Makalah Gejala Gangguan Cairan & Elektrolit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KIMIA KLINIK III “GEJALA GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT, PENYEBAB DAN FAKTOR YANG MENINGKATKAN GANGGUAN KESEIMBANGAN”



DI SUSUN OLEH KELOMPOK II HASNAWATI FARADILA MAKATITA FANI MARASABESSY HARDIANTY SYARIEF ERNAYANTI GLONINDI TITARSOLE IRAMA SELVIAN SIWALETTE NIA SUKMAWATI WATTIHELUW



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU PROGRAM STUDI ANALIS KESEHATAN AMBON 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami sehingga makalah yang berjudul “Gejala Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit, Penyebab Dan Faktor Yang Dapat Meningkatkan Gangguan Keseimbangan” ini dapat diselesaikan dengan baik. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kimia Klinik III dari dosen yang bersangkutan serta membuat mahasiswa lebih memahami tentang Gejala Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit, Penyebab Dan Faktor Yang Dapat Meningkatkan Gangguan Keseimbangan. Dalam pembuatan makalah ini, kami mendapatkan bantuan serta bimbingan dari beberapa pihak. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat, tata bahasa maupun isi materinya. Oleh karena itu kami menerima segala kritik dan saran dari para pembaca agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Kami



berharap



semoga



makalah



tentang



“Gejala



Gangguan



Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit, Penyebab Dan Faktor Yang Dapat



i



Meningkatkan Gangguan Keseimbangan” ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.



Ambon, 03 September 2019



Kelompok II



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 A. LATAR BELAKANG ............................................................................. 1 B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 2 C. TUJUAN PENULISAN .......................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3 A. GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT .......... 3 1. Gangguan Keseimbangan Cairan ................................................... 3 a. Overhidrasi ................................................................................ 3 b. Dehidrasi ................................................................................... 4 2. Gangguan keseimbangan elektrolit ................................................ 5 a. Hiponatremia ............................................................................. 6 b. Hipernatremia ............................................................................ 9 c. Hipokalemia ............................................................................. 12 d. Hiperkalemia ............................................................ 14 e. Hipokalsemia ........................................................................... 17 B. PENYEBAB DAN FAKTOR YANG DAPAT MENINGKATKAN GANGGUAN KESEIMBANGAN ....................................................... 20 1. Penyebab Gangguan Keseimbangan ........................................... 20 2. Faktor Gangguan Keseimbangan ................................................. 21 BAB III PENUTUP ........................................................................................ 23 A. KESIMPULAN .................................................................................... 23 B. SARAN ............................................................................................... 24 DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Gangguan cairan dan elektrolit sangat umum pada periode perioperatif. Cairan intravena dengan jumlah yang besar sering diperlukan untuk memperbaiki defisit cairan dan mengkompensasi kehilangan darah selama operasi. Cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh diatur sedemikan rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan. Gangguan besar dalam keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dengan cepat mengubah kardiovaskular, saraf, dan fungsi neuromuskular, dan penyedia anestesi harus memiliki pemahaman yang jelas air normal dan elektrolit fisiologi. Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan. Dengan kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya



1



2



lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini dinamakan “homeostasis”.



B. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Apa saja gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit ? 2. Apa



saja



penyebab



yang



dapat



meningkatkan



gangguan



keseimbangan ? 3. Apa saja faktor yang dapat meningkatkan gangguan keseimbangan ?



C. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan dari malakah ini adalah sebagai barikut : 1. Untuk mengetahui gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. 2. Untuk mengetahui penyebab yang dapat meningkatkan gangguan keseimbagan. 3. Untuk mengetahui faktor yang dapat meningkatkan gangguan keseimbangan.



3



BAB II PEMBAHASAN



A. GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT 1. Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh a. Overhidrasi Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara berlebihan dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila cairan di konsumsi tubuh dalam kadar tinggi tanpa mengambil sumber elektrolit yang menyeimbangi kemasukan cairan tersebut. Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran cairan. Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam aliran darah menjadi sangat rendah. Penyebab overhidrasi meliputi, adanya gangguan ekskresi air lewat ginjal (gagal ginjal akut), masukan air yang berlebihan pada terapi cairan, masuknya cairan irigator pada tindakan reseksi prostat transuretra, dan korban tenggelam. Gejala overhidrasi meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena jugular, edema paru akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai hiponatremi dalam plasma. Terapi terdiri dari pemberian diuretik(bila fungsi ginjal baik), ultrafiltrasi atau dialisis (fungsi ginjal menurun), dan flebotomi pada kondisi yang darurat.



