Makalah Febris [PDF]

  • Author / Uploaded
  • erin
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KASUS KEJANG DEMAM / FEBRIS KONVULSIF Untuk memenuhi salah satu tugas Blok Keperawatan Anak I



Disusun oleh: TUTOR 2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Ade Nurmanah Caca Hendarta Cucun Setiasih Desi Hartiningsih Erin Ely Lana Julfa Geby Pauziah Jajang Nurjaman Kartika Fitrianingsih Latifah Noor Falah



10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.



Nabila Octavianny Nadya Vega Lestari Ratnengsih Raynaldi Yushar Johansyah Resha Maheswara Shanti Dewi Susanti Tira Apriani Widia Astuti



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN TAHUN AJARAN 2017/20 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami mampu menyusun makalah yang dikumpulkan dari berbagai sumber ini, yang kemudian kami susun sedemikian rupa, hingga menjadi sebuah makalah dalam Keperawatan Anak berjudul “KEJANG DEMAM / FEBRIS KONVULSIF”,



dan juga kami berterimakasih kepada Bapak Nanang Saprudin S.Kep., M. Kep. Selaku Dosen Tutor yang telah memberikan tugas ini. kami sangat mengharapkan makalah ini sekiranya dapat berguna. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari apa yang diharapkan. Semoga makalah ini dapat difahami bagi siapapun yang hendak membacanya Atas perhatiannya, tidak lupa pula kami sampaikan terimakasih kepada pihak yang membantu hingga terciptanya makalah ini. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari pemerhati demi kesempurnaan makalah ini



Kuningan, 21 Juli 2018



Penyusun



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.................................................................................................



i



DAFTAR ISI..............................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................



1



1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 1.2 Tujuan Penulisan...................................................................................................... 1.3 Rumusan Masalah………………………………………………………………………. 1.4 Manfaat Penulisan ……………………………………………………………………….. 1.5 Metode Penulisan………………………………………………………………………… 1.6 Sistematika Penulisan…………………………………………………………………….



1 1 1 2 2 2



BAB II TINJAUAN TEORITIS............................................................................................ ..



3



2.1 Anatomi Sistem Persyarafan.............................................................................................3 2.2 Pengertian Kejang Demam…........…......................................................................



3



2.3 Etiologi Kejang Demam.............……………................................................................... 5 2.4 Patofisiologi…………………………………...............................................................



6



2.5 Klasifikasi Kejang Demam.............................................................................................. 7 2.6 Manifestasi Klinis ……………………...................................................................



7



2.7 Komplikasi.................. …………………………..……………………………….......



8



2.8 Pemeriksaan Penunjang ……………………………………………………………….



9



2.9 Penatalaksanaan........................................................................................................... 9 BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................... Skenario Kasus……………………………………………………………………………...



10



10



3.1 Pembahasan Kasus...................................................................................................... 11 3.1.1 Seven Jump…………………………………................................................................... 11 3.1.2 Asuhan Keperawatan………………………………………………………………………..13 3.1.3 Legal Etik Keperawatan.…………………………………………………………………… 17 3.1.4 Pencegahan Primer, Sekunder, Tersier…………………………………………18 3.1.5 Nursing Advocasy......………………………………………………………………



20



3.1.6 Telaah Jurnal..................................................................................................................21 BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………………… 31 4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………...



31



4.2 Saran………………………………………………………………………………………….



31



DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................



32



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang



lebih tinggi, yaitu Maeda dkk, 1993 mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%. Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam 24 jam) (Arif Manajer, 2000). Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas. Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum maaupun fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang vokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhannya bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Milichap (1998) melaporkan dari 1990 anak menderita kejang demam, hanya 0,2 % saja yang mengalami hemiparese sesudah kejang lama. Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturubkan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada anak. Dan perlu diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah di rumah sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu anak tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat. 1.2 Tujuan Penulisan 



Tujuan umum:



Untuk memperoleh informasi mengenai penyakit kejang demam pada anak. 



Tujuan khusus:



Untuk mengetahui; a.



Definisi penyakit kejang demam pada anak.



b.



Etiologi penyakit kejang demam pada anak



c.



Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .



d.



Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.



e.



Komplikasi penyakit kejang demam pada anak.



f.



Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .



g.



Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.



h.



Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.



1.3 Rumusan Masalah Penulisan makalah mengenai kasus Diabetes Mellitus, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang diagnosa Diabetes Mellitus. Berdasarkan hal tersebut, dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.



Bagaimanakah konsep/materi pada penyakit Kurang Energi Protein ? Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Kurang Energi Protein ? Bagaimana cara pencegahan primer, tersier, sekunder pada Kurang Energi Protein ? Bagaimana menerapkan hasil penelitian untuk mengatasi masalah keperawatan sesuai jurnal kasus Kurang Energi Protein?



1.4 Metode Penulisan Metode yang di pakai dalam makalah ini adalah : 1. Metode Pustaka Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka, baik berupa buku maupun informasi di internet. 2. Diskusi Yaitu mendapatkan data dengan cara bertanya secara langsung kepada teman – teman yang mengetahui tentang informasi yang di perlukan dalam membuat materi. 1.5 Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan Berisi tentang latar belakang, identifikasi dan perumusan masalah, batasan/ruang lingkup masalah, maksud dan tujuan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Teoritis BAB ini berisi teori-teori pendukung penganalisaan dan pengembangan dari materi Kurang Energi Protein mengatasi klien dengan kondisi khusus BAB III : Pembahasan BAB ini menjelaskan secara analisis dari materi yang ada di tinjauan teoritis BAB IV: Penutup BAB ini berisi tentang kesimpulan hasil analisa materi komunikasi terapeutik mengatasi klien dengan kondisi khusus dalam rangka menjawab tujuan yang diajukan, serta saran-saran yang penulis berikan. Daftar Pustaka Daftar pustaka ini berisi tentang judul-judul buku, artikel-artikel yang terkait dalam makalah ini



BAB II TINJAUAN TEORI



2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf parasimpatis). Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan piamater. Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari : 1. Cerebrum (otak besar) Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media.



Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran. Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis. Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah : 



Thalamus



Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.







Hypothalamus



Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik ekstrakranium. 



Formation Reticularis



Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke cortex cerebri. 2. Serebellum Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka. System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang :



 N. I : Nervus Olfaktorius  N. II : Nervus Optikus  N. III : Nervus Okulamotorius  N. IV : Nervus Troklearis  N. V : Nervus Trigeminus  N. VI : Nervus Abducen  N. VII : Nervus Fasialis  N. VIII : Nervus Akustikus  N. IX : Nervus Glossofaringeus  N. X : Nervus Vagus  N. XI : Nervus Accesorius  N. XII : Nervus Hipoglosus. System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system simpatis dan parasimpatis. Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :  Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya  Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis  Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral. System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :  Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak  Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis. 2.2 Pengertian Kejang Demam Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38o C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Arif Mansjoer. 2000) Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Taslim. 1989) Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996). Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).



Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia 3 tahun. (Nurul Itqiyah, 2008) Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun. 2.3 Etiologi Kejang Demam Penyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah demam yang tinggi. Menurut Arif Mansjoer 2000, demam yang terjadi sering disebabkan oleh : 1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) 2. Gangguan metabolik 3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis. 4. Keracunan obat 5. Faktor herediter 6. Idiopatik 2.4 Patofisiologi Kejang Demam infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksis yang di hasilkan oleh mikro organisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksis ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh dalam bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.



Naiknya suhu dihipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh yang lain akan di sertai pengeluaran mediator kimia sepeti epinefrin dan prostagladin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. peristiwa inilah yang diduga dapat menaikan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan respon kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasme sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasme bronkus. (Riyadi dan sujono, 2009). 2.5 Klasifikasi Kejang Demam Klasifikasi febris konvulsi Menurut Fukuyama menjadi 2 golongan 1)



Kejang demam sederhana



Ciri - ciri :  Sebelumnya tidak ada riwayat keluerga yang menderita epilepsy  Sebelumnya tidak ada riwayat cidera otak oleh penyebab lain  Serangan demam (kejang demam) terjadi antara lain 6 bulan – 6 tahun  Lama kejang 15 menit  Tidak didapatkan gejala atau abnormalitas pasca kejang  Tidak didapatkan abnormalitas neolorgis atau perkembangan  Kejang tidak berlangsung atau berulang dilain waktu singkat 2)



Kejang demam kompleks



Ciri - ciri :  Kejang fokal  Kejang > 15 menit  Kejang berulang 2.6 Manifestasi klinis 1. Suhu anak tinggi. 2. Anak pucat / diam saja. 3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan. 4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat.



5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. 6. Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri ). 7. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit. 8. Seringkali kejang berhenti sendiri. 2.7 Komplikasi Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan : 1. Kerusakan sel otak 2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral 3. Kelumpuhan (Lumbatobing,1989) 2.8 Pemeriksaan Penunjang 1. EEG Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang. 2. CT SCAN Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan Abses. 3. Pungsi Lumbal Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis 4. Laboratorium Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam. (Suryati, 2008), ( Arif Mansyoer,2000), (Lumbatobing,1989) 2.9 Penatalaksanaan Medis Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu : 1. Pengobatan Fase Akut



Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal. 2. Mencari dan mengobati penyebab Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama. 3. Pengobatan profilaksis Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia. Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat



dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu : 1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal) 2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan menetap. 3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung. 4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam. Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.



BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pembahasan Kasus Seorang anak laki – laki usia empat tahun saat ini dirawat diruang anak sebuah rumah sakit. Keluarga mengatakan anak dibawa ke rumah sakit karena mengalami kejang. Menurut keluarga anak mengalami kejang selama 15 menit. Kejang diawali dulu dengan demam tinggi. Keluarga mengatakan anak sudah tiga kali kejang dalam dua bulan terakhir. Khawatir masalah lebih serius akhirnya anak dibawa ke rumah sakit. Menurut keluarga riwayat kejang juga dialami oleh kaka pasien saat kecil. Keluarga mengatakan saat ini anaknya sedang batuk dan pilek. Hasil pemeriksaan fisik diruangan didapatkan anak tampak lemas,mukosa bibir kering, tampak pucat, bunyi napas terdapat ronkhi, tampak kurus dan rewel. Menurut keluarga sejam yang lalu anak kembali mengalami kejang dibagian kedua kaki, tangan serta bagian bibir dan wajah selama lima menit. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan : suhu : 38,50C, nadi : 120 x/menit dan RR : 45 x/menit. Saat ini anak terpasang infus RL dan terpasang oksigen nasal kanul 1 liter/menit. Saat ini pasien mendapat terapi fenobarbital, diazepam, ambroksol, ampisilin dan ventolin. Dokter mendiagnosis anak mengalami kejang demam. Keluarga saat ini dianjurkan untuk segera melakukan pemeriksaan EEG. Keluarga tampak kebingungan dengan kondisi anak saat ini sementara perawat kurang responsif dengan keluhan yang dialami oleh keluarga. 3.1.1 Seven Jump 1. Kata Kunci  Ronkhi  Terapi Fenobarbital  Diazepam  Ambroksol  Ampisilin  Ventolin  Pemeriksaan EEG 2. Pertanyaan 1. Faktor apa saja yang menyebabkan kejang demam pada anak? 2. Kompilkasi apa yang terjadi pada anak dengan diagnosa kejang demam?



3. Sebutkan klasifikasi dari febris konvulsi? 4. Bagaimana cara menangani demam? 5. Apa saja gejala kejang demam? 6. Apa saja pencegahan primer, sekunder, tersier pada febris? 7. Apakah anak yang kejang demam dapat menjadi epilepsy? 8. Apa akibatnya jika demam tidak dapat diatasi? 9. Benarkah anak yang demam tidak boleh mandi? 3. Jawaban Pertanyaan 1. Faktor apa saja yang menyebabkan kejang demam pada anak? Jawaban:  Usia anak 18 bulan ke atas lebih berisiko mengalami kejang demam  Pada kondisi tubuh anak yang mengalami demam kejang yaitu ditandai dengan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi dan juga maa demam yang singkat  Karena infeksi virus atau penyakit lain yang dapat pemicu kejang demam seperti radang telinga, ISPA, infeksi saluran emihatau radang pada amandel  Mengalami kejang demam yang berulang dengan resiko 15-70% pada dua tahun pertama setelah anaka mengalami kejang demam yang pertama 2. Kompilkasi apa yang terjadi pada anak dengan diagnosa kejang demam? Jawaban: Pada sebagian besar kasus kejang demam tidak menimbulkan komplikasi. Meski demikian, ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi, seperti:     



Cedera/terjatuh Tersedak Menggigit lidah/bibir Adanya epilepsi Jika kejang lebih dari 30 menit (epileptikus)m kerusakan otak dan kematian dapat terjadi



3. Sebutkan klasifikasi dari febris konvulsi? Jawaban: Menurut Fukuyama menjadi 2 golongan



1. Kejang demam sederhana Ciri :  Sebelumnya tidak ada riwayat keluerga yang menderita epilepsy  Sebelumnya tidak ada riwayat cidera otak oleh penyebab lain  Serangan demam (kejang demam) terjadi antara lain 6 bulan – 6 tahun  Lama kejang 15 menit  Tidak didapatkan gejala atau abnormalitas pasca kejang  Tidak didapatkan abnormalitas neolorgis atau perkembangan  Kejang tidak berlangsung atau berulang dilain waktu singkat 2. Kejang demam kompleks Ciri :  Kejang fokal  Kejang > 15 menit  Kejang berulang 4. Bagaimana cara menangani demam? Jawaban:  Tingkatkan minum air putih, jus, ataupun susu  Gunakanlah pakaian yang tipis  Perbanyaklah waktu tidur dan istirahat  Kompres dengan air hangat  Berikan obat penurun panas  Konsumsi makanan penurun demam  Minumlah air hangat dan madu  Berikan pendidikan terkait penyakit dan pengobatannya 5. Apa saja gejala kejang demam? Jawaban: Gejala kejang demam berbeda-beda, tergantung pada tingkat keperahannya. Dalam tigkatan yang masih tergolong ringan hingga menengah, gejala yang muncul biasanya berupa mata yang tampak terbuka lebar, sedangkan pada tingkat keparahan yang lebih tinggi, gejala bisa berupa tubuh yang mengejang atau otot-otot menegang. Kejang demam seringkali terjadi dalam kurun 24 jam setelahterjadinya infeksi pada tubuh anak. Saat mengalami kejang demam, anak juga bisa menunjukan beberapa gejala, seperti:  bola mata tampak menatap ke atas  Kehilangan kesadaran  Muntah



 Mulut berbusa 6. Apa saja pencegahan primer, sekunder, tersier pada febris? Jawaban: 1. Pencegahan Primer Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang anak mengalami kejang demam. Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok yang mempunyai faktor risiko. Dengan adanya pencegahan ini diharapkan keluarga/orang terdekat dengan anak dapat mencegah terjadinya serangan kejang demam. Upaya pencegahan ini dilakukan ketika anak mengalami demam. Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam. Jika anak mengalami demam segera kompres anak dengan air hangat dan berikan antipiretik untuk menurunkan demamnya meskipun tidak ditemukan bukti bahwa pemberian antipiretik dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam. 2. Pencegahan Sekunder Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami kejang demam. Adapun tata laksana dalam penanganan kejang demam pada anak meliputi : a. Pengobatan Fase Akut Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, bila perlu dilakukan intubasi .Keadaan dan kebutuhan cairan ,kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Pemberantasan kejang dilakukan dengan cara memberikan obat anti kejang kepada penderita. Obat yang diberikan adalah diazepam. Dapat diberikan melalui intravena maupun rektal. b. Mencari dan mengobati penyebab Pada anak, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut, otitis media, bronkitis, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Untuk mengobati penyakit infeksi tersebut diberikan antibiotik yang adekuat. Kejang dengan suhu badan yang tinggi juga dapat terjadi karena faktor lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi) diindikasikan pada anak penderita kejang demam berusia kurang dari 2 tahun. Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk mengalami epilepsi.



c. Pengobatan profilaksis terhadap kejang demamberulang Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan karena menakutkan keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu: - Profilaksis intermitten pada waktudemam Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan pada saat penderita demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Obat yang dapat diberikan berupa diazepam, klonazepam atau kloralhidrat supositoria. - Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari Indikasi pemberian profilaksis terus menerus adalah:   



Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan perkembangan neurologis. Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara kandung. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau



menetap. Kejang demam terjadi pada bayi berumurkurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episodedemam.  Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari. Obat yang dapat diberikan berupa fenobarbital dan asamvalproat. 3. Pencegahan Tersier Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya kecacatan, kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita kejang demam mempunyai risiko untuk mengalami kematian meskipun kemungkinannya sangat kecil. Selain itu, jika penderita kejang demam kompleks tidak segera mendapat penanganan yang tepat dan cepat akan berakibat pada kerusakan sel saraf (neuron). Oleh karena itu, anak yang menderita kejang demam perlu mendapat penanganan yang adekuat dari petugas kesehatan guna mencegah timbulnya kecacatan bahkan kematian. 7. Apakah anak yang kejang demam dapat menjadi epilepsy? Jawaban: Sebagian besar kejang demam tidak berkembang pada epilepsy tapi diketahui ada beberapa faktor yang membuat seseorang anak yang pernah KD beresiko menjadi epilepsy. Faktro-faktor tersebut antara lain: perkembangan abnormal sebelum kejang demam yang pertama (misal: anak penderita cerebral palsy atau CP), riwaya keluarga dengan epilepsy dan kejang demamnya dikategorikan kejang demam kompleks. 8. Apa akibatnya jika demam tidak dapat diatasi?



Jawaban: Jika tidak diatasi, demam bisa menyebabkan keajang atau stuip. Kejang demam sedemikian tinggi sehingga menyebabkan gangguan metabolisme basal. Padahal kenaikan suhu bisa menyebabkan kenaikan metabolisme basal ( Jumlah meinimal energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh) sebanyak 10-15 %. Sementara kebutuhan oksigen pada otak naik sebesar 20 %. Masalah diusai balita aliran darah ke otak mencapai 65% dari aliran seluruh tubuh. Itulah sebebnya aliran suhu tubuh lebih mudah menimbulkan ganggua pada metabolisme otak. Gangguan keseimbangan sel otak tersebut akan menimbulkan terjadinya pelepasan muatan listrik yang menyebar ke seluruh jaringan otak, akibatnya terjadilah kekakuan otot yang menyebabkan kejang tadi. Bila tidak segera diatasi kejang demam bisa menyebabkan gangguan diotak, bahkan kemtian jika sudah menyerang sistem pernapasn. 9. Benarkah anak yang demam tidak boleh mandi? Jawaban: Keliru, mandi air hangat justru dianjurkan untuk penderita demam seperti halnya kompres hangat, selain membuat tubuh segar dan nyaman, mandi juga sangat baik untuk menghilangkan kuman dan bakteri dikulit. Setelah mandi, segera keringkan tubuh anak dengan handuk dan cepatlah berganti pakaian agar ia tidak kedinginan 3. Mind Mapping



KEJANG FEBRIS



PENGERTIAN



Etiologi



kejang-kejang yang terjadi pada anak-anak akibat kenaikan suhu tubuh secara drastis dan mendadak Imunisasi infeksi bola mata tampak menatap ke atas



