Makalah Hasil Observasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH LAPORAN HASIL OBSERVASI ANJUNGAN WALI SONGO



KELOMPOK II : 1. Presti Prastya Hardiana / 25 (Ketua kelompok) 2. Reni Nur Diansyah / 28 3. Eva Jadiati / 08 4. Sulthan Fakhri Anhari / 36 5. M. Ravinsyah Rumaderun / 18 6. Riski Ramadhani / 30



Kelas : VIII – E Tahun Pelajaran 2016/2017 KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kegiatan kelompok kami yang berjudul “Laporan Hasil Observasi Anjungan Wali Songo” ini dengan lancar. Dalam pembuatan laporan ini kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Sumiati S.Pd selaku kepala sekolah SMP HANG TUAH 5 Candi Sidoarjo. 2. Ibu Jovita Alvi S.Pd selaku wali kelas kami yang telah mendukung berjalannya Kegiatan Tengah Semester (KTS) ini. 3. Ibu Winda Fris Tikasari S.Pd selaku guru Bahasa Indonesia yang telah membantu dan membimbing kami. 4. Ibu dan Bapak yang memberikan do’a nya kepada kami sehingga laporan hasil observasi ini dapat terselesaikan. 5. Teman-teman dan sahabat seperjuangan yang telah memberi semangat satu sama lain. Laporan ini ditulis untuk memenuhi tugas semester 2 yaitu mata pelajaran Bahasa Indonesia. Observasi ke daerah Lamongan khususnya ke tempat Wisata Bahari Lamongan (WBL) ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 16 Februari 2017 yang berguna untuk menambah wawasan tempat wisata di Indonesia. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kegiatan ini masih banyak kekeliruan. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun, penulis terima dengan senang hati guna sempurnanya laporan hasil observasi. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan laporan hasil observasi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca, dan pihak-pihak yang memerlukan.



Sidoarjo, 18 Februari 2017.



Penulis



ii DAFTAR ISI Judul Halaman



.............................................................................................i 2



Kata Pengantar



............................................................................................ii



Daftar Isi



...........................................................................................iii



BAB I PENDAHULUAN............................................................................4 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.2 Tujuan



............................................................................................4 ............................................................................................4 ............................................................................................4



BAB II PEMBAHASAN.............................................................................5 2.1 Anjungan Wali Songo



............................................................................................5



2.2 Sejarah Wali Songo



..........................................................................................10



BAB III PENUTUP



.............................................................................26



3.1 Kesimpulan 3.2 Saran



..........................................................................................26 ..........................................................................................26



DAFTAR PUSTAKA DOKUMENTASI



.............................................................................27 .............................................................................28



BAB I ii PENDAHULUAN i



1.1



Latar Belakang



3



Berdasarkan program yang telah dicaangkan oleh SMP HANG TUAH 5 Candi Sidoarjo Tahun Pelajaran 2016/2017, Kegiatan Tengah Semester (KTS) dilaksanakan pada semester genap kelas VIII tanggal 16 Februari 2017. Kegiatan Tengah Semester (KTS) digunakan untuk memenuhi salah satu tugas dalam semester genap kelas VIII Tahun Pelajaran 2016/2017 di SMP HANG TUAH 5 Candi Sidoarjo. Dengan diadakannya Kegiatan Tengah Semester (KTS), siswa diharapkan mampu mengenal lebih dekat kepada lingkungan atau kegiatan di luar sekolah yang dapat mendukung perkembangan, potensi diri, ataupun perkembangan di lingkungan sosial. 1.2



Rumusan Masalah 1. Apa saja yang ada di dalam Anjungan Wali Songo? 2. Bagaimana sejarah dari Wali Songo?



1.3



Tujuan



1.3.1 Tujuan Khusus a. Menjelaskan tentang objek wisata Anjungan Wali Songo b. Menjelaskan sejarah dari Wali Songo 1.1 Tujuan Umum a. Sebagai sarana pelatihan memperlancar sastra dan bahasa b. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan c. Mengukur tingkat kemampuan kebahasaan para siswa



