Makalah Geolistrik [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Afni
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Survey geofisika terutama dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai distribusi parameter-parameter fisika bawah permukaan berdasarkan hasil pengukuran efeknya di permukaan bumi. Dalam survey geofisika menggunakan metoda elektromagnetik (EM) sifat fisik yang relevan adalah konduktivitas atau resistivitas batuan (Gambar 1). Beberapa studi menunjukkan adanya kaitan erat antara resistivitas dengan porositas, kandungan fluida (air, uap air atau gas) dan temperatur formasi batuan. Pengaruh masingmasing faktor tersebut terhadap resistivitas formasi batuan sangat kompleks karena dapat saling overlap. Namun secara umum batuan dengan porositas tinggi yang berisi gas biasanya dicirikan oleh resistivitas yang relatif lebih tinggi. Sebaliknya jika fluida pengisi pori-pori berupa air dengan temperatur tinggi seperti dijumpai di daerah prospek geotermal maka hal tersebut dapat berasosiasi dengan daerah dengan resistivitas rendah. Dengan demikian metoda EM dapat digunakan untuk keperluan eksplorasi sumber daya alam seperti mineral, minyak dan gas bumi, geotermal serta untuk keperluan studi permasalahan lingkungan. Metoda magnetotellurik (MT) merupakan salah satu metoda eksplorasi geofisika yang memanfaatkan medan EM alam. Medan EM tersebut ditimbulkan oleh berbagai proses fisik yang cukup kompleks dengan spektrum frekuensi sangat lebar (10-5 Hz - 104 Hz). Pada frekuensi yang cukup rendah (kurang dari 1 Hz), angin matahari (solar wind) yang mengandung partikel-partikel bermuatan listrik berinteraksi dengan medan magnet permanen bumi sehingga menyebabkan variasi medan EM. Variasi pada frekuensi audio (di atas 1 Hz) terutama disebabkan oleh aktivitas meteorologis berupa petir. Petir yang terjadi di suatu tempat menimbulkan gelombang EM yang terperangkap antara ionosfer dan bumi dan menjalar mengitari bumi (Vozzof, 1991). Kebergantungan fenomena listrik dan magnet terhadap sifat fisika medium (bumi) terutama resistivitas dapat dimanfaatkan untuk keperluan eksplorasi menggunakan metoda MT. Hal ini dilakukan dengan mengukur secara simultan variasi medan listrik (E) dan medan magnet (B) sebagai fungsi waktu. Informasi mengenai resistivitas medium yang terkandung dalam data MT dapat diperoleh dari penyelesaian persamaan Maxwell menggunakan modelmodel yang relatif sederhana. Pada dekade 50-an untuk pertama kali hal tersebut dibahas oleh



Cagniard (1953) dan peneliti lain secara terpisah (seperti Tikhonov, Rikitake, Price, Kato dan Kikuchi serta Wait) yang kemudian menjadi dasar metoda MT (Hendra Grandis, 2002) 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana prinsip kerja metode Magnetotellurik (MT)? 2. Bagaimana prinsip kerja metode Metode Controlled Source Audio-frequency Magnetotelluric (CSAMT)? 3. Bagaimana survey lapangan yang menggunakan metode MT dan CSAMT? 1.3. Tujuan 1. Mengidentifikasi prinsip kerja metode Magnetotellurik 2. Mengidentifikasi prinsip kerja metode Metode Controlled Source Audio-frequency Magnetotelluric (CSAMT) 3. Menganalisis survey lapangan yang menggunakan metode MT dan CSAMT 1.4. Manfaat 1. Mampu mengidentifikasi prinsip kerja metode Magnetotellurik 2. Mampu mengidentifikasi prinsip kerja metode Metode Controlled Source Audiofrequency Magnetotelluric (CSAMT) 3. Dapat menganalisis survey lapangan yang menggunakan metode MT dan CSAMT



