Makalah Farmakoterapi Terapan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH FARMAKOTERAPI TERAPAN Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)



OLEH :



KELOMPOK 1 ADE SAPITRI



(O1B119041)



ADE SAPITRI



(O1B119041)



FITRIA NINGSI



(O1B119049)



FITRIA NINGSI



(O1B119049)



LM RIZAL SATRIA (O1B119057)



LM RIZAL SATRIA (O1B119057)



NURNANINGSIH



(O1B119065)



NURNANINGSIH



(O1B119065)



SRI HASTUTI



(O1B119073)



SRI HASTUTI



(O1B119073)



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2020



DAFTAR ISI DAFTAR ISI



ii



BAB I PENDAHULUAN



1



BAB II PEMBAHASAN



3



2.1.



Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)



3 3



2.1.2. Epidemiologi



3



2.1.3. Patofisiologi



4



2.1.4. Tanda Dan Gejala



5



2.1.5. Klasifikasi



5



2.1.6. Diagnosis



7



2.1.7. Tatalaksana Terapi



9



2.1.8. Monitoring



10



2.2.



2.1.1. Definisi



Gangguan Menstruasi



11



2.2.1. Definisi



11



2.2.2. Epidemiologi



11



2.2.3. Patofisiologi



11



2.2.4. Etiologi



15



2.2.5. Faktor Resiko



16



2.2.6. Tanda Dan Gejala



16



2.2.7. Klasifikasi



17



2.2.8. Diagnosis



18



2.2.9. Tatalaksana Terapi



20



BAB III STUDI KASUS



27



BAB IV KESIMPULAN



32



DAFTAR PUSTAKA



28



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang



BAB II PEMBAHASAN 3.1.



Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)



2.1.1. Definisi Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) adalah masalah kesehatan yang mempengaruhi siklus menstruasi wanita dan merupakan salah satu penyebab terbanyak kelainan endokrin yang melibatkan 5 –



10% wanita dalam masa



reproduksi. PCOS mengacu pada pembesaran ovarium yang mengandung banyak kista yang sangat kecil. Wanita dengan PCOS memiliki tingkat androgen yang tinggi, yakni yang biasa dikenal sebagai hormon pada laki-laki. Mereka juga memiliki produksi insulin yang tinggi sehingga menimbulkan kelebihan berat badan. PCOS diartikan sebagai kumpulan gejala akibat peningkatan hormon kelaki– lakian / androgen (hiperandrogenisme) dan adanya gangguan ovulasi tanpa disertai adanya kelainan pada anak ginjal (hiperplasia adrenal congenital), peningkatan hormon prolaktin / produksi susu (hiperprolaktinemia) atau adanya tumor / neoplasma yang memproduksi hormon androgen. Memang istilah polikistik yang berarti adanya “banyak kista” sering kali disalah artikan. Banyak penderita mengira bahwa adanya “kista” berarti memerlukan pembedahan dan bahkan meningkatkan ketakutan dan kekhawatiran tentang kemungkinan kanker atau penyakit ginekologi lainnya. Padahal istilah yang tepat adalah banyaknya folikel telur (ukuran 4 – 8 mm) yang tidak berkembang yang tampak pada indung telur sebagai “kista kecil-kecil”. Bukan kista yang berukuran besar yang menunjukkan adanya tumor indung telur. 2.1.2. Epidemiologi WHO tahun 2010 menunjukan 3– 5 % penduduk dunia menderita PCOS. Diderita pada wanita (5– 10% dari wanita usia reproduksi yang berumur 12 - 45 tahun) dan diduga menjadi salah satu penyebab utama infertilitas wanita.