BAB II PEMBAHASAN 2.1Anjungan Wali Songo



4



Sebelum memasuki lokasi, terdapat sebuah miniatur gapura yang lazim terdapat pada setiap makam para wali. Gapura ini di kenal dengan nama Gapura Padhuraksa yang bentuk aslinya bisa di lihat di makam Sunan Sendang Duwur dan Sunan Drajat di Lamongan. Sesuai urutan fase perjuangan para wali, miniatur pertama adalah miniatur makam Sunan Ampel. Replika ini mirip dengan makam Sunan Ampel asli yang ada di kelurahan Ampel Denta Surabaya. Di sini, terdapat patung-patung mini yang menggambarkan para santri Sunan Ampel sedang belajar ilmu agama. Sedangkan pada miniatur masjid makam Sunan Muria, terdapat ratusan anak tangga mirip bentuk aslinya di Gunung Muria sekitar 18 kilo meter ke arah utara kota Kudus Jawa Tengah. Pada miniatur Sunan Muria ini, terdapat pula patung-patung mini yang menggambarkan Sunan Muria senang bergaul dengan rakyat jelata termasuk mengajari mereka cara bercocok tanam. Sesuai dengan bentuk bangunan masjid para wali yang rata-rata menggunakan atap tumpang dari kayu, bangunan masji dan cungkup pada miniatur bangunan ini juga menggunakan bahan yang sama, guna mengingatkan kembali pada kondisi bangunan aslinya. Tak hanya itu, di lokasi ini juga terdapat miniatur sebuah pesantren tempo dulu yang menggambarkan model pesantren para wali dengan rakyat jelata tengah belajar ilmu agama. Di penghujung lokasi, terdapat miniatur menara kudus, sebuah menara yang di bangun Sunan kudus untuk menarik perhatian masyarakat hindu kala berdakwah. Sebagaimana bentuk aslinya, arsitektur menara kudus ini lebih mirip dengan bangunan syimbol hindu. Dari atas miniatur menara, anda juga bisa melihat pemandangan laut yang begitu indah. Beberapa jenis miniatur yang terdapat di Anjungan Wali Songo 1. Syeh Maulana Malik Ibrahim Syeh Maulana Malik Ibrahim datang ke Pulau Jawa pada tahun 1414 M. Beliau wafat pada thun 1419 adalah seorang ahli tat negara yang ulung. Huruf-huruf 5



pada batu nisan beliau adalah huruf arab. Penduduk pribumi mengenal beliu dengan sbutan Kake Bantal. Ini membuktikan bahwa pada masa hidup beliau, beliau berda’wah dengan cara yang bijaksana., beliau dapat beradaptasi dengan masyarakat disekelilingnya. Beliau memperkenalkan kemuliaan dan ketinggian akhlak yang diajarkan oleh agama islam. Dengan cara itu, sedikit demi sedikit banyak juga rakyat Jawa yang mulai teryarik pada agama islam dan pada akhirnya mereka menjadi pemeluk agama islam yang teguh. 2. Sunan Ampel Raden Ahmad Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel dilahirkan tahun 1401 Masehi di Champa. adalah cucu Raja Cempa. Ayahnya bernama Ibrahim Asmarakandi yang menikah denganputri Raja Cempa yang bernama Cewi Candrawulan. Setelah Kake Bantal atau Syeh Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 1419, para wali berfikir untuk mencari penggantinya. Atas usul Syeh Maulana Ishak maka didatangkanlah Raden Rahmat dari Cempa ke Pulau Jawa. Di Ampeldenta beliau membuka Pesantren, banyak putra Adipati dan bangsawan Majapahit yang belajar kepada beliau. Diantara murid-murid Sunan Ampel yang terkenal ialah Raden Patah, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, dan lainlainnya. Semua murid-murid Sunan Ampel mempunyai karomah dan banyak yang menjadi wali. Sunan Ampel mempunyai dua orang istri, yaitu Dewi Candrawati dan Nyai Karimah. 3. Sunan Giri Sunan Giri pada masa mudanya dipanggil Raden Paku. Dan oleh ulama Samudra Pasai, beliau dikenal “Syeh Maulana Ainul Yakin”. Sunan Giri atau Raden Paku adalah anak Syeh Maulana Ishak yang menikah dengan Dewi Sekardadu, salah seorang putri Raja Blambangan Menak Sembayuh. Syeh Maulana Ishak pergi meninggalkan istrinya yang sedang hamil entah pergi kemana. Dewi Sekardadu meninggal sesaat setelah selesai melahirkan. Dan oleh kakeknya, bayi yang