Manifestasi klinis



Kehilangan kesadaran Muntah



Klasifikasi



Mulut berbusa Kejang demam sederhana Kejang demam kompleks



Cedera/terjatuh Tersedak



Komplikasi



Menggigit lidah/bibir kematian dapat terjadi



KANKER SERVIKS



Pemeriksaan EEG



Pemeriksaan Penunjang



Terapi fenobarbital Pengobatan



Diazepam Ambroksol



Asuhan Asuhan keperawatan keperawatan



Pengkajian Pengkajian



Data Data objektif objektif



Ampisilin



Tampak Tampak lemas, lemas, ventolin mukosa mukosa bibir bibir kering, kering, tampak tampak pucat, pucat, bunyi bunyi nafas nafas terdafat terdafat ronkhi, ronkhi, tampak tampak kurus dan kurus dan rewel rewel



Intervensi Intervensi



Penkes Penkes



Pencegahan Pencegahan



Terpasang Terpasang infus infus RL RL dan dan terpasang terpasang oksigen oksigen nasal nasal kanul kanul 1 1 liter/menit liter/menit



 Baringkan anak di lantai. Pada bayi, rebahkan di pangkuan dengan posisi wajah bayi menghadap ke bawah. Jangan menahan tubuh anak.  Miringkan posisi tubuh anak agar muntah atau air liur dapat keluar dari rongga mulut, serta agar mencegah lidah menyumbat saluran pernapasan.  Longgarkan pakaian anak.  Jangan menaruh apa pun pada mulut anak untuk mencegah tergigitnya lidah.  Hitunglah durasi terjadinya kejang demam dan perhatikan tingkah laku anak saat kejang-kejang. Beritahukan kedua hal ini saat berkonsultasi ke dokte



;



5. Menganalisis Kasus Menurut kelompok kami, seorang laki-laki usia 4 tahun di diagnosa medis kejang demam. Berdasarkan kasus pasien mengalami kejang selama 15 menit dimana kejang didahului oleh demam tinggi, dan anak sudah mengalami kejang selaam tiga kali dalam dua bulan terakhir, dan kejang juga dialami oleh kakaknya pada saat kecil. Beberapa faktor yang dapat memperbesar risiko terjadinya kejang demam adalah Keturunan. Risiko seorang anak mengalami kejang demam akan lebih besar jika ada anggota keluarganya yang juga mengalami hal sama. Dan usia Anak usia enam bulan hingga lima tahun lebih berisiko terkena kejang demam dibandingkan anak yang berusia di luar itu. Kejang demam merupakan respon dari otak anak terhadap demam, dan biasanya terjadi di hari pertama demam. Namun setelah demam mencapai tingkat suhu yang tinggi, risiko kejang biasanya akan menurun. Kejang demam memang terlihat mengerikan, namun umumnya tidak berbahaya bagi anak yang mengalaminya. Berdasarkan pemeriksaan fisik anak tampak lemas, mukosa, bibir kering, tampak pucat, bunyi nafas ronkhi tampak kurus dan rewel, ini merupakan tanda dan gejala dari kejang demam dimana Gejala kejang demam berbeda-beda, tergantung pada tingkat keparahannya. Dalam tingkatan yang masih tergolong ringan hingga menengah, gejala yang muncul biasanya berupa mata yang tampak terbuka lebar (terbelalak). Sedangkan pada tingkat keparahan yang lebih tinggi, gejala bisa berupa tubuh yang mengejang atau otot-otot menegang. Kejang demam terjadi akibat lonjakan atau kenaikan suhu tubuh anak secara drastis ketika mengalami demam. Ada dua hal yang bisa menjadi pemicunya, yaitu: Imunisasi. Pada beberapa anak, pemberian imunisasi dapat menimbulkan demam yang bisa memicu kejang demam. Infeksi, baik itu akibat virus atau bakteri. 6. Materi Tambahan Penatalaksanaan pasien kejang demam dibagi menjadi tatalaksana yang dilakukan saat anak sedang dalam keadaan kejang, tatalaksana rumatan, dan tatalaksana pencegahan terjadinya kejadian kejang demam berulang. Tatalaksana Kejang Tatalaksana yang dilakukan saat anak datang dalam keadaan kejang adalah:



Diazepam intravena 0.3 – 0.5 mg/kgBB bolus pelan 1 – 2 mg/menit (3 – 5 menit), dosis maksimal 20 mg. Bila belum terpasang akses intravena atau dilakukan di Rumah, bisa diberikan diazepam rektal 0.5 – 0.75 mg/kgBB atau 5 mg untuk BB < 10 kg dan 10 mg untuk BB > 10 kg Bila diazepam rektal diberikan oleh orang tua di Rumah, dengan 2 kali pemberian diazepam rektal berselang 5 menit, kejang masih belum berhenti, anjurkan ke Rumah Sakit dan diberikan diazepam intravena Bila kejang belum berhenti setelah tatalaksana awal, berikan Fenitoin intravena dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/pemberian (kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit) Bila kejang berhenti, fenitoin diberikan kembali 4 – 8 mg/kgBB/hari 12 jam setelah dosis awal. Bila kejang belum berhenti, rawat ruang intensif untuk diberikan obat-obatan anestesi. [1] Berobat Jalan Tatalaksana rumatan diberikan sampai pada waktu 1 tahun periode bebas kejang, dan diberhentikan bertahap (tappering off) dalam waktu 1 – 2 bulan pada: Kejang demam kompleks, atau Timbulnya kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang (contoh: paresis Todd, hemiparesis, cerebral palsy, hidrosefalus dan retardasi mental), atau Kejang lebih dari 2x dalam 24 jam, atau kurang usia 12 bulan, atau lebih sama dengan 4x kejadian kejang demam dalam 1 tahun (dipertimbangkan). [1] Berdasarkan analisis keuntungan dan kerugian, obat-obatan anti-konvulsan tidak direkomendasikan pada pasien kejang demam sederhana yang terjadi satu kali atau lebih. [9] Persiapan Rujukan Ke Rumah Sakit Anjurkan orang tua atau pengasuh untuk lakukan hal-hal berikut bila sedang terjadi kejang demam anak: Jangan tahan anak dalam keadaan kejang, posisikan anak di tempat yang aman (contoh: lantai) Sebisa mungkin kepala dimiringkan ke samping agar bila anak muntah, tidak terjadi aspirasi Jangan diberikan apapun ke dalam mulutnya



Bila orang tua memiliki diazepam sediaan rektal, berikan dengan dosis 5 mg untuk < 10 kg, atau 10 mg untuk > 10 kg Bila kejang tidak berhenti dalam 10 menit, segera bawa anak ke Unit Gawat Darurat terdekat. [1,3] Medikamentosa Obat anti-konvulsi yang digunakan saat kejang demam: Diazepam Dosis saat terjadi kejang: 5 mg sediaan per rectal untuk berat badan < 10 kg 10 mg sediaan per rectal untuk berat badan > 10 kg 0.2 – 0.5 mg/kgBB/kali dapat diulang dalam 4 – 12 jam IDAI menyarankan pemberian diazepam oral dengan dosis 0.3 mg/kgBB atau diazepam rektal dengan 0.5 mg/kgBB pada saat demam karena dapat menurunkan risiko terjadinya kejang. Bekerja sebagai neurotransmitter inhibitor dengan meningkatkan aktivitas GABA, menekan pada semua tingkatan sistem saraf pusat. [2] Fenitoin Dosis awal fenitoin 10 – 20 mg/kgBB/pemberian (kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit). Dosis rumatan: 4 – 8 mg/kgBB/hari 12 jam setelah dosis awal. Fenitoin bekerja dengan menurunkan aktivitas neuron dengan mengganggu kerja dari kanal natrium. Tidak boleh diberikan pada cairan yang mengandung dekstrosa karena risiko presipitasi. Cairan pengencer yang disarankan adalah NaCl 0.9%. [2] Fenobarbital Dosis fenobarbital adalah 15 – 20 mg/kgBB/hari IV dengan pemberian yang tidak melebihi kecepatan 2 mg/kgBB/menit, dan tidak melebihi 1000 mg/dosis. Dapat diulangi dengan dosis 5 – 10 mg/kgBB bolus setelah 15 – 30 menit bila diperlukan. Dosis maksimal kumulatif adalah 40 mg/kgBB. Beberapa dokter spesialis anak mempertimbangkan pemberian fenobarbital ketika golongan barbiturat (diazepam) tidak memberikan efek klinis. Tidak ditemukan superioritas antara fenobarbital dengan fenitoin. [10]



Antikonvulsan Rumatan Pemberian obat anti-konvulsan yang terus menerus seperti fenobarbital dan asam valproat serta terapi intermiten dengan diazepam ditemukan efektif untuk mengurangi kejadian kejang demam. Pertimbangan efek samping dari obat-obatan ini dianggap lebih berbahaya bila dibandingkan dengan risiko yang terjadi akibat kejang demam sederhana. [11] Obat rumatan disarankan oleh IDAI untuk kejang demam yang berpotensi menjadi epilepsi yaitu kejang demam kompleks. Obat anti-konvulsi rumatan yang dapat diberikan: Asam Valproat. Dosis: 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, namun memiliki risiko gangguan fungsi hati terutama pada usia di bawah 2 tahun Fenobarbital. Dosis: 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis. Penggunaan setiap hari meningkatkan risiko terjadinya kesulitan belajar dan gangguan perilaku. [1] Antipiretik Pemberian obat anti-piretik secara rutin tidak dianjurkan karena hasilnya tidak berbeda bermakna dengan pemberiannya hanya pada saat kejadian demam dalam menurunkan kejadian kejang demam berulang[12]. Obat antipiretik yang dianjurkan IDAI adalah: Paracetamol 10 – 15 mg/kgBB/kali, sampai 4 kali sehari Ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari [1] Terapi Suportif Tidak ada terapi suportif yang direkomendasikan untuk kejang demam. Zink Zink diduga berperan dalam patogenesis kejang demam dan pemberiannya sebagai terapi suportif masih dalam pro dan kontra. Studi cochrane menyimpulkan bahwa pemberian zink tidak memberikan keuntungan. 7. Laporan Kasus 3.1.2 Asuhan Keperawatan Febris Konvulsi A. Pengkajian