Lebih sering ditemukan pada wanita di kepulauan pasifik, mereka dua kali lebih mungkin sebagai populasi rata-rata memiliki PCOS. Sebesar 20% wanita di kepulauan pasifik memiliki PCOS. PCOS juga dapat terjadi pada gadis berusia 11 tahun oleh karena itu sangatlah penting dilakukan deteksi dini agar didapat pengobatan terbaik sebagai upaya pencegahan PCOS agar tidak semakin parah. 2.1.3. Patofisiologi Menurut Homburg Roy, 2008 terdapat 4 kelainan utama yang terlibat dalam patofisiologi dari PCOS yaitu : 1. Morfologi ovarium yang abnormal Lebih kurang enam sampai delapan kali lebih banyak folikel pre-antral dan small antral pada ovarium polikistik dibandingkan dengan ovarium normal. Folikel ini tertahan pertumbuhannya pada ukuran 2-9 mm, mempunyai rerata atresia yang lambat dan sensitive terhadap FSH eksogen. Hampir selalu terdapat pembesaran volume stroma yang menyebabkan volume total dari ovarium > 10 cc. Penyebab kelainan dari morfologi ini diduga disebabkan oleh adanya androgen yang berlebihan. Androgen merangsang pertumbuhan folikel primer sampai dengan stadium folikel preantral dan small antral, dan proses ini dipercepat dengan adanya androgen yang berlebihan dibandingkan dengan ovarium yang normal. Faktor lain yang ditemukan pada PCOS yang ikut berpengaruh pada morfologi ovarium adalah kelebihan beberapa faktor yang menghambat kerja dari FSH endogen (seperti follistatin, epidermal growth factor dll), kelebihan factor anti-apoptotic (BCL2) yang dapat memperlambat turnover dari folikel yang terhambat ini. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut yang menyebabkan morfologi ovarium yang karakteristik pada ovarium polikistik.



Gambar : Kunci utama dari produksi androgen yang berlebihan pada polycystic ovary. (Dikutip dari Homburg R)



2. Produksi androgen ovarium yang berlebihan Produksi androgen ovarium yang berlebihan adalah penyebab utama dari PCOS. Hampir semua mekanisme enzymatic pada PCOS yang merangsang produksi androgen meningkat. Peningkatan insulin dan LH, baik secara sendirian ataupun kombinasi akan meningkatkan produksi androgen. Adanya single gene dengan kode cytochrome P450c17a, enzym ini memediasi aktifitas 17a-hydroxylase dan 17-20- desmolase pada tingkat ovarium.



Gambar : Mekanisme dari produksi androgen yang berlebihan pada polycystic ovary (Dikutip dari Homburg R)



3. Hiperinsulinemia Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin terjadi pada lebih kurang 80% wanita dengan PCOS dan obesitas sentral, dan juga pada lebih kurang 30-40% wanita dengan PCOS yang berbadan kurus. Hal ini



disebabkan oleh kelainan pada post-receptor yang berefek pada transport glukosa, dan ini adalah kelainan yang unik pada wanita dengan PCOS. Resistensi insulin secara bermakna di eksaserbasi oleh obesitas, dan merupakan faktor utama dalam patogenesa anovulasi dan hyperandrogenism. Kelainan fungsi dari sel beta pancreas juga ditemukan pada PCOS.



Gambar : Peranan hperinsulinemia dalam patogenesa anovulasi dan hperandrogenisme (Dikutip dari Homburg R)



4. Kadar serum LH yang berlebihan Kadar serum LH yang berlebihan dapat diditeksi pada sample darah pada satu kali pemeriksaan dalam lebih kurang 40-50% wanita dengan PCOS. Tingginya kadar LH lebih banyak terdapat pada wanita dengan berat badan yang kurus dibandingkan dengan yang obesitas. Walaupun kadar serum FSH dalam batas normal, tetapi didapatkan penghambatan intrinsic pada kerja FSH. Kadar prolactin pun mungkin sedikit meningkat. Patofisiologi PCOS sangat kompleks. Cacat utama di PCOS tidak diketahui, tetapi setidaknya tiga mekanisme potensial, bertindak sendiri atau secara sinergis, muncul untuk menciptakan presentasi klinis yang khas. Mekanisme ini termasuk sekresi gonadotropin yang tidak tepat, produksi androgen yang berlebihan, dan resistensi insulin dengan hiperinsulinemia (Kimbel, 2013). PCOS berkembang ketika ovarium distimulasi untuk memproduksi jumlah hormon androgen yang berlebih, terutama testosteron



dengan cara melepaskan hormon LH yang berlebih pada kelenjar pituitari anterior (Kabel, 2016). 2.1.4. Manifestasi Klinik Tanda-tanda klinis PCOS yang umum termasuk hirsutisme, jerawat, dan alopecia. Hirsutisme, karakteristik paling umum dari ini terjadi pada 60% hingga 75% wanita dengan PCOS. Ini didefinisikan sebagai kelebihan dari rambut tubuh dimana rambut tubuh berpigmen tebal, sebaran pertumbuhan rambut banyak dijumpai di bagian atas bibir, perut bagian bawah, dan sekitar puting susu. Dalam hal ini kadar hormon androgen (hormon pria) pada seorang wanita meningkat Jerawat mempengaruhi 15% hingga 25% wanita dengan PCOS, tetapi prevalensi ini mungkin tidak berbeda dari populasi umum. Prevalensi kejadian alopecia sangat bervariasi dengan laporan 5% hingga 50% dari wanita dengan PCOS dan mengalami kerontokan . Disfungsi