4



b. Dehidrasi Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan yang kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari 3 bentuk, yaitu: isotonik (bila air hilang bersama garam, contoh: GE akut, overdosis diuretik), hipotonik (Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke ekstravaskular, sehingga



menyebabkan



penurunan



volume



intravaskular),



hipertonik (Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi,



air



kompartemen



di



kompartemen intravaskular,



ekstravaskular sehingga



berpindah



penurunan



ke



volume



intravaskular minimal).



Tabel 6. Derajat Dehidrasi Derajat Ringan



% Kehilangan Air 2-4% dari BB



Gejala Rasa haus, mukosa kulit kering, mata cowong



5



4-8% dari BB sedang



Sda, disertai delirium, oligo uri, suhu tubuh meningkat



Berart



8-14% dari BB



Sda, disertai koma, hipernatremi, viskositas plasma meningkat



Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipernatremia dan peningkatan hematokrit. Terapi dehidrasi adalah mengembalikan kondisi air dan garam yang hilang. Jumlah dan jenis cairan yang diberikan tergantung pada derajat dan jenis dehidrasi dan elektrolit yang hilang. Pilihan cairan untuk koreksi dehidrasi adalah cairan jenis kristaloid RL atau NaCl.



2. Gangguan Keseimbangan Elektrolit Gangguan elektrolit adalah kondisi saat kadar elektrolit di dalam tubuh seseorang menjadi tidak seimbang, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah.



Ketidakseimbangan



kadar elektrolit



bisa



menimbulkan



berbagai gangguan pada fungsi organ di dalam tubuh. Bahkan pada



6



kasus yang berat, bisa menyebabkan kejang, koma, dan gagal jantung.



Gangguan keseimbangan elektrolit yang umum yang sering ditemukan pada kasuskasus di rumah sakit hanyalah beberapa sahaja. Keadaan-keadaan tersebut adalah3: a) Hiponatremia dan hypernatremia b) Hipokalemia dan hyperkalemia c) Hipokalsemia.



a. Hiponatremia Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari peningkatan mutlak dalam jumlah berat badan (total body weight, TBW) atau hilangnya natrium dalam relatif lebih hilangnya air. Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin encer dengan osmolalitas serendah 40 mOsm / kg (berat jenis 1,001) memungkinkan mereka untuk mengeluarkan lebih dari 10 L air gratis per hari jika diperlukan. Karena cadangan yang luar biasa ini, hiponatremia. hampir selalu merupakan efeknya dari akibat kapasitas pengenceran urin tersebut (osmolalitas urin> 100 mOsm / kg atau spesifik c gravitasi> 1,003). Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma



7



di bawah 130mEq/L. Jika < 20 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Antara penyebab terjadinya Hiponatremia adalah euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hypervolemia (sirosis, nefrosis). Terapi untuk mengkoreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif.



Dosis NaCl yang harus diberikan, dihitung melalui rumus berikut:



NaCl = 0,6( N-n) x BB



N = Kadar Na yang diinginkan n = Kadar Na sekarang BB = berat badan dalam kg



8



Tabel 7. Gradasi Hiponatremia



Gradasi



Gejala



Ringan ( Na 105-118)



Haus



Sedang (Na 90-104)