1. Identitas Klien Nama



: Tidak ada data



Umur



: 4 tahun



Tanggal lahir



: Tidak ada data



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Pendidikan



:-



Alamat



: Tidak ada data



Agama



: Tidak ada data



Diagnosa medis



: Kejang demam



2. Identitas Penanggung Jawab Nama



: Tidak ada data



Umur



: Tidak ada data



Pendidikan



: Tidak ada data



Pekerjaan



: Tidak ada data



Agama



: Tidak ada data



Alamat



: Tidak ada data



Hubungan dengan klien



: Tidak ada data



3. Keluhan Utama Kejang demam 4. Riwayat Kesehatan 



Riwayat Kesehatan Sekarang Seorang anak laki-laki usia empat tahun dirawat diruang anak dengan keluhan kejang. Pasien mengalami kejang selama 15 menit. Kejang diawali dengan demam tinggi. Pasien saat ini sedang batuk dan pilek. Saat dikaji pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, tampak pucat, bunyi napas terdapat ronkhi, tampak kurus dan rewel. Pasien mengalami kejang satu jam yang lalu dibagian kedua kaki, tangan serta bagian bibir dan wajah selama lima menit. Hasil pemeriksaan Tanda-tanda Vital didapatkan : suhu : 38,50C, nadi : 120 x/menit dan RR : 45



x/menit. Saat ini pasien terpasang infus RL dan terpasang oksigen nasal kanul 1 liter/menit. Saat ini pasien mendapat terapi fenobarbital, diazepam, ambroksol, ampisilin dan ventolin.  Riwayat Kesehatan Dahulu Pasien sudah tiga kali kejang dalam dua bulan terakhir.  Riwayat Kesehatan Keluarga Menurut keluarga riwayat kejang juga dialami oleh kaka pasien saat kecil.



Keterangan : : Perempuan : Laki-laki : Anak-anak : Klien anak-anak : Garis keturunan  Riwayat Perkembangan Anak Tidak ada data  Riwayat Imunisasi Tidak ada data  Riwayat Nutrisi Pasien tampak kurus 4. Pola aktifitas



No 1.



Jenis Aktivitas



Sebelum masuk RS



Setelah masuk RS



Tidak ada data



Tidak ada data



Tidak ada data



Tidak ada data



Nutrisi : Makan 1. Jenis makanan 2. Frekuensi 3. Porsi 4. Pantangan 5. Keluhan Minum 1. Jenis minuman 2. Jumlah 3. Pantangan Alergi



makanan



atau



minuman Kesulitan



makan



atau



minum 2.



Personal Hygiene : Oral Hygiene Frekuensi gosok gigi Mandi Frekuensi Penggunaan sabun



Berpakaian Frekuensi ganti baju d. Kesulitan dalam personal hygiene 3.



Eliminasi : Eliminasi fekal Frekuensi BAB



Tidak ada data



Tidak ada data



Tidak ada data



Tidak ada data



Tidak ada data



Tidak ada data



Warna feces Konsistensi Eliminasi urine Frekuensi BAK Warna urine 4.



Istirahat dan tidur: Durasi Kualitas Kesulitan tidur



5.



Mobilitas dan aktivitas : Aktivitas yang dilakukan Kesulitan



B. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum : Pasien tampak lemas, mukosa bibir kering, tampak pucat, tampak kurus dan rewel 2. Tanda-tanda vital : Suhu



: 38,50C



Nadi



: 120 x/menit



RR : 45 x/menit TD : Tidak ada data 3. Head to toe :  Kepala Tidak ada data  Mata Tidak ada data  Mulut dan lidah Mukosa bibir tampak kering  Telinga Tidak ada data  Hidung Terpasang O2  Leher Tidak ada data  Dada Thoraks Inspeksi Tidak ada data Palpasi Tidak ada data Auskultasi



Terdapat bunyi nafas ronchi Jantung Tidak ada data  Abdomen Tidak ada data  Anus Tidak ada data  Ekstermitas : a) Atas : tidak ada data b) Bawah : tidak ada data Pemeriksaan Penunjang 4. Pemeriksaan lab No



Jenis pemeriksaan



Nilai hasil



Nilai normal



Interpretasi



1



Tidak ada data



-



-



-



5. Terapi obat     



Fenobarbital : mengendalikan kejang Diazepam : memberikan efek tenang Ambroksol : mengencerkan dahak Ampisilin : mengatasi dan mengobati infeksi/bakteri Ventolin : untuk penyakit paru obruktif



6. Terapi lain   



Terpasang infus RL Terpasang oksigen nasal kanul 1 liter/menit Keluarga saat ini dianjurkan untuk segera melakukan pemeriksaan EEG



C. Data fokus



Data Subjektif



Data Objektif



Keluarga mengatakan anak dibawa ke rumah sakit Hasil pemeriksaan fisik diruangan didapatkan anak karena mengalami kejang.



tampak lemas



Menurut keluarga anak mengalami kejang selama 15 Mukosa bibir kering menit.



Tampak pucat



Kejang diawali dulu dengan demam tinggi.



Bunyi napas terdapat ronkhi



Keluarga mengatakan anak sudah tiga kali kejang dalam dua bulan terakhir. Keluarga mengatakan saat ini anaknya sedang batuk dan pilek.



Tampak kurus dan rewel. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan : Suhu : 38,50C Nadi : 120 x/menit



Menurut keluarga sejam yang lalu anak kembali RR : 45 x/menit. mengalami kejang dibagian kedua kaki, tangan serta bagian bibir dan wajah selama lima menit.



Infus RL dan terpasang oksigen nasal kanul 1 liter/menit. Saat ini pasien mendapat terapi : Fenobarbital : mengendalikan kejang Diazepam : memberikan efek tenang Ambroksol : mengencerkan dahak Ampisilin : mengatasi dan mengobati infeksi/bakteri Ventolin : untuk penyakit paru obruktif



D. Analisa data NO 1



Problem DS : Keluarga mengatakan anak dibawa ke rumah sakit karena mengalami kejang.



Etiologi



Symptom



Infeksius agents toxius mediator



Hipertemia berhubungan dengan



of inflamasi ↓ Monocytes macrophages endothel



Menurut keluarga anak mengalami kejang selama 15 menit. Kejang diawali dulu dengan demam tinggi.



cell other cell types ↓ Pyrogenic cytokines ILI,TNF,IL6,IFNs



Keluarga mengatakan anak sudah tiga kali kejang dalam dua bulan terakhir.



↓ Anterior hypothalamus



Menurut keluarga sejam yang lalu anak kembali mengalami kejang dibagian kedua kaki, tangan serta bagian bibir dan wajah selama lima menit.



↓ ↑PGE2 ↓ Elevated thermoregulatory set



DO :



point



Hasil pemeriksaan fisik diruangan didapatkan anak tampak lemas Mukosa bibir kering Tampak kurus dan rewel. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan :



↓ heat conservation heat production. ↓ Fever



0



Suhu : 38,5 C Nadi : 120 x/menit RR : 45 x/menit. Infus RL Saat ini pasien mendapat terapi : Fenobarbital : untuk mengendalikan kejang Diazepam : untuk memberikan efek tenang



↓ hipertermia



Ampisilin : mencegah dan mengobati infeksi/bakteri 2



DS : Keluarga



mengatakan



saat



ini



anaknya sedang batuk dan pilek DO : Hasil pemeriksaan fisik diruangan didapatkan anak tampak lemas Tampak pucat Bunyi napas terdapat ronkhi Terpasang oksigen nasal kanul 1 liter/menit Saat ini pasien mendapat terapi : Ambroksol : mengencerkan dahak Ventolin : untuk penyakit paru obsruktif



Infeksius agents toxius mediator



Ketidakefektifan bersihan jalan



of inflamasi



nafas berhubungan dengan







obstruksi jalan nafas



Proses peradangan pada rongga pleura ↓ Proses pertahanan tubuh terhadap seragan benda asing : infeksi virus ↓ Batuk dan Pilek ↓ Hipersekresi mukus ↓ Secret tertahan di saluran nafas ↓ Bersihan jalan nafas tidak efektif



3



DS : Tidak ada data DO : Tidak ada data



Infeksius agents toxius mediator



Resiko keterlambatan



of inflamasi



perkembangan berhubungan



↓ Monocytes macrophages endothel cell other cell types ↓ Pyrogenic cytokines ILI,TNF,IL-



dengan kejang demam



6,IFNs ↓ Anterior hypothalamus ↓ ↑PGE2 ↓ Elevated thermoregulatory set point ↓ heat conservation heat production. ↓ Fever ↓ Hipertermia ↓ Oksigen ke otak menurun ↓ Kejang demam ↓ Resiko keterlambatan perkembangan



E. Diagnosa keperawatan 1. Hipertemia berhubungan dengan penurunan respirasi



2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas 3. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan kejang demam F. Rencana keperawatan No . 1



Diagnosa Keperawatan Hipertemia berhubungan dengan penurunan respirasi



Tujuan NOC



Fever Treatment (Perawatan



NIC Thermoregulation



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses normal



Fever Treatment (Perawatan demam)



Tupan :



perawatan



suhu dan



tubuh



hipertemia



teratasi



Monitor suhu minimal tiap 2 jam



Setelah dilakukan asuhan



Kolaborasi pemberian cairan intravena



berangsur menurun dengan



tubuh



dalam



rentang normal Nadi dan RR dalam rentang normal Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak



membantu



mendiagnosis



dalam proses



penyakit dan nilai suhu menetapkan



Lakukan tapid sponge



kriteria hasil :



dapat



suhu kulit



nadi dan respirasi



jam, diharapkan suhu tubuh



Dengan memonitor TTV



membantu



Monitor tekanan darah,



keperawatan selama 3 x 24



demam)



Monitor warna dan



Tupen :



