Makalah Filsafat Administrasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A.           Latar Belakang Ilmu administrasi merupakan hasil pemikiran dan penalaran manusia yang disusun berdasarkan dengan rasionalitas dan sistematika yang mengungkapkan kejelasan tentang objek formal, yaitu pemikiran untuk menciptakan suatu keteraturan dari berbagai aksi dan reaksi yang dilakoni oleh manusia dan objek material, yaitu manusia yang melakukan aktivitas administrasi dalam bentuk kerjasama menuju terwujudnya tujuan tertentu. Esensi mendasar objek formal dan material administrasi adalah terciptanya hubungan antara pengatur dengan yang diatur dalam konteks kerja sama manusia. Kajian



filsafat



administrasi



masih



jarang



dijumpai



di



berbagai



perpustakaann, tetapi yang banyak ditemukan adalah filsafat pada umumnya. Menurut Makmur bukanlah menjadi hambatan dalam mempelajari filsafat administrasi, karena administrasi adalah salah satu cabang ilmu yang asal mulanya bersumber dari filsafat. Administrasi yang merupakan hasil pemikiran dan penalaran manusia serta dihasilkan untuk menciptakan keteraturan menuju terwujudnya tujuan bersama, adalah salah satu ilmu yang banyak diminati masyarakat umum. Melalui kacamata filsafat, diharapkan masyarakat mengetahui esensi dasar dari ilmu administrasi tersebut. B.            Rumusan Masalah 1.



Bagaimana Jenis dan sifat kebenaran ilmu filsafat ?



2.



Apa hakikat, kedudukan, fungsi dan peran filsafat ?



3.



Perbedaan kesamaan ilmu pengetahuan filsafat dan agama ?



4.



Bagaimana ragam hubungan ilmu pengetahuan dan filsafat?



1



BAB II PEMBAHASAN A.



Pengertian Filsafat Administrasi Secara etimologi (Bahasa). Kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Kata philosophia ini dalam bahasa Arab disebut falsafah, dalam bahasa Inggris disebut philosophy, dan dalam bahasa Indonesia disebut filsafat. Philosophia sendiri terbentuk dari dua kata, yaitu philo yang artinya cinta dan shophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, philoshopia atau filsafat, secara etimologi, artinya cinta kebijaksanaan. Menurut Masykur Arif Rahman, kata cinta kebijaksanaan ini mempunyai arti luas. Cinta bisa berarti cita-cita atau keinginan. Orang yang memiliki cinta atau keinginan akan berusaha menggapai sesuatu yang ia inginkan, atau akan berusaha meraih yang dicintai. Sedangkan kebijaksaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki beberapa pengertian, yaitu selalu menggunakan akal budi (pengalaman dan pengetahuannya), arif, cakap, cermat, pandai, dan hari-hati. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijaksanaan adalah pengetahuan dan kepandaian yang mendalam. Jadi, secara sederhana “cinta kebijaksanaan” atau filsafat dapat dipahami sebagai keinginan untuk mengetahui segala sesuatu secara mendalam. Adapun pengertian filsafat secara terminologis atau istilah merujuk pada beberapa pendapat beberapa ahli yang mencoba mendefinisikan istilah filsafat. Plato mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan yang asli. Sedangkan Aristoteles memberikan pengertian filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan). Dengan memperhatikan batasan-batasan yang tentunya masih banyak yang belum dicantumkan, dapat ditarik benang merahnya sebagai kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. 2



Sejalan dengan pembahasan diatas, maka pengertian filsafat administrasi adalah proses berpikir secara matang, berstruktur, dan mendalam terhadap hakikat dan makna yang terkandung dalam materi ilmu administrasi . Memang disadari atau tidak, sesungguhnya ilmu administrasi memfokuskan diri terhadap aspek manusia, terutama pelaksanaa aktifitas, dilakukan secara kerjasama. Dalam mewujudkan kerja sama diperlukan kematang pengaturan dan ketertiban dalam keteraturan agar upaya pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat terwujud dengan baik dan memuaskan dari seluruh yang terlibat. B.



