Makalah Hadis Ahad [PDF]

  • Author / Uploaded
  • alif
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Hadis Ahad A.Pendahuluan Kita telah melihat bahwa meskipun para imam Mazhab besar semuanya sepakat mengenai pentingnya empat prinsip dasar hukum Islam (al-Quran, Sunnah, ijma’ dan Qiyas), perbedaan-perbedaan tertentu masih terjadi dan tetap dalam ketentuan-ketentuan hukum mazhab-mazhab mereka. Perbedaan-perbedaan tersebut muncul kerena alasan yang beragam, dan alasan utama terkait dengan aspek-aspek interpretasi makna kata, susunan gramatikal. riwayat hadis yang meliputi keberadaan, kesahihan, syarat-syarat penerimaannya dan interpretasi atas teks-teks hadis yang berbeda sumber periwayatannya. Berdasarkan deskipsi di atas, penulis ingin membahas serta mengkaji secara global klasifikasi hadis, defenisi dan jenis-jenis hadis ahad dan keterkaitannya, serta melihat bagaimana pendapat para Imam Mazhab dalam menyingkap qiyas dan relevansinya terhadap hadis ahad dan keberadaan masing-masing. B.Klasifikasi



Hadis,



Defenisi



Serta



jenis-jenisnya.



Klasifikasi hadis berdasarkan jumlah perawi, dapat dikelompokkan kepada dua, yaitu: Hadis Mutawātir dan hadis ahad.1 Sementara di antara Ulama Hadis, ada yang membagi menjadi tiga, yaitu: Hadis Mutawatir, Hadis Masyhur dan hadis Ahad. 2 Pada sesen ini penulis khusus membicarakan tentang hadis ahad. Kata ahad berarti “satu”. Khabar alWāhid adalah kabar yang diriwayatkan oleh satu orang.3 Sedangkan menurut istilah Ilmu Hadis, Hadis Ahad berarti : “Hadis



yang



tidak



memenuhi



.‫هو ما لم يجمع شروط المتواتر‬ syarat mutawatir”.



’Ajjaj al-Khathib, yang membagi hadis berdasarkan jumlah perawinya kepada tiga, bahwa ia mengatakan defenisi Hadis Ahad sebagai berikut: .‫هو ما رواه الواحد أ و اﻹ ثنان فاكثر مما لم تتوفو فيه شروط المشهور أو المتواتر‬ “Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang perawi, dua atau lebih, selama tidak memenuhi syarat-syarat Hadis Masyhur atau Hadis Mutawatir”. Dari definisi ‘Ajjaj al-Khathib di atas dapat dipahami bahwa Hadis Ahad adalah hadis yang jumlah perawinya tidak mencapai jumlah yang terdapat pada Hadis Mutawatir ataupun Hadis Masyhur. Di dalam pembahasan berikut, yang menjadi pedoman penulis adalh defenisi yang dikemukakan oleh Jumhur Ulama Hadis, yang mengelompokkan Hadis Masyhur ke dalam kelompok Hadis Ahad. Adapun jenis-jenis Hadis Ahad terbagi kepada tiga macam, yaitu: Masyhur, ‘Aziz dan Gharib.



1.



Hadis



Masyhur.