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Metode Magnetotelurik Metoda magnetotellurik (MT) merupakan salah satu metoda eksplorasi geofisika yang memanfaatkan medan elektromagnetik alam. Medan elektromagnetik berasal dari dua sumber, yaitu dari solar wind dan petir. Medan EM tersebut ditimbulkan oleh berbagai proses fisik yang cukup kompleks sehingga spektrum frekuensinya sangat lebar (10-5 Hz – 104 Hz). Pada frekuensi yang cukup rendah (kurang dari 1 Hz), berasal dari fluktasi medan magnet bumi yang disebabkan oleh perubahan dalam magnethosphere. Magnethosphere adalah zona kompleks plasma, yang secara konstan terdorong oleh solar wind. Solar wind yang mengandung partikelpartikel bermuatan listrik berinteraksi dengan medan magnet permanen bumi sehingga menyebabkan variasi medan EM. Variasi pada jangkah frekuensi audio (audio frequency band, di atas 1 Hz) terutama disebabkan oleh aktivitas meteorologis berupa petir. Petir yang terjadi di suatu tempat menimbulkan gelombang EM yang terperangkap antara ionosfer dan bumi (wave guide) dan menjalar mengitari bumi. Wave guide sebagai gelombang listrik transversal (TE), magnetik transversal (TM), atau gelombang listrik dan magnetik transversal (TEM). Kebergantungan fenomena listrik magnet terhadap sifat kelistrikan terutama konduktivitas medium (bumi) dapat dimanfaatkan untuk keperluan eksplorasi menggunakan metoda MT. Informasi mengenai konduktivitas medium yang terkandung dalam data MT dapat diperoleh dari penyelesaian persamaan Maxwell menggunakan model-model yang relatif sederhana (Vozoff, 1991). 2.1.1 Persamaan Maxwell Persamaan Maxwell merupakan sintesa hasil-hasil eksperimen (empiris) mengenai fenomena listrik βˆ’ magnet



yang didapatkan oleh Faraday,



Ampere,



Coulomb, Kontinuitas fluks magnet disamping yang dilakukan oleh Maxwell sendiri. Penggunaan persamaan tersebut dalam metoda MT telah banyak diuraikan dalam bukubuku pengantar geofisika khususnya yang membahas metoda EM. Dalam bentuk diferensial, persamaan Maxwell dalam domain frekuensi dapat dituliskan sebagai berikut: ⃑⃑



𝝏𝑩 𝛁 𝒙 ⃑𝑬 = βˆ’ 𝝏𝒕 (Hukum Faraday)



⃑⃑⃑ = 𝑱 + 𝛁𝒙𝑯



⃑⃑ 𝝏𝑫 𝝏𝒕



(Hukum Ampere)



(1a)



(1b)



⃑ = 𝒒 (Hukum Coulomb) 𝛁 . ⃑𝑫



(1c)



⃑ = 𝟎 (Hukum Kekontinuan Fluks) 𝛁 . ⃑𝑩



(1d)



Di mana: 𝐸⃑ : vektor medan listrik (volt/m) ⃑ ∢ vektor fluks atau induksi magnetic (weber/m2 atau tesla) 𝐡 ⃑⃑⃑⃑ : vector medan magnet (ampere/m) 𝐻 𝐽 : vector rapat arus (ampere/m2) ⃑ : vector perpindahan listrik(coulomb/m2) 𝐷 π‘ž ∢ rapat muatan listrik (coulomb/m3) (Persamaan 1a) diturunkan dari hukum Faraday yang menyatakan bahwa perubahan fluks magnetik menyebabkan medan listrik dengan gaya gerak listrik berlawanan dengan variasi fluks magnetik yang menyebabkannya. (Persamaan 1b) merupakan generalisasi teorema Ampere dengan memperhitungkan hukum kekekalan muatan. Persamaan tersebut menyatakan bahwa medan magnet timbul akibat fluks total arus listrik yang disebabkan oleh arus konduksi dan arus perpindahan. (Persamaan 1c) menyatakan hukum Coulomb yaitu fluks elektrik pada suatu ruang sebanding dengan muatan total yang ada dalam ruang tersebut. Sedangkan (Persamaan 1d) yang identik dengan (Persamaan 1c) berlaku untuk medan magnet, namun dalam hal ini tidak ada monopol magnetik. Hubungan antara intensitas medan dengan fluks yang terjadi pada medium dinyatakan oleh persamaan berikut: ⃑ = πœ‡π» ⃑ 𝐡



(2a)



⃑ = πœ€ 𝐸⃑ 𝐷



(2b)



𝐽 = 𝜎 𝐸⃑ =



⃑ 𝐷 𝜌



(2c)



dimana, Β΅ : permeabilitas magnetik (henry/m) Ξ΅ : permitivitas listrik (farad/m) Οƒ : konduktivitas (ohm-1/m atau siemens/m) ρ : tahanan-jenis (ohm.m) 2.1.2 Skin Depth Metode MT bergantung pada penetrasi medan EM yang masuk ke dalam bumi. Gelombang elektromagnetik dan konduktivitas batuan bumi itu sendiri yang akan berpengaruh terhadap penetrasi. Metode magnetotellurik (MT) memiliki penetrasi yang sangat dalam yaitu dapat mencapai lebih dari 3 km. Semakin kecil frekuensi dari alat yang kita gunakan, maka akan semakin dalam penetrasi yang diperoleh. Akan tetapi proses perekaman data menjadi semakin lama (Simpson dan Karsten, 2005). Besaran skin depth digunakan untuk memperkirakan kedalaman penetrasi atau kedalaman investigasi gelombang elektromagnetik.