Jenis dan Sifat Kebenaran Ilmu Filsafat 1. Ontologi Administrasi Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang “yang ada”. “Yang ada” disini memiliki pengertian yaitu : pertama, istilah ini menunjuk terhadap apa-apa yang benar-benar ada di dunia, baik “yang ada” sebagai kenyataan, yang tampak di depan mata ataupun dapat dicerap oleh pancaindera. Pemikiran ontologi dalam administrasi tentunya diawali dari pembuktian, atau dengan kata lain penyelidikan yang dilakukan secara sadar dan mendalam sampai ke akar permasalahan yang sesungguhnya dan dapat diberlakukan kapan dan dimana saja serta relatif fundamental kandungan kebenarannya. Ontologi ilmu administrasi mencari pengertian menurut asal mula dan akar kata yang paling terdalam. Dengan kata lain, ontologi administrasi adalah pemikiran yang berdasarkan hakikat dan makna yang dikandung ilmu administrasi itu sendiri sebagai salah satu cabang ilmu administrasi. a. Kedudukan Ontologi Administrasi Kedudukan ontologi administrasi adalah merupakan pangkal dasar dalam pengembangan pemikiran terhadap pembenaran dan kebenaran yang dikandung oleh ilmu administrasi itu sendiri. Ontologis ilmu administrasi bercorak total daripada hal-hal yang bercirikan abstraksi dan konkret. Ontologi ilmu administrasi yang bercirikan asbtraksi karena hanya berada dalam pikiran manusia yang sifatnya sangat 3



tidak terbatas dan jangkauannya hanya dapat dijangkau akal pikiran. Sedangkan ontologi administrasi yang bercirikan konkret karena memang dapat diamati langsung oleh pancaindra manusia dan hasilnya secara langsung dapat dinikmati.



b. Metode Ontologi Administrasi Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ontologi administrasi diperlukan metode berpikir yang bekerja cepat dan tepat. Dengan demikian, ontologi administrasi senantiasa menanyakan sesuatu yang telah dimengerti atau dikenal, karena pertanyaan adalah bagian dari nalar sebagai produk pemikiran manusia. Pemahaman ontologi ilmu administrasi senada dengan keinsafan manusia terhadap dirinya sendiri sebelum melaksanakan berbagai aktiftasnya. Segala perkembangan, baik pada diri sendiri manusia ataupun pada bidang ilmu administrasi telah termuat dalam batas-batas kemampuan kedua hal tersebut, tidak akan dapat melampauinya. Yang ada di luar batasannya tidak akan dapat dipertanyakan, karena memang bukan batas dalam pikiran manusia di bidang administrasi. c. Potensi Ontologi Administrasi Dengan spontanitas, dapat dikatakan bahwa potensi ontologi ilmu administrasi adalah pemikiran manusia terhadap isi dunia ini. Pada hakikatnya, tidak ada halangan atau hambatan bagi para ilmuwan administrasi dimana saja dan kapan saja untuk melakukan tindakan dan pemikiran tentang penciptaan pengaturan dan keteraturan it secara optimal. Segala jenis bipolaritas yang mensyaratkan terciptanya pengaturan dan keteraturan dalam ilmu administrasi menunjukan adanya kemungkinan, dan bahkan keinginan akan integritas secara maksimal. Kewajiban para ilmuwan administrasi dalam rangka berpikir, berdasarkan pemikiran ontologi secara kebenaran transidental dan kebenaran empirikal, terletak pada struktur penalaran setiap ilmuwan administrasi. Jikalau terjadi kekurangan harmoni, kekurangan kebenaran, dan kebaikan, 4



