablet adalah: 1. Tablet Kempa Jenis obat berbentuk tablet yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Obat berbentuk tablet ini dibuat sesuai dengan bentuk cetakan nya dan memiliki ukuranyang sangat bervariasi. Contoh Vit C 2. Tablet kunyah Tablet besar yang tidak ditelan tetapi dikunyah. Biasanya, jenis obat tablet seperti inimemiliki rasa yang lebih enak dibandingkan dengan obat- obat yang lainnya. Contoh obat antasid 3. Tablet Hipodermik Jenis obat tablet hipodermik ini adalah obat tablet yang mudah larut di dalam air.Proses pelarutannya juga terjadi secara sempurna. 4. Tablet Efervensen Penggunaan tablet dilarutkan dulu dalam segelas air akan keluar gasCO2 dan tabletakan pecah dan larut. Contoh Calcium D. Redoxon (C.D.R.)



b. Kapsul



[Type text]



Page 11



12



Obat jenis kapsul terdiri dari bahan obat yang dibungkus dengan bahan padat, yangmudah larut. Bahan pembungkus ini sangat berguna agar obat mudah ditelan,menghindari baudanrasa yang tidak enak dari obat, serta menghindari kontak langsung dengan sinar matahari. Obat bentuk kapsul umumnyaberbentuk bulat panjang dengan pangkal dan ujungnya yang tumpul.



Macam-macam kapsul : 1. Kapsul gelatin keras, terdiri dasar sebagai wadah obat dan tutupnya. bentuknya keras,hingga banyak orang yang menyangka kaca yang tidak dapat hancur. tetapi bila kapsulini kena air akan mudah lunak dan hancur. 2. Kapsul gelatin lunak, tertutup dari pabrik dan obatnya sudah dari dulu diisi dipabrik.agar menarik kapsul ini diberi warna-warni. c. Pil Pil ini adalah bentuk obat yang berbentuk bundar (bulat) padat kecil yang mengandung bahan atau zat obat.



d. Serbuk



[Type text]



Page 12



13



Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan untuk pemakaian oral atau dalam atau untuk pemakaian luar. Bentuk serbuk mempunyai luas permukaan yang lebih luas, sehingga lebih mudah larut dan lebih mudah terdispersi daripada bentuk sediaan padat lainnya (seperti kapsul, tablet, pil). Anak-anak dan orang dewasa yang suka mengalami kesusahan menelan obat bentuk kapsul atau tablet, akan lebih mudah bila menelan obat yang sediaannya sudah berbentuk serbuk, dan selain itukarena serbuk oral bisa dicampur dengan air minum atau sediaan cair lainnya untuk membantu menelan obat.



Macam-macam serbuk : 1. Serbuk terbagi (pulveres/divided powder/ chartulae), bentuk serbuk ini berupa bungkusan serbuk dalam kertas permanen atau dalam kanton-kantong plastik kecil,tiap bungkus merupakan 1 dosis. 2. Serbuk tak terbagi (pulvis/ bulk powder), serbuk dalam jumlah yang banyakditempatkan dalam dos, botol mulut lebar. Sebagai contoh ialah bedak.



[Type text]



Page 13



14



3. Serbuk efervesen, serbuk yang berupa granul kecil yang mengandung asam sitrat dannatrium bikarbonat. Cara penggunaannya dilarutkan dulu dalam segelas air, terjadi reaksi antara asam dan natrium bikarbonat dengan mengeluarkan CO2 dan akanmenimbulkan rasa seperti limun.



2.2.2 Contoh Obat Oral 1.Metformin



Metformin adalah obat yang digunakan untuk menurunkan kadar gula darah yang meningkat pada penderita diabetes. Obat ini dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dikombinasikan dengan obat penurun gula darah yang lain. Pada diabetes tipe 2, hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas untuk mengatur kadar gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh secara optimal. Akibatnya, kadar gula darah mengalami peningkatan. Metformin bekerja dengan cara meningkatkan efektivitas tubuh dalam menggunakan insulin untuk menekan peningkatan kadar guladarah. Namun



[Type text]