6



malang itu kemudian dibuang kelaut dengan dimasukkan ke dalam peti. Berharihari bayi itu mengapung, dan secara kebetulan Abu Hurairah membantu Nyai Ageng Pinatih menemukan bayi yang malang itu. Dengan gembira Nyai Pinatih mengambil bayi itu, dan danggaplah sebagai anak sendiri. Bayi itu kemudian diberi nama Raden Paku atau Joko Samudro, karena bayi itu ditemukan ditengah samudra. 4. Sunan Bonang Nama asli Sunan Bonang adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau adalah putra Raden Rahmat Sunan Ampel dengan istri pertamanya yaitu Dewi Candrawati. Raden Makdum Ibrahim setelah delesai belajar pada Sunan Ampel di Surabaya maka bersama Raden Paku beliau meneruskan pelajarannya ke Samudra Pasai. Disana beliau berguru kepada Syeh Maulana Ishak ( paman Sunan Ampel ) dan beberapa ulama besar ahli tasawwuf yang berasal dari Baghdad dan Iran. Sunan Bonang terkenal sebagai ahli ilmu kalam dan ilmu tauhid. 5. Sunan Drajat Sunan Drajat pada waktu kecilnya bernama Masih Munat. Kemudian diganti dengan nama Raden Syariffudin. Menurut sumber cerita yang benar, diganti dengan nama Raden Qasim. Beliau adalah anak ketiga Sunan Ampel dengan ibu Candrawulan putri Brawijaya Majapahit. Dengan demikian Sunan Drajat adalah adik Sunan Bonang. Semasa bayinya, Masih Munat termasuk anak yang sangat lemah kondisinya, dan selalu sakit-sakitan, hingga ayah dan ibunya tidak menyangka kalau Masih Munat bisa hidup sampai dewasa. Nah, karena sakitsakitan itulah maka namanya diganti dengan nama Raden Qasim. 6. Sunan Kalijaga Raden Said adalah putra Raden Sahur Tumenggung Wilatikta, Adipati Tuban. Raden Sahur adalah keturunan Rangga Lawe yang sudah masuk Islam. Raden Said sebenarnya adalah seorang anak muda yang taat kepada agama dan bakti



7



kepada orang tua. Namun beliau tidak bisa menerima keadaan disekelilingnya, karena pada saat itu banyak terjadi ketimpang-ketimpangan di masyarakat. Musim kemarau panjang dan bahaya kelaparan makin membuat rakyat tersiksa. Hal ini disaksikan sendiri oleh Raden Said yang masih berjiwa suci bersih. Hatinya berontak, tak dapat menerima semua itu. 7. Sunan Kudus Sunan Kudu nama aslinya adalah Raden Ja’far Shodiq, putra sulung Raden Patah Adipati Demak. Sedang Raden Patah adalah putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit. Nah, dengan demikian Raden Ja’far Shodiq masih keturunan Majapahit. Konon menurut cerita, sebelum Ja’far Shoiq menetap di Kudus, ada seorang yang dianggap sesepuh di daerah Kudus. Namanya Ki Ageng Telingsing. Setelah usianya lanjut, beliau bermaksud mencari pengganti. Siang malam Ki Ageng Telingsing keluar rumah mencari seorang pemuda pengganti sesepuh di daerah Kudus. Tiba-tiba muncullah Raden Ja’far Shodiq. Akhirnya dia diambil sebagai murid Ki Ageng Telingsing. Sehingga ilmu kesaktian Ki Ageng Telingsing berpindah kepada Raden Ja’far Shodiq. Setelah Ki Ageng Telingsing meninggal dunia, Raden Ja’far Shodiq diangkat sebagai penggantinya. Yaitu penguasa daerah Kudus dan kemudian bergelar Sunan Kudus. Sunan Kudus adalah senopati para wali, beliaulah yang melaksanakan hukuman mati terhadap Syeh Siti Jenar yang mempunyai ajaran sesat dan menyesatkan. Selain itu beeliau menjadi senopati Demak bintoro ketika berperang melawan kerajaan Majapahit. 8. Sunan Muria Nama asli Sunan Muria adalah Raden Umar Syaid. Beliau adalah putra Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Sunan Muria dikenal sebagai seorang anggota Walisongo yang mempertahankan kesenian atau gamelan sebagai media da’wah paling ampuh untuk merangkul rakyat Jawa. Beliaulah yang menciptakan Gending Sinom dan Kinanti. 9. Sunan Gunung Jati 8



Sunan Gunung Jati nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Konon menrut cerita, bahwa ibu Syarif Hidayatullah adalah Dewi Roro Santang putri Prabu Siliwangi yang bersuamikan Sultan Abdullah dari negeri Mesir. Awal cerita, Prabu Siliwangi mempnyai dua orang putra, yaitu Pangeran Cakrabuana dan Dewi Roro Santang. Kedua putra Prabu Siliwangi ini sudah memluk agama Islam. Pada suatu hari putranya itu menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Selama menjalani ibadah haji, mereka sempat bertemu dengan Sultan Abdullah. Kemudian sang Sultan menyuruh seorang utusan untuk melamar Dewi Roro Santang dan lamaran itu diterima. Adapun yang bertindak sebagai wali adalah Pangeran Cakrabuana sendiri. Setelah Dewi Roro Santang menjadi istri Sultan Abdullah, mereka sempat tinggal di negeri Mesir leih dari satu tahun. Oleh Sultan Abdullah, Dewi Roro Santang diganti dengan nama Syarifah Mudim. Demikianlah asal-usul Sunan Gunung Jati yang silsilahnya adalah termasuk cucu Prabu Siliwangi dari Dewi Roro Santang.