Sakit



Tanda Mukosa kering



kepala,



mual, Takikardi, hipotensi



vertigo Berat (Na 145 mEq / L). Hiperosmolalitas



tanpa



hipernatremia



dapat



dilihat



selama



hiperglikemia ditandai atau mengikuti akumulasi zat osmotik aktif



10



normal dalam plasma. Konsentrasi natrium plasma dapat benarbenar



berkurang



karena



air



diambil



dari



intraseluler



ke



kompartemen ekstraseluler. Untuk setiap 100 mg peningkatan / dL pada konsentrasi glukosa plasma, natrium plasma menurun sekitar 1,6 mEq / L. Hipernatremia hampir selalu merupakan hasil dari baik kerugian relatif air lebih dari natrium (hipotonik cairan rugi) atau retensi dalam jumlah besar natrium. Bahkan ketika kemampuan berkonsentrasi ginjal terganggu, haus biasanya sangat efektif dalam mencegah hipernatremia. Hipernatremia karena itu paling sering terlihat pada pasien lemah yang tidak dapat minum, sangat tua, yang sangat muda, dan pasien dengan gangguan kesadaran. Pasien dengan hipernatremia mungkin memiliki konten natrium tubuh total yang rendah, normal, atau tinggi. Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah.3 Manifestasi neurologis akan mendominasi dahulu pada pasien dengan hipernatremia dan umumnya diduga hasil dari dehidrasi selular. Gelisah, lesu, dan hyperreflexia dapat berkembang menjadi kejang, koma, dan akhirnya kematian. Gejala berkorelasi lebih dekat dengan laju pergerakan air keluar dari sel-sel otak daripada tingkat absolut hipernatremia. Cepat penurunan volume otak akan menyebabkan pembuluh darah otak pecah dan mengakibatkan



11



fokus perdarahan intraserebral atau subarachnoid. Kejang dan kerusakan saraf serius yang umum, terutama pada anak-anak dengan hipernatremia akut ketika plasma [Na +] melebihi 158 mEq / L. Hipernatremia kronis biasanya ditoleransi lebih baik berbanding dengan bentuk akut. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (yang disebabkan oleh diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat



berlebihan),



asupan



berlebihan.1,3,4,5,7 Pengobatan



air



kurang,



hipernatremia



asupan bertujuan



natrium untuk



mengembalikan osmolalitas plasma normal serta mengoreksi penyebab yang mendasari. Defisit air umumnya harus diperbaiki dalam 48 jam dengan larutan hipotonik seperti 5% dextrose dalam air. Kelainan pada volume ekstraseluler juga harus diperbaiki. Namun,



koreksi



yang



cepat



dari



hypernatremia



dapat



mengakibatkan kejang, edema otak, kerusakan saraf permanen, dan bahkan kematian. Justru pemberian serial Na + osmolalitas harus diperoleh selama pengobatan. Secara umum,penurunan konsentrasi natrium plasma tidak harus melanjutkan pada tingkat yang lebih cepat dari 0,5 mEq / L / jam.1 Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.



12



Pertimbangan anestesi Hasil kajian mendapatkan hipernatremia akan meningkatkan konsentrasi alveolar minimum pada anestesi inhalasi pada hewan percobaan, tetapi signifikasi klinisnya lebih mendekati dengan defisit cairan yang terkait. Hipovolemia akan lebih terlihat pada setiap vasodilatasi atau depresi jantung dari agen anestesi dan predisposisi hipotensi dan hipoperfusi jaringan. Penurunan volume distribusi untuk obat memerlukan pengurangan dosis untuk sebagian besar agen intravena, sedangkan penurunan cardiac output meningkatkan penyerapan anestesi inhalasi. Operasi elektif harus ditunda pada pasien dengan hipernatremia yang signifikan (> 150 mEq / L) sampai penyebabnya didirikan dan defisit cairan dikoreksi. Air dan defisit cairan isotonik harus diperbaiki sebelum operasi elektif.



c. Hipokalemia Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L. Disebut hipokalemia apabila kadar kalium 2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hypokalemia berat; 5 mEq/L. Hiperkalemia sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Efek paling penting dari hiperkalemia berada di otot rangka dan jantung. Kelemahan otot rangka pada umumnya tidak terlihat sampai plasma [K +] lebih besar dari 8 mEq / L, dan karena depolarisasi berkelanjutan spontan dan inaktivasi kanal Na + membran otot, akhirnya mengakibatkan kelumpuhan. Perubahan EKG berlaku secara berurutan dari simetris memuncak gelombang T (sering dengan interval QT memendek) → pelebaran kompleks QRS → perpanjangan interval P-R → hilangnya gelombang P → hilangnya amplitudo R-gelombang → depresi segmen ST (kadang-



16



kadang elevasi) → EKG yang menyerupai gelombang sinus, sebelum perkembangan fibrilasi ventrikel dan detak jantung. Kontraktilitas dapat relatif baik dipertahankan sampai akhir dalam perjalanan hiperkalemia progresif. Hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis menonjolkan efek jantung hyperkalemia.