Page 14



15



perlu diketahui, obat ini tidak dapat diberikan pada penderita diabetes tipe 1 yang organ pankreasnya sudah tidak memproduksi insulin. Merek dagang metformin: Metformin, Benofomin, Diabex, Efomet, Eraphage, Forbetes, Formell, Gliformin, Glucomet, Glucotika, Glufor, Glumin, Reglus XR, Tudiab, Zendiab. a. Farmakodinamik Farmakodinamik metformin berbeda dengan obat antidiabetik lainnya, yaitu dengan cara menurunkan produksi glukosa hepatik, menurunkan absorpsi glukosa intestinal, memperbaiki sensitivitas insulin dengan cara meningkatkan pengambilan dan penggunaan glukosa perifer. Penggunaan metformin tidak menjadikan pasien diabetik tipe 2 atau orang normal mengalami hipoglikemia. Kecuali, dalam hal tertentu, yaitu metformin dikombinasikan pemberiannya bersamaan dengan insulin, atau obat lain yang memiliki efek hipoglikemia. Metformin juga tidak



menyebabkan hiperinsulinemia. Dengan terapi



metformin, sekresi insulin tidak berubah. Hal ini berkenaan dengan menurunnya kadar insulin puasa, dan respon insulin plasma harian. Kecil kemungkinan metformin meningkatkan berat badan. Sebaliknya, berat badan dapat menurun padaterapidengan metformin. b. Farmakokinetik 1) Absorbsi



[Type text]



Page 15



16



Bioavailabilitas absolut dari metformin hidroklorida tablet 500 mg, diberikan pada kondisi pasien berpuasa, adalah sekitar 50% ‒ 60%. Makanan menurunkan kecepatan absorpsi metformin. Waktu puncak plasma sediaan regular adalah 2-3 jam, sedangkan sediaan extended release adalah 4-8 jam.Konsentrasi plasma secara stabil dapat dicapai dalam waktu 24‒48 jam, umumnya 90% dan mencapai peak plasma concentration dalam waktu 30-90 menit. Absorbsi menurun dan diperlambat dengan konsumsi makanan berlemak, penyerapan umumnya terjadi pada 15 menit pada keadaan puasa sedangkan pada keadaan dikombinasi dengan makanan berlemak penyerapan tertunda 45 menit. Sehingga peak plasma yang harusnya dicapai 1.25 jam pada keadaan puasa, pada keadaan dikombinasi dengan makanan berlemak menjadi 2.5 jam. 2) Distribusi



[Type text]



Page 19



20



Transfor hipnotik-sedatip didalam darah adalah proses dinamik dimana banyaknya molekul obat masuk dan meninggalkan jaringan tergantung pada aliran darah, tingginya konsentrasi, dan permeamibilitas. Kelarutan dalam lemak memegang peranan penting dalam menentukan berapa banyak hipnotik-sedatif yang khusus masuk ke susunan saraf pusat. a) Volume Distribusi : Diazepam dan DMDZ 0,3-0,5 mL/menit/Kg. Juga meningkat pada mereka yang lanjut usia. b) Distribusi dalam Darah : Plasma (perbandingan dalam darah) Diazepam 1,8 dan DMDZ 1,7.Ikatan Protein : Diazepam 98-99% dan DMDZ 97%.Didistribusi secara luas. Menembus sawar darah otak. Menembus plasenta dan memasuki ASI. c) Waktu untuk mencapai plasma puncak : 0,5 – 2 jam. 3) Metabolisme Jalur metabolisme : Oksidasi. a) Di



metabolisme



terutama



oleh



hati.



Beberapa



produk



metabolismenya bersifat aktif sebagai depresan SSP. b) Metabolit klinis yang signifikan : Desmetildiazepam (DMDZ) , temazepam & oksazepam. 4) Ekskresi Waktu paruh diazepam inisial (1-3 jam) diikuti oleh waktu paruh terminal (20-50 jam atau ~48 jam). Untuk eliminasi waktu paruh terminal metabolit aktif dari desmethyldiazepam membutuhkan waktu hingga 100



[Type text]



Page 20



21



jam. Diazepam dan metabolit aktifnya diekskresikan lewat urin dalam bentuk sulfat dan konjugat glukuronida. Rata-rata kecepatan waktu pembersihan diazepam dalam tubuh manusia dewasa adalah 20-30 mL/menit. Dengan dosis multipel diazepam akan menumpuk sehingga mengakibatkan semakin panjangnya waktu eliminasi. c. Efek Samping Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal dalam agresi, gangguan mental, amnesia, ketergantungan, depresi pernapasan, kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung. Kadang-kadang terjadi: nyeri kepala, vertigo, hipotensi, perubahan salivasi, gangguan saluran cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah dan sakit kuning. d. Kontraindikasi Depresi pernapasan, gangguan hati berat, miastenia gravis, insufisiensi pulmoner akut, kondisi fobia dan obsesi, psikosis kronik, glaukoma sudut sempit akut, serangan asma akut, trimester pertama kehamilan, bayi prematur; tidak boleh digunakan sendirian pada depresi atau ansietas dengan depresi. 2.3 Obat Parenteral 2.3.1