maka hal itu bukanlah muncul dari hakikat ontologi ilmu administrasi, tetapi merupakan suatu kejadian entah karena alasan apa dan kenyataan selalu ada, sepanjang masih ada yang ada. d. Normatif Ontologi Administrasi Keberadaan hakikat kandungan normatif ontologi administrasi secara transidental dan empirikal sesungguhnya dapat dibedakan atas dua aspek utama. Kebenaran adalah keharmonisan dan sintesis yang maksimal dalam hal pemberian pengertian atau pemahaman terhadap ontologi ilmu administrasi, dan kedua, kebaikan adalah keharmonisan dalam hal penilaian dan pilihan nilai terhadap ontologi ilmu administrasi. Namun, kebenaran dan kebaikan ontologi ilmu administrasi dalam kehidupan dan penghidupan manusia bukanlah dua hal yang berdampingan saja, tetapi merupakan suatu bipolaritas struktur dalam pemikiran manusia itu sendiri. Kebenaran dan kebaikan senantiasa selalu dalam kesejajaran dan seukuran. e. Positivisme Administrasi Aliran positivisme dalam ilmu administrasi pada dasarnya berpangkal dari hati nurani manusia yang memancarkan kebenaran. Pancaran kebenaran hati nurani ini diproses dalam pemikiran dengan menghubungkan realita konkret maupun realita abstraksi tentang fenomena atau nomena administrasi, yang selanjutnya dipersepsikan melaluis suatu argumentasi. f. Rasionalisme Administrasi Rasionalisme administrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan di bidang administrasi. Paham rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan berasal dari akal pikiran. Disamping itu, aliran rasionalisme, tidak mengingkari adanya pengalaman, tetapi pengalaman itu menjadi perangsang terhadap proses pemikiran. Descartes, sebagai pelopor aliran rasionalisme, senantiasa berusaha menemukan suatu kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi sehingga mengantarkan manusia kepada cahaya terang. 2. Epistemologi Ilmu Administrasi



5



Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi theory of knowledge. Secara



istilah,



epistemologi



adalah



bagian



filsafat



yang



membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan. Ilmu pengetahuan di bidang administrasi adalah suatu pernyataan terhadap materi atau konten, bentuk atau form, serta objek formal dan materiilnya. Secara epistemologi, ilmu administrasi cenderung untuk membatasi diri pada hal-hal tentang persepsi dan pemahaman intelektual seseorang. Pengetahuan ilmu administrasi dapat membawa manusia kepada peristiwa kesadaran dari dari seluruh pemaknaan yang dikandung ilmu administrasi itu sendiri. a. Objektivisme Administrasi Hakikat dasar dari pengetahuan administrasi manusia mensyaratkan adanya makna apriori (kebenaran dasar) sebagai realita fundamnetal dan tidak relatif, sedangkan kebenaran realita yang telah mengalami perubahan dari nilai dasar dan kebenaran relatif tertuang dalam hakikat aposteriori. Berpikir apriori dalam ilmu administrasi merupakan salah satu kajian dari konsep objektivisme,



dengan



bermuara



kepada



rasionalisme



yang



dalam



perkembangannya mengalami tiga tahapan proses berpikir manusia dalam bidang ilmu administrasi. Pertama, kesadaran objek administrasi itu sendiri. Kedua, kesadaran bahwa adanya perbedaan penalaran terhadap objek administrasi.



Ketiga,



pemahaman



terhadap



hubungan



yang



terjadi



antarberbagai entitas, baik perbedaan maupun persamaannya. Penelusuran objektivitas pemikiran dalam administrasi dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang objek materialnya, adalah sesuatu yang menjadi sasaran perhatian secara detail tentang makna kandungan penalaran dalam pemikiran manusia yang mempelajari ilmu administrasi. Kedua, dari sudut pandang objek formalnya, bahwa ilmu administrasi memiliki ruang lingkup kajian dengan metode yang jelas. b. Subjektivisme Administrasi 6