Adapun skin depth dalam



metode Magnetotellurik dapat dituliskan dalam (Persamaan 3) berikut ini: 𝜌



𝛿 = 503 βˆšπ‘“ Dimana



(3)



𝛿 adalah kedalaman penetrasi (m), 𝜌 adalah resistivitas medium (ohm.



m). Sementara 𝑓 adalah nilai frekuensi dari gelombang EM tersebut. Dari (Persamaan 3), terlihat bahwa skin depth tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya frekuensi alat yang kita gunakan, tetapi faktor resistivitas formasi batuan juga turut mempengaruhi. Semakin besar frekuensi alat yang kita gunakan, maka penetrasi yang diperoleh akan semakin dangkal. Namun, ketika frekuensi alat yang digunakan semakin kecil, maka penetrasi yang dihasilkan akan semakin dalam.



Sementara dengan frekuensi alat yang sama,



semakin besar nilai resistivitas formasi batuan yang ada dibawah lapisan bumi maka hasil penetrasi yang diperoleh akan semakin dalam. Sedangkan jika lapisan di bawah permukaan memiliki resistivitas formasi yang kecil, maka penetrasi yang diperoleh juga semakin dangkal.



Besar kecilnya penetrasi bergantung oleh nilai resistivitas batuan dikarenakan lapisan yang memiliki nilai resistivitas rendah akan cenderung lebih mudah mengalirkan arus dibandingkan dengan lapisan yang lebih resistif. Ketika lapisan konduktif tersebut mendapat injeksi arus dari luar, maka arus luar akan lebih cenderung mengalir hanya di lapisan konduktif saja, tidak mengalir ke lapisan di bawahnya yang lebih resistif. Oleh karena itu, faktor resistivitas formasi batuan akan sangat mempengaruhi besar kedalaman penetrasi yang diperoleh. Parameter yang diukur dalam survei Magnetotellurik (MT) adalah medan listrik dan medan magnet di wilayah tersebut (Daud, 2010). 2.1.3 Metode Pengukuran MT Metode pengukuran MT (magnetotelluric) dan AMT (audio magnetotelluric) secara umum adalah sama, perbedaanya hanya pada cakupan frekuensi yang ditangkap, dimana semakin kecil frekuensi yang dihasilkan maka semakin dalam penyelidikan yang diperoleh. Metode MT memperoleh data dari frekuensi sekitar 400 Hz sampai 0.0000129 Hz (perioda sekitar 21.5 jam) sedangkan metode AMT memperoleh data dari frekuensi 10 kHz sampai 0.1 Hz, dimana sumbernya berasal dari alam (arus telurik yang terjadi di sekitar ionosfer bumi). Untuk memperbaiki kualitas data dari gangguan elektromagnet lokal (power line, aktivitas industri, aktivitas manusia, jalan, pohon-pohon besar yang dapat menghasilkan gangguan micro-vibrations dari akar-akarnya, dll) dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan data dari satu alat yang disimpan statis di suatu tempat yang jauh dari gangguan elektromagnetik lokal dengan alat lainnya yang berpindah-pindah (local, remote, far remote station) dan dilakukan dalam rentang waktu yang sama yang disinkronisasikan terhadap waktu UTC.



Penggunaan metode magnetotelurik ini secara umum adalah untuk penelitian panas bumi, minyak dan gas bumi, geohidrologi, geologi regional, dan penelitian-penelitian dalam lainnya. Peralatan magnetotelurik yang dimiliki Pusat Survei Geologi adalah : MTU-5A Phoenix.



2.2 Metode Controlled Source Audio-Frequency Magnetotelluric (CSAMT) Controlled source audio-frecuency magnetotellurics (CSAMT) merupakan salah satu metode geofisika yang merupakan metode hasil pengembangan metode terdahulu magnetotellurics (MT). Metode CSAMT merupakan Teknik sounding elektromagnetik dengan resolusi tinggi. Metode CSAMT diperkenalkan oleh Goldstein (1971) dan Strangway (1975) tujuannya adalah untuk menyelesaikan permasalahan audio-frequency magnetotellurics (AMT), yaitu digunakannya sumber alami dan ketidakstabilannya.