Definisi Salah satu sediaan farmasi steril adalah sediaan parenteral yang digunakan



per injectionem dan per infus (Lukas, 2006; Rahman & Djide, 2009). Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan yang digunakan untuk injeksi atau sediaan untuk infus. Injeksi adalah pemakaian dengan cara menyemprotkan larutan atau suspensi [Type text]



Page 21



22



ke dalam tubuh untuk tujuan terapeutik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan langsung ke dalam alairan darah, ke dalam jaringan atau organ. Asal kata injeksi dai injectio yang berarti memasukan ke dalam, sedangkan infusio berarti penuangan ke dalam (Lukas, 2006). Pada umumnya pemberian dengan cara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang cepat seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral) atau bila obat itu sendiri tidak efektif dengan cara pemberian lain (Ansel, 1989). Parenteral berasal dai kata Yunani, para dan enteron yang berarti di luar usus halus dan merupakan rute pemberian lain dari rute oral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan menunjukan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan lewat suntikan (Ansel, 1989). Keuntungan : 1. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat 2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti. 3. Biovaibilitas sempurna atau hampir sempurna 4. Kerusakan obat dalam saluran pencernaan dapat dihindarkan 5. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau yang sedang dalam keadaan koma (Lukas, 2006) Kerugian : 1. Dapat menimbulkan rasa nyeri/sakit pada saat disuntik, apalagi bila pemberiannya berulang.



[Type text]



Page 22



23



2. Memberikan efek psikologis pada pasien yang takut disuntik 3. Bila terjadi kekeliruan pada saat pemberian, maka hampir tidak dapat diperbaiki terutama setelah pemberian intravena. 4. Bila obat sudah masuk ke dalam tubuh pasien, maka sulit untuk ditarik kembali atau dikeluarkan. 5. Obat hanya dapat diberikan kepada pasien di rumah sakit, atau di tempat praktek dokter dan hanya dilakukan oleh perawat yang berpengalaman (Rahman & Djide, 2009). 2.3.2.



Biofarmasetika Obat Parenteral Hubungan antara ilmu fisika, kimia, dan biologi yang menyangkut obat,



bentuk dan absorpsi obat disebut biofarmasetika. Respon farmakologis suatu obat, termasuk cara kerja dan intensitas kerja obat sangat tergantung pada cara pemberiannya (Lukas, 2006). A.



Obat Masuk ke Dalam Tubuh Obat masuk ke dalam tubuh dengan cara intravaskular dan ekstravaskular



(Lukas, 2006; Rahman & Djide, 2009) 1. Cara intravaskular ialah obat langsung masuk ke sirkulasi sistemik dan didistribusikan ke seluruh tubuh seperti pada cara pemberian intravena (injeksi dan infus). Obat tidak mengalami fase absorpsi. Konsentrasi obat dalam plasma ditentukan oleh kecepatan biotransformasi dan kecepatan ekskresi/eliminasi obat dari tubuh. 2. Cara ekstravaskular ialah obat harus diabsorpsi dulu sebelum masuk ke peredaran sistemik seperti pemberian i.m, s.c, i.c, dan i.p. Syarat untuk



[Type text]



Page 23



24



diabsorpsi adalah obat harus dibebaskan dari bentuk sediaannya yang tergantung dari faktor fisikokimia obat, faktor lingkungan tempat absorpsi dan teknik pembuatan. Hubungan antara nasib obat dalam tubuh dengan rute pemberiannya (Lukas, 2006; Rahman & Djide, 2009). 1. Intravena (i.v) Obat langsung masuk ke sirkulasi sistemik dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Konsentrasi obat dalam plasma ditentukan oleh kecepatan biotransformasi dan kecepatan ekskresi/eliminasi obat dari tubuh. Cara pemberian intravena sebagai berikut : a. Secara bolus, injeksi diberikan secara langsung dengan kadar tinggi dan pada waktu yang pendek. b. Secara intermitant infus, injeksi i.v diberikan melalui infus dengan periode pemberian 20 menit sampai 4 jam dalam sehari. c. Secara continous infus, injeksi i.v melalui infus dengan waktu pemberian lebih dari 6 jam sampai 24 jam. 2. Intramuskular (i.m) a.



Obat yang berbahaya bila diberikan secara intravena, maka diberikan secara i.m.



b.



Respon terhadap obat yang diberikan secara i.m tidak secepat i.v tetapi secara kuantitatif hasil absorpsi i.m baik, biovaibilitas mencapai 80-100%.



