Makalah Global Burden of Disease [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SAM RATULANGI



MATA KULIAH : KESEHATAN GLOBAL



“GLOBAL BURDEN OF DISEASES HEALTH” KELOMPOK 2 : CHRISTANIA SHANNON VANESSA LAMPUS WILLIAM TOAR PALANDENG WINLY WENAS ANITA LINDA YOHANA PRATASIK CHRISTINA MARIA SUHARTONO CITRA ELVIRA MOKOAGOW BEZALIEL RYSEL NARASIANG



212021110023 212021110025 212021110027 212021110029 212021110031 212021110033 212021110051



DOSEN : Dr. dr. ARTHUR E. MONGAN, M.sc.



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era pergeseran agenda global dan perluasan penekanan pada penyakit tidak menular dan cedera bersama dengan penyakit menular, bukti kuat tentang tren berdasarkan penyebab di tingkat nasional sangat penting. The Global Burden of Diseases, Injuries, and Risk Factors Study (GBD) memberikan penilaian ilmiah sistematis dari data yang dipublikasikan, tersedia untuk umum, dan kontribusi tentang insiden, prevalensi, dan kematian untuk daftar penyakit dan cedera yang saling eksklusif dan lengkap secara kolektif. Global Burden of Desease adalah usaha sistematik dan ilmiah umtuk mengukur besarnya perbandingan kerugian kesehatan akibat penyakit, cedera, dan faktor risiko menurut usia, jenis kelamin, dan geografi. Melalui GBD ini akan dihasilkan kerangka kerja untuk mengintegrasikan, memvalidasi, menganalisis, dan menyebarkan informasi yang diperlukan untuk menilai perbandingan dan dampak penyakit, cedera dan faktor resiko dalam menyebabkan kematian dini, masalah kesehatan, dan kecatatan pada populasi yang berbeda. Sering kali dinilai secara kuantitatif menggunakan disability-adjusted life years (DALYs) atau quality adjusted life years (QALYs). Kajian Burden of Diseases menilai beban penyakit yang disebabkan oleh suatu faktor risiko lingkungan, dan sangat terkait dengan penilaian beban penyakit untuk penyakit dan cedera individual. Pada prakteknya



merupakan hasil dari environmental health impact assessment. Data beban penyakit dari penyakit dan cedera yang telah dinilai dalam tingkatan global, dapat digunakan untuk kajian Burden Deseases. Terlepas dari situasi pandemic Covid 19 saat ini, Indonesia mengalami Triple Burden of diseases atau beban penyakit yang muncul bersamaan. Ketiga beban penyakit tersebut adalah prevalensi penyakit tidak menular secara cepat, angka penyakit menular klasik yang masih relative tinggi serta munculnya fenomena ragam penyakit infeksi yang berevolusi dari penyakit lama seperti covid 19. Hasil riset Analisis Beban Penyakit Nasional dan Sub Nasional Indonesia Tahun 2017 yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan bekerja sama dengan Institute For Health Metrics and Evalution (IHME) mencatat telah terjadi transisi epidemiologi penyakit menular ke penyakit tidak menular dari tahun 1990 sampai tahun 2017. Selain itu terjadi perubahan peringkat beban penyakit. Yang perlu diwaspadai adanya DALY Lost(DALYs) atau disability adjusted lefe year. DALYs merupakan jumlah tahun yang hilang untuk hidup sehat karena kematian dini, penyakit atau disabilitas. Kewaspadaan ini diperlukan agar harapannya terjadi peningkatan healty life expectancy (HALE) bagi penduduk Indonesia yaitu harapan seseorang untuk hidup dalam kondisi sehat sepenuhnya. Oleh karena itu pemerintah saat ini terus berupaya dalam peningkatan kesehatan di Indonesia melalui pendekatan beban penyakit ( Global Burden of Disease Approach) untuk mengetahui seberapa besar beban penyakit yang ada di Indonesia. Global Burden Of Disease merupakan kegiatan yang



sangat penting sehingga menjadi bagian dari Program Prioritas Nasional dimana hasil kajian analisis beban penyakit diharapkan dapat dimanfaatkan untuk penyusunan kebijakan kesehatan, menilai kinerja program kesehatan, mengidentifikasi masalah yang perlu dikendalikan terkait factor risiko kesehatan dan sebagai sumber informasi perencanaan untuk intervensi kesehatan.



B. Tujuan 1. Menjelaskan Konsep Global Burden of Disease 2. Menjelaskan Perubahan Transisi Burden of Disease di Indonesia 3. Menjelaskan Proyeksi Global Burden of Disease tahun 2020-2024 di Indonesia 4. Menjelaskan Analisis Situasional Beban Global Dunia Covid 19 C. Manfaat Menambah Wawasan Tentang Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Melalui Analisa Global Burden of Disease.



BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Global health of Disease Global Burden of Desease adalah usaha sistematik dan ilmiah umtuk mengukur besarnya perbandingan kerugian kesehatan akibat penyakit, cedera, dan faktor risiko menurut usia, jenis kelamin, dan geografi. Melalui GBD ini akan dihasilkan kerangka kerja untuk mengintegrasikan, memvalidasi, menganalisis, dan menyebarkan informasi yang diperlukan untuk menilai perbandingan dan dampak penyakit, cedera dan faktor resiko dalam menyebabkan kematian dini, masalah kesehatan, dan kecatatan pada populasi yang berbeda. Sering kali dinilai secara kuantitatif menggunakan disability-adjusted life years (DALYs) atau quality adjusted life years (QALYs). Suatu kasus penyakit dikatakan memiliki beban yang tinggi jika penyakit tersebut menyebabkan kematian penderitanya di usia muda, dan juga kehilangan waktu produktifnya akibat ketidakmampuan (disabilitas). Satu DALYs loss berarti kehilangan satu tahun sehat/tahun produktif. Semakin tinggi DALYs loss menunjukkan beban penyakit yang tinggi (prioritas masalah) yang terjadi pada penduduk di wilayah tersebut. Untuk dapat melakukan perhitungan estimasi kesenjangan ini diperlukan dua komponen yaitu; tahun hidup yang hilang karena kematian dini dan tahun hidup



dengan



kondisi



cacat/ketidakmampuan



(disabilitas).