ovulasi



pada



PCOS



biasanya



dideskripsikan



sebagai



oligoovulasi atau anovulasi, menunjukkan secara klinis sebagai wanita dengan siklus haid yang tidak teratur. Secara keseluruhan, 60% hingga 85% wanita dengan PCOS dan oligo-ovulasi biasanya mengalami disfungsi menstruasi oligomenore atau amenore. Gangguan menstruasi biasanya dimulai pada tahun peripubertal. Peningkatan LH – FSH rasio lebih besar dari 2 atau 3 dapat memberikan bukti untuk ovulasi tidak teratur. Ini terjadi pada 20% hingga 60% wanita dengan PCOS. Obesitas (didefinisikan sebagai indeks massa tubuh [BMI] ≥30 kg / m2) terjadi pada sekitar 30% hingga 60% wanita dengan PCOS. Obesitas sentral atau perut adalah pola yang khas. Obesitas sentral merupakan faktor risiko perkembangan diabetes dan penyakit jantung pada seorang wanita dalam masa subur



dengan



PCOS,



memperburuk



gambaran



klinis



(mis.,



anovulasi,



hiperandrogenisme, insulin resistensi). Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup dengan diet yang tepat dan olahraga adalah landasan terapi untuk banyak wanita dengan PCOS (Kimbel. 2013). Pasien PCOS dibagi dalam dua kelompok berdasarkan gejala klinik, yaitu PCOS dengan sensitif insulin dan PCOS dengan resistensi insulin (KimE, 2014)



2.1.5. Tanda dan Gejala Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) merupakan gangguan endokrin yang ditandai dengan menstruasi yang tidak teratur, hiperandrogenisme, dan polikistik ovarium (Sirmans and Pate, 2014). Gambaran utama pasien PCOS meliputi haid yang tidak teratur,anovulasi kronis,infertilitas serta gejala akibat aktivitas androgen berupa hirsutisme, jerawat dan temporalbalding (LauritsenMP, 2014). 2.1.6. Diagnosis Kriteria diagnostik awal dikembangkan pada tahun 1990 selama konferensi ahli yang disponsori oleh Institut Kesehatan Nasional AS dan Institut Kesehatan Anak dan Pembangunan Manusia AS. Panel menyimpulkan bahwa kriteria utama untuk PCOS harus mencakup (dalam urutan kepentingan): 1. Hiperandrogenisme (tanda-tanda klinis hiperandrogenisme seperti hirsutisme) atau



hiperandrogenemia



(tanda



biokimia



hiperandrogenisme



seperti



peningkatan kadar testosteron). 2. Oligo- ovulasi (ovulasi yang jarang atau tidak teratur dengan menstruasi kurang dari sembilan kali per tahun). 3. Mengesampingkan gangguan lain yang diketahui seperti hiperprolaktinemia, kelainan tiroid, dan hiperplasia adrenal kongenital. Kumpulan kriteria kedua diusulkan pada konferensi ahli di Rotterdam yang disponsori oleh Masyarakat Eropa untuk Reproduksi dan Embriologi Manusia dan Masyarakat Amerika untuk Pengobatan Reproduksi pada tahun 2003.8 Mereka menyimpulkan bahwa kehadiran dua dari tiga fitur ini, setelah pengecualian gangguan terkait, mengkonfirmasi diagnosis PCOS: 1. Oligo-ovulasi atau anovulasi 2. Tanda-tanda klinis atau biokimia hiperandrogenisme 3. Ovarium polikistik.