[Type text]



Page 24



25



c.



Larutan obat dalam air lebih cepat diabsorpsi daripada bentuk suspensi atau larutan dalam minyak.



d.



Kecepatan absorpsi tergantung pada vaskularitas tempat suntikan dengan kecepatan darah antara 0,02-0,07 ml/menit.



e.



Molekul kecil langsung diabsorpsi ke dalam kapiler. Molekul besar masuk ke sirkulasi melalui saluran getah bening.



f.



Obat



tertentu



(ampisilin,



klodiazepoksida,



diazepam)



tidak



terabsorpsi secara sempurna karena terjadi presipitasi yang menyebabkan redisolusi sangat lambat atau terjadinya fagositosis partikel obat. 3. Subkutan (s.c) a.



Faktor yang mempengaruhi absorpsi secara s.c sama dengan i.m. Namun karena kecepatan peredaran darah pada s.c dan sirkulasi regional kurang, maka kecepatan absorpsi obat kurang pula.



b.



Absorpsi dapat diperlambat dengan penambahan Adrenalin, yang menyebabkan konstriksi pembulu darah, sehingga difusi obat tertahan atau diperlambat.



c.



Absorpsi obat dapat dipercepat dengan penambahan hyaluronidase, suatu enzim yang memecah mukopolisakharida dan matriks jaringan yang menyebabkan penyebaran dipercepat.



4. Intradermal (i.c) a.



Obat-obat tertentu diberikan secara i.c di bawah epidermis, lokasi biasanya pada bagian lengan bawah.



[Type text]



Page 25



26



b. Volume yang diberikan tidak lebih dari 0,2 ml karena volume jaringan kecil dan kompak, absorpsi lambat karena kurangnya pembuluh darah 2.3.3.



Contoh Obat Parenteral



1. Tramadol Tramadol adalah analesik sintetik yang bekerja sentral dengan daya ikat lemah terhadap reseptor opioid (opioid lemah). Merupakan suatu analog sintetik 4-phenyl piperidine dari kodein yang bekerja sebagai analgesik murni untuk nyeri sedang sampai berat.



a.Farmakodinamik Termasuk analgesik opioid sintesis golongan amino sikloheksanol yang bekerja sentral dan berefek pada neurotransmitter noradrenergic dan serotonergik. Aktivitas seperti opioid disebabkan karena daya ikat lemah terhadap komponen reseptor -opioid dan daya ikat yang kuat meabolit aktif, o-desmethyltramadol terhadap reseptor -opioid. Tramadol merupakan analgesik yang memiliki sifat analgesik seperti opiate tetapi tanpa efek samping opiate, khususnya depresi pernapasan pada neonatus. Tramadol



[Type text]



Page 26



27



bekerja menghambat re-uptake noradrenalin dan serotonin in vitro, seperti analgesk opioid. Mekanisme kerja Tramadol bekerja dengan dua macam mekanisme yang saling memperkuat, yaitu: 1. Berikatan dengan reseptor opioid yang ada di spinal dan otak sehingga menghambat transmisi sinyal nyeri dari perifer ke otak. 2. Meningkatkan aktivitas saraf penghambat monoaminergik yang berjalan dari otak ke spinal sehingga terjadi inhibisi transmisi sinyal nyeri. b.Farmakokinetik 1) Absorbsi Tramadol diabsorbsi ditraktus gastrointestinal lebih dari 95% setelah pemberian awal. Absorbs tidak dipengaruhi oleh makanan dan bioavailabilitas sistemik setelah pemberian awal dosis tunggal sekitar 70%, sedangkan setelah pemberian ulangan mencapai 90-100%. Hanya 20% berikatan dengan protein plasma sehingga interaksi obat menjadi sangat minim. Konsentrasi tertinggi dalam serum (peak serum level) pada pemberian intramuscular dicapai setelah 45 menit (bervariasi 50-90 menit) dihitung sejak waktu pemberian obat. Hal ini berbeda pada pemberian per oral, peak serum level dicapai 2 jam setelah pemberian obat. Rerata bioavailabilitas absolute pemberian oral 68-72%. Mula kerjanya sangat cepat, hanya sekitar 20 menit.