Fenomena sosial menunjukan bahwa pemikiran subjektivisme telah berada di semua lini kehidupan, baik kehidupan birokrasi, pengusaha, maupun kehidupan sosial kemasyarakatan, semuanya menghendaki keadilan, tetapi yang dirasakan adalah ketidakadilan. Karl Marx memberikan argumentasi tentang rasa keadilan dengan pembagian sesuatu “ambillah masing-masing menurut kemampuannya” dan “berilah masing-masing menurut kebutuhannya”. c. Skeptisisme Administrasi Skeptisisme adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami seseorang akibat tidak terpenuhinya sesuatu yang diinginkan. Akar permasalahan terjadinya skeptisisme rupanya menunjukan jenis kepastian tertentu yang tidak dimiliki oleh para birokrasi bersangkutan sebagai pengelola administrasi negara yang berdampak negatif , dimana kepercayaan publik semakin berkurang dan kecurigaan semakin bertambah. 3. Aksiologi Administrasi Aksiologi membahas tentang nilai dalam kehidupan manusia. Aksiologi mencakup dua cabang filsafat yang terkenal yaitu etika dan estetika. Etika membahas hal buruk dan baik perbuatan manusia, dan estetika membicarakan tentang keindahan. Aksiologi ilmu administrasi adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam angka pemanfaatan, atau dengan kata lain penerapan ilmu administrasi yang teratur dan produktif. Ilmu administrasi yang dimanfaatkan secara positif memungkinkan manusia lebih leluasan untuk berinteraksi dengan sesama manusia maupun dengan lingkungannya, demikian juga bahwa ilmu administrasi dapat meningkatkan martabat manusia. Karena dengan memanfaatkan kebenaran ilmu administrasi akan semakin teruji kualitasnya serta semakin tampak bahwa ilmuwan administrasi sebagai makhluk yang termulia di muka bumi ini. C.



Hakikat, Kedudukan, Fungsi dan Peran Filsafat 1. Hakikat dan Kedudukan Filsafat



7



Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran penyelidikan, sedangkan objek formal adalah metode untuk memahami objek material. Secara umum, objek material filsafat terbagi atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Sedangkan objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada (Endraswara, 2015). Ilmu sebagai objek kajian filsafat sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati melalui pendekatan radikal, menyeluruh, dan rasional. Sifat pendekatan spekulatif dalam filsafat sepatutnya juga merupakan bagian dari ilmu karena ilmu dilihat pada posisi yang tidak mutlak, sehingga masih terdapat ruang untuk berspekulasi demi pengembangan ilmu (Latif, 2015).



Tujuan kehadiran dan pembelajaran filsafat ilmu antara lain sebagai berikut: 1) Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada. 2) Mempertahankan, menunjang, dan melawan atau berdiri netral dan pandangan filsafat lainnya. Menurut Achmadi (dalam Susanto, 2016), mempelajari filsafat ilmu sangat penting karena dengan ilmu tersebut, manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang di dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh manusia. Muhammad Erwin (dalam Latif, 2015) memaparkan empat manfaat dalam mempelajari filsafat ilmu, yaitu: 1) Menghindari timbulnya pandangan bahwa pengertian sudah menjamin perbuatan, namun pengertian serba sedikit menjadi tantangan ilmu filsafat dapat dugunakan sebagai pedoman kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. 2) Sebagai pandangan hidup yang mantap yang akan menentukan kriteria baik buruknya tingkah laku kita yang telah kita pilih dan atas dasar keputusan batin kita sendiri, manusia telah memiliki kebebasan dan kepribadian sendiri.