2.2Sejarah Wali Songo Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan-Tuban di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa 9



Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat. Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Para Walisongo adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan. A. Sunan-sunan dari Wali Songo a) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) b) Sunan Ampel (Raden Rahmat) c) Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) d) Sunan Drajat e) Sunan Drajat f) Sunan Giri g) Sunan Kalijaga h) Sunan Muria (Raden Umar Said) i) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) B. Penjelasan tentang Wali Songo a) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau Mursyid Akbar Thariqat Wali Songo. Nasab As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim Nasab Maulana Malik Ibrahim menurut catatan Dari As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini yang kumpulan catatannya kemudian dibukukan dalam Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang terdiri dari beberapa volume (jilid). Dalam Catatan itu tertulis: As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat Zainal Alam bin As-Sayyid Husain Jamaluddin bin As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin As-Sayyid Abdullah bin As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin As-Sayyid



10



Muhammad Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Al-Imam Isa bin Al-Imam Muhammad bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Al-Imam Ja’far Shadiq bin AlImam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Al-Imam AlHusain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti Nabi Muhammad Rasulullah. Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap AsSamarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek Bantal. Maulana Malik Ibrahim memiliki, 3 isteri bernama: 1. Siti Fathimah binti Ali Nurul Alam Maulana Israil (Raja Champa Dinasti Azmatkhan), memiliki 2 anak, bernama: Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah. 2. Siti Maryam binti Syaikh Subakir, memiliki 4 anak, yaitu: Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan Ahmad. 3. Wan Jamilah binti Ibrahim Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi, memiliki 2 anak yaitu: Abbas dan Yusuf. Selanjutnya Sharifah Sarah binti Maulana Malik Ibrahim dinikahkan dengan Sayyid Fadhal Ali Murtadha [Sunan Santri/ Raden Santri] dan melahirkan dua putera yaitu Haji Utsman (Sunan Manyuran) dan Utsman Haji (Sunan Ngudung). Selanjutnya Sayyid Utsman Haji (Sunan Ngudung) berputera Sayyid Ja’far Shadiq [Sunan Kudus]. Maulana Malik Ibrahim umumnya



11



dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Ia juga membangun masjid sebagai tempat peribadatan pertama di tanah Jawa, yang sampai sekarang masjid tersebut menjadi masjid Jami' Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.



b) Sunan Ampel (Raden Rahmat) Sunan Ampel adalah salah seorang wali di antara Walisongo yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Ia lahir 1401 di Champa. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang terletak di Kamboja. Pendapat lain, Raffles menyatakan bahwa Champa terletak di Aceh yang kini bernama Jeumpa. Menurut beberapa riwayat, orang tua Raden Rahmat, nama lain Sunan Ampel, adalah Maulana Malik Ibrahim (menantu Sultan Champa dan ipar Dwarawati). Dalam catatan Kronik Cina dari Klenteng Sam Po Kong, Sunan Ampel dikenal sebagai Bong Swi Hoo, cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa (suku Hui beragama Islam mazhab Hanafi) yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Cina di Champa oleh Sam Po Bo. Sedangkan Yang Mulia Ma Hong Fu - menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga telah ditugaskan sebagai 12



kapten Cina di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian menempatkan menantunya Bong Swi Hoo sebagai kapten Cina di Jiaotung (Bangil). Sementara itu seorang putri dari Kyai Bantong (versi Babad Tanah Jawi) alias Syaikh Bantong (alias Tan Go Hwat menurut Purwaka Caruban Nagari) menikah dengan Prabu Brawijaya V (alias Bhre Kertabhumi) kemudian melahirkan Raden Fatah. Namun tidak diketahui apakah ada hubungan antara Ma Hong Fu dengan Kyai Bantong. Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Ampel disebut Sayyid Rahmad merupakan keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu Brawijaya yang merupakan seorang muslimah. Raden Rahmat dan Raden Santri adalah anak Makhdum Ibrahim (putra Haji Bong Tak Keng), keturunan suku Hui dari Yunnan yang merupakan percampuran bangsa Han/Tionghoa dengan bangsa Arab dan Asia Tengah (Samarkand/Asmarakandi). Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh/Abu Hurairah (cucu raja Champa) pergi ke Majapahit mengunjungi bibi mereka bernama Dwarawati puteri raja Champa yang menjadi permaisuri raja Brawijaya. Raja Champa saat itu merupakan seorang muallaf. Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh akhirnya tidak kembali ke negerinya karena Kerajaan Champa dihancurkan oleh Kerajaan Veit Nam. Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat Banjar resensi I), nama asli Sunan Ampel adalah Raja Bungsu, anak Sultan Pasai. Dia datang ke Majapahit menyusul/menengok kakaknya yang diambil istri oleh Raja Mapajahit. Raja Majapahit saat itu bernama Dipati Hangrok dengan mangkubuminya Patih Maudara (kelak Brawijaya VII) . Dipati Hangrok (alias