[Type text]



Page 27



28



2) Distribusi Tramadol didistribusikan secara tepat di seluruh tubuh dengan volume distribusi 2-3 L/kg pada dewasa muda. Volume distribusi akan berkurang 25% pada usia di atas 75 than. Dua puluh persen berikatan dengan protein plasma, dengan konsentrasi 10 g/ml. 3) Metabolisme Tramadol dimetabolisme oleh dementilasi N dan O via sitokrom P450 isoezim CYP3A4 dan CYP2D6 dan glukoronidasi atau sulfas di hepar (85%). Hanya o-desmethyltramadol (M1) yang aktif secara farmakologis. Produksi M1 bergantung pada ikatan isoezim CYP2D6 pada sitokrom P450. Demetilasi Nitrogen dikatalisasi isoenzim CYP3A pada sitokrom P450. 4) Ekskresi Tramadol dan metabolitnya diekskresikan terutama melalui ginjal. Pada dewasa muda, waktu paruh tramadol 5-7 jam. Total klirens mencapai 430-610 Ml/ menit. c.Pemberian parenteral Dapat diberikan secara injeksi intravena dan intramuscular. Untuk nyeri pasca operasi, dosis yang dianjurkan adalah 100 mg. dosis selanjutnya 50 mg atau 100 mg, dapat diulangi setiap empat sampai enam jam kemudian. Total dosis yang dapat dapat diberikan dalam sehari adalah 600 mg. [Type text]



Page 28



29



d.Kontraindikasi 1. Pasien dengan hipersensitivitas terhadap tramadol. 2. Intoksikasi akut dengan alcohol, analgesik, opioid, obat hipnotik dan psikotropik. 3. Pasien yang menggunakan inhibitor MAO dalam waktu 14 hari terakhir. 4. Pasien dengan hipersensitivitas opioid. e.Efek Samping Efek samping yang sering timbul adalah sakit kepala dan mulut kering. Efek samping yang jarang timbul adalah takikardi. Depresi pernapasan, dyspepsia dan pusing. Tramadol merupakan obat golongan C (tidak nyebabkan teratogenik dan toksisk pada penggunaan dosis terapeutik). 2.Ceftriaxone Untuk infeksi-infeksi berat dan yang disebabkan oleh kuman-kuman gramositif maupun gram negatif yang resisten terhadap antibiotika lainnya, misalnya infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran kemih, infeksi gonoreal,



[Type text]



Page 29



30



septisemia bakteri, infeksi tulang dan jaringan, infeksi kulit. a. Farmakodinamik Efek bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat penghambatan sintesis dinding kuman. Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap betalaktanase, baik terhadap penisilinase maupun sefalosporinase yang dihasilkan oleh kuman gram-negatif dan gram-positif. b. Farmakokinetik 1) Absorbsi Diabsorpsi lengkap setelah pemberian dengan kadar plasma maksimum rata-rata antara 2-3 jam setelah pemberian secara parenteral. Konsentrasi serum puncak mencapai 1,5-4 jam setelah dosis tersebut. 2) Distribusi Didistribusikan secara luas ke dalam jaringan tubuh dan cairan termasuk kantung empedu, paru-paru, tulang, jantung, empedu, dan sebagainya. Umumnya berdifusi ke CSF dengan penggunaan intravena dan intramuscular. 3) Metabolisme Dimetabolisme untuk sebagian kecil di usus setelah eliminasi empedu.



4) Ekskresi



[Type text]



Page 30



31



Dieliminasi melalui ginjal dan mekanisme non-renal (di luar ginjal) 33-36% dieliminasi dalam urin oleh filtrasi glomerulus sebagai obat tidak berubah; sisanya deliminasi dalam feses melalui empedu sebagai obat tidak berubah dan metabolit inaktif. c. Kontraindikasi Pada pasien yang memiliki riwayat hipersentivitas terhadap golongan obat ini atau obat golongan sefalosporin lainnya. d. Efek Samping Secara umum ceftriaxone dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat ditemukan adalah reaksi lokal: sakit, indurasi, atau nyeri tekan pada tempat suntikan dan phlebitis setelah pemberian intravena.



2.4 Obat Suppositoria



2.4.1



Definisi Supositoria menurut FI edisi IV adalah sediaan padat dalam berbagai



bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal, vagina atau urethra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut dalam suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik.



[Type text]



Page 31



32



a. Keuntungan Suppositoria Keuntungan penggunaan obat dalam Suppositoria dibanding peroral, yaitu 1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung. 2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzym pencernaan dan asam lambung. 3. Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih cepat daripada penggunaan obat peroral. 4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar. b. Tujuan Penggunaan Obat Bentuk Suppositoria 1. Suppositoria dipakai untuk pengobatan lokal, baik dalam rektum maupun vagina atau urethra, seperti penyakit haemorroid / wasir / ambein dan infeksi lainnya. 2. Juga secara rektal digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat diserap oleh membran mukosa dalam rektum, 3. Apabila penggunaan obat peroral tidak memungkinkan, seperti pasien mudah muntah, tidak sadar. 4. Aksi kerja awal akan diperoleh secara cepat, karena obat diabsorpsi melalui mukosa rektal langsung masuk ke dalam sirkulasi darah, 5.