Untuk



memperkirakan



derajat



ketidakmampuan



sebagai



dampak



dari



penyakit/cedera, maka dibuat bobot ketidakmampuan berdasarkan persepsi individu yang terjadi di kehidupan masyarakat, mulai dari kerusakan gigi sampai kond shizofrenia (IHME 2013). WHO membangun International Classification of Fungtioning, Disability and Health (ICF) sebagai sarana untuk dapat menyeragamkan kode kelainan fungsi tubuh dan disabilitas yang berhubungan dengan kondisi kesehatan. Dalam ICF disabilitas merupakan istilah umum untuk kecacatan, keterbatasan aktivitas dan keterbatasan berpartisipasi (sosial). Hal tersebut menunjukkan aspek negatif dari interaksi antara individu (dengan kondisi kesehatan) dan faktor-faktor kontekstual individu (dengan lingkungan & faktor perorangan) (ICF-WHO 2001, Suryati T.2013). Analisis ini menggunakan data sekunder dari berbagai sumber data yang ada di Indonesia serta sumber data Institute of Health Metric and Evaluation tahun 2015, dengan analisis beban penyakit di masyarakat (Burden of Diseases/BOD). BOD menghasilkan prediksi angka mortalitas dan morbiditas berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin, sehingga pengukurannya menunjukkan gambaran tingkat keparahan kondisi kesehatan suatu komunitas yang dapat dibandingkan dari waktu ke waktu. Oleh karenanya WHO menetapkan metode DALYs sebagai penentu prioritas masalah kesehatan di dunia. Studi perhitungan beban penyakit dunia (Global Burden of Diseases/GBD) dilakukan sejak tahun 1990, diperlukan untuk perumusan kebijakan kesehatan yang ditujukan kepada pengambil keputusan. DALYs adalah penjumlahan dari kematian prematur (Year of life lost due to



prematur death/YLLs) dan tahun hidup dengan kondisi disabilitas (Years lived with disabilty/ YLDs). Sebagai dasar perhitungan beban penyakit diperlukan data prevalensi penyakit dan penyebab kematian (medical cause of death) berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin. Untuk menghitung beban penyakit diperlukan berbagai data, utamanya data penyakit dan penyebab kematian serta data struktur penduduk. GBD memperkirakan kejadian, prevalensi, kematian, tahun hidup yang hilang (YLLs), tahun hidup dengan kecacatan (YLDs), dan disabilitasdisesuaikan hidup-tahun (DALYs) karena 369 penyakit dan cedera, untuk dua jenis kelamin, dan untuk 204 negara dan wilayah. Data masukan diambil dari sensus, survei rumah tangga, pencatatan sipil dan statistik vital, pencatatan penyakit, penggunaan layanan kesehatan, pemantau polusi udara, pencitraan satelit, pemberitahuan penyakit, dan sumber lainnya. Tingkat kematian spesifik penyebab dan fraksi penyebab dihitung menggunakan model Ensemble Penyebab Kematian dan regresi proses Gaussian spatiotemporal. Kematian karena penyebab tertentu disesuaikan agar sesuai dengan total kematian karena semua penyebab yang dihitung sebagai bagian dari perkiraan populasi, kesuburan, dan kematian GBD. Kematian dikalikan dengan harapan hidup standar pada setiap usia untuk menghitung YLL. Alat pemodelan meta-regresi Bayesian, DisMod-MR 2.1, digunakan untuk memastikan konsistensi antara insiden, prevalensi, remisi, mortalitas berlebih, dan mortalitas spesifik penyebab untuk sebagian besar penyebab.



Perkiraan prevalensi dikalikan dengan bobot kecacatan untuk gejala sisa penyakit dan cedera yang saling eksklusif untuk menghitung YLD. Kami mempertimbangkan hasil dalam konteks Indeks Sosio-demografis (SDI), indikator gabungan pendapatan per kapita, tahun sekolah, dan tingkat kesuburan pada wanita yang lebih muda dari 25 tahun. Interval ketidakpastian (UI) dihasilkan untuk setiap metrik menggunakan nilai undian 1000 urutan ke-25 dan ke-975 dari distribusi posterior. indikator gabungan pendapatan per kapita, lama sekolah, dan tingkat kesuburan pada wanita di bawah 25 tahun. Interval ketidakpastian (UI) dihasilkan untuk setiap metrik menggunakan nilai undian 1000 urutan ke-25 dan ke-975 dari distribusi posterior. indikator gabungan pendapatan per kapita, lama sekolah, dan tingkat kesuburan pada wanita di bawah 25 tahun. Interval ketidakpastian (UI) dihasilkan untuk setiap metrik menggunakan nilai undian 1000 urutan ke-25 dan ke-975 dari distribusi posterior. B. Jenis/Klasifikasi GBD 1. Double Burden Deseases (Beban Ganda) artinya beban pekerjaan yang diterima oleh satu jenis kelamin lebih banyak di bandingkan jenis kelamin lainnya. 2. Triple Burden Deseases merupakan istilah berbagai penyakit yang mengalami peningkatan tingkat insidennya seperti di Indonesia. Triple burden deseases terdiri dari :



- Non communicable deseases, merupakan penyakit yang tidak menular serti penyakit kardiovaskular, kanker, ataupun sindrom metabolic. -



Communicable deseases, merupakan penyakit menular seperti tuberculosis dan campak.



-



Re-emerging deseases merupakan penyakit yang pernah menghilang namun kemudian muncul kembali seperti difteri.



C. Transisi Beban Penyakit (BURDEN OF DISEASE) di Indonesia Transisi demografi dan yang terjadi juga mempengaruhi pola beban penyakit di Indonesia. Dengan meningkatnya akses terhadap pelayanan kesehatan dan teknologi obat-obatan serta kedokteran, angka kematian mengalami penurunan dan penduduk hidup lebih lama. Menurut data Global Burden of Disease (GBD), Umur Harapan Hidup (UHH) atau life expectancy at birth mengalami peningkatan sebesar 8 tahun antara tahun 1990 dan 2016, dari 63,6 tahun menjadi 71,7 tahun, dengan UHH untuk perempuan meningkat 7,4 tahun dari 62,4 tahun ke 69,8 tahun sedangkan perempuan dari 64,9 tahun ke 73,6 tahun. Meskipun



meningkat,



UHH



Indonesia



masih



lebih



rendah



dibandingkan Turki, Thailand Malaysia, Brazil dan Vietnam pada tahun 2016. Peningkatan UHH di negara-negara tersebut dipengaruhi penurunan yang sangat signifikan dari persentase kematian akibat PTM, sementara Indonesia lebih disebabkan adanya penurunan penyakit menular, kondisi maternal, perinatal dan neonatal relatif terhadap PTM dan cedera.



Antara tahun 2000 dan 2016, PTM terus menjadi penyebab utama kematian (Gambar 1).2 Kontribusi PTM sebagai penyebab kematian meningkat dari 61% ke 73% pada periode yang sama.



Gambar 1. Gambaran Beban Penyakit (Burden of Disease) di Indonesia, 2000 dan 2016



Sumber: WHO (2018). Global Health Estimates 2016: Deaths by Cause, Age, Sex, by Country and by Region, 2000-20162



Selama tahun 1990-2016, Indonesia mengalami penurunan kematian yang disebabkan penyakit menular serta kondisi maternal, perinatal dan neonatal atau dsebut juga communicable, maternal, neonatal, and nutritional disease (CMNN) (Gambar 2).1,3Total kematian akibat CMNN menurun sebesar 52,6%, dari 658.789 kematian menjadi 311.977 kematian antara 1990-2016. Sementara jumlah kematian akibat PTM meningkat 82% dari 617.903 kematian menjadi 1.127.544 kematian pada periode yang