Suhu



Rasional



Intervensi



dalam intervensi



selanjutnya Perubahan



warna



kulit



merupakan indikasi suhu tubuh pasien mulai stabil Melakukan tindakan tapid sponge dapat membantu



Anjurkan keluarga klien



menurunkan suhu tubuh



untuk memberikan



anak



pakaian yang tipis yang dapat menyerap keringat



Mengekspos kulit ke udara dan di udara mengurangi kehangatan



serta



Tingkatkan sirkulasi



meningkatkkan



udara



pendinginan evaporatif



Temperature Regulation



ada pusing Tingkatkan intake cairan dan nutrisi Manajemen Kejang



Suhu kamar, selimut dan linen seperti



bisa yang



disesuaikan ditunjukan



untuk mengatur suhu tubuh



Pertahankan jalan



Temperature Regulation



nafas



Untuk



memenuhi



intake



Balikkan badan pasien



cairan dan nutrisi, karena



ke satu sisi



kehilangan



cairan



nutrisi



berkontribusi



Longgarkan pakaian Tetap disisi pasien selama kejang



dan



terhadap demam Manajemen Kejang Jalan nafas efektif



Catat lama kejang Monitor tingkat obatobatan anti epilepsi



Mengurangi



peningkatan



suhu tubuh dan pasien dalam keadaan nyaman serta tidak terjadi lebam Membantu



mencegah



komplikasi 2



Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas



NOC



NIC



Respiratory



status



:



Ventilation Respiratory



Airway Management



Airway Management



Untuk



Posisikan pasien untuk status



:



Airway patency Tupan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses



Memonitor kepatenan jalan



ventilasi



napas



Auskultasi suara nafas,



Memonitor respirasi dan



catat



keadekuatan oksigen



adanya



suara



nafas tambahan Untuk Monitor status respirasi



nafas menjadi efektif



dan O2 pasien



Tupen :



Kolaborasi pemberian obat mukolitik



keperawatan selama 3 x 24 jam,



penumpukan



saluran



nafas



sekret



berkurang



potensial ventilasi



memaksiamalkan



perawatan, bersihan jalan



Setelah dilakukan asuhan



memaksimalkan



dahak



mengencerkan



dengan kriteria hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu menegluarkan sputum,mmampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Menunjukkan jalan nafas yang paten ( klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Mampu mengidenifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas.



3



Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan kejang demam



NOC



NIC Growth



and



development delayed Family coping Breastfeeding ineffective



Pendidikan orang tua



Pendidikan orang tua Ajarkan kepada orang tua tentang penanda perkembangan normal Demonstrasikan aktivitas yang



agar dapat dicegah sedini mungkin bila ada tanda dan gejala



keterlambatan



perkembangan agar orangtua memahami tentang



perkembangan



Nutritional status :



menunjang



anak



nutrient intake



perkembangan



Parenting



Ajarkan tentang mainan



dan memberikan mainan



perfomance



dan benda-benda



sesuai usia anaknya



agar orang tua mengetahui



Tupan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses perawatan, tidak ada tanda dan gejala keterlambatan perkembangan anak. Tupen : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, kejang demam pada anak hilang dengan kriteria hasil : Pengetahuan orang tua terhadap perkembangan



anak



meningkat Berat badan = index masa tubuh Makanan dan asupan cairan bergizi Kondisi gizi adekuat



G. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No. 1



Diagnosa Hipertemia berhubungan



Implementasi



Fever Treatment (Perawatan



Evaluasi S:



dengan penurunan respirasi



demam) Memonitor suhu minimal tiap 2 jam Memonitor warna dan suhu



Keluarga mengatakan demam dan kejang dibagian kedua kaki, tangan serta bagian bibir dan wajah sudah tidak terjadi lagi O:



kulit



Suhu tubuh dalam rentang normal



Memonitor tekanan darah,



Suhu : 37oC



nadi dan respirasi



Nadi dan RR dalam rentang normal



Melakukan tindakan tapid



Nadi : 90 x/m



sponge



RR : 30x/m



Berkolaborasi untuk pemberian cairan intravena



Tidak ada perubahan warna kulit



Menganjurkan keluarga klien



Mukosa bibir lembab



untuk memberikan pakaian



Pasien tampak nyaman



yang tipis yang dapat menyerap keringat



A:



Meningkatkan sirkulasi udara



Masalah keperawatan hipertemia teratasi



Temperature Regulation Meningkatkan intake cairan dan nutrisi Manajemen Kejang Mempertahankan jalan nafas Membantu mengatur posisi dengan membalikkan badan pasien ke satu sisi Memberikan pakaian yang longgar Menemani pasien selama terjadi kejang



P: Intervensi dipertahankan



Membuat catatan keperawatan lama waktu kejang Memonitor tingkat obat-obatan anti epilepsi 2



Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas



Airway Management



S:



Mengatur posisi pasien untuk Keluarga mengatakan tidak ada batuk dan memaksiamalkan ventilasi



pilek pada anak



Melakukan tindakan auskultasi O : suara nafas, mencatat adanya suara nafas tambahan Memonitor status respirasi dan O2 pasien Berkolaborasi pemberian obat mukolitik



Hasil pemeriksaan didapatkan pasien mulai tampak segar dan nyaman Tidak ada sianosis Bunyi napas normal : vesikular A: Masalah



keperawatan



ketidakefektifan



bersihan jalan nafas teratasi P: Intervensi dipertahankan 3



Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan kejang demam



Pendidikan orang tua Memberikan pendidikan kesehatan kepada orang tua tentang penanda



S: Tidak ada data O:



perkembangan normal



Tidak ada data



Mendemonstrasikan aktivitas



A:



yang menunjang perkembangan Memberikan pendidikan kesehatan tentang mainan dan benda-benda



Masalah



keperawatan



resiko



keterlambatan perkembangan teratasi P: Intervensi dihentikan



3.1.3 Legal Etik Keperawatan 1. Definisi Etika keperwataan (nursing etic) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan. Aspek legal etik keperawatan adalah aspek aturan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dan pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja memutuhkan kesabaran. Kemampuan utuk ikut mengatasi masalah-masalah kesehatan tentu harus juga bisa diandalkan. International Council of Nurses (ICN) mengeluarkan kerangka kerja kompetensi bagi perawat yang mencakup tiga bidang Profesional. Etichal and Legal Practice, bidang care Provision and Managemant dan bidang Profesional Development “setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama yaitu kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat:. (Budi Sampurn, Pakar Hukum Kesehatan UI 2006) Praktek keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang ada dalam praktek perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan. Pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kritis perawat. Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi hak kliennya dan diriya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari penyelenggaan pelayanan keperawatan yang profesional. 2. Prinsip – Prinsip Legal dan Etis adalah : 1. Autonomi (otonomi) Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berfikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut perbedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. 2. Beneficiency (berbuat baik)



Beneficiency berarti hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan memerlukan pencegahan diri kesalahan atau kejahatan penghapusan kesalahan atau kejahatan dari peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain terkadang dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi. 3. Justice (keadilan) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar utuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. 4. Normal Oficiency (tidak merugikan) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cidera fisik dan psikologi pada klien. 5. Veracity (kejujuran) Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran nilai diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. 6. Fidellity (menepati janji) Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmenya dan menepatijanji serta menyimpan rahasia pasien. 7. Confidentiality (kerahasiaan) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privesi klien segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. 8.Accountabillity (akuntabilitas) Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seseorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali. 9. Informent Consent Informent consent terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi) dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin jadi “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persatuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengan nya. 3. Masalah Legal Dalam Keperawatan 











Ketidak pahaman peran Masyarakat belum memahami peran dan wewenang tenaga kesehatan memberikan penjelasan yang benar tentang peran masing-masing petugas kesehatan. Konflik Tanggung Jawab Klien terbuka tentang kondisinya dan perawat tulus mendengarkan keluhan yang di sampaikan. Dalam hal tersebut perawat bertanggung jawab memberikan penjelasan atau support. Perbedaan Status



Perawat merasa mempunyai kemampuan lebih, menyebabkan perawat lebih dominan komunikasi 



berlangsung secarah dan otoriter. Perbedaan Persepsi Penggunaan istilah dan bahasa perawat yang tidak dipahami klien menjadi masalah komunikasi yang umum terjadi.



4. Peraturan tentang hubungan antar perawat dengan masyarakat 



Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya senantiasa berpedoman pada tanggung jawab yang







bersumber dari adanya kebutuhan terhadap keperawatan individu, keluarga dan masyarakat. Perawat dalam melaksanakan pengabdian dibidang keperawatan harus memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari individu keluarga







serta masyarakat. Perawat dalam melaksanakan kewajibannya terhadap rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi







luhur keperawatan. Perawat menjalani hubungan kerja sama dengan individu keluarga dan masyarakat. Khususnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan serta upaya kesejahteraan yang pada umumnya sebagai bagian dari tugas dan kewajiban bagi kepentingan masyarakat.



5. Landasan Aspek Legal Keperawatan Landaan aspek legal keperawatan adalah undang-undang keperawatan. Aspek legal keperawatan pada kewenangannya formalnya adalah izin yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktek profesi perawat yaitu surat izin kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan surat izin praktek perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau berkelompok. Kewenangan itu hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan. Namun memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan seperti jga kemampuan yang diberikan juga berjenjang. Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh departemen kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian dibidang kesehatan dan kedokteran sementara itu kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing. 6. Aplikasi Aspek Legal Dalam Keperawatan Hukum mengatur perilaku hubungan antara manusia sebagai subjek hukum yang melahirkan hak dan kewajiban. Dalam kehidupan manusia, baik secara perorangan maupun berkelompok hukum mengatur perilaku hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lain, antar manusia dengan kelompok manusi. Hukum dalam interaksi manusia merupakan suatu keniscahyaan (Praptianingsih s. 2006) Berhubungan dengan pasal 1 ayat 6 UU no 36/2009 tentang kesehatan berbunyi : “tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.