Secara bahasa, kata masyhur adalah isim maf’ul dari Syahara, yang berarti “al-zhuhur”, yaitu nyata. Sedangkan pengertian Hadis Masyhur menurur istilah Ilmu Hadis adalah: .‫ما رواه ثل ثة – في كل طبقة – ما لم يبلغ حدد التواتر‬ “Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih, pada setiap tingkatan sanad, selama tidak sampai kepada tingkat Mutawatir”. Menurut Ibnu Hajar, Hadis Masyhur adalah: .‫المشهور ما له طرق محصورة باكثر من ا ثنين ولم يبلغ حدد التواتر‬ “Masyhur adalah Hadis yang memiliki jalan yang terbatas, yaitu lebih dari dua namun tidak sampai ke derajat Mutawatir”. Di samping itu juga ada istilah lain yang sering disamakan dengan Masyhur, yaitu alMustafidh. Dimana al-Mustafidh secara bahasa adalah isim fa’il dari istifadha, berasal dari kata fadha, yang berarti “melimpah”. Para Ulama Hadis berbeda pendapat delam memberikan defenisi al-Mustafidh kepada tiga, antara lain: 1. Sama pengertiannya (muradif) dengan Masyhur. 2. Lebih khusus pengertiannya dari masyhur, karena pada Mustafidh disyaratkan kedua sisi sanadnya harus sama, sedangkan pada Masyhur tidak disyaratkan demekian. 3. Lebih luas dari Masyhur, yaitu kebalikan dari pengertian nomor (2) di atas. Hukum Hadis Masyhur tidak ada hubungannnya dengan shahih atau tidaknya suatu hadis, karena di antara Hadis Masyhur terdapat hadis yang mempunyai status Shahih, Hasan atau Dha’if dan bahkan ada yang Maudhu’. Akan tetapi, apabila suatu hadis masyhur tersebut berstatus shahih, maka hadis masyhur tersebut hukumnya lebih kuat daripada Hadis ‘Aziz dan Gharib.4 Selain Hadis Masyhur yang dikenal secara khusus di kalangan Ulama Hadis, sebagaimana yang telah dikemukakan definisinya di atas dan disebut dengan al-Masyhur al-Ishthilahi, juga terdapat Hadis Masyhur yang dikenal di kalangan ulama lain selain ulama Hadis dan di kalangan umat secara umum. Hadis Masyhur dalam bentuk yang terakhir ini disebut dengan al-Masyhur Ghair Ishthilahi yang mencakup hadis-hadis yang sanad-nya terdiri dari satu orang perawi atau lebih pada setiap tingkatannya, atau bahkan yang tidak mempunyai sanad sama sekali. Dengan demikian, Hadis Masyhur dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu: (1). Hadis Masyhur di kalangan ahli hadis, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih. Contohnya hadis yang berasal dari Anas r.a., dia berkata:



.‫ا دن رسككككككول اﷲ صككككككلى اﷲ عليككككككه وسككككككلم قنككككككت بعككككككد الركككككككوع يككككككدعو علككككككى رعككككككنل وذكككككككوانن‬ ( ‫)رواه البخا رى و مسلم‬ Bahwasanya Rasulullah SAW berkunut selama satu buan setelah ruku’ mendo’akan hukuman atas (tindakan kejahatan) penduduk Ri’lin dan Dzakwan. (HR Bukhari dan Muslim). (2). Hadis Masyhur di kalangan Fugaha, seperti hadis: }‫{ رواه ابو داود وابن ما جه‬.‫أبغض الحل ل الى اﷲ الطل ق‬ “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak. (HR Abu Daud dan Ibn Majjah”. (3). Hadis Masyhur di kalangan Ulama Figh, contohnya: } ‫{ رواه ابن ما جه‬.‫رفع عن أمتي الخطاء والنسيان وما استكرهوا عليه‬ “ Diangkatkan (dosa/hukuman) dari umatku karena tersalah(tidak disengaja), lupa, dan perbuatan yang dilakukan kerena terpaksa.(HR Ibn Majjah). (4). Hadis Masyhur di kalangan Ulama Hadis, Fugaha, Ulama Ushul Figh dan kalangan awam, seperti: . ‫ والمها جر من هجر ما حرر م اﷲ‬,‫المسلم من سلم المسلمون من لسا نه ويد ه‬ } ‫{رواه البخا رى و مسلم‬ “ Muslim yang sebenarnya itu adalah orang yang selamat menyelamatkan muslimmuslim lainnya dari akibat lidah dan tangannya, dan orang yang berjihad itu adalh orang yang pindah(meninggalkan segala perbuatan yang diharamkan Allah”. (HR Bukhari dan Muslim). (5). Hadis Masyhur di kalangan ahli Nahwu, seperti: “Sebaik-baik



hamba



adalah



.‫نعم العبد صهيب‬ Shuhaib”



(6). Hadis Masyhur di kalangan awam, seperti: “Tergesa-gesa 2.



itu



adalah



dari



(perbuatan)