Metode MT/AMT merupakan suatu tteknik eksplorasi yang terkenal digunakan untuk mengukur fluktuasi pada medan istrik dan medan magnet alami pada jangkauan frekuensi yang luas. Fuktuasi ini berasal dari ionosfer yang berhubungan dengan aktivitas matahari pada cakupan frekuensi yang lebih tinggi. Teknik ini tidak membutuhkan sumber buatan dan pemancar (transmitter). Bagaimanapun, keuntungannya kecil dengan rendahnya magnitude dan kemampuan memvariasikan sinyal alami. CSAMT menggunakan pasangan elektroda yang tetap atau looping horizontal dengan menggunakan sumber signal buatan. CSAMT memiliki tekik sumber alami yang hamper sama dengan magnetotellurik (MT) dan AMT. Dengan perbedaan utamanya pada CSAMT itu sendiri menggunakan sinyal buatan. Sumbernya memiliki sinyal yang stabil, serta menghasilan hsil yang memiliki tingkat presisi yang tinggi dan lebih cepat dalam menentukan objek dan menghasilkan pewarnaan yang sesuai, meskipun dengan sumber yang dikontrol dapat juga menimbulkan kesulitan dalam hal menginterpretasi akibat penambahan efek dari sumber dan akibat kesalahan penempatan peralatan pada saat survei dilakukan. Tetapi pada kenyataannya di lapangan kondisi – kondisi akibat kesalahan teknis bukanlah masalah dan dapat diatasi., metode ini dapat memetakan mantel bumi secara efektif pada kisaran kedalaman 20 – 2000 meter. CSAMT biasanya terdiri dari pasangan electrode dipole yang tetap, di mana jarak keduanya antara 1 – 2 km, bahkan dapat mencapai 2 – 4 km jika diinginkan. Frekuensi yang dibutuhkan serta digunakan antara 0.125 – 8.000 Hz, umumnya digunakan di lapangan menggunakan frekuensi berkisar 16 – 8000 Hz. Pada CSAMT ini menggunakan prinsip hukum Maxwell di mana medan magnet (H) diubah menjadi listrik (E). Di mana terdapat dua buah komponen medan listrik (E) yang dibutuhkan yaitu Ex dan Ey,sedangkan terdapat tiga komponen untuk medan magnet (H) yang dibutuhkan yaitu Hx, Hy dan Hz.



Gambar. Susunan CSAMT di lapangan (Zonge and Hughes, 1991)



Gambar. Jenis – jenis pengukuran CSAMT (a) Scalar CSAMT Survey, (b)Multiple E-Field Recconaissence CSAMT Survey or Controlled Source Audio Frequency (c) Vector CSAMT Survey, (d) Tensor CSAMT Survey



Dasar teori dari metode CSAMT dalah persamaan Maxwell yang merupakan persamaan umum yang dapat mendeskripsikan sifat gelombang elektromagnetik (Zonge and Hughes, 1991). Terdapat 4 parameter dalam gelombang elektromagnetik, yaitu: E = Intensitas Medan Listrik (V/m) D = Rapat Fluks Medan Listrik (C/m2) B = Intensitas Medan Magnet (A/m) H = Rapat Fluks Medan Magnet (Wb/m2) Sedangkan persamaan Maxwell terdiri atas 4 persamaan, khusus pada ruang vakum dan berlaku juga pada medium udara (Zonge and Hughes,1991). Keempat persamaan tersebut yaitu: ⃑⃑⃑ = 𝑱 + 𝛁𝒙𝑯



⃑⃑ 𝝏𝑫 𝝏𝒕



(Hukum Ampere)



⃑⃑



⃑ = βˆ’ 𝝏𝑩 (Hukum Faraday) 𝛁 𝒙 ⃑𝑬 𝝏𝒕 𝛁 . 𝑫 = 𝝆 (Hukum Coulomb) 𝛁 . 𝑩 = 𝟎 (Hukum Kekontinuan Fluks) Hukum Faraday menyatakan bahwa perubahan medan magnet terhadap waktu menginduksi adanya medan listrik. Begitu pula yang terjadi pada hukum Ampere, bahwa medan magnet tidak hanya terjadi karena adanya sumber berupa arus listrik, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh medan listrik yang berubah terhadap waktu sehingga menginduksi adanya medan magnet. Hukum Coulomb menyatakan bahwa medan listrik disebabkan oleh adanya muatan listrik sebagai sumbernya sedangkan hokum Kekontinuan Fluks menyatakan bahwa tidak ada medan magnet monopol. Besarnya nilai medan listrik dan medan magnet induksi bergantung pada nilai intrinsik batuan berupa πœ€ (permitivitas), πœ‡ (permeabilitas) dan 𝜎 (konduktivitas) yang dihubungkan dengan persamaan ⃑ = πœ€ 𝐸⃑ 𝐷 ⃑ = πœ‡π» ⃑ 𝐡