Agar terhindar dari pengrusakan obat oleh enzym di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hepar .



[Type text]



Page 32



33



2.4.2 . Macam-Macam Suppositoria



Macam-macam Suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya : 1. Rektal Suppositoria sering disebut Suppositoria saja, bentuk peluru digunakan lewat rektal atau anus, beratnya menurut FI.ed.IV kurang lebih 2 g. Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai keuntungan, yaitu bila bagian yang besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur, maka Suppositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya. 2. Vaginal Suppositoria (Ovula), bentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan lewat vagina, berat umumnya 5 g. Supositoria kempa atau Supositoria sisipan adalah Supositoria vaginal yang dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai, atau dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak. Menurut FI.ed.IV, Suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut / bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi berbobot 5 g. Supositoria dengan bahan dasar gelatin tergliserinasi (70 bag. gliserin, 20 bag. gelatin dan



10 bag. air) harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,



sebaiknya pada suhu dibawah 350 C° 3. Urethral Suppositoria (bacilla, bougies)digunakan lewat urethra, bentuk batang panjang antara 7 cm - 14 cm.



[Type text]



Page 33



34



2.4.3 Contoh obat suppositoria DULCOLAX



ADSORPSI



Penggunaan baik secara oral ataupun rektal, pada prinsipnya secara cepat terhidrolisa



menjadi



aktif



bis-(p-hydroxyphenil)-pyridyl-2methane(BHPM),



terutama oleh esterases dari selaput mukosa. Penggunaan sebagai tablet salut enteric diketahui untuk menghasilkan konsentrasi plasma BPHM maksimum 4-10 jam pasca pemberian sedangkan efek laksatif terjadi antara 6-12 jam pasca pemberian. Sebaliknya, setelah pemberian sebagai suppossitoria, efek laksatif terjadi rata-rata sekitar 20 menit pasca pemberian, pada beberapa kasus terjadi 45 menit setelah pemberian



DISTRIBUSI [Type text]



Page 34



35



Konsentrasi plasma BPHM maksimum dicapai 0,5-3 jam setelah penggunaan suppossitoria. Oleh karena itu, efek laksatif bisacodyl tidak berkolerasi dengan tingkat plasma BPHM. Sebaliknya, BPHM bertindak secara lokal dibagian bawah usus dan tidak ada hubungan antara efek laksatif dan tingkat plasma gugusan aktif.



METABOLISME



Setelah pemberiaan secara oral dan rektal, hanya sejumlah kecil obat yang diabsorpsi dan hampir sepenuhnya terkonjugasi pada dinding usus dan hati membentuk glukuronat BPHM inaktif. Eliminasi penuh plasma glukuronat BPHM diperkirakan sekitar 16,5 jam.



EKSKRESI



Setelah pemberian tablet salut bisacodyl, rata-rata 51,8% dari dosis itu ditemukan didalam kotoran sebagai BPHM bebas dan rata-rata 10,5% dari dosis itu ditemukan dalam urin sebagai glukuronat BPHM. Setelah pemberian sebagai suppossitoria, rata-rata 3,1% dari dosis kembali sebagai glukuronid dalam urin. Tinja mengandung sejumlah besar BPHM(90% dari total ekskresi) disamping itu sejumlah bisacodyl tidak berubah.



[Type text]



Page 35



36



Dulcolax merupakan obat pencaharyang mengandung 5 mg Bisacodyl pada tiap tabletnya.



Kandungan zat tersebut memiliki fungsi tersendiri untuk mengatasi masalah konstipasi atau sembelit. Adapun fungsi Bisacodyl adalah :



Bisacodyl merupakan obat pencahar atau laksatif yang berguna untuk mengatasi konstipasi atau sembelit. Obat ini adalah derivat trifenil metana yang termasuk obat pencahar jenis stimulan merangsang pergerakan dalam usus, terutama usus besar



hingga



mengeluarkan



feses.



Cara kerja bisacodyl adalah



dengan



merangsang saraf enteriksehingga mengakibatkan kontraksi kolon (usus besar). Seperti obat pencahar lainnya, obat ini juga berfungsi untuk membersihkan atau mengosongkan isi usus besar.