Kriteria diagnosi : 1. Kriteria Rotterdam Gejala pasien PCOS cukup bervariasi dengan yang paling rsering dikeluhkan oleh pasien adalah gangguan ovulasi berupa oligo hingga amenorea, infertilitas, serta hirsutisme. Keadaan ini dihubungkan dengan perubahan hormonal-biokimia, termasuk adanya resistensi insulin dan peningkatan androgen plasma. a. Oligomenorea – amenorea dan/atau anovulasi Pasien



PCOS



dengan



amenorrhea



umumnya



memiliki



hiperandrogenisme berat dan jumlah folikel antral lebih tinggi. Kondisi anovulasi terjadi akibat sekresi hormon gonadotropin yang tidak sesuai, sehingga produksi hormon sehingga Luteinizing Hormone (LH) lebih tinggi dibandingkan Follicle Stimulating Hormone (FSH). b. Hiperandrogenisme Hiperandrogenisme pada PCOS dinilai secara klinis maupun biokimiawi : 1) Penilaian hiperandrogenisme secara klinis termasuk hirsutisme, alopesia androgenik, akne, dan gejala lainnya, namun penilaian terutama diperoleh dari hirsutisme. 2) Secara biokimia, hiperandrogenisme dilihat dari peningkatan di sirkulasi kadar androgen, terutama testosteron, serta androgen lainnya yaitu androstenedion, DHEA, dan DHEA – S. Testosteron bebas (free testosterone) atau free androgen index - FAI) merupakan androgen yang lebih sering digunakan dalam diagnosis hiperandrogenisme. c. Gambaran ovarium polikistik Gambaran ovarium polikistik berdasarkan kriteria Rotterdam 2003 adalah ditemukannya folikel sejumlah 12 atau lebih dengan diameter 2 – 9 mm pada masing – masing ovarium dan/atau peningkatan volume ovarium ( > 10 ml ).



Gambar : Gambaran ovarium polikistik pada pemeriksaan ultrasonografi.



2. Peranan AMH dalam Diagnostic PCOS Nilai Anti Mullerian Hormone (AMH) serum merupakan cerminan kuantitas dan kualitas simpanan folikel di dalam ovarium, sehingga dapat digunakan sebagai penanda cadangan ovarium (ovarian reserve). Kadar AMH serum berhubungan dengan jumlah folikel antral pada pemeriksaan USG, kadar testosteron dan volume ovarium. Kadar AMH serum lebih tinggi 2 – 3 kali lipat pada pasien dengan PCOS dibandingkan perempuan normal.



Tabel : Kadar AMH serum



3. Skor Ferriman Gallwey



Gambar : Ferriman-Gallwey Hirsute Score



Terdapat 9 area dengan penilaian diberikan skor 0 – 4 yang kemudian dijumlahkan. Total skor penilaian tersebut diklasifikasi menjadi hirsutisme ringan, sedang, dan berat. Total skor ≤8 8 – 15 ≥ 15



Klasifikasi Hirsutisme ringan Hirsutisme sedang Hirsutisme berat



Tabel : Klasifikasi Penilaian Skor Ferriman Gallwey



4. Pemeriksaan Resistensi Insulin Resistensi insulin pada pasien PCOS umumnya berkaitan dengan obesitas. Resistensi insulin menggambarkan gangguan respon biologis terhadap insulin dan proses metabolik. Sebagian besar pasien PCOS menderita resistensi insulin dan saat ini merupakan etiologi tersering menyebabkan PCOS dan juga gejala – gejala klinik yang sering terjadi seperti jerawat, hirsutisme, serta peningkatan serum androgen. Patofisiologi resistensi insulin pada pasien PCOS diketahui juga berhubungan dengan faktor genetik diperburuk dengan gaya hidup dan



obesitas. Kondisi ini berkontribusi terjadinya hiperinsulinemia yang dapat mencetuskan lipogenesis dan produksi asam lemak bebas. Hiperinsulinemia turut berperan dalam produksi androgen dan berkurangnya produksi SHBG, serta peningkatan androgen bebas, sehingga perbaikan kondisi ini dapat memperbaiki gejala hiperandrogenisme. 5. Diagnosis PCOS Pada Remaja Berdasarkan panduan praktik klinis oleh Committee Endocrine Society tahun 2013 ditegakkannya diagnosis PCOS pada remaja dengan adanya 2 gejala yaitu : a. Tanda klinis atau biokimia hiperandrogenisme; dan b. Angguan ovulasi kronik. Hiperandrogenisme secara biokimia pada remaja dapat dinilai dengan kadar testosterone total dan testosterone bebas, 2 tahun setelah menarche. Walaupun gangguan siklus menstruasi merupakan salah satu bentuk maturasi reproduksi normal, namun oligomenorrhea berkepanjangan pada remaja usia 14 – 19 tahun merupakan prediksi disfungsi ovarium persisten kemudian hari. Selain itu oligomenorreha/amenorrhea minimal selama 2 tahun setelah menarche dan/atau amenorrhea primer hingga usia 16 tahun, setelah eksklusi penyebab sekunder, perlu diperhatikan sebagai gejala PCOS.