8



3) Mengurangi dan menghindari gejala negatif dalam hidup (negative thinking) agar hidup lebih terarah dan tepat. 4) Memiliki tingkah laku hidup bertujuan, yang didasarkan dan ditentukan oleh filsafat hidupnya agar tingkah lakunya lebih bernilai 2. Peran Filsafat Ilmu a. Penerang (Eksplaining) Eksplaining berasal dari bahasa inggris dari kata eksplain yang berarti menerangkan dan menjelaskan. Ilmu dapat berfungsi sebagai penjelas untuk menerangkan segala sesuatu yang ada disekitar manusia. Penjelas suatu teori dapat dibedakan menjadi



empat jenis, yaitu :



deduktif, probalistik, fungsionil, dan genetik. Penjelasan menggunakan



penalaran



deduktif



deduktif



untuk menjelaskan suatu gejala



dengan menarik kesimpulan yang logis dari premis-premis yang telah diketahui hubungannya terlebih



dahulu. Pejelasan probalistik



ialah



penjelasan yang menggunakan penalaran induktif untuk menjelaskan suatu gejala dengan menarik generalisasi dari sejumlah kasus dan fakta, dimana generalisasi



bersifat peluang yang dapat berupa kemungkinan dan



kemungkinan itu hampir dapat dipastikan. Penjelasan fungsional ialah penjelasan yang meletakkan suatu objek penyelidikan pada tertentu dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan



tempat yang



mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu. Sedangkan penjelasan genetik ialah penjelasan yang didasarkan faktor-faktor genetik yang telah ada sebelumnya. (Widia Fitri, 2004: 14). b. Pengira (Predicting) Ilmu bagi kehidupan manusia dapat berperan sebagai pengira terhadap suatu fenomena yang ditemui oleh manusia tersebut. Ilmu yang dimiliki oleh manusia telah terwujud dalam berbagai bentuk teori-teori yang ada. Teori biasanya menerangkan hubungan dua variable atau lebih dalam suatu hubungan kausalitas. Teori adalah pengetahuan ilmiah yang memberi penjelasan terhadap pertanyaan “mengapa”. Teori yang ada tersebut



memberi



manfaat



kepada



untuk



memperkirakan



sesuatu



kemungkinan yang akan terjadi, misalnya berkaitan dengan ilmu astronomi, 9



dapat membantu manusia untuk memprediksi kemungkinan terjadi gerhana. Contoh lain adalah teori ilmu alam mengatakan bila besi dipanaskan, maka besi itu akan memuai, maka dari pernyataan ini telah dapat dipahami dan mengira kenapa setiap yang berjenis logam ketika dipanaskan memuai. (Widia Fitri, 2004: 16). Itulah ilmu yang mempunyai peran sebagai pengira suatu keadaan atau kejadian.



10



c. Pengatur (Controling) Ketika manusia sudah mampu untuk meramal sesuatu yang akan terjadi dengan berpijak kepada ketentuan ilmu, maka fungsi control dapat dijalankan. Hal ini bertujuan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Misalnya pada masalah gempa bumi dengan kekuatan 7,1 SK ketika manusia mengetahui ilmu



yang berkaitan



dengan



geofisika,



manusia



dapat



memperkirakan akibat yang mungkin terjadi dikarenakan gempa tersebut apakah akan menimbulkan tsunami atau tidak. Sehingga manusia dapat mengatur apa yang harus dilakukannya sebelum hal itu terjadi untuk mengantisipasi terjadinya musibah yang sangat besar. d. Pemberdaya (Empowering) Dengan adanya ilmu, maka maka sesuatu yang dulunya tidak bermanfaat dapat di dayagunakan untuk kesejahteraan hidup manusia. Manusia dengan berbagai disiplin ilmu yang berhasil dikembangkannya, telah berhasil menemukan berbagai temuan untuk memanfaatkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya dengan sebaik-baiknya. Misalnya saja, manusia sebelumnya tidak mengetahui bahwa tanaman bahwa suatu tanaman mempunya kasiat dan manfaat yang tinggi untuk kesehatan, setelah manusia mengetahui maka hal tersebut manusia memberdayakan dan