Dengan demikian, Dulcolax sangat berguna untuk mengatasi masalah saluran pencernaan. Terlebih, obat ini membantu mengatasi konstipasi atau sembelit dan juga



digunakan



untuk



mengosongkan



usus



besar



sebelum operasi atau



pemeriksaan medis lainnya.



Indikasi dan Kegunaan Dulcolax obat apa? Berdasarkan penjelasan mengenai kandunganyang terdapat di dalamnya, maka obat dilcolax dapat digunakan untuk:



[Type text]



Page 36



37







Mengatasi konstipasi atau sembelit.







Mengosongkan perut atau membersihkan usus besar sebelum prosedur operasi, colonoscopy, endoscopy, x-ray, atau prosedur pada usus lainnya.







Meningkatkan kadar air pada feses (melunakkan feses).



Kontraindikasi Wajib diingat! Bahwa tidak semua orang bisa menggunakan obat pencahar ini, Dulcolax tidak boleh digunakan oleh orang dengan kondisi seperti di bawah ini:







Memiliki hipersensitif atau alergi terhadap kandungan obat ini.







Hindarkan juga pemakaian obat ini pada operasi perut akut.







Wanita hamil (terutama pada trimester pertama) dan ibu menyusui.







Penderita obstruksi usus (penyumbatan dalam usus).







Mengalami obstruksi ileus.







Menderita penyakit perforasi usus.







Pasien kolitis toksik (inflamasi di usus besar).







Penderita megakolon toksik.







Pasien radang usus akut.







Mengalami radang usus buntu (appendectomy).







Mengalami dehidrasi berat.







Intoleransi terhadap laktosaatau sukrosa.



[Type text]



Page 37



38



Dosis Dulcolax dan Cara Pemakaian Dulcolax tersedia dalam bentuk tablet dan supositoria (rektal). Dalam setiap kemasannya berisi 1 strip yang terdiri atas 4 tablet/strip. Tiap tablet mengandung 5 mg Bisacodyl.



Dosis yang tepat sesuai dengan anjuran dokter Anda setelah mempertimbangkan kondisi kesehatan, usia, berat badan dan sebagainya. Adapun dosis dulcolak yang sering direkomendasikan antara lain:



Dosis Dulcolax untuk Dewasa Tablet (penggunaan oral): 



Untuk pengobatan, dosis yang dianjurkan adalah 5 mg sampai 10 mg diminum 1 kali seharipada malam hari.







Untuk pengosongan perut pramedikal, dosis yang dianjurkan adalah 10 mg diminum 1 kali pada malam hari dan digunakan selama 2 hari sebelum prosedur medis. Suppositoria (rektal):







Untuk pengobatan, dosis yang dianjurkan adalah 1 suppositoria (10 mg) dimasukkan seluruhnya ke dalam anus.







Untuk pengosongan perut pramedikal, dosis yang dianjurkan adalah 1 suppositoria (10 mg) yang diberikan 1 jam sebelum prosedur medis.



[Type text]



Page 38



39



Dosis Dulcolax untuk Anak-Anak (Usia 6 - 10 Tahun): 



Penggunaan tablet, dosis yang dianjurkan adalah 5 mg diminum pada malam hari sebanyak 1 kali sehari.







Penggunaan suppositoria, dosis yang dianjurkan adalah 1 suppositoria (5 mg) dimasukkan seluruhnya ke dalam anus. Suppositoria (rektal):







Untuk pengobatan, dosis yang dianjurkan adalah 1 suppositoria (10 mg) dimasukkan seluruhnya ke dalam anus.







Untuk pengosongan perut pramedikal, dosis yang dianjurkan adalah 1 suppositoria (10 mg) yang diberikan 1 jam sebelum prosedur medis.



Efek Samping Dulcolax Seperti halnya dengan obat-obat lainnya, obat ini juga berpotensi menyebabkan efek samping. Efek samping yang umum terjadi diantaranya:







Gangguan pada saluran pencernaan, seperti rasa tidak nyaman atau kram perut.







Diare.







Hiperkalemia.







Gripping (Sakit kepalamencengkram).



[Type text]



Page 39



40



Selain gejala efek mendapatkan



samping



tersebut,



tindakan medis,



jika



segera Anda



menghubungi mengalami



dokter



untuk



tanda-tanda



atau



gejala seperti di bawah ini:







Mual, muntah, dan diare terus menerus.







Kram otot.







Detak jantung tidak teratur.







BAB darah.







Kepala pusing.







Kelelahan.







Pingsan.







Iritasi pada anus (penggunaan suppositoria).