Girindrawardhana



alias



Brawijaya



VI)



telah



memerintahkan



menterinya Gagak Baning melamar Putri Pasai dengan membawa sepuluh 13



buah perahu ke Pasai. Sebagai kerajaan Islam, mulanya Sultan Pasai keberatan jika Putrinya dijadikan istri Raja Majapahit, tetapi karena takut binasa kerajaannya akhirnya Putri tersebut diberikan juga. Putri Pasai dengan Raja Majapahit memperoleh anak laki-laki. Karena rasa sayangnya Putri Pasai melarang Raja Bungsu pulang ke Pasai. Sebagai ipar Raja Majapahit, Raja Bungsu kemudian meminta tanah untuk menetap di wilayah pesisir yang dinamakan Ampelgading. Anak laki-laki dari Putri Pasai dengan raja Majapahit tersebut kemudian dinikahkan dengan puteri raja Bali. Putra dari Putri Pasai tersebut wafat ketika istrinya Putri dari raja Bali mengandung tiga bulan. Karena dianggap akan membawa celaka bagi negeri tersebut, maka ketika lahir bayi ini (cucu Putri Pasai dan Brawijaya VI) dihanyutkan ke laut, tetapi kemudian dapat dipungut dan dipelihara oleh Nyai Suta-Pinatih, kelak disebut Pangeran Giri. Kelak ketika terjadi huru-hara di ibukota Majapahit, Putri Pasai pergi ke tempat adiknya Raja Bungsu di Ampelgading. Penduduk desa-desa sekitar memohon untuk dapat masuk Islam kepada Raja Bungsu, tetapi Raja Bungsu sendiri merasa perlu meminta izin terlebih dahulu kepada Raja Majapahit tentang proses islamisasi tersebut. Akhirnya Raja Majapahit berkenan memperbolehkan penduduk untuk beralih kepada agama Islam. Petinggi daerah Jipang menurut aturan dari Raja Majapahit secara rutin menyerahkan hasil bumi kepada Raja Bungsu. Petinggi Jipang dan keluarga masuk Islam. Raja Bungsu beristrikan puteri dari petinggi daerah Jipang tersebut, kemudian memperoleh dua orang anak, yang tertua seorang perempuan diambil sebagai istri oleh Sunan Kudus (tepatnya Sunan Kudus senior/Undung/Ngudung), sedang yang laki-laki digelari sebagai Pangeran Bonang. Raja Bungsu sendiri disebut sebagai Pangeran Makhdum.



14



c) Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di Kabupaten Rembang. Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel. Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya berada di Desa Bonang. Namun, yang sering diziarahi adalah makamnya di kota Tuban. Lokasi makam Sunan Bonang ada dua karena konon, saat dia meninggal, kabar wafatnya dia sampai pada seorang muridnya yang berasal dari Madura. Sang murid sangat mengagumi dia sampai ingin membawa jenazah dia ke Madura. Namun, murid tersebut tak dapat membawanya dan hanya dapat membawa kain kafan dan pakaian-pakaian dia. Saat melewati Tuban, ada seorang murid Sunan Bonang yang berasal dari Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang membawa jenazah Sunan Bonang. Mereka memperebutkannya. Dalam Serat Darmo Gandhul, Sunan Bonang disebut



Sayyid



Kramat



merupakan seorang Arab



Muhammad.



