Makalah Fungsi Nilai [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PKN Kelas IX/3



FUNGSI NILAI DARI KONFLIK YANG DIALAMI OLEH BANGSA INDONESIA DI S U S U N Oleh NOVA MAULIZA



MTSN 3 ACEH UTARA TAHUN 2021



BAB I PEMBAHASAN 1.1 Pengertian Nilai Dalam kamus bahasa Indonesia, nilai adalah harga, angka kepandaian. Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh,orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Nilai sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak



pantas harus melalui proses



menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam persaingan akan muncul pembaharuanpembaharuan. Sementara pada masyarakat tradisional lebih cenderung menghindari persaingan karena dalam persaingan akan mengganggu keharmonisan dan tradisi yang turun-temurun. Nilai adalah perasaan-perasaan tentang apa yang diinginkan ataupun yang tidak diinginkan, atau tentang apa yang boleh atau tidak boleh. Bidang yang berhubungan dengan nilai adalah etika (penyelidikan nilai dalam tingkah laku manusia) dan estetika (penyelidikan tentang nilai dan seni). Nilai dalam masyarakat tercakup dalam adat kebiasaan dan tradisi yang secara tidak sadar diterima dan dilaksanakan oleh anggota masyarakat. Nilai menurut Spranger adalah suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. Dalam pandangan Spranger, kepribadian manusia terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai kesejarahan. Meskipun menempatkan konteks sosial sebagai dimensi nilai dalam kepribadian manusia, namun Spranger mengakui akan kekuatan individual yang dikenal dengan istilah roh subjektif. Sementara itu, kekuatan nilainilai kebudayaan merupakan roh objektif. Kekuatan individual atau roh subjektif didudukkan dalam posisi primer karena nilai-nilai kebudayaan hanya akan berkembang dan bertahan apabila didukung dan dihayati oleh individu. 1.2 Fungsi Dan Jenis Nilai Sosial



Fungsi nilai sosial adalah sebagai berikut : 1.



Memberikan seperangkat alat untuk menetapkan harga sosial dari suatu kelompok.



2.



Mengarahkan masyarakat dalam berfikir dan bertingkah laku.



3.



Merupakan penentu akhir bagi manusia dalam memenuhi peranan sosialnya.



4.



Sebagai alat solidaritas bagi kelompok.



5.



Sebagai alat kontrol perilaku manusia. Spranger menggolongkan nilai kedalam enam jenis. Adapun jenis nilai sosial,



antara lain : 1.



Nilai keilmuan merupakan salah satu dari macam-macam nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang bekerja terutama atas dasar pertimbangan rasional. Nilai keilmuan ini dipertentangkan dengan nilai agama.



2.



Nilai agama ialah salah satu dari macam-macam nilai yang mendasari perbuatan seseorang atas dasar pertimbangan kepercayaan bahwa sesuatu itu dipandang benar menurut ajaran agama.



3.



Nilai ekonomi adalah salah satu dari macam-macam nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan ada tidaknya keuntungan finansial sebagai akibat dari perbuatannya itu. Nilai ekonomi ini dikontraskan dengan nilai seni.



4.



Nilai Seni merupakan salah satu dari macam-macam nilai yang mendasar perbuatan seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan rasa keindahan atau rasa seni yang terlepas dari berbagai pertimbangan material.



5.



Nilai Solidaritas ialah salah satu dari macam-macam nilai yang mendasari perbuatan seseorang terhadap orang lain tanpa menghiraukan akibat yang mungkin timbul terhadap dirinya sendiri, baik itu berupa keberuntungan maupun ketidakberuntungan. Nilai solidaritas ini dikontraskan dengan nilai kuasa.



6.