sama. Jumlah kematian akibat cedera juga mengalami peningkatan sebesar 1,2%. Pada tahun 1990, penyakit CMNN, terutama diare dan tuberkulosis (TB) masih menjadi penyakit penyebab kematian tertinggi. Pada tahun 2016 dan 2017 (Gambar 3), kontribusi penyakit menular berkurang dengan PTM menjadi penyebab kematian tertinggi. Penyakit kardiovaskular dan diabetes merupakan 2 penyakit penyebab kematian tertinggi. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Chronic Obstructive Pulmonary Diseases – COPD) juga mengalami peningkatan sebesar 14,9% dari 43.443 menjadi 49.933 kematian tahun 2006-2016 atau sebesar 10,5% antara tahun 2007-2017. Penyakit Alzheimer masuk ke dalam 10 penyakit penyebab kematian tertinggi dengan peningkatan jumlah kematian dari 32.531 menjadi 45.591 kematian pada periode 2006-2016. Antara tahun 2007 dan 2017, kontribusi Alzheimer terhadap angka kematian meningkat hampir 50 %.7 Meskipun telah mengalami penurunan, kontribusi penyakit menular dalam menyebabkan kematian masih tinggi di Indonesia. tuberkulosis, diare, dan infeksi saluran pernapasan bawah masih masuk dalam 10 penyebab kematian utama tahun 2016 dan 2017. Meskipun angka kematian akibat TB menurun sebesar 26,5% antara tahun 1990-2016, TB masih menjadi penyakit pembunuh ke-4 pada tahun 2017. Kasus tersebut lebih besar bila dibandingkan angka kematian akibat Diabetes Mellitus pada tahun 2016 yaitu 89.431 kematian. Jumlah kematian akibat diare juga masih relatif besar, yaitu 49.676 kematian diikuti Infeksi Saluran Pernapasan Bawah sebesar 38.139 kematian.



Disamping itu, cedera akibat kecelakaan lalu lintas masih terus berada di urutan ke-8 dari penyebab kematian antara tahun 2006 dan 2016. Meski terdapat penurunan, secara total, jumlah kematian akibat kecelakaan masih cukup besar, yaitu 44.302 pada 2016, dan 46.515 pada tahun 2006. Pola yang sama juga ditemukan antara tahun 2007 dan 2017. Persentase perubahan angka kematian akibat PTM meningkat pada periode tersebut dengan Diabetes memiliki persentase tertinggi (50%) diikuti dengan Alzheimer (49,7%). Kontribusi penyakit ini diperkirakan akan terus meningkat karena masih rendahnya upaya promosi gaya hidup sehat dan juga adanya penuaan penduduk sehingga prevalensi penderita Alzheimer akan meningkat.7 Gambar 2. Perubahan Angka Kematian menurut Jenis Penyakit, 1990, 2006, dan 2016



Sumber: Global Burden of Diseases, Balitbangkes Kemkes dan IHME7



Gambar 3. Sepuluh (10) Penyakit Penyebab Kematian Tertinggi Tahun 2007 dan 2017



Sumber: Global Burden of Diseases, Balitbangkes Kemkes dan IHME7 Berdasarkan Disability Adjusted Life Years (DALYs atau beban tahunan akibat penyakit), jenis-jenis penyakit yang menyebabkan perubahan angka DALYs juga menunjukkan pola yang sama seperti pada angka kematian (Gambar 4)1,3. CMNN mengalami penurunan sekitar 58,6%, PTM meningkat 58,7% dan cedera menurun sedikit yaitu 3,1% pada periode 1990-2016. Penyakit jantung iskemik terus menjadi penyebab tertinggi beban akibat penyakit



pada tahun 2006 dan 2016. Total angka beban akibat penyakit dari PJK meningkat 10,5% dari tahun 2006 dan 2016. Angka beban akibat penyakit stroke atau penyakit serebrovaskuler yang menduduki peringkat kedua di tahun 2016 juga mengalami peningkatan cukup besar yaitu 30,2% pada periode yang sama. Diabetes mengalami peningkatan DALYs yang sangat signifikan dan bergeser dari penyebab DALYs nomor 10 ke nomor 3 antara 2006-2016 dengan peningkatan angka beban akibat penyakit sebesar 54,9%. Untuk CMNN, ada tiga penyakit yang masih masuk dalam 10 penyebab kematian dan DALYs tertinggi di Indonesia pada tahun 2016. Sama halnya dengan penyebab kematian, TB, diare dan infeksi saluran pernapasan bawah masih merupakan sepuluh penyakit penyebab DALYs terbesar. Meskipun telah menurun sebesar 28%, TB masih menempati urutan ke-empat dengan nilai DALYs sebesar 3.026.140,81. Hal yang sama juga terjadi pada DALYs dari penyakit diare dan infeksi saluran pernapasan bawah yang mengalami penurunan total DALYs dari 28,2% serta 43% selama tahun 2006-2016, tetapi nilai DALYs pada tahun 2016 masih cukup besar (1.953.206,169 dan 1.751.739,329).7,8 Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah persistensi kelahiran pre-term



atau



premature



dalam



menyumbang



DALYs.



Meskipun



menunjukkan penurunan, baik pada tahun 2006 dan 2016, kelahiran prematur berada pada posisi ke-enam penyumbang DALYs tertinggi. Meskipun tidak menyebabkan kematian, beberapa jenis penyakit memiliki kontribusi tinggi dalam morbiditas penduduk Indonesia pada tahun 2016 seperti nyeri pinggang dan leher (low back and neck pain), sense organ



diseases, dan penyakit kulit. Pada tahun 2017, nyeri pinggang, sakit kepala dan diabetes merupakan tiga penyebab disabilitas tertinggi (Gambar 5)



Gambar 4. Perubahan DALYs menurut Jenis Penyakit Tahun 1990, 2006 dan 2016



Sumber: Global Burden of Diseases, Balitbangkes Kemkes dan IHME7 Gambar 5. Sepuluh Penyakit Penyebab Disabilitas Tertinggi (Years Lived with Disability-YLDs) Tahun 2007-2017



Sumber: Global Burden of Diseases, Balitbangkes Kemkes dan IHME7 Nyeri pinggang/belakang dan leher merupakan outcome dari gaya hidup yang kurang aktif (sedentary behavior) dan merupakan occupational hazard terutama pada penduduk usia produktif. Gangguan tesebut juga akan menyebabkan disabilitas berkepanjangan apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat. Pada umumnya, obat-obatan analgesik digunakan untuk mengobati sakit pinggang. Pengobatan lanjutan meliputi fisioterapi, rehabilitasi hingga operasi 4. Di Indonesia sendiri, obat herbal/tradisional dan pengobatan alternatif untuk nyeri pinggang sangat banyak jenisnya dan cukup populer karena mudah didapat dan terjangkau. Namun, regulasi serta pengawasan obat herbal atau tradisional dan praktek pengobatan alternatif hingga kini masih belum mendapat perhatian yang adekuat. Penyakit yang terkait dengan kesehatan mental, seperti depresi dan anxiety disorders juga menunjukkan peningkatan sebagai penyebab DALYs antara tahun 2006 dan 2016 dan juga antara tahun 2007-2017.7 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018, prevalensi penderita gangguan mental emosional mencapai 9,8% sementara prevalensi gangguan jiwa skizofrenia/psikosis mencapai 7%.5 Di Indonesia, penderita gangguan mental masih banyak mendapatkan diskriminasi serta