𝐽 = 𝜎 𝐸⃑ (Hukum Ohm) Metode CSAMT menggunakan transmitter yang berhubungan dengan sumber sinyal dengan jarak yang dapat divariasikan. Sedangkan metode natural field sumber sinyalnya pada hakekatnya terletak pada jarak yang sangat jauh sehingga dapat diasumsikan sebagai gelombang bidang, sehingga cukup sederhana untuk perhitungan matematika dan kepentingan interpretasi.Asumsi ini juga dapat digunakan pada metode CSAMT dengan jarak yang jauh (Farfield Zone), namun asumsi ini tidak berlaku jika jarak pengukuran transimitter dan sumber sinyal metode CSAMT terlalu dekat (Nearfield Zone dan Transition Zone), sehingga pada keadaan ini akan menimbulkan permasalahan yang cukup sulit dalam perhitungan matematika maupun kepentingan interpretasi. Di dalam metode CSAMT, suatu receiver (Rx) berfungsi untuk mengukur meda listrik dan medan magnet yang orthogonal dengan medan listrik, diinduksi oleh medan elektromagnetik yang dipancarkan dari arus listrik melalui kawat dipole yang ditanam oleh transmitter (Tx1 dan Tx2). Pada penempatan pengukuran, medan listrik terukur sebagai tegangan (mV) antara dua titik kawat dipole yang ditanam, sedangkan medan magnet dalam mG(nT) diukur oleh induksi kumparan yang ditempatkan secara horizontal pada tanah (coil magnetic). Dan juga yang harus diukur adalah fase relatif antara medan listrik dan medan magnet yang terukur. Pada pengukuran metode sounding untuk mengetahui struktur resistivity dengan variasi kedalaman, ada dua jenis metode sounding: -



Geometric Sounding. Semakin Panjang dipole pengukuran yang digunakan, maka kedalaman investigasi lebih dalam. Contohnya adalah pengukuran resistivitas dengan metode Schlumberger. Pengukuran dilakukan dengan memvariasikan Panjang transmitter (AB) dan receiver (MN).



-



Parametric Sounding. Semakin rendah frekuensi medan elektromagnetik, maka semakin dalam penetrasi medan elektromagnetik. Biasanya disebut dengan β€œskin depth”.



2.2.1 Skin Depth Medan elektromagnetik akan teratenuasi ketika melewati lapisan konduktif, jarak maksimum yang dapat dicapai oleh medan elektromagnetik saat menembus lapisan konduktif ini dinamakan skin depth (𝛿) (Griffith, 1999). Nilai skin depth dipengaruhi oleh resistivitas bahan dan frekuens yang digunakan (Zonge and Huges, 1991).



𝛿 = 503 √



𝜌 𝑓



𝜌 = resistivitas dalam ohm-m f = frekuensi dalam Hz 2.2.2 Effective Depth Penetration Effective Depth Penetration (D) adalah kedalaman yang dapat dicapai saat melakukan survei CSAMT. Nilai D ini dapat ditulis sesuai dengan persamaan 𝜌 𝐷 = 356 √ 𝑓 2.2.3 Persamaan Cagniard Dari hasil pengukuran Metode CSAMT didapatkan data berupa nilai medan listrik dan medan magnet. Untuk mendapatkan nilai resistivitas batuan, dapat digunakan persamaan resistivitas Cagniard yang ditunjukkan pada persamaan: 1 𝐸π‘₯ 𝜌= | | 5𝑓 𝐻𝑦



2



2.2.4 Near Field dan Far Field (Zona Dekat dan Zona Jauh) Persamaan nilai resistivitas yang didapat dengan menggunakan sumber dipole listrik pada zona dekat dan zona jauh berbeda. Perbedaan ini diakibatkan karena



adanya faktor geometri pada zona dekat dan zona jauh (>3𝛿). Persamaan di bawah ini menunjukkan nilai resistivitas yang didapat dengan menggunakan sumber dipole listrik horizontal (Zonge and Hughes,1991). 𝜌=



π‘Ÿ πΈπœ™ | | 2 π»π‘Ÿ



1 πΈπœ™ 2 1 𝐸π‘₯ 𝜌= | | = | | πœ‡πœ” π»π‘Ÿ 5𝑓 𝐻𝑦



2



Demikian pula dengan menggunakan sumber dipol magnet vertikel, persamaan resistivitas pada zona dekat dan zona jauh berbeda yang dikarenakan faktor geometri. Persamaan di bawah ini menunjukkan nilai resistivitas denga menggunakan sumber dipol magnet vertical. 𝜌=



𝜌=



π‘Ÿ πΈπœ™ | | 4 π»π‘Ÿ 1 πΈπœ™ | | πœ‡πœ” π»π‘Ÿ



Berikut merupakan contoh data yang mengandung zona jauh (far field), zona transisi (transition zone) dan zona dekat (near field).