d) Sunan Drajat



15



keturunan Nabi



Sunan Drajat diperkirakan lahir pada tahun 1470 Masehi. Nama kecilnya adalah Raden Qasim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Dia adalah putra dari Sunan Ampel, dan bersaudara dengan Sunan Bonang. Ketika dewasa, Sunan Drajat mendirikan pesantren Dalem Duwur di desa Drajat, Paciran, Kabupaten Lamongan. Sunan Drajat yang mempunyai nama kecil Syarifudin atau raden Qosim putra Sunan Ampel dan terkenal dengan kecerdasannya. Setelah menguasai pelajaran islam ia menyebarkan agama Islam di desa Drajat sebagai tanah perdikan di kecamatan Paciran. Tempat ini diberikan oleh kerajaan Demak. Ia diberi gelar Sunan Mayang Madu oleh Raden Patah pada tahun saka 1442/1520 masehi. Makam Sunan Drajat dapat ditempuh dari Surabaya maupun Tuban lewat Jalan Daendels (Anyar-Panarukan), namun bila lewat Lamongan dapat ditempuh 30 menit dengan kendaraan pribadi. Sunan Drajat bernama kecil Raden Syarifuddin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam dikuasai, ia mengambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun. Ia sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat memperhatikan nasib kaum fakir miskin. Ia terlebih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran.



16



Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempunyai otonomi. Sebagai penghargaan atas keberhasilannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, ia memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.



e) Sunan Kudus Sunan Kudus adalah salah satu penyebar agama Islam di Indonesia yang tergabung dalam walisongo, yang lahir pada 9 September 1400M/ 808 Hijriah. Nama lengkapnya adalah nama Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan. Ia adalah putra dari pasangan Sunan Ngudung. Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. Bapaknya yaitu Sunan Ngudung adalah putra Sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha (Raja Pandita/Raden Santri) yang berhijrah fi sabilillah hingga ke Jawa dan sampailah di Kekhilafahan Islam Demak dan diangkat menjadi Panglima Perang.



Nama Ja'far Shadiq diambil dari nama datuknya yang bernama Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib yang beristerikan Fatimah az-Zahra binti Muhammad. Sunan Kudus sejatinya bukanlah asli penduduk Kudus, ia berasal dan lahir di Al-Quds negara Palestina. Kemudian bersama kakek, ayah dan kerabatnya berhijrah ke Tanah Jawa. Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden 17



Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah.



f) Sunan Giri Sunan Giri adalah nama salah seorang Walisongo dan pendiri kerajaan Giri Kedaton, yang berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur. Sunan Giri membangun Giri Kedaton sebagai pusat penyebaran agama Islam di Jawa, yang pengaruhnya bahkan sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Sunan Giri memiliki beberapa nama panggilan, yaitu Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudro. Ia lahir di Blambangan tahun 1442, dan dimakamkan di desa Giri, Kebomas, Gresik. Beberapa babad menceritakan pendapat yang berbeda mengenai silsilah Sunan Giri. Sebagian babad berpendapat bahwa ia adalah anak Maulana Ishaq, seorang mubaligh yang datang dari Asia Tengah. Maulana Ishaq diceritakan menikah dengan Dewi Sekardadu, yaitu putri dari Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir kekuasaan 18



Majapahit. Pendapat lainnya yang menyatakan bahwa Sunan Giri juga merupakan keturunan Rasulullah SAW, yaitu melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali alUraidhi, Muhammad an-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan), Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar), Ibrahim Zainuddin Al-Akbar As-Samarqandy (Ibrahim Asmoro), Maulana Ishaq, dan Ainul Yaqin (Sunan Giri). Umumnya pendapat tersebut adalah berdasarkan riwayat pesantren-pesantren Jawa Timur, dan catatan nasab Sa'adah BaAlawi Hadramaut. Dalam Hikayat Banjar, Pangeran Giri (alias Sunan Giri) merupakan cucu Putri Pasai (Jeumpa?) dan Dipati Hangrok (alias Brawijaya VI). Perkawinan Putri Pasai dengan Dipati Hangrok melahirkan seorang putera. Putera ini yang tidak disebutkan namanya menikah dengan puteri Raja Bali, kemudian melahirkan Pangeran Giri. Putri Pasai adalah puteri Sultan Pasai yang diambil isteri oleh Raja Majapahit yang bernama Dipati Hangrok (alias Brawijaya VI). Mangkubumi Majapahit masa itu adalaha Patih Maudara.



g) Sunan Kalijaga Sunan Kalijaga atau Sunan Kalijogo adalah seorang tokoh Wali Songo yang sangat lekat dengan Muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi Jawa. Makamnya berada di Kadilangu, Demak. Masa hidup Sunan Kalijaga 19



diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali. Terkait asal usulnya, ada dua pendapat yang berkembang. Pendapat pertama, adalah yang menyatakan Sunan Kalijaga orang Jawa asli. Pendapat ini didasarkan pada catatan historis Babad Tuban. Di dalam babad tersebut diceritakan, Aria Teja alias 'Abdul Rahman berhasil mengislamkan Adipati Tuban, Aria Dikara, dan mengawini putrinya. Dari perkawinan tersebut Aria Teja kemduian memiliki putra bernama Aria Wilatikta. Catatan Babad Tuban ini diperkuat juga dengan catatan mahsyur penulis dan bendahara Portugis Tome Pires (1468 - 1540). Menurut catatan Tome Pires, penguasa Tuban pada tahun 1500 M adalah cucu dari peguasa Islam pertama di Tuban yakni Aria Wilakita, dan Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said adalah putra Aria Wilatikta.