Berdasarkan UU kesehatan yang diturunkan dalam kepmenkes 1239 dan pemenkes NO.HK.02.02/menkes/148/1 kegiatan keperawatan. Adapun kegiatan yang secara langsung dapat berhubungan dengan aspek legaliasi kep : - Proses keperawatan - Tindakan keperawatan - Informed consent Untuk melindungi tenaga perawat akan adanya tuntutan dari klien/pasien perlu ditetapkan dengan jelas apa hak kewajiban serta kewenangan perawat agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan tugasnya serta memberikan suatu kepastian hukum, perlindungan tenaga perawat. Hak dan kewajiban perawat ditentukan dalam kepmenkes 1239/2001 dan keputusan direktur jendral pelayanan medik nomor Y.M.00.03.2.6.956. 7. Pembahasan Kasus Dalam kasus diatas, seharusnya perawat harus lebih perhatian dan melakukan tugasnya dengan baik serta bertangungjawab dalam hal tindakan. Melayani pasien dengan baik dan tulus. Sebagai tenaga kesehatan harus menerapkan ajaran yang sudah mereka miliki karena kesehatan pasien lebih utama. Jika perawat lebih resfonsif dan mendengarkan keluh kesah pasien maka pasien tidak akan mengatakan bahwa perawat kurang resfonsif dan tidak mengerti keluhan pasien. Perawat harus lebih dekat dengan keluarga maupun pasien untuk mendengarkan keluhan pasien seperti apa dan bisa membuat pasien lebih nyaman dengan pelayanan rumah sakit. Kenyamanan dan fasilitas rumah sakit menentukan nilai yang sangat penting untuk kedepannya, bagaimana mengatasi keluarga pasien dan pasien tersendiri. 3.1.4 Pencegahan Primer, Sekunder, Tersier 1. Pencegahan Primer Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang anak mengalami kejang demam. Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok yang mempunyai faktor risiko. Dengan adanya pencegahan ini diharapkan keluarga/orang terdekat dengan anak dapat mencegah terjadinya serangan kejang demam. Upaya pencegahan ini dilakukan ketika anak mengalami demam. Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam. Jika anak mengalami demam segera kompres anak dengan air hangat dan berikan antipiretik untuk menurunkan demamnya meskipun tidak ditemukan bukti bahwa pemberian antipiretik dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam. 2. Pencegahan Sekunder Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami kejang demam. Adapun tata laksana dalam penanganan kejang demam pada anak meliputi :



a. Pengobatan Fase Akut Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, bila perlu dilakukan intubasi .Keadaan dan kebutuhan cairan ,kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Pemberantasan kejang dilakukan dengan cara memberikan obat anti kejang kepada penderita. Obat yang diberikan adalah diazepam. Dapat diberikan melalui intravena maupun rektal. b. Mencari dan mengobati penyebab Pada anak, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut, otitis media, bronkitis, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Untuk mengobati penyakit infeksi tersebut diberikan antibiotik yang adekuat. Kejang dengan suhu badan yang tinggi juga dapat terjadi karena faktor lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi) diindikasikan pada anak penderita kejang demam berusia kurang dari 2 tahun. Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk mengalami epilepsi. c. Pengobatan profilaksis terhadap kejang demamberulang Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan karena menakutkan keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu: - Profilaksis intermitten pada waktudemam Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan pada saat penderita demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Obat yang dapat diberikan berupa diazepam, klonazepam atau kloralhidrat supositoria. - Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari Indikasi pemberian profilaksis terus menerus adalah:   



Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan perkembangan neurologis. Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara kandung. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau



menetap. Kejang demam terjadi pada bayi berumurkurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episodedemam.  Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk



mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari. Obat yang dapat diberikan berupa fenobarbital dan asamvalproat. 3. Pencegahan Tersier Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya kecacatan, kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita kejang demam mempunyai risiko untuk mengalami kematian meskipun kemungkinannya sangat kecil. Selain itu, jika penderita kejang demam kompleks tidak segera mendapat penanganan yang tepat dan cepat akan berakibat pada kerusakan sel saraf (neuron). Oleh karena itu, anak yang menderita kejang demam perlu mendapat penanganan yang adekuat dari petugas kesehatan guna mencegah timbulnya kecacatan bahkan kematian 3.1.5 Nursing Advocacy 1. Deifinisi Nursing advocacy adalah proses dimana perawat secara objektif memberikan klien informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan dan mendukung klien apapun keputusan yang ia buat. Arti advocacy menurut ANA adalah melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapapun. Perawat sebagai advokat, yaitu sebagai penghubung antara klien-tim kesehatan lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan klien. Membela dan melindungi kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Ditinjau secara Nursing Advocacy, maka perawat harus banyak mempunyai kemampuan untuk memberikan suatu pernyataan/ pembelaan untuk kepentingan pasien. a. Peran advokat keperawatan   



Melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum. Membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan. Memberi bantuan mengandung dua peran, yakni peran aksi dan peran non aksi.



b. Hak pasien dalam pelayanan keperawatan 



Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit dan mendapat



pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur.  Memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu.  Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.  Meminta konsultasi pada dokter lain (second opnion) terhadap penyakitnya.  “privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data medisnya.







Mendapat informasi yang meliputi : penyakitnya, tindakan medic, alternative terapi lain, pragnosa penyakit,



dan biaya.  Memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan perawat.  Menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri.  Hak didampingi keluarga dalam keadaan kritis  Hak menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya  Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan  Hak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual  Hak didampingi perawat/keluarga pada saat diperiksa dokter  Hak pasien dalam penelitian (Marchette,1984:Kelly,1987) 2. Pembahasan kasus Dalam kasus diatas, perawat harus memberikan informasi yang dibutuhkan pasien untuk membuat keputusan sendiri. Melindungi pasien, setia mendengarkan keluhan pasien. Membuat pasien nyaman dengan fasilitas yang diberikan rumah sakit. Karena sebagai perawat harus lebih bertanggungjawab terhadap pasien, menerima kritik dari pasien. Dengan senyuman serta perhatian dari perawat itu obat yang paling ampuh untuk kesembuhan pasien. Maka dari kasus diatas perawat harus lebih resfonsif serta mendengarkan keluhan pasien. Terapkan ajaran yang sudah dimiliki dan lakukan pada pasien supaya pasien lebih nyaman terhadap pelayanan rumah sakit. 3.1.6 Telaah Jurnal terkait febris/ kejang demam 1. Jurnal Terlampir



PERTOLONGAN PERTAMA DENGAN KEJADIAN KEJANG DEMAM PADA ANAK Ketut Labir N.L.K Sulisnadewi Silvana Mamuaya Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar Email: [email protected] Abstract : First Aid and incidence of febrile seizures in children at the Children's. The purpose of this study was to determine the relationship of first aid with the incidence of febrile convultion in children at the Children's Room Triage Sanglah Hospital Denpasar. The research method used analytic correlation with cross sectional design. The research sample amounted to 30 parents of children with febrile convultion who treated in Children's Room Triage Sanglah Hospital Denpasar with consecutive sampling technique. Data were collected by questionnaire. The results obtained from 30 respondents the majority of parents who perform first aid by either



having a child with simple febrile convultion incidence of 40.0% and there is significant relationship between the incidence of first aid in children with febrile convultion with a p value of 0.016. Spearmans rank obtained (0.636), indicating the frequency between the two variables, the correlation coefficient (0.636) showed a strong correlation between the two variables (0.5 to 0.75). Abstrak : Pertolongan Pertama dan Kejadian Kejang Demam Pada Anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pertolongan pertama dengan kejadian kejang demam pada anak di Ruang Triage Anak RSUP Sanglah Denpasar. Metode penelitian yang digunakan adalah analitik korelasi dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 30 orang tua anak dengan kejang demam yang berobat di Triage Anak RSUP Sanglah Denpasar dengan tehnik consecutive sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner. Hasil penelitian didapatkan dari 30 responden sebagian besar sebagian besar orang tua yang melakukan pertolongan pertama dengan baik memiliki anak dengan kejadian kejang demam sederhana sebesar 75,0% dan ada hubungan bermakna antara pertolongan pertama dengan kejadian kejang pada anak dengan demam dengan p value sebesar 0,016. didapatkan rank spearmans hitung (0,636), menunjukkan kekerapan antara kedua variable, koefisien korelasi (0,636) menunjukkan korelasi yang kuat antar kedua variabel (0,5-0,75). Kata kunci: pertolongan pertama, kejang demam, anak Negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia terdapat dua faktor yaitu gizi dan infeksi yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan anak (Hasan, 2007). Saat ini 70% kematian balita disebabkan karena pneumo nia, campak, diare, malaria, dan malnutrisi. Ini berart i bahwa penyakit infeksi masih menjadi penyebab kematian balita (Hasan, 2007).