2.1.7. Tatalaksana Terapi



Bagan : Alogaritma terapi Polysistic Ovary Syndrom (PCOS)



1. Terapi Farmakologi



Tabel : Pilihan terapi untuk Polysistic Ovary Syndrom (PCOS)



2. Non Farmakologi Modifikasi gaya hidup merupakan terapi lini pertama, yang mencakup intervensi diet dan aktivitas fisik. Modifikasi diet pada perempuan dengan PCOS memiliki efek perbaikan profil hormonal dan metabolik. a. Diet Telah dilaporkan bahwa penurunan berat badan sebesar 2-5% sudah dapat memperbaiki fungsi metabolik dan reproduksi secara signifikan,



yang



mencakup



peningkatan



kadar



SHBG



sehingga



menurunkan kadar androgen bebas dan memperbaiki fungsi ovulasi. Intervensi gizi yang dilakukan untuk menurunkan berat badan adalah pengurangan jumlah kalori sebesar 500-1000 kkal/hari dengan komposisi seimbang disertai peningkatan asupan serat. Macam-macam diet yang dapat dilakukan yaitu: 1) Diet karbohidrat 2) Diet protein 3) Diet lemak



4) Diet serat 5) Diet vitamin D b. Aktifitas fisik Menurut pedoman American College of Sports Medicine dan American Heart Association pada tahun 2007 merekomendasikan aktivitas fisik seperti aerobik yang berintensitas sedang minimal 30 menit setiap 5 kali dalam seminggu atau aerobic yang berintensitas berat minimal selama 20 menit setiap 3 kali dalam seminggu atau kombinasi keduanya untuk menjaga kesehatan tubuh tetap optimal.



BAB III



STUDI KASUS 4.1.



Sindrom PCOS SR 26 tahun seorang perempuan dengan ciri mengagumkan karena



memiliki seperti kumis di bawah hidungnya (hirsutisme), berjerawat dengan sejarah haid tidak teratur (oligo-ovulasi) sejak umur 12 tahun dengan 6 – 9 kali periode haid per tahun dengan durasi 30 – 90 hari dengan kondisi setiap kali haid merasa normal tanpa nyeri, atau pendarahan berlebihan. Dia tidak ingin dulu hamil dengan menggunakan kondom meski telah aktif secara seksual. BB 81.5 kg, TB 153 cm. tanda-tanda vital: TD 118/84 mmHg, HR, 70 kali/menit, RR 18kali/menit, Suhu 37 C. Dia menggunakan asetaminoefen dan multivitamin setiap kali sakit kepala. Tidak meiliki riwayat alergi dan pemeriksaan fisik normal. Hasil lab: Glukosa Puasa, 102 mg/dL (normal) LDL, 150 mg/dL Nilai normal : < 3,36 mmol/L HDL, 52 mg/dL Dewasa: 30 – 70 mg/dL SI = 0,78 – 1,81 mmol/L TG, 130 mg/dL Wanita : 35 – 135 mg/dL SI: 0,4 – 1,53 mmol/L Kolesterol total, 228 mg/dL Meningkat Pertanyaan: Tanda dan gejala PCOS? Tujaun terapi? Terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi (terutama acne dan hirsustisme) Penyelesaian kasus Tanda dan gejala PCOS Kriteria utama untuk PCOS mencakup : a) hiperandrogenisme hirsutisme)



atau



(tanda-tanda



klinis



hiperandrogenemia



hiperandrogenisme (tanda-tanda



hiperandrogenisme seperti peningkatan kadar testosteron)



seperti biokimia



b) oligo-ovulasi (jarang atau ovulasi tidak teratur dengan menstruasi kurang dari sembilan kali per tahun) c) mengesampingkan