20



Adapun pendapat yang kedua adalah menyatakan Sunan Kalijaga adalah keturunan arab. Pendapat kedua ini disebut-sebut berdasarkan keterangan penasehat khusus Pemerintah Kolonial Belanda, Van Den Berg (1845 – 1927), yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab yang silsilahnya sampai ke Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Sejarawan lain seperti De Graaf juga menilai bahwa Aria Teja I ('Abdul Rahman) memiliki silsilah dengan Ibnu Abbas, paman Muhammad.



h) Sunan Muria (Raden Umar Said) Sunan Muria yang memiliki nama asli Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama Muria diambil dari nama tempat tinggal terakhir beliau di lereng Gunung Muria, kira-kira delapan belas kilometer ke utara Kota Kudus. Seperti ayahnya, dalam berdakwah beliau menggunakan cara halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai mengeruhkan airnya. Itulah cara yang ditempuh untuk menyiarkan agama Islam di sekitar Gunung Muria. Berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah yang sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Tempat tinggal beliau terletak di salah satu puncak Gunung Muria yang bernama Colo. Di sana Sunan Muria banyak bergaul dengan rakyat jelata sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang



dan



melaut.



Beliaulah



satu-satunya



wali



yang



tetap



mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah untuk menyampaikan ajaran Islam. Salah satu hasil dakwah beliau melalui media seni adalah tembang Sinom dan Kinanti. Sunan Muria sering berperan sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530). Beliau dikenal sebagai pribadi yang



21



mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juwana hingga sekitar Kudus dan Pati. Peranan serta jasa Sunan Muria semasa hidupnya membuat makam beliau yang terletak di Gunung Muria sampai hari ini tidak pernah sepi peziarah.



i) Sunan Gunung Jati Sebelum era Sunan Gunung Jati berdakwah di Jawa Barat. Ada seorang ulama besar dari Bagdad telah datang di daerah Cirebon bersama duapuluh dua orang muridnya. Ulama besar itu bernama Syekh Kahfi. Ulama inilah yang lebih dahulu menyiarkan agama Islam di sekitar daerah Cirebon. Al-Kisah, putra Prabu Siliwangi dari Pajajaran bernama Pangeran Walangsungsang dan adiknya Rara Santang pada suatu malam mendapat mimpi yang sama. Mimpi itu terulang hingga tiga kali yaitu bertemu dengan Nabi Muhammad yang mengajarkan agama Islam. Wajah Nabi Muhammad yang agung dan caranya menerangkan Islam demikian mempersona membuat kedua anak muda itu merasa rindu. Tapi mimpi itu hanya terjadi tiga kali. Seperti orang kehausan, kedua anak muda itu mereguk air lebih banyak lagi, air yang akan menyejukkan jiwanya itu agama Islam. Kebetulan mereka telah mendengar adanya Syekh Dzatul Kahfi atau lebih muda disebut Syekh Datuk Kahfi yang membuka perguruan Islam di Cirebon. Mereka mengutarakan maksudnya kepada Prabu Siliwangi untuk berguru kepada Syekh Datuk Kahfi, mereka ingin memperdalam agama Islam seperti ajaran Nabi Muhammad SAW. Tapi keinginan mereka ditolak oleh Prabu Siliwangi. Pangeran Walangsungsang dan adiknya nekad, keduanya melarikan diri dari istana dan pergi berguru kepada Syekh Datuk Kahfi di Gunung Jati. Setelah berguru 22