Reaksi alergi serius, seperti ruam dan gatal pada wajah atau lidah.







Susah bernapas



[Type text]



Page 40



41



3. Kaltrofen



Ketoprofen adalah suatu asam aril alkanoat, derivat asam karboksilat, obat dari golongan antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Obat ini digunakan sebagai terapi simtomatik untuk berbagai kondisi, di antaranya untuk osteoartritis, reumatoid artritis, dismenorea, dan manajemen nyeri akut. Sebagai NSAID, obat ini memiliki efek terapi antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik.



Indikasi ketoprofen adalah sebagai analgesik untuk nyeri dan inflamasi pada osteoastritis dan reumatoid artritis, serta untuk manajemen nyeri akut. Prinsip pemberian ketoprofen adalah gunakan dosis serendah mungkin dengan durasi sesingkat mungkin. Pada penggunaan jangka panjang, selalu monitor respon terapi dan titrasi dosis ke dosis terendah yang masih menghasillkan efek terapeutik yang adekuat. Osteoartritis dan Reumatoid Artritis



[Type text]



Page 41



42



Untuk osteoartritis dan reumatoid artritis, ketoprofen dapat diberikan secara oral dengan dosis 50 mg, 4 kali sehari, atau 75 mg, tiga kali sehari. Dosis maksimum pemberian adalah 300 mg/hari. Untuk sediaan extended release, dosis ketoprofen adalah 200 mg, sekali sehari dengan dosis maksimum 200 mg/hari



Farmakodinamik



Mekanisme antiinflamasi ketoprofen memiliki model, seperti: 



Efek penghambat obat terhadap sintesis prostaglandin dan leukotrien. Inhibisi sintesis prostaglandin melalui inhibisi setidaknya dua isoenzim siklooksigenase, yaitu COX-1 dan COX-2







Aktivitas antibradikinin







Lisosomal stabilitas membran







Menghambat kemotaksis







Mengubah aktivitas limfosit







Menurunkan aktivitas proinflamasi sitokin







Menghambat agregasi netrofil Karena melewati sawar otak, maka efek analgesik obat ini bersifat sentral.[2,3,5,6]



Farmakokinetik



[Type text]



Page 42



43



Farmakokinetik ketoprofen berupa aspek absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasinya. Absorpsi Bioavailabilitas obat mencapai 90% dengan onset kerja 30 menit dan durasi kerja 6 jam. Konsentrasi puncak dalam plasma darah dicapai sekitar 0,5-2 jam. Pada sediaan lepas lambat, konsentrasi puncak dalam plasma darah dapat terjadi sekitar 6─7 jam setelah mengonsumsi obat. Distribusi Ikatan protein 99%. Ketoprofen memiliki volume distribusi 0,1 L/kgBB. Ketoprofen melewati sawar otak, dan dalam kadar sedikit dalam ASI. Metabolisme Metabolisme ketoprofen terjadi di hepar dengan metabolit utama berupa glukuronida hasil konjugasi ketoprofen dan ketoprofen terhidroksilasi. Eliminasi Ekskresi ketoprofen terjadi di urine sebesar 50-90% sebagai metabolit konjugat glukuronida. Hanya sekitar 1% obat yang dieliminasi dalam bentuk tidak berubah. Ekskresi di feses hanya sekitar 1-8%. Waktu paruh sediaan yang berefek segera sekitar 2-4 jam dan untuk sediaan lepas lambat 3-7.5 jam.[3,6]



[Type text]



Page 43



44



BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 1.



Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat.



2.



Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat.



3.



Obat oral merupakan obat yang pemakaiannya dengan cara memasukkannya lewat mulut.



4.



Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan yang digunakan untuk injeksi atau sediaan untuk infus. Injeksi adalah pemakaian dengan cara menyemprotkan larutan atau suspensi ke dalam tubuh untuk tujuan terapeutik atau diagnostik.



5.



Kelebihan dari cara pemberian obat dengan parenteral adalah Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari.



6.



Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk, yang diberikan melalui rectal,vaginal atau uretra.



7.



Kelebihan dari cara pemberian obat dengan parenteral adalah Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari.



[Type text]



Page 44



45



3.2. Saran Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.



[Type text]



Page 45



46



Daftar Pustaka Bricker L, Lavender T. 2002. Parenteral Opioids for Labor Pain Relief: A Systematic Review. AJOG 186 (5): 1-30. Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Penerbit Andi. Yogyakarta Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah : F. Ibrahim. Edisi ke-4. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta Rahman, L dan Djide, MN. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Makassar.



[Type text]



Page 46