kekerasan seperti pemasungan karena kurangnya pemahaman tentang kesehatan mental. Stigma buruk terhadap penderita gangguan mental tersebut dapat berpotensi pada underreporting kasus depresi dan anxiety. Selain itu, sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang khusus menangani kesehatan mental masih kurang. Tidak hanya psikiater, tetapi juga termasuk SDM manajemen dan pendukung untuk pelayanan kesehatan mental yang komprehensif.6 Gambar 6 menunjukkan pola DALYs menurut kelompok umur untuk beberapa jenis penyakit (17). Untuk kelompok PTM yaitu PJK, stroke dan diabetes mellitus, pola DALYs meningkat mulai kelompok umur 25-29 tahun dan mencapai angka tertinggi pada kelompok umur 55-59 tahun. Artinya, morbiditas penduduk Indonesia mencapai yang terburuk ketika memasuki usia pensiun. Selain itu, meningkatnya DALYs untuk penyakit PTM sejak umur 25 tahun menunjukkan rendahnya kualitas kesehatan penduduk usia kerja. Ditambah lagi dengan tingginya DALYs pada kelompok usia tersebut karena depresi serta nyeri pinggang dan leher. Sementara itu, pola DALYs penyakit menular menunjukkan tingginya morbiditas pada kelompok penduduk usia anak akibat penyakit tersebut, terutama penyakit diare pada penduduk usia 0-4 tahun. Namun, pola DALYs TB menunjukkan angka yang tinggi pada kelompok usia 20 hingga 49 tahun. Pola DALYs yang tinggi pada kelompok usia kerja, baik dari penyakit menular dan tidak menular menunjukkan beban ganda penyakit diderita oleh penduduk usia kerja. Hal ini tidak saja mengurangi produktifitas ekonomi, tetapi juga



menambah beban biaya kesehatan yang seharusnya hanya berasal dari penduduk usia anak dan lanjut usia Gambar 6. DALYs Beberapa Penyakit menurut Kelompok Umur Tuberculosis



Cerebrovascular Disease 400000



800000 350000



700000 300000



600000



250000



500000



200000



400000



150000



100000



300000 50000



200000 100000 0



0



0-4



1-4



5-9



10-14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65 - 69 70 - 74 75 - 79 80 plus



5-9



10-14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65 - 69 70 - 74 75 - 79 80 plus



2010201120122013201420152016



2010201120122013201420152016



Sumber: Global Burden of Diseases, Balitbangkes Kemkes dan IHME



Gambar 9. Age Standardized Death Rate berdasarkan penyakit dan Provinsi, 2017



Sumber: Global Burden of Diseases (Balitbangkes Kemkes dan IHME)7 Bila dilihat dari aspek kewilayahan, beban penyakit masih timpang dan lebih tinggi terjadi di provinsi wilayah timur Indonesia (Gambar 9).



Stroke menempati urutan pertama sebagai penyakit penyebab kematian di hampir semua provinsi di Indonesia, kecuali di Kalimantan Tengah, Gorontalo dan Jawa Timur di mana PJK adalah penyebab angka kematian tertinggi. Angka kematian tertinggi akibat TB terjadi di Papua, sedangkan diare penyebab kematian tertinggi di Maluku. Dibandingkan provinsi lain, Sulawesi Barat nampaknya memiliki beban penyakit yang lebih berat dengan angka kematian yang sangat tinggi akibat sirosis hati (500 kematian per 1.000 penduduk) disusul dengan PPOK (74 kematian per 1.000 penduduk). Sulawesi Barat juga memiliki angka kematian akibat stroke yang termasuk tertinggi di antara provinsi lain.7,8 Beratnya beban penyakit di Indonesia bagian timur juga ditunjukkan oleh sebaran nilai DALYs yang tinggi di provinsi seperti Papua, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan NTB (Gambar 7). Pada hampir semua provinsi, kontribusi dari kematian prematur lebih tinggi sebagai beban penyakit (DALY) dibandingkan kontribusi disabilitas yang diakibatkan. Penyakit menular berkontribusi tertinggi pada DALYs di provinsi Papua diikuti Maluku dan Gorontalo (Gambar 8). Sementara DALYs karena PTM yang tertinggi terdapat pada provinsi Sulawesi Utara, diikuti NusaTenggara Barat dan Sumatra Barat. Provinsi Papua, KalimantanTimur dan Jambi merupakan tiga provinsi dengan angka DALYs karena cedera tertinggi dibanding provinsi lainnya. Perbedaan DALYs antar wilayah mengindikasikan ketimpangan status kesehatan sebagai hasil dari disparitas pembangunan kesehatan antara wilayah Timur dan Barat Indonesia. Selain masalah akses ke



fasilitas dan tenaga kesehatan, upaya promosi kesehatan serta pendidikan yang relatif rendah menjadi faktor-faktor yang dapat menyebabkan tingginya beban penyakit di Indonesia bagian Timur. Selain itu, perbedaan kesadaran akan keamanan terutama terkait berlalu lintas juga terlihat dari perbedaan DALYs karena cedera. Pembangunan



infrastruktur



jalan



meningkatkan akses ke berbagai



fasilitas serta meningkatkan kegiatan ekonomi. Namun eksternalitas dari pembangunan



jalan



tersebut



adalah



meningkatnya



volum



atau



penggunaan kendaraan bermotor. Tanpa diikuti dengan penegakkan peraturan berlalu lintas serta kesadaran akan keselamatan di jalan (road safety), pembangunan infrakstruktur jalan berpotensi meningkatkan kasus kecelakaan lalu lintas. Gambar 7. DALYs menurut Provinsi, Indonesia 2017



Gambar 8. Proporsi CMNN, PTM dan kecelakaan dalam DALYs menurut Provinsi, 2017



D. Proyeksi Beban Penyakit Tahun 2020 – 2024 Di Indonesia Pada tahun 2020-2024, Indonesia akan memiliki LPP (Laju Pertumbuhan Penduduk) di bawah 1% yang artinya pertumbuhan penduduk



Indonesia



akan



melambat.



Perlambatan



tersebut



dikontribusikan oleh mulai menurunnya jumlah penduduk usia 0-14 tahun dengan LPP yang negatif (0,1%) dan menurunnya LPP usia produktif dari 1,19% tahun 2015-2019 menjadi 0,9% tahun 2020-2024. Sementara itu, penduduk usia 65 tahun ke atas mengalami peningkatan LPP dari 4,64% menjadi 4,68% pada periode yang sama. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 269.603.430 jiwa dan meningkat menjadi 279.965.172 jiwa pada tahun 2024. Gambar 10 menunjukkan jumlah penduduk pada setiap kelompok umur di tahapan kehidupan yang menjadi basis dalam menentukan arah permintaan pelayanan kesehatan. Perubahan struktur penduduk di masa datang tentunya akan diikuti dengan perubahan profil beban penyakit di masa depan. Dengan faktor-



faktor risiko dan kerentanan yang dihadapi oleh masing-masing kelompok umur tersebut (sebagaimana yang telah dijelaskan di atas), profil beban penyakit per kelompok umur pun bisa berubah. Profil beban penyakit menurut kelompok umur pada tahun 2016 ditampilkan dalam Gambar 11. Secara umum, tiga penyakit utama yang berkontribusi terhadap DALYs menurut kelompok umur terhubung dengan faktor-faktor risiko yang dipaparkan dalam bagian sebelumnya. Profil penyakit di penduduk kelompok umur muda (0-4 tahun) menunjukkan kerentanannya terhadap penyakit-penyakit yang terkait dengan kelahiran. Sementara itu, penduduk kelompok umur 5-14 tahun terpapar dengan penyakit yang terkait kesehatan kulit, penyakit menular seperti diare, dan kecelakaan lalu lintas yang kemungkinan besar disebabkan oleh tingginya interaksi dan mobilitas di usia muda. Sementara itu, profil penyakit di kelompok usia produktif didominasi oleh penyakit- penyakit degeneratif. Dengan berubahnya struktur umur penduduk, maka beban penyakit di masing-masing kelompok umur akan berubah proposional terhadap perubahan jumlah penduduk pada tahun 2020-2024. Dengan menurunnya jumlah penduduk usia 0-4 tahun, maka kasus kematian dan DALYs karena kasus kelahiran premature dan sejenisnya juga akan menurun. Namun, untuk penyakit PTM akan meningkat cukup pesat karena masih besarnya penduduk usia kerja serta meningkatnya penduduk lansia dengan pertumbuhan yang relatif lebih cepat dibanding kelompok umur lainnya. Gambar 10. Jumlah Penduduk Indonesia menurut Kelompok Umur