beberapa lama di Gunung Jati, Pangeran Walangsungsang diperintahkan oleh Syekh Datuk Kahfi untuk membuka hutan di bagian selatan Gunung Jati. Pangeran Walangsungsang adalah seorang pemuda sakti, tugas itu diselesaikannya hanya dalam beberapa hari. Daerah itu dijadikan pendukuhan yang makin hari banyak orang berdatangan menetap dan menjadi pengikut Pangeran Walangsungsang. Setelah daerah itu ramai Pangeran Walangsungsang diangkat sebagai kepala Dukuh dengan gelar Cakrabuana. Daerahnya dinamakan Tegal Alang-alang. Orang yang menetap di Tegal Alang-alang terdiri dari berbagai rasa atau keturunan, banyak pula pedagang asing yang menjadi penduduk tersebut, sehingga terjadilah pembauran dari berbagai ras dan pencampuran itu dalam bahasa Sunda disebut Caruban. Maka Legal Alang-alang disebut Caruban. Sebagian besar rakyat Caruban mata pencariannya adalah mencari udang kemudian dibuatnya menjadi petis yang terkenal. Dalam bahasa Sunda Petis dari air udang itu, Cai Rebon. Daerah Carubanpun kemudian lebih dikenal sebagai Cirebon hingga sekarang ini. Setelah dianggap memenuhi syarat, Pangeran Cakrabuana dan Rarasantang di perintah Datuk Kahfi untuk melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci. Di Kota Suci Mekkah, kedua kakak beradik itu tinggal di rumah seorang ulama besar bernama Syekh Bayanillah sambil menambah pengetahuan agama. Sewaktu mengerjakan tawaf mengelilingi Ka’bah kedua kakak beradik itu bertemu dengan seorang Raja Mesir bernama Sultan Syarif Abdullah yang sama-sama menjalani Ibadah haji. Raja Mesir itu tertarik pada wajah Rarasantang yang mirip mendiang istrinya. Sesudah ibadah haji diselesaikan Raja Mesir itu melamar Rarasantang pada Syekh Bayanillah. Rarasantang



dan



Pangeran 23



Cakrabuana



tidak



keberatan.



Maka



dilangsungkanlah



pernikahan



dengan



cara



Mazhab



Syafi’i.



Nama



Rarasantang kemudian diganti dengan Syarifah Mudaim. Dari perkawinan itu lahirlah Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah. Pangeran Cakrabuana sempat tinggal di Mesir selama tiga tahun. Kemudian pulang ke Jawa dan mendirikan Negeri Caruban Larang. Negeri Caruban Larang adalah perluasan dari daerah Caruban atau Cirebon, pola pemerintahannya menggunakan azas Islami. Istana negeri itu dinamakan sesuai dengan putri Pangeran Cakrabuana yaitu Pakungwati. Dalam waktu singkat Negeri Caruban Larang telah terkenal ke seluruh Tanah Jawa, terdengar pula oleh Prabu Siliwangi selaku penguasa daerah Jawa Barat. Setelah mengetahui negeri baru tersebut dipimpin putranya sendiri, maka sang Raja tidak keberatan walau hatinya kurang berkenan. Sang Prabu akhirnya juga merestui tampuk pemerintahan putranya, bahkan sang Prabu memberinya gelar Sri Manggana. Sementara itu dalam usia muda Syarif Hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya. Ia ditunjuk untuk menggantikan kedudukannya sebagai Raja Mesir, tapi anak muda yang masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud pulang ke tanah Jawa berdakwah di Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian diberikan kepada adiknya yaitu Syarif Nurullah. Sewaktu berada di negeri Mesir, Syarif Hidayatullah berguru kepada beberapa ulama besar didaratan Timur Tengah. Dalam usia muda itu ilmunya sudah sangat banyak, maka ketika pulang ke tanah leluhurnya yaitu Jawa, ia tidak merasa kesulitan melakukan dakwah.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan



24



Berdasarkan hasil observasi Kegiatan Tengah Semester yang diadakan SMP 5 Hang Tuah Candi Sidoarjo dapat disimpulkan bahwa anjungan wali songo mendiskripsikan perjalanan para sunan penyiar agama Islam di tanah Jawa yang terdiri dari 9 sunan dan para sunan tersebut masih ada keturunan Arab yang silsilahnya sampai ke Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Sunan-sunan tersebut antara lain Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim), Sunan Drajat, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria (Raden Umar Said) dan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Salah satu cara beliau melakukan dakwah yaitu dengan berdagang. 3.2 Saran 1. Diharapkan pihak WBL memberikan fasilitas yang lebih baik seperti kebersihan musholah, toilet umum, dan lingkungan di Anjungan Wali Songo. 2. Diharapkan pihak WBL memfasilitasi pemandu wisata untuk wahana pengetahuan seperti museum.



DAFTAR PUSTAKA



25



https://id.wikipedia.org/wiki/Walisongo https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Gresik https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Ampel https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Bonang https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Drajat https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Kudus https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Giri https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Kalijaga http://kota-islam.blogspot.co.id/2014/03/sejarah-kisah-walisongo-sunan-muria.html http://islami-nazril.blogspot.co.id/p/sejarah-sunan-gunung-jati.html



DOKUMENTASI



26



27



28