Gambar. Zona jauh dan Zona dekat (Mitsuru Yamashita, 2006)



Gambar. Zona Jauh, Zona Transisi dan Zona Dekat dari data pengukuran Pada setiap pengukuran semua metode fisika tidak selalu menghasilka data sempurna termasuk metode CSAMT. Data yang dihasilkan dapat menghasilkan noise. Noise tersebut dapat diakibatkan dari alam ataupun tekns di lapangan. Zonge membagi noise pada pengukuran metode CSAMT menjadi 5 macam, yaitu:



-



Kesalahan operator Kesalahan ini disebabkan oleh human error. Kesalahan ini dapat berupa kesalahan oeh penggunaan alat, di mana operator tersebut salah memasang kabel serta kesalahan menentukan konfigurasi medan magnet dan medan listrik.



-



Gangguan instrumentasi alat Kesalahan ini meliputi kesalahan pada komponen alat itu sendiri seperti impedansi yang



rendah pada receiver, serta pemasangan kabel sambungan yang



kurang sempurna -



Gangguan lingkungan Gangguan ini disebabkan oleh lingkungan daerah pengukuran, di mana pada lintasan pengukuran terdapat power line atau jaringan kabel bertegangan tinggi, hal ini dapat mempengaruhi kualitas data medan magnet dan medan listrik yang terukur. Cara menghindari gangguan ini adalah dengan mendesain pengukuran yang baik, serta menggunakann filter yang digunakan pada frekuensi noise yaitu 50 Hz dan 60 Hz yang merupakan noise frekuensi jaringan listrik.



-



Atmospheric and telluric noise Gangguan ini bersifat alami artina bersumber dari alam yang disebabkan oleh aktivitas atmosfer dan arus telurik di dalam bumi. Kasus noise yang bersumber dari atmosfer dapat berupa petir yang sifatnya memiliki frekuensi tinggi dan tidak dapat diprediksi. Untuk mengatasinya digunakan low pass filter . Sedang untuk noise aktifitas telurik di dalam bumi yaitu dapat berupa arus bumi dengan frekuensi dc hingga 1 Hz dapat diatasi dengan menolak sinyal pada frekuensi tetrsebut.



-



Gangguan angin Gangguan ini juga bersifat alami, di mana tidak dapat diprediksi dan dapat menyebabkan goncangan atau getaran yang dapat mempengaruhi kestabilan antenna medan magnet yang berakibat data medan magnet yang dihasilkan kurang maksimal. Untuk mencegahnya antenna medan magnet tersebut harus dikubur di dalam tanah agar terhindar dari getaran atau goncangan akibat angin tersebut.



Keuntungan dari Metode CSAMT adalah: -



Pada metode CSAMT memiliki sinyal yang lebih kuat terutama bila dibandingkan dengan medan alami yang lemah pada Batasan 1000 Hz ~ 3000 Hz, keadaan ini sering menyulitkan untuk memperoleh data yang berkualitas dengan menggunakan metode AMT.



-



Mempunyai sinyal yang koheren sehingga meningkatkan keefektifan pemrosesan sinyal untuk menghilangkan noise.



-



Survey dengan menggunakan metode ini lebih cepat dan lebih ekonomis. Kekurangan Metode CSAMT bila dibandingkan dengan metode AMT:



-



Diperlukan pemancar (transmitter) pada metode CSAMT.



-



Kemungkinan jarak yang deka tantara transmitter (Tx) dengan receiver (Rx) sehingga menimbulkan efek near field.



-



Pengukuran yang tidak menggunakan konfigurasi Tensor secara penu menghasilkan informasi yang lebih sedikit.



-



Umumnya berkaitan pada pembatasan kekuatan transmitter sehingga kedalaman investigasi lebih dangkal.