Kelompo k Umur



2020



2024



Laki-laki



Perempuan



2.212



2.159



4.372



2.227



2.173



4.400



1-4



8.889,3



8.691,1



17.580



8.830,1



8.628,2



17.458



5-14



22.490,0



21.624,0



44.114



22.317,6



21.585,4



43.903



15-49



73.450,3



72.120,9



145.571



74.581,8



73.152,6



147.734



15-64



93.292,9



92.046,9



185.340



96.756,6



95.567,8



192.324



65+



8.452,6



9.745,1



18.198



10.231,8



11.647,5



21.879



0



Total



Laki-laki Perempuan



Total



Sumber: BPS, Bappenas dan UNFPA (2018)



Gambar 11. Profil Penyakit menurut Kelompok Umur, 2016



Kelompok Umur 0-4



Tiga Penyakit Utama yang Berkontribusi terhadap DALYs Enselopati pada Neonatus neonatus akibat asfiksi Kelainan kongenital Lahir dan trauma kelahiran Prematur



5-14



Penyakit kulit



Penyalit Infeksi Usus



Penyakit diare



10-19



Penyakit kulit



Kecelakaan Lalulintas



15-64



PJK



Stroke



Diabetes mellitus



60+



PJK



Stroke



Diabetes mellitus



Penyakit Infeksi Usus



Untuk mengetahui seberapa besar perubahan beban penyakit pada tahun 2020-2024, studi ini melakukan proyeksi nilai DALYs. Proyeksi tersebut berdasarkan hasil regresi sederhana antara DALY setiap jenis penyakit dan jumlah penduduk menurut kelompok umur berdasarkan data tren tahun 2010 hingga 2016. Jika diasumsikan tidak ada faktorfaktor lain yang memengaruhi dan tidak ada perubahan signifikan di sektor kesehatan, profil beban penyakit di Indonesia diproyeksikan tidak



banyak mengalami perubahan dibandingkan tahun 2016 (4). Pada tahun 2020, penyakit menular masih berkontribusi pada 20% nilai DALYs, sementara 71% berasal dari penyakit tidak menular. Kontribusi Tuberculosis dan Diare akan menurun meskipun nilai DALYs tidak banyak berubah pada periode proyeksi. Cedera/injuries akan terus menunjukkan persistensi kontribusi terhadap nilai DALYs sebesar 8% antara tahun 2016 dan 2024. Penyakit cardiovascular terus mengalami peningkatan karena meningkatnya jumlah penduduk lansia yang memang memiliki risiko lebih tinggi dibanding usia lainnya. Depresi serta sakit pinggang bawah dan leher terus menunjukkan persistensi sebagai penyebab DALYs sebesar 1 persen dan 4 persen pada tahun 2020-2024. Gambar 12. Proyeksi DALYs Indonesia 2020-2024 Penyakit 2016 Penyakit Menular 24,9 Penyakit Tidak Menular 67,1 Kecelakaan 8,0 Penyakit Jantung 19,0 Diabetes 7,9 Tuberkulosis 4,2 PPOK 2,2 Diare 2,7 Alzheimer 1,0 Penyakit Ginjal Kronik 1,7 Gangguan Kejiwaan Depresif 1,0 Nyeri Pinggang dan Leher 3,9 Total 72.732.990 Sumber: Global Burden of Disease (IHME)



2020 20,4 71,4 8,1 20,3 8,9 3,5 2,4 1,9 1,1 1,8 1,0 4,3 71,513,527



2024 16,4 75,4 8,2 21,3 9,8 3,0 2,5 1,2 1,2 1,9 1,0 4,6 70,542,526



Selain DALYs, proyeksi angka prevalensi (jumlah penduduk menderita suatu penyakit) juga menunjukkan pola yang sama.(Gambar 13). Pertumbuhan penyakit menular (CD) dan juga tidak menular (NCDs) menurun dan penurunan tersebut melambat pada tahun 2020-2024 meskipun penurunan CD lebih cepat dibanding NCDs. Sementara itu, prevalensi kecelakaan secara umum meningkat cukup pesat sebesar 13,8% antara tahun 2017-2020. Hal ini dikontribusikan oleh adanya desakan penduduk usia kerja muda yang memang memiliki risiko tertinggi mengalami kecelakaan, terutama lalu lintas. Sementara itu, prevalensi penyakit-penyakit tidak menular akan terus meningkat dengan pertumbuhan prevalensi diabetes lebih tinggi dibandingkan penyakit kardiovaskular. Alzheimer juga diperkirakan akan mengalami pertumbuhan prevalensi yang positif diikuti dengan depresi dan penyakit ginjal kronik (chronic kidney diseases). Gambar 13. Proyeksi Prevalensi Penyakit Indonesia 2017-2024 Penyakit



2017



2020



2024



Penyakit Menular



70.585,86



63.381,36



59.109,77



PTM



92.703,83



92.294,65



92.184,46



Cedera



7.963,02



10.889,65



12.577,91



Penyakit Jantung



5.109,60



5.745,68



6.228,47



Diabetes



8.131,93



8.711,57



9.490,67



31.177,84



28.453,77



26.688,39



PPOK



2.746,90



2.989,65



3.182,33



Diare



1.126,52



777,18



584,92



390,75



464,94



517,75



10.549,89



11.660,22



12.549,39



Gangguan Jiwa



2.582,21



2.985,59



3.241,32



Nyeri pinggang dan leher



7.541,21



7.250,56



7.213,54



97.309,71



96.692,35



96.350,71



Tuberkolosis



Alzheimer Penyakit Ginjal Kronis



Total



Sumber: Global Burden of Disease (IHME)