menggunakan



melestarikannya



tanaman



sesuai



tersebut



dengan



dengan



disiplin



ilmu



sebaik-baiknya, yang



ada,



dan baik



mencangkoknya, kloning, rekayasa genetika dan lainya. Jujun S Suria Sumantri dalam bukunya “Filsafat Ilmu” menyebutkan buku-buku ilmuan yang tebal itu pada hakikatnya sama saja dengan bukubuku



primbon



tukang



ramal,



yakni



menjelaskan,



meramal,



dan



mengontrol. Tentu saja yang berbeda adalah azas dan prosedurnya: menjelaskan, meramal, mengontrol inflasi kita yang menggunakan azas dan prosedur keilmuan, sedangkan menjelaskan, meramal, mengontrol telapak tangan kita menggunakan asaz dan prosedur perklenikan. Dengan demikian, tidak heran kalau dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan orang yang tidak selalu datang pada ilmuan melainkan kepada dukun. Keduanya melakukan fungsi yang sama m e s k i p u n asas dan prosedurnya



berbeda.



Pilihan



antara



keduanya



tergantung



dengan



kepercayaan kita, artinya dalam memecahkan masalah kehidupan, apakah 11



kita mempercayai azas dan prosedur keilmuan atau perklenikan. Tingkat dan kepercayaan seseorang memang berbeda, kepercayaan seseorang tergantung kepada pendidikan, kepercayaan masyarakat tergantung pada kebudayaan. (Jujun S. Suriasumantri, 1990: 366-368). 3. Fungsi Filsafat Ilmu Dalam pandangan Islam, ilmu tersebut mempunyai banyak fungsi diantaranya adalah : a. Sarana paling utama menuju taqwa Urgensi ilmu dalam kehidupan seorang mukmin yang bertaqwa adalah hal yang tidak dapat disangkal. Karena ketaqwaan itu sendiri identik dengan kemampuan merealisasikan ilmu yang benar bersumber dari alQur’an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful umah (umat terdahulu) b. Amalan yang tidak terputus pahalanya Ilmu merupakan sesuatu yang paling berharga bagi setiap muslim, sebab ilmu akan memelihara pemiliknya dan merupakan beban bawaan yang tidak berat, bahkan akan semakin bertambah bila diberikan dan diamalkan, serta merupakan amalan yang akan tetap mengalir pahalanya meskipun telah wafat. c. Pondasi utama sebelum berkata dan beramal Ilmu memiliki kedudukan yang penting dalam agama Islam, oleh karena itu ahli sunnah wal jama’ah menjadikan ilmu sebagai pondasi utama sebelum berkata-kata dan beramal sebagaimana disebutkan oleh Imam dalam Shahihnya dalam Bab ilmu sebelum berkata dan beramal. Berdasarkan firman Allah Swt : Artinya : “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki- laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.”(QS. Muhammad : 19) Syaihk Shalih al-Usmani mengatakan : dengan ayat di atas imam Bukhari berdalil bahwa kita harus memulai dengan ilmu sebelum berkata dan beramal. Ini merupakan dalil naqli yang jelas 12



bahwa manusia harus berilmu lebih dahulu sebelum ia beramal dan berkata. d. Sebagai kebutuhan rohani Salah satu bentuk metode tarbiyah bagi umat agar tidak menjadi alat permainan iblis D.



Perbedaan dan Kesamaan Ilmu Pengetahuan Filsafat dan Agama Persamaan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan: 1. Baik ilmu maupun filsafat keduanya merupakan pengetahuan manusia. 2. Baik ilmu maupun filsafat keduanya berpangkal pada akal manusia untuk mencapai suatu kebenaran. 3. Filsafat sebagai suatu ilmu (yaitu ilmu filsafat) dengan ilmu pengetahuan keduanya memiliki syarat-syarat ilmiah dan keduanya merupakan suatu sistem pengetahuan manusia yang bersifat rasional dan sistematis. Persamaan ilmu, filsafat dan Agama: 1. Baik ilmu, filsafat dan agama bertujuan sekurang-kurangnya berusaha berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. 2. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam dan manusia. 3. Filsafat dengan wataknya sendiri yang menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun tentang manusia (yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar atau di atas batas jangkauannya), ataupun tentang tuhan. 4. Agama dengan karakteristiknya memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia ataupun tentang tuhan. 5. Baik ilmu maupun filsafat, keduanya merupakan hasil dari sumber yang sama yaitu akal, budi,rasio, reason, nous, rede, vertand, dan vernun manusia. Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah swt. 6. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran denan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empiri), dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. 7. Filsafat