Terjadinya proses infeksi dalam tubuh menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang biasa disebut dengan demam. Demam merupakan faktor resiko utama terjadinya kejang demam (Sela mihardja, 2008). Insiden dan prevalensi kejang demam di Eropa pada tahun 2006 berkisar 2-5%, di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan dengan Eropa sebesar 8,3%-9,9% pada



tahun yang sama (Hasan 2007). Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, di Indo nesia tahun 2005 kejang demam termasuk sebagai lima penyakit anak terpenting yaitu sebesar 17,4%, meningkat pada tahun 2007 dengan kejadian kejang sebesar 22,2% (Hasan, 2007). Selanjutnya tingginya kasus kejang demam di Bali khususnya di RSUP Sanglah Denpasar Sepanjang tahun 2011, terdapat 1.178 kunjungan ke Triage anak, dengan berbagai permasalahan seperti panas, kejang, sesak dan tidak sadar. Tahun 2010 terdapat 342 kasus anak dengan kejang demam dan meningkat menjadi 386 kasus pada tahun 2011. Ratarata kunjungan anak dengan kejang demam per bulan pada 2011 sebesar 32 kasus (RSUP Sanglah, 2010). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Budiman, 2006). Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anakanak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 5 tahun. Menurut Candra (2009), kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang terjadi apabila demam disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan atas, roseola atau infeksi telinga. Namun pada beberapa kasus tertentu, kejang demam terjadi sebagai gejala dari penyakit meningitis atau masalah serius lainnya. Selain demam yang tinggi, kejang-kejang juga bisa terjadi akibat penyakit radang selaput otak, tumor, trauma atau benjolan di kepala serta gangguan elektrolit dalam tubuh (Candra, 2009). Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam dimana anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan



tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit. Kejang sendiri terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan. Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step (Selamihardja, 2008). Kejang demam anak perlu diwaspadai, karena kejang yang lama (lebih dari 15 menit) dapat menyebabkan kecacatan otak bahkan kematian. Dalam 24 jam pertama walaupun belum bisa dipastikan terjadi kejang, bila anak mengalami demam, hal yang terpenting dilakukan adalah menurunkan suhu tubuh (Candra, 2009). Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera, pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Sehingga pertolongan pertama untuk menangani korban segera dilakukan untuk mencegah cedera dan komplikasi yang serius pada anak (Candra, 2009). Langkah awal yang dapat dilakukan dalam melakukan pertolongan pertama untuk mencagah terjadinya kejang pada anak demam adalah segera memberi obat penurun panas, kompres air biasa atau hangat yang diletakkan di dahi, ketiak, dan lipatan paha. Beri anak banyak minum dan makan makanan berkuah atau buahbuahan yang banyak mengandung air, bisa berupa jus, susu, teh, dan minuman lainnya. Jangan selimuti anak dengan selimut tebal, selimut dan pakaian tebal dan tertutup justru akan meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi penguapan. (Candra, 2009). Ketika terjadi kejang dan tidak berhenti setelah lima menit, sebaiknya anak segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Jika anak pernah mengalami kejang demam di usia pertama kehidupannya, maka ada kemungkinan ia akan mengalami kembali kejang meskipun



temperatur demamnya lebih rendah (Candra, 2009). Pertolongan pertama dalam upaya mencegah kejang demam sangat penting, namun yang menjadi permasalahan adalah banyak ibu atau keluarga yang kurang tahu tentang pertolongan pertama. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di ruang Triage anak RSUP Sanglah didapatkan dari 5 orang anak yang dikeluhkan kejang, berdasarkan hasil wawancara kepada ibu dan keluarga semuanya tidak ada yang tahu tentang pertolongan kejang, mereka juga tidak tahu apa penyebab kejang. Anggapan mereka bahwa kalau anak sakit langsung dbawa kerumah sakit (Candra, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pertololongan pertama pada anak dengan kejadian kejang demam di Ruang Triage Anak RSUP Sanglah Denpasar METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik korelasi yang bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan dan sejauh mana hubungan antara dua variabel dalam penelitian. Pendekatan yang digunakan yaitu cross sectional dimana peneliti hanya sekali melakukan pengukuran terhadap subyek penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Triage Anak RSUP Sanglah Denpasar. Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua anak dengan kejang demam yang berobat di Triage Anak RSUP Sanglah. Yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah orang tua anak dengan kejang demam yang berobat di Triage Anak RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan responden didapatkan distribusi pertolongan pertama pada anak dengan



kejang demam dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pertolongan Pertama Pada Anak Dengan Kejang Demam N o 1 2 3



Pertolonga Frekuens Persentas n Pertama i (f) e (%) Baik 16 53,3 Cukup 9 30,0 Kurang 5 16,7 Jumlah 30 100,0 Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa dari 30 responden pertolongan pertama yang dilakukan oleh orang tua yang terbanyak adalah baik yaitu sebesar 53,3% dan yang terkecil adalah kurang sebesar 16,7%. Kejadian kejang pada anak dengan demam di Ruang Triage Anak RSUP Sanglah Denpasar dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Kejang Pada Anak Dengan Demam NO



Kejadian Frekuensi Persentase Kejang (f) (%) Demam 1 Kejang 18 60,0 Sederhana 2 Kejang 10 33,3 Komplek 3 Kejang Tonik 2 6,7 Klonik JUMLAH 30 100,0



Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa dari 30 responden kejadian kejang deman pada anak yang terbanyak adalah kejang demam sederhana yaitu sebesar 60,0% dan yang terkecil adalah kejang tonik klonik sebesar 6,7%. Analisis menggunakan uji statistik Spearman Rank dengan α sebesar 0,05, perhitungan menggunakan komputer (perhitungan terlampir) didapatkan hasil sebagai berikut:



Tabel 3. Hubungan Pertolongan Pertama dengan Kejadian Kejang Pada Anak Dengan Demam Kejadian Kejang Demam Pertolon Jumlah p gan Sederha Kom Tonik rs Pertama na plek Klonik f % f % f % f % Baik 12 40,0 4 13,3 0 0,0 16 53,3 0,016 0,636* Cukup 5 16,7 4 13,3 0 0,0 9 30,0 Kurang 1 3,3 2 6,7 2 6,7 5 16,7 Jumlah 18 60,0 10 33,3 2 6,7 30 100,0



Berdasarkan data pada tebel di atas dapat dikatakan bahwa sebagian besar orang tua yang melakukan pertolongan pertama dengan baik memiliki anak dengan kejadian kejang demam sederhana sebesar 40,0% dibandingkan dengan orang tua yang melakukan pertolongan pertama cukup dan kurang. Berdasarkan hasil analisis tersebut juga didapat p value sebesar 0,016 yang artinya bahwa nilai p< α 0,05, maka secara statistik ada hubungan bermakna antara pertolongan pertama dengan kejadian kejang pada anak dengan demam. Hasil rank spearman hitung (0,636), menunjukkan kekerapan antara kedua variabel dan koefisien korelasi (0,636) menunjukkan korelasi yang kuat antar kedua variable (0,5-0,75). Pertolongan pertama dirumah pada anak dengan kejang demam dapat dikatakan bahwa dari 30 responden sebagian besar orang tua melakukan pertolongan pertama baik yaitu sebesar 53,3% dibandingkan dengan orang tua yang memberikan pertolongan cukup dan kurang. Hal ini terkait dengan pengalaman sebelumnya, pengalaman pribadi, apa yang telah dan sedang kita alami ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus. Orang tua yang memiliki anak dengan kejang sebelumnya tentu akan lebih tahu dan mengerti bagaimana cara yang tepat untuk memberikan pertolongan pertama dalam mengatasi dan mencegah terjadinya kejang berulang sebelum akhirnya anak dibawa ke



rumah sakit (Yusuf, 2005). Menurut Berzonsky dalam Yusuf (2005), menyatakan bahwa kemampuan seseorang dipengaruhi oleh pengalaman, membaca literatur, hubungan interpersonal, sikap serta keinginan atau motivasi untuk mengakses informasi. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Langkah awal yang dapat dilakukan dalam melakukan pertolongan pertama untuk mencagah terjadinya kejang pada anak demam adalah segera memberi obat penurun panas, kompres air biasa atau hangat yang diletakkan di dahi, ketiak, dan lipatan paha. Beri anak banyak minum dan makan makanan berkuah atau buahbuahan yang banyak mengandung air, bisa berupa jus, susu, teh, dan minuman lainnya. Jangan selimuti anak dengan selimut tebal, selimut dan pakaian tebal dan tertutup justru akan meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi penguapan. (Candra, 2009). Kemampuan orang tua dalam pemberian pertolongan pertama pada anak dengan kejang demam dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, pendidikan dan pekerjaan. Dilihat dari umur terkait dengan masa produktif dan semakin dewasa seseorang pengalaman hidup juga semakin bertambah serta dimungkinkan kemampuan analisis dari seseorang akan bertambah sehingga pengetahuan juga semakin bertambah (Elizabet dalam Mubarak, 2006). Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan tindakan seperti minat, pengalaman, kebudayaan, informasi dari media massa seperti TV, radio dan penyuluhan dari petugas kesehatan tentang penatalaksanaan kejang demam pada anak (Notoatmojo, 2003). Kejadian kejang pada anak dengan demam di Ruang Triage Anak RSUP Sanglah Denpasar dari 30 responden sebagian besar anak mengalami kejang demam sederhana yaitu sebesar 60,0%. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh



(suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Rani, 2009). Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 5 tahun. Menurut Candra (2009), kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang terjadi apabila demam disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan atas, roseola atau infeksi telinga. Namun pada beberapa kasus tertentu, kejang demam terjadi sebagai gejala dari penyakit meningitis atau masalah serius lainnya. Selain demam yang tinggi, kejang-kejang juga bisa terjadi akibat penyakit radang selaput otak, tumor, trauma atau benjolan di kepala serta gangguan elektrolit dalam tubuh. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam dimana anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit. Kejang sendiri terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan. Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step (Selamihardja, 2008). Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah riwayat kejang demam dalam keluarga, usia anak kurang dari 18 bulan, temperatur tubuh saat kejang (makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang) dan lamanya demam (IDAI,2009). Kejang demam anak perlu diwaspadai, karena kejang yang lama (lebih dari 15 menit) dapat menyebabkan kecacatan otak bahkan kematian. Dalam 24 jam pertama walaupun belum bisa dipastikan terjadi kejang, bila anak mengalami demam, hal yang terpenting dilakukan adalah menurunkan suhu tubuh