E. Analisis Situasional Beban Global Dunia COVID 19 Coronavirus Diseases 2019 (COVID-19) adalah beban kesehatan masyarakat utama di dunia. Morbiditas dan mortalitas masyarakat global akibat penyakit ini meningkat drastis dari waktu ke waktu. Analisis situasional ini bertujuan untuk menganalisis prevalensi, dan kejadian COVID-19 dan untuk memberikan informasi yang jelas tentang penyakit ini kepada komunitas ilmiah, pemangku kepentingan dan praktisi kesehatan serta pengambil keputusan. Kolaborasi yang kuat di antara semua sektor dan kemudian merancang strategi pencegahan dan pengendalian yang efektif yang mencakup tinggal di rumah, menjaga jarak sosial/fisik, karantina, pengujian pasien yang dicurigai, isolasi dan pengelolaan kasus yang dikonfirmasi. Oleh karena itu, negara-negara di benua dunia harus sesegera mungkin menerapkan lima program pencegahan dan pengendalian utama COVID-19 di tingkat masyarakat. Coronavirus



adalah



sekelompok



besar



virus



yang



diketahui



menginfeksi manusia dan hewan, dan pada manusia menyebabkan penyakit pernapasan yang berkisar dari flu biasa hingga infeksi yang jauh lebih serius. COVID-19; SARS-CoV-2 menyebar lebih cepat, Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV) dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV), tetapi memiliki tingkat



kematian yang lebih rendah. Dampak global dari epidemi baru ini masih belum pasti. Laporan yang relevan menunjukkan bahwa virus corona baru memiliki 80% homologi dengan SARS . Sebanyak 47.208 (100%) kematian terjadi di antara kisaran jumlah 1200 terjadi di 129 negara (62,3%), 8 negara (3,8%) lebih dari 100 kematian, dua negara (0,9%) sejumlah dari 801-1000 kematian dan hanya satu negara (0,8%) sejumlah 401-600 kematian terjadi. Namun, 66 negara (31,8%) tidak memiliki kematian terdaftar dalam periode penelitian. Kematian ini telah terdaftar berdasarkan situs web relevan yang dilaporkan harian dan bukti lain, sebelum dan setelah 14 hari hasil evaluasi tes diagnostik COVID-19. Saat ini Amerika Serikat, Spanyol, Cina, Prancis, Iran, Inggris, dan Belanda mengalami peningkatan jumlah kematian meskipun mereka telah memiliki pedoman pelaksanaan, praktik dan peraturan terkait metode pencegahan dan pengendalian WHO. Sementara itu, Jerman, Belgia, Swiss, Turki, Brazil, dan seweden juga mencatatkan negara-negara dengan angka kematian akibat COVID-19 yang tinggi sejak 31 Desember 2019 hingga 3 April 2020. Negara-negara yang tidak terdaftar memiliki kemaian yang disebabkan virus corona seperti Ethiopia, Latvia, Kuwait, Reunion, Vietnam, Malta, Kepulauan Faroe, Georgia, Kirgistan, Kamboja, Rwanda, Liechtenstein, Gibraltar, Madagaskar, Arube, Monako, Guyana Prancis, Barbados, Uganda, Makau, Polimesa Prancis, Zambie, Djibouti, Bermuda, Guinea, Maladewa, Kaledonia Baru, Guinea Khatulistiwa, Eriteria, Haiti, Mongolia, Namibia, Saint Lucia, Dominika, Greenland, Grenada, Libya, Mozambik Seychelles, Suriname, Benin, Eswatini, Guyinea, Bissav Laos



Saint Kitts dan Nevis , Antiguo dan Barbuda, Chad, Republik Afrika Tengah, Liberia, Saint Bathelay, Kota Vatikan, Fiji, Montserral, Nepal, Kepulauan Turks dan caicos, Pulau Aland, Bhutan, Belize, Inggris, Kepulauan Virgon, Somalia, Anguilla, Burundi, Sierraleone, Papula New Guinea, Saint Vincent dan Grenadines dan Timor-Leste. Negara-negara inimembutuhkan perhatian lebih oleh pemerintah regional, nasional dan lokal mereka. Hasil 'nol' berarti bukan berarti mereka bebas dari kematian; namun, mereka tidak mencatat kematian dari orang yang dikonfirmasi di tingkat nasional. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar negara (62,3%) dengan kematian berkisar antara 1–200 berisiko tinggi untuk meningkatkan kematiannya, jika komunitasnya tidak dapat menerapkan pos komando



pemerintah



masing-masing



negara



untuk



memperlambat



penularan COVID-19. . Misalnya, Filipina, Ekuador, Rumania, Irlandia, Aljazair, Jepang, Republik Dominika Irak, Mesir, Yunani, Peru, Malysia, Norwegia, Polandia, India, Ceko, Maroko, Panama, Meksiko, Luksembrig, Serbia, Argentina, San Marino, Pakistan, Israel, Rusia, Australia, Ukraina, Hongaria, Kolombia, Finlandia, Arab Saudi, Chili, Burkina Faso, Slovenia, Albania, Andorra, Lebanon, Bosina dan Heregovia, Thailand, Tunisna, Makedonia Utara, Honduras, Bulgaria, Kryprus, Republik Demokratik Kongo, Uni Emirat Arab, Lithuania, Bolivia, Kroasia, Kamerun, Kuba, Mauritus,



Guladeloupe,



Azerbaijan,Taiwan,



Afrika



Yordania,



Selatan,



Ghana,



Estonia,



Trndad



dan



Moldora, Tobago,



Nigeria,Bangladesh, Singapura, Hingkong, Bahrain, Afganistan, Kazakstan,



Venezuela, Martinik, Paraguay, Jamaika, Mal, saya Islandia, Quatar, Costarica, Urugay, Uzbekistan, Nigeria, Belarusia, Republik Kongo, Srilanka, Mentenegro, Jersey, Cryprus Utara, Elsalvador, Tago, Saint martin Suriah, Angola, Sudan, Newzerland, Slovakia, Oman, CotedIvore, Senegal, Palestina, Brunci Kosovo, Mayottee, Guernsey, Kenya, Isleof, Pria, Guatemala, Bahama, Tanzania, Gabon, Sintmaarten, Mynamar (Burma), Kepulauan Cayman, Guyana, Curacao, Zimbawe, Capeverde, Mauritania, Botswana, Nikaragua, dan Gambia. Negara- negara tersebut perlu merancang system pusat komunikasi informasi yang mendesakt, rumah singgah, kebijakan, surevillence, sistem manajemen pencegahan dan penanggulangan penyakit yang efektif, di dukung oleh para professional kesehatan untuk mendesaian aturan atau kebijakan untuk memperlambat penularan COVID-19 dengan dukungan masyarakat dalam rangka meningkatkan penerimaan dan kepatuhan masyarakat terhadap metode pencegahan dan pengendalian COVID-19 (Tabel 1). Hasil review juga menunjukkan bahwa penyakit ini menyerang semua masyarakat tanpa membedakan jenis kelamin, umur, suku, ras, kebangsaan, panjang, berat, lebar dan perbedaan faktor lainnya. Namun, ada perbedaan besar dalam jumlah total kematian akibat COVID-19 di seluruh benua dan negara di dunia. Italia dengan jumlah tertinggi (n = , 155 ; 25,5%) kematian COVID-19 yang tercatat, jika dibandingkan dengan 18 negara lain: Spanyol (n = 9.387;19,9%), Amerika Serikat (n = 5.115; 10,8%), Prancis (n = 4.025; 8,5%), Cina (n = 3.312; 7%), Iran (n = 3.036; 6,4%, Inggris Raya (n = 2.352; 5%), Belanda (n = 1.173; 2,5%), Jerman (n = 931, 2 persen, Belgia (n



= 828; 1,7%), Swiss (n = 488; 1%), Turki (n = 277; 0,6%), Swedia (n = 259; 0,54%), Brasil (n =