menghampiri



kebenaran



dengan



cara



menualangkan



(mengembarakan atau mengelanakan ) akal budi secara radikal (mengakar)



13



dan integral, serta universal (mengalam), tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika. 8. Manusia mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan (mencari jawaban tentang) berbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci, kodifikasi firman ilahi untuk manusia. 9. Kebenaran ilmu pengetahuan ialah kebenaran fositif (berlaku sampai dengan saat ini ), Kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiri, reset dan eksperimental). Baik kebenaran ilmu maupun filsafat, kedua-duanya nisbi (relative). 10. Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolute) karena agama adalah wahyu yang diturunkan oleh zat yanh Maha Benar, Maha Mutlak, dan Maha sempurna, yaitu Allah swt. Baik ilmu maupun filsafat,kedua-duanya bermulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya dan iman. Perbedaan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan: 1. Filsafat merupakan suatu induk ilmu pengetahuan. 2. Filsafat bersifat refleksif yaitu mempertanyakan dan membahas tentang suatu objek. Sedangkan ilmu pengetahuan tidak bersifat refleksif. 3. Filsafat membahas segala sesuatu secara menyeluruh dan universal, sedangkan ilmu hanya membahas pada gejala-gejala yang sangat khusus dan dari sudut pembahasan yang khusus 4. Filsafat bersifat spekulatif, artinya mengajukan dugaan yang rasional yang melampaui batas-batas fakta. Sedangkan ilmu hanya menjelaskan fakta dengan segala hubungannya. 5. Ilmu hanya menjelaskan fakta terutama fakta empiris, sedangkan filsafat memahami, menginterpretasikan dan menafsirkan fakta secara rasional. 6. Filsafat membahas objek secara menyeluruh baik meliputi gejala empiris maupun nonempiris, adapun ilmu hanya menerangkan gejala empiris dan bersifat khusus. Perbedaan Filsafat dan Agama: 1. Filsafat berpangkal tolak pada akal budi beserta seluruh potensi batiniah manusia. 2. Agama bersumber pada wahyu tuhan, manusia hanya menerima dengan sesuatu iman dan ketakwaannya.



14



3. Filsafat bersifat rasional, komprehensif dan sistematis yang terbatas pada kebenaran secara akal budi manusia. Adapun agama tidak dapat dikenakan sistem kebenaran yang menggunakan hukum-hukum akal manusia. 4. Persamaan Filsafat dan Agama Filsafat dan agama bertujuan untuk mengemukakan suatu kebenaran yang hakiki E.



Ragam Hubungan ilmu Pengetahuan dan Filsafat 1. Ketiganya baik ilmu, filsafat maupun agama merupakan sumber atau wadah kebenaran (obyektivitas) atau bentuk pengetahuan. 2. Dalam pencarian kebenaran (obyektivitas) ketiga bentuk pengetahuan itu masing-masing



mempunyai



metode,



sistem



dan



mengolah



obyeknya



selengkapnya sampai habis-habisan. 3. Ilmu bertujuan mencari kebenaran mikrokosmos (manusia), makro-kosmos (alam) dan eksistensi Tuhan/Allah 4. Agama bertujuan untuk kebahagiaan umat manusia dunia akhirat dengan menunjukkan kebenaran asasi dan mutlak itu, baik mengenai mikro-kosmos (manusia), makro-kosmos (alam) maupun Tuhan/Allah itu sendiri