2.3 Studi Kasus Studi MT di Daerah Volkanik Bandung Selatan Pendahuluan Daerah Cimanggu di wilayah Bandung Selatan, sekitar 30 km baratdaya Bandung, didominasi oleh perbukitan volkanik Kuarter dengan beberapa kerucut gunungapi seperti misalnya G. Patuha. Beberapa kenampakan panas bumi permukaan seperti kolam air panas (hot pool), kolam lumpur panas (hot-mud pool) dan mata-air panas (hot spring) dijumpai di kaki perbukitan, seperti yang terlihat di Cimanggu dan sekitarnya. Kenampakan panas bumi permukaan ini diduga berkaitan erat dengan sisa aktivitas vulkanik tua maupun dengan kegiatan volkanik muda seperti G. Patuha. Kenampakan



geologi lain yang dapat diamati di sekitar jalur Cimanggu-Rancabali adalah ditemukannya singkapan batuan vulkanik andesitik yang berongga. volkanik. Metoda MT sangat efektif mendelineasi daerah konduktif yang berasosiasi dengan fenomen termal.



Data dan Pemodelan Data AMT Data AMT diukur pada 19 titik pengamatan yang membentuk satu lintasan Barat daya Timur laut di antara G. Tikukur dengan G. Patuha. Jarak rata-rata antar titik ukur adalah sekitar 150-200 m dengan panjang lintasan sekitar 3800 m (Gambar 8). Pengukuran merekam secara simultan komponen ortogonal medan magnet dan listrik pada interval frekuensi 17.4 kHz –4.2 Hz. Pengolahan data dilakukan secara internal dalam instrument dan perangkat lunak akuisisi data hingga dihasilkan resistivitas-semu dan fasa untuk polarisasi TE dan TM. Pada pemodelan inversi digunakan data resistivitas-semu dan fasa invarian dari determinan tensor impedansi. Parameter invarian yang tidak dipengaruhi oleh orientasi koordinat pengukuran pada dasarnya merupakan reduksi dari harga resistivitas-semu dan fasa polarisasi TE dan TM. Hubungan antara data resistivitas-semu dan fasa invarian terhadap frekuensi untuk seluruh titik ukur pada lintasan digambarkan dalam bentuk penampang resistivitas-semu seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Penampang resistivitassemu yang diturunkan dari parameter invarian memberikan gambaran umum mengenai distribusi resistivitas bawah-permukaan (Ranganayaki, 1984). Penampang resistivitassemu tersebut dapat digunakan untuk interpretasi kualitatif keadaan bawah permukaan sepanjang lintasan pengukuran. Metoda inversi MT 1-D dan 2-D yang digunakan menerapkan kendala kehalusan model (smoothness constrain) sehingga variasi spasial resistivitas dibuat minimum. Metoda inversi MT 1-D didasarkan pada pendekatan inferensi Bayes dengan menggunakan algoritma rantai Markov untuk menghitung probabilitas model posterior (Grandis dkk., 1999), sedangkan metoda inversi 2-D menerapkan kriteria informasi Akaike-Bayes (ABIC) yang dikembangkan oleh Uchida (1993).



Secara umum,



penampang resistivitas hasil korelasi model 1-D di bawah setiap titik pengamatan dan penampang resistivitas hasil inversi 2-D menunjukkan kemiripan.



Oleh karena itu



pembahasan lebih difokuskan pada hasil pemodelan 2-D. Pembahasan lebih lengkap, baik mengenai metoda inversi dan hasil-hasilnya dapat dilihat pada makalah oleh Grandis dkk. (2000).



Gambar 8. Peta lokasi titik pengukuran data magnetotellurik frekuensi audio (AMT) di daerah Cimanggu, Bandung Selatan. Hasil dan Pembahasan Penampang resistivitas yang dibentuk oleh model dengan blok-blok resistivitas hasil inversi MT 2-D diperlihatkan pada Gambar 10. Penampang resistivitas tersebut memperlihatkan satuan resistivitas sebagai berikut: 1. Anomali konduktif (< 10 Ohm.m) di bawah titik 3, 4 dan 5 pada kedalaman 200 m sampai 600 m. Anomali resistivitas rendah ini diduga berhubungan dengan aliran air panas (hidrotermal) dari Kawah Putih menuju ke arah utara melalui produk gunungapi muda yang belum terpadatkan.