240; 0,5%), Portugal (n = 187; 0,45%), Korea



Selatan ( n = 169 ; 0,32%), Austria (n = 146; 0,3%, Kanada (n = 111, 0,2%), dan Denmark (n = 104; 0,22%). Hal ini menunjukkan bahwa COVID-19 membunuh dengan jumlah populasi terbesar di Italia yang diikuti oleh Spanyol dan Amerika Serikat . Hasil nol jumlah kematian dengan COVID-19 diamati di 66 negara yang tidak berarti bahwa fasilitas perawatan kesehatan sangat baik atau cukup untuk menguji semua orang yang dicurigai dan terkena dampak dibandingkan dengan jumlah total populasi mereka sendiri yang tinggal di setiap negara. mencoba. Ini mungkin karena kurangnya pusat evaluasi diagnostik laboratorium, kurangnya ahli COVID-19 yang terampil, status sosial ekonomi yang rendah dan sistem pencatatan dan pelaporan yang lemah. Namun, temuan tersebut menunjukkan bahwa sekitar sepuluh negara telah berpengalaman menyelidiki banyak orang dan telah mengonfirmasi antara 100 hingga 500 kasus terkonfirmasi COVID-19 di negaranya, misalnya Lativia (446), Kuwait (317), Reunion (281), Vietnam (218), Malta (188), Kepulauan Faroe (173), Kirgistan (111) dan Cobodie (109)



dan



sisanya 56 negara dengan kurang dari 100 kasus yang dikonfirmasi termasuk Ethiopia dengan 31 kasus terkonfirmasi COVID-19 (Tabel 2). Tabel 3 di bawah ini, menunjukkan bahwa kemunculan COVID-19 pada tanggal 31 Desember 2019 di kota Wuhan Cina telah terlihat sebagai Endemik dan kemudian menular ke negara tetangga karena rendahnya tingkat pencegahan dan penyakit menular ini. Sebagian besar (95%) pasien



saat ini terinfeksi adalah kasus aktif terinfeksi ringan dan sisanya 39.391 (5%) dalam kondisi serius atau kritis terkait COVID-19. Tabel 3 di bawah ini, menunjukkan bahwa kemunculan COVID-19 pada tanggal 31 Desember 2019 di kota Wuhan Cina telah terlihat sebagai Endemik dan kemudian menular ke negara tetangga karena rendahnya tingkat pencegahan dan penyakit menular ini. Sebagian besar (95%) pasien saat ini terinfeksi adalah kasus aktif terinfeksi ringan dan sisanya 39.391 (5%) dalam kondisi serius atau kritis terkait COVID-19. Pada akhirnya, terdapat sekitar 288.095 (100%) kasus selesai, di antaranya 228.923 (79%) sembuh dan keluar dari Rumah Sakit dan pusat perawatan darurat COVID-19 lainnya dan 59.172 (21%) meninggal karena penyakit tersebut. Temuan tersebut juga menunjukkan adanya kasus baru sekitar 756 kasus di berbagai negara dunia termasuk negara asal COVID-19, China. Tiga puluh satu kematian baru telah terdaftar di benua dunia hingga 3 April 2020. Menurut total kasus dan kematian dalam 1 juta populasi terjadi 141,0 Kasus dan 7,6 kematian.



Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa ada 1.098.762 kasus dan 59.172 kematian telah dicatat selama periode peninjauan Penularan dan tingkat kematian akibat COVID-19 terus menjadi perhatian utama bagi komunitas global, dengan jumlah orang yang dipaksa oleh kurangnya pilihan untuk menggunakan lima metode pencegahan dan pengendalian utama WHO untuk



memperlambat penularan COVID-19. Selain itu,



kasus dan kematian yang dikonfirmasi cenderung dari hari ke hari. Oleh karena itu, hasilnya menunjukkan bahwa COVID-19 dapat memperburuk dampak perubahan iklim dunia dan sistem terlalu terbebani dan peningkatan



perawatan kesehatan yang



rawat inap dengan jumlah yang



rendah. Sementara itu, hasil menunjukkan bahwa sekitar 228.923 pasien terkonfirmasi COVID-19 telah pulih dari kondisi ringan dan/atau beratnya dengan sistem manajemen perawatan kesehatan yang sangat didukung dan signifikan di negara-negara dunia. Kasus aktif yang terkait dengan pasien yang terinfeksi saat ini dan semua kasus yang dikonfirmasi di benua dunia berhasil untuk bertahan hidup dan pulih dengan metode pencegahan dan pengendalian yang efektif dan perawatan suportif termasuk isolasi dinilao sebagai cara terbaik untuk memperlambat penularan, jelas bahwa COVID-19 adalah pandemi penyakit masih merupakan tantangan terbesar bagi sosial ekonomi dan kesehatan penduduk di benua dunia (Tabel 4). Benua dunia telah mengkonfirmasi total 1.202.320 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi: (51,2%) di Eropa, (27,7%) di Amerika Utara, (17,9%) di Asia, (1,96%) di Amerika Selatan dan lebih sedikiti yang dikonfirmasi kasus COVID-19 di Afrika dan



Australia yang terhitung masing-masing 0,8% dan 0,5%,. Namun, tinjauan ini menunjukkan bahwa ada peningkatan signifikan kasus terkonfirmasi COVID-19 sebesar 109.555 di Asia, 8.658 di Afrika, 332.866 di Amerika Utara, 20.269 di Amerika Selatan, 568.894 di Eropa, 5.051 di Australia dan 1.045.403 di seluruh benua dunia kecuali Antartika (WHO, 2020).



Tabel 5 menunjukkan bahwa benua dunia telah melaporkan jumlah pasien yang keluar dan kasus pulih dari Rumah Sakit dan pusat manajemen darurat COVID-19 lainnya antara 1 Januari 2020 hingga 20 Maret 2020. Total yang sembuh dan dipulangkan di rumah dari berbagai fasilitas kesehatan, rumah sakit dan pusat manajemen darurat adalah 245.977 pasien dari total 1.202.320 kasus terkonfirmasi COVID-19 di dunia Kecuali Antartika. Dari total pasien sembuh dan/atau pulang tersebut, mayoritas (46,5%) di Eropa, dan diikuti oleh (44,6%) di Asia (7,4%), di Amerika Utara (0,9%%), di Amerika Selatan (0,4 %), di Afrika dan terakhir di Australia (0,26%). Temuan



penelitian



yang



berbeda



menunjukkan



bahwa



ada



peningkatan signifikan kasus dikonfirmasi COVID-19 sebesar 109.555 di Asia, 8.658 di Afrika, 332.866 di Amerika Utara, 20.269 di Amerika Selatan, 568.894 di Eropa, 5.051 di Australia, dan 1.045.403 di seluruh benua dunia. kecuali Antartika dari 20 Maret 2020 hingga 3 April 2020. Ada peningkatan total pemulihan dan pasien COVID-19 yang dipulangkan dari Rumah Sakit dan pusat manajemen darurat COVID-19 lainnya sebesar 37.026 di Asia, 821 di Afrika, 18.231 di Amerika Utara, 2.150 di Amerika Selatan, 111.682 di Eropa, 609 di Australia dan 170.519 di seluruh dunia kecuali Antartika [5]. Tabel 6 menunjukkan total 64.942 kematian tercatat karena COVID19 dari Desember 2019 hingga 5 April 2020. Dari jumlah tersebut, mayoritas 46.194 (71,1%) berada di Eropa, dan diikuti oleh 8.972 (13,8%) di Amerika Utara, 8.335 (12,8%) di Asia, 822 (1,27%) di Amerika Selatan,