15



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Secara etimologi (Bahasa). Kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Kata philosophia ini dalam bahasa Arab disebut falsafah, dalam bahasa Inggris disebut philosophy, dan dalam bahasa Indonesia disebut filsafat. Philosophia sendiri terbentuk dari dua kata, yaitu philo yang artinya cinta dan shophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, philoshopia atau filsafat, secara etimologi, artinya cinta kebijaksanaan. Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang “yang ada”. “Yang ada” disini memiliki pengertian yaitu : pertama, istilah ini menunjuk terhadap apa-apa yang benar-benar ada di dunia, baik “yang ada” sebagai kenyataan, yang tampak di depan mata ataupun dapat dicerap oleh pancaindera. Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi theory of knowledge Aksiologi membahas tentang nilai dalam kehidupan manusia. Aksiologi mencakup dua cabang filsafat yang terkenal yaitu etika dan estetika. Etika membahas hal buruk dan baik perbuatan manusia, dan estetika membicarakan tentang keindahan Berdasarkan pemaparan materi tentang filsafat ilmu di disajikan diatas, maka penulis memberi kesimpulan sebagai berikut. 1. Asal mula ilmu adalah filsafat, karena filsafat merupakan ‘ruang pemikiran’ yang terlebih dahulu melakukan pembahasan tentang segala yang ada secara sistematis, rasional, dan logis termasuk yang empiris, sehingga ilmu berperan sebagai satu obyek kajian filsafat serta arah pertumbuhan dan perkembangan segala ilmu merujuk pada filsafat. 2. Sejarah mencatat bahwa proses perkembangan ilmu sebagai pengetahuan yang bersifat ilmiah tidak berlangsung secara ringkas, tetapi membutuhkan waktu yang 16



sangat panjang dimulai dari lahirnya filsafat yang menghasilkan ilmu pengetahuan dasar pada zaman Yunani kuno, berlanjut pada zaman Islam klasik, beralih ke zaman renaissance, zaman modern, hingga tiba pada zaman kontemporer. Bahkan, perkembangan ilmu masih berlangsung hingga hari ini. 3. Dasar ilmu terdiri atas tiga cabang, yaitu ontologi (hakikat ilmu), epistemologi (cara mendapatkan pengetahuan), dan aksiologi (nilai guna pengetahuan). Ilmu tidak muncul ke dalam kehidupan manusia dengan sendirinya, tetapi diawali dengan pengetahuan. Pengetahuan yang didapatkan pada batas pemikiran dan inderawi tetap sebagai pengetahuan, sedangkan pengetahuan yang dibuktikan kebenarannya melalui proses dan metode ilmiah sudah bisa disebut sebagai ilmu.



B. Saran Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya.



17



DAFTAR PUSTAKA



http://anonymousdx.blogspot.com/2016/05/makalah-filsafat-administrasi.html https://ajoefahmi.blogspot.com/2016/05/perbedaan-dan-persamaan-filsafat-ilmu.html https://www.kompasiana.com/19130086/5f808b968ede4864be12ca12/refleksi-peranandan-fungsi-filsafat https://www.viva.co.id/vstory/lainnya-vstory/1350632-hakikat-filsafat-ilmu? page=3&utm_medium=page-3 https://id.berita.yahoo.com/hakikat-filsafat-ilmu-042201105.html? guccounter=1&guce_referrer=aHR0cHM6Ly93d3cuZ29vZ2xlLmNvbS8&guce_re ferrer_sig=AQAAAGvFzS4fl6DLQTdzTk3kMi2dpEQdxSuYyvIo6lKjGqWJHf33 Ta9ZK9sNUFfztezS60KUeNn9eyEl64-yhXEPOlvTp1dEkdAQIC_iAahEwABVOGSH-bJIm7CJA6jdy05QmQrxLszb1P7Vx4cZ8NZTrF9fh8tTFFZYVfza5VMLd5



18