2. Anomali resistivitas tinggi (3000-10000 Ohm.m) di bawah titik 7 sampai titik 12 pada kedalaman 150 m hingga 1600 m dari permukaan yang diduga merupakan terobosan andesit atau dasit. 3. Anomali resistivitas tinggi (3000-10000 Ohm) di bagian barat lintasan pada kedalaman 50 m hingga 1000 m. Anomali ini diduga berkaitan dengan lava sebagai hasil kegiatan volkanik Kuarter di Pegunungan Selatan Jawa Barat. 4. Lapisan



dengan



resistivitas



rendah



sampai



sedang



(30-100



Ohm.m)



diperkirakanmerupakan zona penyimpan air bawah-permukaan atau akuifer. Kesimpulan Survey MT pada frekuensi audio telah dilakukan pada daerah volkanik Bandung selatan untuk mencitrakan distribusi resistivitas bawah-permukaan. Pemodelan inversi 2D yang diterapkan pada data AMT tersebut menghasilkan model penampang resistivitas yang relevan dengan kondisi geologi daerah penyelidikan.



Meskipun demikian,



karakteristik model dengan kriteria smoothness constrained dapat menyulitkan interpretasi terutama jika yang diharapkan adalah batas-batas lapisan secara tegas. Pembahasan pada sub-bab ini menunjukkan efektivitas metoda MT pada delineasi daerah anomali resitivitas yang berhubungan dengan fenomena termal. Hal tersebut ditunjang dengan pemilihan data yang representatif (dalam hal ini resistivitassemu invarian) serta metoda pemodelan inversi yang memadai. Kemampuan pemodelan dan interpretasi yang dikombinasikan dengan survey lapangan yang cermat dengan peralatan untuk akuisisi data yang memadai memungkinkan pengembangan aplikasi metoda MT pada studi volkanologi maupun eksplorasi daerah prospek geotermal di Indonesia.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Metode magnetotelurik muncul karena induksi medan magnet terhadap lapisan bumi. Medan magnet bumi memperbesar fluktuatif seiring berjalannya waktu, mirip dengan magnet medan yang dihasilkan oleh rotor yang berputar. Fluktuasi medan magnet tentang permukaan bumi, kemudian merambat ke atas. Medan magnet bumi disebut sebagai medan magnet primer. 2. Controlled source audio-frecuency magnetotellurics (CSAMT) merupakan salah satu metode geofisika yang merupakan metode hasil pengembangan metode terdahulu magnetotellurics (MT). Metode CSAMT merupakan Teknik sounding elektromagnetik dengan resolusi tinggi. Metode CSAMT diperkenalkan oleh Goldstein (1971) dan Strangway (1975) tujuannya adalah untuk menyelesaikan permasalahan audio-frequency magnetotellurics (AMT), yaitu digunakannya sumber alami dan ketidakstabilannya. 3. Metode pengukuran MT (magnetotelluric) dan AMT (audio magnetotelluric) secara umum adalah sama, perbedaanya hanya pada cakupan frekuensi yang ditangkap, dimana semakin kecil frekuensi yang dihasilkan maka semakin dalam penyelidikan yang diperoleh. Metode MT memperoleh data dari frekuensi sekitar 400 Hz sampai 0.0000129 Hz (perioda sekitar 21.5 jam) sedangkan metode AMT memperoleh data dari frekuensi 10 kHz sampai 0.1 Hz, dimana sumbernya berasal dari alam (arus telurik yang terjadi di sekitar ionosfer bumi). 3.2 Saran Makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, sehingga diharapkan pembuatan makalah kedepannya bisa dilakukan dengan lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA Aditia Wira Perdana. 2011. Metode Controlled Source Audio Frequency Magnetotelluric (CSAMT) untuk Eksplorasi Mineral Emas Daerah β€œA” dengan Data Pendukung Metode Magnetik dan Geolistrik. Skripsi. Universitas Indonesia. Daud, Y., 2010, Electromagnteic Methode: Success Story in Geothermal Exploration and Possibility for Hydrocarbon Exploration, Diktat Kuliah, Depok : FMIPA UI. Grandis, H. Metoda Magnetotellurik (MT). https://www.academia.edu/18335649/METODA_MAGNETOTELLURIK_M_ (Diakses pada tanggal 6 April 2019) Ririn Yulianti. 2017. Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Menggunakan Metode Magnetotellurik 2D di Daerah Cekungan Bintuni Sebagai Potensi Hidrokarbon. Skripsi. Universitas Lampung. Simpson, F. & Karsten, B., 2005, Pratical Magnetotellurics,



Cambridge : Cambride



University Press. Vozzoff, K., 1991, The magnetotelluric method, in Electromagnetic Methods in Applied Geophysics – vol. 2. Application, M.N. Nabighian (ed.), SEG Publishing.



Zonge, K. L., and Hughes, L. J., β€œControlled Source Audio-frequency Magnetotellurics”, 1991