385 (0,6%) ) di Afrika dan hanya 34 (0,05%) di Australia; namun, tetap tidak ada kematian dan kasus yang tercatat di Antartika. ada kematian dan kasus yang tercatat di Antartika. Mengenai kecepatan terkait dengan kematian tidak dapat dilawan dengan para profesional kesehatan dunia dan pemerintah, karena temuan menunjukkan bahwa ada peningkatan total kematian akibat COVID-19 di rumah dan fasilitas kesehatan sebesar 4.393 di Asia, 348 di Afrika, 8.968 di Amerika Utara, 765 Amerika Selatan, 43.991 di Eropa, 29 di Australia dan 58.624 di seluruh dunia kecuali Antartika dari 20 Maret 2020 hingga 3 April 2020. Kasus-kasus selesai yang memiliki hasil dan sembuh dan dipulangkan dan kematian di benua dunia dianggap berhasil untuk menerapkan karantina sebagai cara pencegahan dan pengendalian dan perawatan suportif termasuk isolasi sebagai cara terbaik untuk memperlambat penularan, jelas bahwa kematian karena penyakit pandemi COVID-19 meningkatkan hasil terkait kesehatan mental. Sebagian besar komunitas dunia berada di bawah tekanan tingkat tinggi karena penambahan di wilayahnya (Tabel 7). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa wabah penyakit COVID-19 terjadi di kota Wuhan China sejak 31 Desember 2019. Namun, masalah tersebut disebarluaskan ke negara-negara dunia dan ada indikator yang menunjukkan peningkatan secara signifikan hingga 3 April 2020. Pertambahan di wilayah terbanyak terlihat di Eropa dan Afrika yang memiliki nilai yang sama yaitu 54 (25,8%), diikuti Asia 47 (22,5%), Amerika Utara 40 (19,1%) dan Amerika Selatan 14 (6,7%). Namun, adaYang tidak ada perubahan dan penambahan dan pengurangan



wilayahnya yang terdaftar . Mengenai perbedaan laporan dari bulan ke bulan tentang wilayah, terjadi peningkatan total wilayah yang rentan dengan Novel COVID-19 sebesar 6 di Asia, 28 di Afrika, 28 di Amerika Utara, 10 di Eropa, dan 72 di seluruh dunia kecuali Antartika, Amerika Selatan, dan Australia dari 20 Maret 2020 hingga 3 April 2020. Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar benua dunia telah melaporkan COVID-19; SARS-CoV-2 sejak 31 Desember 2019 mulai dari Wuhan, Hubei, China tanpa ada kasus indeks. Namun, Antartika adalah satu-satunya benua dunia yang belum melaporkan COVID-19-SARS-CoV2 [9,10]. Selain itu, temuan menunjukkan bahwa sebagian besar benua telah terkena virus ini pada bulan Januari dan Februari Namun, penyebaran kasus COVID-19 diperparah dengan berbagai faktor dan mencapai tingkat risiko tinggi di antara dampak sosial ekonomi dan kesehatan dunia. Burden Of Disease Covid-19 adalah beban kesehatan masyarakat global yang utama karena meningkatnya angka kesakitan dan kematian secara dramatis dari waktu ke waktu namun berbagai negara telah menunjukkan pengurangan penularan Covid-19 dengan membentuk kolaborasi yang kuat disemua sektor dan kemudian merancang strategi pencegahan dan pengendalian yang efektif yang mencakup tinggal di rumah, menjaga jarak, karantina, pengujian pasien yang dicurigai, isolasi dan pengelolaan virus.



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN 



Global Burden of Desease adalah usaha sistematik dan ilmiah umtuk mengukur besarnya perbandingan kerugian kesehatan akibat penyakit, cedera, dan faktor risiko menurut usia, jenis kelamin, dan geografi. Melalui GBD ini akan dihasilkan kerangka kerja untuk mengintegrasikan, memvalidasi, menganalisis, dan menyebarkan informasi yang diperlukan untuk menilai perbandingan dan dampak penyakit, cedera dan faktor resiko dalam menyebabkan kematian dini, masalah kesehatan, dan kecatatan pada populasi yang berbeda.







Transisi Epidemiologi di Indonesia ditandai tidak hanya terjadi pada peningkatan penyakit tidak menular tetapi juga pada penyakit menular dan berbagai penyakit lain yang masih tinggi,inilah yang menyebabkan adanya beban ganda dalam pengendalian dan penanggulangan penyakit yang disebut dengan burden of disease.







Burden of Disease dipengaruhi oleh perubahan struktur penduduk dimana perubahan struktur penduduk di masa datang tentunya akan diikuti dengan perubahan profil beban penyakit di masa depan.







Burden Of Disease Covid-19 adalah beban kesehatan masyarakat global yang utama karena meningkatnya angka kesakitan dan kematian secara dramatis dari waktu ke waktu namun berbagai negara telah menunjukkan pengurangan penularan Covid-19 dengan membentuk kolaborasi yang kuat disemua sektor dan kemudian merancang strategi pencegahan dan pengendalian yang efektif yang mencakup tinggal di rumah, menjaga jarak, karantina, pengujian pasien yang dicurigai, isolasi dan pengelolaan virus.



B. SARAN Lebih ditingkatkan kajian Analisa Buden of Disease diseluruh Daerah Provinsi di Indonesia sehingga lebih cepat dilakukan upaya upaya untuk mengurangi beban ekonomi yang terjadi dalam masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA 1.



Mboi N, Murty Surbakti I, Trihandini I, Elyazar I, Houston Smith K, Bahjuri Ali P, et al. On the road to universal health care in Indonesia, 1990–2016: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2016. Lancet [Internet]. The Author(s). Published by Elsevier Ltd. This is an Open Access article under the CC BY 4.0 license; 2018;6736(18):1–11. Available from: www.thelancet.com



2.



World Health Organization (WHO). Global Health Estimates 2016: Deaths by Cause, Age,Sex, by Country and by Region, 2000-2016. 2018



3. IHME. Global Health Data Exhange (GHDx) [Internet]. Global Burden of Disease Study. 2016 [cited 2021 Aug 13]. Available from: http://ghdx.healthdata.org/ 4. Ehrlich GE. Low back pain. Bull World Health Organ. 2003;81(9):671–6. 5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;1–384. 6. Kakuma R, Minas H, Van Ginneken N, Dal Poz MR, Desiraju K, Morris JE, et al. Human resources for mental health care: Current situation and strategies for action. Lancet. 2011;378(9803):1654–63. 7. Setyonaluri D, Aninditya F. Transisi demografi dan epidemiologi: Permintaan pelayanan kesehatan di Indonesia. Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Jakarta: 2019;17-21.



8. BPS, BKKBN, Kementerian Kesehatan, ICF International. Indonesia Demographic and Health Survey 2012 [Internet]. Demographic and Health Survey. Jakarta; 2013. Available from: http://www.dhsprogram.com