Nilai Kuasa adalah salah satu dari macam-macam nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan baik buruknya untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya. Dari macam-macam nilai yang disebutkan di atas, nilai yang dominan pada



masyarakat tradisional adalah nilai solidaritas, nilai seni dan nilai agama. Nilai yang



dominan pada masyarakat modern ialah nilai keilmuan, nilai kuasa dan nilai ekonomi. Sebagai konsekuensi dari proses pembangunan yang berlangsung secara terusmenerus, yang memungkinkan terjadinya pergeseran nilai-nilai tersebut. Pergeseran nilai keilmuan dan nilai ekonomi akan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya jika menggunakan model dinamik-interaktif. Ini merupakan konsekuensi dari kebijakan pembangunan



yang memberikan



prioritas ada



pembangunan ekonomi dan ditunjang oleh cepatnya perkembangan ilmu dan teknologi. 1.3 CONTOH KONFLIK YANG DIALAMI SEKARANG OLEH INDONESIA 1. Konflik Papua Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat Pulau Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu provinsi Kerajaan Belanda, sama dengan daerah-daerah lainnya. Pemerintah Belanda kemudian memulai persiapan untuk menjadikan Papua negara merdeka selambat-lambatnya pada tahun 1970-an. Namun pemerintah Indonesia menentang hal ini dan Papua menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. Hal ini kemudian dibicarakan dalam beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum internasional. Dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Belanda dan Indonesia tidak berhasil mencapai keputusan mengenai Papua Barat, namun setuju bahwa hal ini akan dibicarakan kembali dalam jangka waktu satu tahun. Pada bulan Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua Barat memiliki hak merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam PBB. Karena Indonesia mengklaim Papua Barat sebagai daerahnya, Belanda mengundang Indonesia ke Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan masalah ini, namun Indonesia menolak. Setelah Indonesia beberapa kali menyerang Papua Barat, Belanda mempercepat program pendidikan di Papua Barat untuk persiapan kemerdekaan. Hasilnya antara lain adalah sebuah akademi angkatan laut yang berdiri pada 1956 dan tentara Papua pada 1957. Sebagai kelanjutan, pada 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibukota di Soasiu yang berada di Pulau Halmahera, dengan gubernur pertamanya, Zainal Abidin Syah. Pada tanggal 6 Maret 1959, harian New York Times melaporkan



penemuan emas oleh pemerintah Belanda di dekat laut Arafura. Pada tahun 1960, Freeport Sulphur menandatangani perjanjian dengan Perserikatan Perusahaan Borneo Timur untuk mendirikan tambang tembaga di Timika, namun tidak menyebut kandungan emas ataupun tembaga. Bendera Papua Barat, sekarang digunakan sebagai bendera Organisasi Papua Merdeka Karena usaha pendidikan Belanda, pada tahun 1959 Papua memiliki perawat, dokter gigi, arsitek, teknisi telepon, teknisi radio, teknisi listrik, polisi, pegawai kehutanan, dan pegawai meteorologi. Kemajuan ini dilaporkan kepada PBB dari tahun 1950 sampai 1961. Selain itu juga diadakan berbagai pemilihan umum untuk memilih perwakilan rakyat Papua dalam pemerintahan, mulai dari tanggal 9 Januari 1961 di 15 distrik. Hasilnya adalah 26 wakil, 16 di antaranya dipilih, 23 orang Papua, dan 1 wanita. Dewan Papua ini dilantik oleh gubernur Platteel pada tanggal 1 April 1961, dan mulai menjabat pada 5 April 1961. Pelantikan ini dihadiri oleh wakilwakil dari Australia, Britania Raya, Perancis, Belanda dan Selandia Baru. Amerika Serikat diundang tapi menolak. Dewan Papua bertemu pada tanggal 19 Oktober 1961 untuk memilih sebuah komisi nasional untuk kemerdekaan, bendera Papua, lambang negara, lagu kebangsaan (”Hai Tanahkoe Papua”), dan nama Papua. Pada tanggal 31 Oktober 1961, bendera Papua dikibarkan untuk pertama kali dan manifesto kemerdekaan diserahkan kepada gubernur Platteel. Belanda mengakui bendera dan lagu kebangsaan Papua pada tanggal 18 November 1961, dan peraturan-peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 1961. Pada 19 Desember 1961, Soekarno menanggapi’pembentukan Dewan Papua ini dengan menyatakan Trikora di Yogyakarta, yang isinya adalah: 1.



Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.



2.



Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat



3.



Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.



Penyebab utama dari belum tuntasnya penyelesaian konflik Papua melalui kebijakan-kebijakan di atas, menurut saya, karena belum ada solusi yang komprehensif. Konflik Papua lebih sering diidentikkan dengan masalah ekonomi. Dengan berasumsi konflik Papua akan hilang dengan sendirinya ketika orang Papua menikmati kesejahteraan ekonomi, pemerintah lebih memperhatikan bidang ketahanan pangan, pengurangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Perlu disadari bahwa selain masalah ekonomi, konflik Papua mengandung



masalah ke-Indonesiaan. Masih ada orang Papua yang belum mengakui dirinya sebagai orang Indonesia. Masalah ini merupakan beban politik bagi pemerintah dan setiap Presiden Indonesia. Ada juga persoalan benturan budaya antara Melayu versus Melanesia. Ada perbedaan penafsiran atas sejarah bergabungnya Papua dengan Indonesia. Papua juga merupakan satu-satunya daerah yang bergabung dengan Indonesia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dengan demikian, konflik Papua mempunyai dimensi ekonomi, politik, budaya, sejarah, keamanan, dan internasional. Oleh karena itu, solusi parsial tidak akan menyelesaikan konflik Papua. Kompleksitas dan multidimensionalitas konflik Papua menuntut suatu solusi komprehensif yang mengakomodasi dan mampu menjawab semua dimensi permasalahan. Pemerintah tidak boleh memandang dirinya sebagai satu-satunya pihak yang mampu mengatasi konflik Papua. Hal ini karena pemerintah terbukti tidak berhasil menyelesaikan konflik Papua melalui berbagai kebijakan yang ditetapkannya tanpa keterlibatan pihak lain. Apabila konflik Papua mau diselesaikan secara permanen, pemerintah harus merangkul semua pemangku kepentingan agar secara bersama-sama mencari solusi yang komprehensif. Perlu ditetapkan mekanisme inklusif yang dapat memungkinkan keterlibatan semua pihak yang berkepentingan dalam pembuatan kebijakan. Secara khusus, pemerintah tidak perlu takut melibatkan orang Papua yang bergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM). Perlu disadari bahwa sebagus apa pun kebijakan pemerintah, tidak dapat menyelesaikan konflik Papua apabila tidak berkonsultasi dengan kelompok OPM. OPM terdiri atas tiga kelompok, yakni orang Papua yang melakukan perlawanan di kota dan kampung, mereka yang bergerilya di hutan dengan nama Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB), dan orang Papua yang hidup di luar negeri. Ketiga kelompok ini harus dilibatkan semuanya dalam pembahasan solusi yang komprehensif. Pemerintah perlu mendorong mereka untuk berkumpul, berdiskusi, dan merumuskan pandangan kolektifnya tentang kebijakan yang komprehensif bagi penyelesaian konflik Papua. Dengan demikian, solusi komprehensif untuk Papua dicari dan ditetapkan secara bersama, serta diterima semua pemangku kepentingan, termasuk kelompok.



BAB II PENUTUP A. KESIMPULAN Nilai adalah harga, angka kepandaian. Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Nilai dalam masyarakat tercakup dalam adat kebiasaan dan tradisi yang secara tidak sadar diterima dan dilaksanakan oleh anggota masyarakat. Fungsi nilai sosial 1. Memberikan seperangkat alat untuk menetapkan harga sosial dari suatu kelompok. 2. Mengarahkan masyarakat dalam berfikir dan bertingkah laku. 3. Merupakan penentu akhir bagi manusia dalam memenuhi peranan sosialnya. 4. Sebagai alat solidaritas bagi kelompok. 5. Sebagai alat kontrol perilaku manusia. Konflik social papua merupakan peristiwa yang sangat kompleks. Baik dimensi sejarah, penyebab, maupun solusi. Namun bukan berarti komplesiksisitas konflik social papua harus mengurungkan niat pemerintah untuk bersikap apatis terhadap konflik yang terjadi di Papua.