Tabel 8. Gambaran EKG berdasarkan Kadar K Plasma



Kadar K plasma



Gambaran EKG



5,5-6 mEq/L



Gelombang T tinggi



6-7 mEq/L



P-R memanjang dan QRS melebar



7-8 mEq/L



P mengecil & takikardi ventrikel



>8 mEq/L



Fibrilasi ventrikel



Bila kadar K plasma 6,5 mEq/L, segera lakukan dialisis.



17



Pertimbangan Anestesi Operasi elektif sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan hiperkalemia signifikan. Manajemen anestesi pasien bedah hiperkalemia diarahkan pada menurunkan konsentrasi kalium plasma dan mencegah kenaikan lebih lanjut. EKG harus hati-hati dipantau.



Suksinilkolin



merupakan



kontraindikasi,



seperti



penggunaan setiap solusi intravena yang menagndungi kalium seperti injeksi Ringer laktat. Menghindari asidosis metabolik atau respiratorik sangat penting untuk mencegah kenaikan lebih lanjut dalam plasma [K +]. Ventilasi harus dikontrol dengan anestesi umum, dan hiperventilasi ringan mungkin diinginkan. Terakhir, fungsi neuromuskular harus dipantau secara ketat, karena hyperkalemia dapat menonjolkan efek NMBS.



e. Hipokalsemia Meskipun 98% dari total kalsium tubuh dalam tulang, pemeliharaan konsentrasi kalsium ekstraseluler normal adalah penting untuk homeostasis. Ion kalsium terlibat dalam fungsi biologis hampir semua



penting,



termasuk



kontraksi



otot,



pelepasan



neurotransmitter dan hormon, pembekuan darah, dan metabolisme tulang,



dan



kelainan



pada



keseimbangan



kalsium



mengakibatkan derangements fisiologis yang mendalam.



dapat



18



Asupan kalsium pada orang dewasa rata-rata 600-800 mg / d. Penyerapan kalsium terjadi di usus terutama di usus kecil proksimal tetapi adalah variabel. Kalsium juga disekresi ke dalam saluran usus, dimana sekresi ini tampaknya konstan dan independen dari penyerapan. Hingga 80% dari asupan kalsium harian biasanya hilang dalam feses. Ginjal bertanggung jawab untuk sebagian besar ekskresi kalsium. Rata-rata ekskresi kalsium ginjal 100 mg / d namun dapat bervariasi dari serendah 50 mg / d ke lebih dari 300 mg / d. Biasanya, 98% dari kalsium disaring dan diserap kembali. Reabsorpsi kalsium paralel dengan natrium dalam tubulus ginjal proksimal dan loop menaik Henle. Di tubulus distal, bagaimanapun, reabsorpsi kalsium tergantung pada hormon paratiroid (PTH) sekresi, sedangkan reabsorpsi natrium tergantung pada sekresi aldosteron. tingkat PTH meningkat meningkatkan reabsorpsi kalsium distal dan dengan demikian menurunkan ekskresi kalsium urin. 90% kalsium terikat dalam albumin, sehingga kondisi hipokalsemia biasanya



terjadi



pada



pasien



dengan



hipoalbuminemia.



Hipokalsemia disebabkan karena hipoparatiroidism, kongenital, idiopatik, defisiensi vit D, defisiensi 125(OH)2D3 pada gagal ginjal kronik,



dan



hiperfosfatemia.3 Manifestasi



dari



hipokalsemia



19



termasuk kulit kering, parestesia, gelisah dan kebingungan, gangguan irama jantung, laring stridor (spasme laring), tetani dengan spasme karpopedal (tanda Trousseau), masseter spasme (Tanda Chvostek), dan kejang. kolik bilier dan bronkospasme. 1,3 EKG dapat mengungkapkan irritasi jantung atau interval QT perpanjangan yang mungkin tidak berkorelasi antara tingkat keparahan dengan tingkat hipokalsemia. Penurunan kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung, hipotensi, atau keduanya. Penurunan respon terhadap digoxin dan β-adrenergik agonis juga dapat terjadi. Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu kondisi yang gawat darurat karena menyebabkan kejang umum dan henti jantung. Dapat diberikan 20-30 ml preparat kalsium glukonas 10% atau CaCl 10% dapat diulang 30-60 menit kemudian sampai tercapai kadar kalsium plasma yang optimal. Pada kasus kronik, dapat dilanjutkan dengan terapi per oral.