gangguan



lain



yang



diketahui



seperti



hiperprolaktinemia, kelainan tiroid, dan hiperplasia adrenal kongenital Tanda-tanda klinis PCOS yang umum termasuk hirsutisme, jerawat, dan alopesia. Hirsutisme merupakan karakteristik paling umum dari PCOS, terjadi pada 60% hingga 75% wanita dengan PCOS. SR menunjukkan beberapa tanda dan gejala adanya PCOS seperti memiliki pertumbuhan rambut yang berlebih di bawah hidungnya (hirsutisme), berjerawat dengan sejarah haid tidak teratur (oligo-ovulasi) . Tujaun terapi Tujuan utama SR yaitu untuk mencegah kehamilan dan mengatasi hirsutisme yang dialaminya. Sedangkan tujuan pengobatantannya adalah : 1. mempertahankan endometrium normal 2. menghalangi aksi endrogen pada jaringan target 3. mengurangi resistensi insulin dan hiperinsulinemia 4. mengurangi berat badan 5. mencegah komplikasi jangka panjang 6. membuat siklus menstruasi menjadi normal (tidak terjadi anovulasi ataupun oligoovulasi Terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi 1. terapi nonfarmakologi Diketahui SR mengalami berat badan berlebih yang berkaitan dengan PCOS walaupun berat badan tidak termasuk dalam kriteria khusus gejala PCOS. Penurunan berat badan sebanyak 5-10% dapat memberikan dampak yang baik pada pada SR berupa : a. Mengurangi resiko penyakit metabolik dan gangguan kardiovaskuler. Diketahui bahwa resistensi insulin adalah faktor utama penyebab



sindrom metabolik pada wanita dengan PCOS. Resistensi insulin dalam sindrom metabolik telah dikaitkan dengan dua kali lipat peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan lima kali lipat risiko diabetes tipe 2. b. Meningkatkan potensi ovulasi Diet yang dapat dilakukan oleh SR adalah diet rendah lemak dan mengkonsumsi makanan tinggi serat. Serta melakukan olahraga selama 60 menit setiap hari. 2. Terapi farmakologi



a. Pemberian kontrasepsi oral kombinasi (estrogen dan progesteron) Kontrasepsi oral kombinasi (estrogen dan progesteron) dapat digunakan karena tujuan terapi dari kontrasepsi oral kombinasi adalah mengatasi siklus menstruasi yang tidak teratur dan hiperandrogenisme (hirsutisme dan jerawat). Hal ini sesuai dengan keluhan SR. Pil kontrasepsi oral kombinasi dapat diberikan denga cara 1 pil oral sehari selama 21 hari dengan tenggang waktu 7 hari sebelum dimulai dengan 21 pil selanjutnya digunakan selama 84 hari (bisa sampai 365 hari).



BAB IV PENUTUP



4.1.



Kesimpulan



DAFTAR PUSTAKA Hestiantoro Andon, 2016, Konsensus Tata Laksana Sindrom Ovarium Polikistik, Himpunan Endokrinologi Reproduksi Dan Fertilitas Indonesia (Hiferi), Jakarta. Homburg,Roy,2008. Clinical obstetrics & gynaecology, International Journal of Obstetrics & Gynaecology. Vol 22 (2) Kabel AM, 2016. Polycystic Ovarian Syndrome: Insights into Pathogenesis, Diagnosis, Prognosis, Pharmacological and Non-Pharmacological Treatment. J Pharma Reports. Vol 1: 103 Kimble, K. 2013. Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drugs. 10th Edition. Wolters Kluwer. KimE, LeeDR, LeeKA, LeeSY, LeeWS, Moon J, et al., 2014, Correlation between expression of glucose transporters ingranulosa cells and oocyte quality in women with polycystic ovary syndrome. Endocrinol and Metabolism. Vol 7: 29:40 Lauritsen MP, Bentzen JG, Pinborg A, Loft A, Forman JL, Thuesen LL, et al, 2014, The Prevalence of polycystic ovary syndrome in anormal population according to the Rotterdam criteria versus revised criteria including antimullerian hormone. Human Reproduction. Vol 29: 791-801 Lldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A.,Kradjan, W.A., 2013, Koda-Kimble & Young’s Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs, 10th ed., Lippincott Williams & Wilkins, Pennsylvania, United States of America. Sirmans SM, Pate KA. 2014, Epidemiology, Diagnosis, and Management of Polycystic Ovary Syndrome. Clinical Epidemiology. 6:1-13. doi:10.2147/CLEP.S37559