(Candra, 2009). Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera, pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Sehingga pertolongan pertama untuk menangani korban segera dilakukan untuk mencegah cedera dan komplikasi yang serius pada anak (Candra, 2009). Hasil penelitian tentang hubungan umur dan suhu tubuh dengan kejang demam pada balita di ruang Melati RSUD dr. M.Yunus Bengkulu tahun 2009. didapatkan ada hubungan yang bermakna umur dan suhu tubuh dengan demam kejang. Hasil penelitian Nurul (2008) didapatkan sebesar 80% orangtua mempunyai fobia demam. Orang tua mengira bahwa bila tidak diobati, demam anaknya akan semakin tinggi. Kepercayaan tersebut tidak terbukti berdasarkan fakta. Karena konsep yang salah ini banyak orang tua mengobati demam ringan yang sebetulnya tidak perlu diobati. Demam < 390 C pada anak yang sebelumnya sehat pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Bila suhu naik > 39 0 C, anak cenderung tidak nyaman dan pemberian obat-obatan penurun panas sering membuat anak merasa lebih baik. Pada dasarnya menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara fisik, obat obatan maupun kombinasi keduanya. Pengetahuan dan pengalaman ibu tentang penanganan anak demam sangat menentukan terjadinya kejang sehingga diharapkan petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan kepada orang tua tentang penanganan kejang demam karena pada anak sangat rentan untuk terjadi kejang demam (Rani, 2009). Analisis hubungan pertolongan pertama dengan kejadian kejang pada anak dengan demam didapatkan hasil bahwa ada hubungan bermakna antara pertolongan pertama dengan kejadian kejang pada anak dengan demam (nilai P< 0,05). Hasil rank spearman hitung (0,636), menunjukkan kekerapan antara



kedua variabel dan koefisien korelasi (0,636) menunjukkan korelasi yang kuat antar kedua variabel (0,5-0,75) sehingga dapat diartikan semakin baik tindakan pertolongan pertama yang diberikan maka kejadian kejang demam semakin menurun atau tidak terjadi kejang lanjutan. Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua di unit gawat darurat (UGD). Demam membuat orang tua atau pengasuh menjadi risau. Sebagian besar anak-anak mengalami demam sebagai respon terhadap infeksi virus yang bersifat self limited dan berlangsung tidak lebih dari 3 hari atau infeksi bakteri yang tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Akan tetapi sebagian kecil demam tersebut merupakan tanda infeksi yang serius dan mengancam jiwa seperti pneumonia, meningitis, artritis septik dan sepsis (Rani, 2009). Ketika anak mengalami demam yang tinggi seringkali disertai dengan munculnya kejang-kejang atau dikenal dengan istilah step. Kejang-kejang ini bisa terjadi dalam beberapa detik hingga satu menit, tapi pada kasus tertentu kejang bisa muncul sangat lama hingga 15 menit. Pada sebagian besar kasus, kejang demam yang terjadi beberapa detik umumnya tidak berbahaya. Tapi jika berlangsung lama, berulang dan tidak segera dilakukan pertolongan akan menimbulkan bahaya seperti kerusakan otak atau sebagai gejala awal dari penyakit serius (Candra, 2009). Pendekatan penatalaksanaan demam pada anak bersifat age dependent karena infeksi yang terjadi tergantung dengan maturitas sistem imun di kelompok usia tertentu. Pertolongan pertama saat anak kejang sebelum dibawa ke rumah sakit akan membantu menentukan beratnya penyakit anak dan urgensi pengobatannya. Orangtua harus tetap waspada terhadap anak yang mengalami kejang-kejang, terutama jika terjadi berkali-kali. Kejang demam umumnya terjadi pada anak-anak yang mengalami demam lebih dari 39 derajat celsius, meskipun bisa juga terjadi pada temperatur yang lebih rendah



(Candra, 2009). Orang tua memiliki peran yang penting dalam pencegahan kejang demam sehingga diharapkan orang tua mampu mencari banyak informasi, mengikuti penyuluhan tentang penatalaksanaan anak demam dan dapat mencegah terjadinya kejang yang berulang . SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas dari 45 keluarga pasien yang menjadi responden dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertolongan pertama pada anak dengan kejang demam dari 30 responden sebagian besar orang tua melakukan pertolongan pertama baik yaitu sebesar 53,3% . Kejadian kejang pada anak dengan demam dari 30 responden sebagian besar anak mengalami kejang demam sederhana yaitu sebesar 60,0%. Analisis hubungan didapatkan rank spearman hitung (0,636), menunjukkan kekerapan antara kedua variable, koefisien korelasi (0,636) menunjukkan korelasi yang kuat antar kedua variabel (0,5-0,75) dan ada hubungan bermakna antara pertolongan pertama dengan kejadian kejang pada anak dengan demam dengan p value sebesar 0,016. DAFTAR RUJUKAN Budiman, 2006, Faktor Risiko Kejang Demam Berulang, Jakarta: EGC Candra, 2009, Kejang Demam. Available: http://www.scribd.com/doc/156894 07, 29 Desember 2011 Hasan, 2007, Cermin Dunia Kedokteran, Available: http://www.scribd.com/doc/156894 07, 29 Januari 2012 Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama Mubarak, dkk. (2006). Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: CV Sagung Seto Notoatmodjo, S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta



Nurul, 2008. Karakteristik Orang Tua Dengan Anak Kejang Demam. http://www.glorinet.org/demam.ht ml. (10 Mei 2012) Rani, 2009, Penatalaksanaan Kejang Pada Anak. Diakses tanggal 22 Mei 2012 dari : http://www.ran.int /facts/world_figure/en/index5.html RSUP Sanglah, 2010, Rekam Medik, Denpasar: RSUP Sanglah Selamiharja, 2008, Karakteristik Kejang dan Penangannya, online, (Available) Http://www.infosehat.com (2 Januari 2012) Yusuf.



2007. Perilaku



Kesehatan. 27



November http://www.rsipaids.com.



2011



2. Telaah Jurnal  Judul Pertolongan pertama dengan kejadian kejang demam pada anak  Kata kunci Pertolongan pertama, kejang demam, anak  Penulis jurnal Ketut Labir, N.I.K sulisnadewi dan silvanamamuaya  Latar belakang Negara yang sedang berkembang, termasuk indonesia terdapat dua faktor yaitu gizi dan infeksi yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan anak (Hasan,2007). Terjadinya proses infeksi dalam tubuh menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang biasa disebut dengan demam. Demam merupakan faktor resiko utama terjadinya kejang demam. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 380C) yang disebabkan oleh suhu proses ekstrakranium. (Budiman, 2006)  Tujuan Untuk mengetahui hubungan pertolongan pertama dengan kejadian kejang demam pada anak di Ruang Triage Anak RSUP Sanglah Denpasar.  Analisa penelitian 1. Populasi esponden sebagian orangtua



2. Intervantion Sample penelitian berjumlah 30 orangtua anak dengan kejang yang berobat di Triage Anak RSUP Sanglah Denpasar dengan teknik consecutive sampling 3. Lokasi Ruang Triage Anak RSUP Sanglah Denpasar 4. Compare Dalam jurnal penelitian data dikumpulkan dengan kuesioner 5. Instrument/metode penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik korelasi yang bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan dengan dan sejauh mana hubungan antara dua variabel dalam penelitian dan pendekatan yang digunakan yaitu cross sectional dimana peneliti hanya sekali melakukan pengukuruan terhadap subjek penelitian. 6. Analisa Data dan Hasil Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas dari 45 keluarga pasien yang menjadi responden dapat disimpulkan sebagai berikut : Pertolongan pertama pada anak dengan kejang demam dari 30 responden sebagian besar orang tua melakukan pertolongan pertama baik yaitu sebesar 53,3%. Kejadian kejang pada anak dengan demam dari 30 responden sebagian anak mengalami kejang demam sederhana yaitu sebesar 60,0%. Analisis hubungan didapatkan rank spearman hitung (0,636), menunjukan kekerapan antara kedua variabel, koefisien korelasi (0,636) menunjukan korelasi yang kuat antar kedua variabel (0,5-0,75) dan ada hubungan bermakna antara pertolongan pertama dengan kejadian kejang pada anak dengan demam dengan p value sebesar 0,016.



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Demam (fever, febris) adalah kenaikan suhu tubuh di atas variasi sirkadian yang normal sebagai akibat dari perubahan pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior. 2. Bila demam timbul, maka mekanisme termoregulasinya mempertahankan suhu badan lebih tinggi dari normal.



3. Pirogen merupakan substansi yang menyebabkan demam dan berasal baik dari eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar hospes, sementara pirogen endogen diproduksi oleh hospes, pirogen umumnya sebagai reseptor terhadap stimulan awal yang biasanya timbul oleh karena infeksi atau inflamasi 4. Penyebab demam itu bermacam-macam, dapat disebabkan oleh infeksi, racun, kanker, penyakit autoimun, dan lain-lain. 5. Menggigil merupakan usaha tubuh untuk memproduksi panas lebih banyak, sedangkan vasokonstriksi perifer usaha untuk menghemat panas. 6. Tipe demam terdiri dari demam septik, demam remiten, demam intermitten, demam kontinyu, dan demam siklik. 7. Fungsi kompres pada penanganan demam yaitu dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga panas tubuh dapat keluar melalui pori-pori kulit, baik dalam bentuk uap maupun keringat. Adanya pengeluaran panas ini diharapkan suhu tubuh dapat diminimalisir. 8. Obat yang digunakan dalam penanganan demam yaitu antipiretik yang dapat menghambat produksi prostaglandin, contohnya yaitu aspirin, parasetamol dan ibuprofen. 4.2 Saran 1. Sebaiknya kita menjaga kesehatan kita agar terhindar dari penyakit. 2. Mencegah penyakit lebih baik daripada mengobati 3. Sebaiknya kita tidak sembarang minum obat, tetapi harus sesuai resep dokter 4. Jika terjadi demam segera lakukan tindakan yang dapat menurunkan demam, antara lain dengan melakukan pengompresan dan segera periksakan ke dokter.



DAFTAR PUSTAKA



Nurarif, Amin Huda.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda NicNoc.Jogjakarta:Mediaction Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius. Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta



Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.