Pertimbangan anestesi Hipokalsemia yang signifikan harus diperbaiki sebelum operasi. Kadar kalsium terionisasi harus dipantau intraoperatif pada pasien dengan riwayat hipokalsemia. Alkalosis harus dihindari untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam Ca 2+. Kalsium intravena



20



mungkin diperlukan seiring transfusi darah sitrat atau pada solusi albumin dengan jumlah besar. Potensiasi efek inotropik negatif dari barbiturat dan anestesi volatile harus diintipasi. Respon untuk NMBS adalah tidak konsisten dan memerlukan pemantauan ketat dengan stimulator saraf.



B. PENYEBAB



DAN



FAKTOR



YANG



DAPAT



MENINGKATKAN



GANGGUAN KESEIMBANGAN. 1. Penyebab gangguan keseimbangan Biasanya, seseorang akan kehilangan mineral setiap harinya. Sejumlah kecil hilang setiap kali seseorang pergi ke kamar mandi atau berkeringat terlalu banyak. Namun, hal ini tidak akan menimbulkan masalah karena mineral yang hilang bisa dengan mudah diganti, caranya dengan meminum cairan dan makan makanan yang mengandung mineral tersebut. Masalahnya timbul saat tubuh tidak bisa mengganti mineral yang hilang lebih cepat daripada saat tubuh kehilangan mineral. Contohnya, ketika seseorang kehilangan banyak darah akibat luka traumatis. Hal ini juga bisa terjadi jika organ tubuh tidak bekerja dengan benar karena penyakit tertentu, seperti jenis kanker dan penyakit ginjal kronis.



21



Kemungkinan penyebab lainnya, seperti: 



Penyalahgunaan alkohol







Pola makan buruk yang rendah nutrisi dan mineral







Penyakit yang menyebabkan diare, muntah, dan demam







Ketidakmampuan menyerap nutrisi dari makanan karena masalah pencernaan







Meminum obat tertentu untuk pengobatan penyakit tertentu.



2. Faktor gangguan keseimbangan



Gangguan elektrolit bisa menyerang siapa saja, tetapi orang dengan kondisi di bawah ini lebih rentan untuk mengalaminya, antara lain: 



Gangguan makan, seperti anoreksia atau bulimia







Gangguan tiroid dan paratiroid







Gangguan kelenjar adrenal







Gagal jantung







Kecanduan alkohol







Luka bakar







Penyakit ginjal







Patah tulang



22







Sirosis.



23



BAB III PENUTUP



A. KESIMPULAN Secara normal, tubuh bisa mempertahankan diri dari ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Namun, ada kalanya tubuh tidak bisa mengatasinya. Ini terjadi apabila kehilangan tterjadi dalam total banyak sekaligus, seperti pada



muntah-muntah,



diare,



berkeringat



luar



biasa,



terbakar,



luka/pendarahan dan sebagainya. Cairan dan elektrolit (zat lerlarut) didalam tubuh merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Bentuk gannguan keseimbangan cairan yang umum terjadi adalah lebeihan atau kekurang cairan iaitu air. Kelebihan cairan disebut overhidrasi, sebaliknya kekurang airan disebut dehidrasi. Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan listrik, seperti protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), klorida (Cl-), bikarbonat(HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-). Elektrolit yang utama yang sering menyebabkan gangguan pada hemodinamik tubuh adalah natrium, kalium, dan kalsium Pasien yuang mengalami gangguan cairan dan elektrolit sebaiknya segera ditangani karena sebagian besar dalam tubuh manusia terdiri dari cairan



24



dan elektrolit dan apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian.



B. SARAN Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama untuk mahasiswa Analis Kesehatan yang ada di Poltekkes Maluku.



DAFTAR PUSTAKA



Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40. Hines RL, Marschall KE. Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders. Dalam Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th ed. Philadelphia: Elsevier Inc. 2013; 18: h.216 – 230. Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks; 2010. 6 (5) : h.272 – 98. Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the Perioperative Setting. Cambridge: Cambridge University Press. 2012; 1 : h. 1 – 10. Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and Electrolytes. Dalam Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3rd ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2015; 17 : h. 341 – 49. Voldby AW, Branstrup B. Fluid Therapy in the Perioperative Setting. Journal of Intensive Care. 2016; 4 : h.27 – 39.