Hadis



} ‫ { رواه الترمذي‬.‫العجلة من ا لشيطا ن‬ setan. (HR Tirmidzi). ‘Aziz



‘Aziz menurut bahasa adalah shifah musyabbahat dari kata ‘azza – ya ’izzu yang berarti qalla dan nadara, yaitu “sedikit” dan “jarang”; atau berasal dari kata ’azza – ya ’azzu



yang



berarti



qawiya



dan



isytadda,



yaitu



“kuat”



dan



“sangat”.5



Menurut istilah Ilmu Hadis, ’Aziz berarti: . ‫أن ل يقبل رواته عن اثنين في جميع طبقا ت السند‬ “Bahwa tidak kurang perawinya dari dua orang pada seluruh tingkatan sanad”. Definisi di atas menjelaskan bahwa Hadis ’Aziz adalah Hadis yang perawinya tidak boleh kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanad-nya, namun boleh lebih dari dua orang, seperti tiga, empat atau lebih, dengan syarat bahwa salah satu tingkatan sanad harus ada yang perawinya terdiri atas dua orang. Hal ini adalah untuk membedakan dari Hadis Msyhur. Contoh Hadis ’Aziz adalah: ‫ ل يكؤمن أحكدكم حكتى أككون‬:‫ما رواه البخاري عن ابي هريرة رضي اﷲ عنه ا رن رسول اﷲ صلى اﷲ عليه وس لم قكال‬ . ‫أحرب اليه من والده ولده‬ “Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Hadis Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak beriman salah seorang kamu sehingga aku lebih dicintainya dari orang tuanya dan anaknya”. Hadis tersebut di atas diriwayatkan dari Abu Hurairah dan juga Anas, dan dari Anas oleh Qatadah dan ’Abd al-Aziz ibn Shuhaib, dan diriwayatkan dari Qatadah oleh Syu’bah dan Sa’id, dan diriwayatkan dari ’Abd al- ’Aziz oleh Isma’il ibn ’Aliyah dan ’Abu al- Waris. Dan diriwayatkan dari masing-masingnya oleh sekelpmpok (banyak) perawi. 3. Adapun kedudukan atau fungsi hadist nabi Muhammad saw dalam hukum Islam adalah sebagi berikut: a) Sebagai sumber hukum Islam yang kedua. Ada beberapa hukum yang tidak disebutkan di dalam Al-Qur’an. Rasulullah saw, kemudian menjelaskan hukumnya baik dengan perkataan, perbuatan maupun dengan penetapan. Dalil hukumnya menjadi sunnah karena apa yang dilakukan Rasulullah itu tidak lain penjabaran dari prinsip-prinsip yang sudah ada dalam Al-Qur’an. Firman Allah swt sebagai berikut: “….Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang di larangnya bagimu maka tinggalkanlah…” (QS. Al Hasyr: 7). “ Sesungguhnya telah ada pula diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik” (QS. Al Ahzab: 21). “Katakanlah: taatilah Allah dan RasulNya, jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir” (QS Ali Imran :32). “ Barangsiapa yang mentaati rasul itu sesungguhnya ia telah mentaati Allah dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemeliharaan bagi mereka” (QS An Nisa:80)



b) Sebagai penguat dan pengukuh hukum yang tealh disebutkan Allah didalam kitabnya, sehingga keduanya yaitu Al-Qur’an dan hadist menjadi sumber hukum yang saling melengkapi dan menyempurnakan c) Sebagai penjelas atau perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum. Umpamanya, perintah shalat didapati dalam Al-Qur’an, tetapi tidak di jelaskan tentang cara melaksanakannya, banyak rakaatnya, serta rukun dan syarat-syaratnya, Rasulullah saw melalui hadist menjelaskan semua itu sehingga umatnya tidak menajalani kesulitan untuk melaksanakan perintah tersebut. Demikian pula halnya dengan perintah puasa dan haji yang telah terdapat di dalam Al-Qur’an tetapi tidak dijelaskan tentang pelaksanaannya secara terperinci, Rasulullah kemudian menjelaskan dengan perbuatannya melalui praktek (tata krama) atau secara normatif dalam menjalanakan perintah Allah swt tersebut, Firman Allah swt: “.. Dan kami turunkan Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkankepada merekan…” (QS An-Nahl: 44) d) Menetapkan hukum-hukum tidak terdapat dalam Al-Qur’an, hadist juga dapat berfungsi untuk menetapkan hukum apa bila di dalam Al-Qur’an tidak dijumpai seperti halnya keharaman seorang laki-laki untuk menikah dengan bibi istrinya dalam waktu yang bersamaan. Perhatikan terjemahan hadist berikut in