Makalah Interpersonal Deception Theory [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Interpersonal Deception Theory “Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Komunikasi yang diampu oleh Dr. Drs. Atwar Bajari M.Si. dan Putri Trulline S.I.Kom., M.I.Kom ”



Disusun Oleh: Intan Lisma Agustin (210510160046) Nurul Wafi (210510160074) Ridho Aditya (2105101684)



Mankom A



Program Studi Manajemen Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran 2018



KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat – Nya yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini berjudul “Interpersonal Deception Theory” Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini, terutama bagi disen pembimbing mata kuliah Teori Komunikasi yakni Bapak Atwar Bajari dan Ibu Putri Trulline. Berkat arahan dan penjelasan dari beliau makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Terlepas dari itu semua, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam naskah iini, karena penulis masih dalam tahapan belajar. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari pembacasangat diharapkan sebagai rujukan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat ataupun inspirasi bagi pembaca.



Jatinangor, 27 April 2018



Penulis



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang saling ketergantungan akan sesamanya, dalam hubungan antar sesamanya, manusia diuntut untuk saling menghargai, saling bekerja sama, saling berelasi dalam setiap hal guna untuk memenuhi apa-apa yang menjadi kebutuhan tiap-tiap individu yang saling berinteraksi. Dalam kesehariannya, individu-individu yang menyadari akan hal-hal tersebut, berupaya agar kebutuhankebutuhannya untuk selalu dan terus terpenuhi. Pelaksanaannya, tiap-tiap individu tersebut akan berinteraksi. Kebutuhan akan informasi juga menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya interaksi antar individu. Informasi inilah yang menjadi kebutuhan dasar, dan dalam mendapatkannya melalui berinteraksi, individu-individu yang terlibat mulai berkomunikasi, untuk memulai sebuah hubungan yang dikehendaki. Berkomunikasi menjadi tahapan awal dimana interaksi dimulai, oleh karenanya kemampuan untuk berkomunikasi dirasa sangat penting keberadaannya dalam menunjang hubungan yang dibangun. Komunikasi ini memiliki berbagai macam bentuk, mulai dari komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi



kelompok,



komunikasi



orgnasisasi,



komunikasi



massa



hingga



komunikasi publik. Dan dalam perjalanannya banyak teori yang berkembang atas berbagai jenis komunikasi, terkhusus dalam komunikasi antar pribadi, ada salah satu teori manipulative informasi yang dinamai Interpersonal Deception Theory. Teori Interpersonal Deception merupakan salah satu teori komunikasi antarpribadi. Pengembangan teori ini didasari oleh bagaimana individu kemudian memanipulasi informasi dengan sengaja yang kemudian diketahui dan dapat diprediksi kebohongan-kebohongan yang tercipta. Dikembangkan oleh David Buller



dan Judee K. Burgoon, yang menawarkan perspektif lain dalam sudut pandang psikologis mengenai perilaku manipulatif informasi ini. Oleh karenanya penulis tertarik untuk menyusun sebuah makalah terkait dengan teori ini.



1.2 Rumusan Masalah Adapun hal-hal yang ingin diketahui penulis yaitu: 1. Bagaimana sejarah terbentuknya Interpersonal Deception Theory ? 2. Bagaimana Interpersonal Deception Theory berkembang serta apa saja yang menjadi esensi dari Interpersonal Deception Theory ? 3. Bagaimana kritik atas Interpersonal Deception Theory ?



1.3 Tujuan Adapun hal-hal yang didapat melalui penulisan makalah ini, yaitu: 1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya Interpersonal Deception Theory. 2. Untuk mengetahui perkembangan Interpersonal Deception Theory serta apa saja yang menjadi esensi dari Interpersonal Deception Theory. 3. Untuk mengetahui kritik atas Interpersonal Deception Theory.



BAB II KAJIAN PUSTAKA Yusup (2009) dalam buku Teori-teori Komunikasi Antarpribadi karya Nia (2014) menjelaskan bahwa teori ini digunakan untuk menjalaskan kebohongankebohongan komunikasi seseorang dengan cara memancing komunikan dengan informasi yang tidak benar sehingga terbongkarlah kenyataan bohongnya. Teori Interpersonal Deception sendiri merupakan teori kontemporer dimana perkembangan teori ini banyak di pengaruhi oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Teori interpersonal depetion sendiri merupakan salah satu teori pendeteksian kebohongan. Paul Grice pada tahun 1967 telah menjabarkan pandangan mengenai penggunaan bahasa atau yang lebih dikenal dengan teori implikasi percakapan. Melalui teori ini, ada salah satu asumsi dimana komunikator harus berkata dengan jujur, menahan untuk tidak mengungkapkan hal yang dianggap tidak benar yang gunanya untuk memahami orang lain lebih baik dalam hal berkomunikasi. Lalu teori tersebut dikembangkan lagi oleh Steven McCornack dengan menciptakan manilupasi informasi dari prinsip-prinsip teori Impilkasi percakapan. Kelly Aune dan rekan-rekannnya juga ikut mengembangkannya dengan menerapkan prinsip-prinsip Grice untuk mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab hubungan dari komunikasi dan bagaiman cara untuk memenuhi hal tersebut. David Buller dan Judee Burgoon mencetuskan teori Interpersonal Deception yang mencoba menjelaskan bagaimana membuat pesan yang kredibel, bagaiamana proses penerimaan dan interpretasi pesan tersbut dan bagaimana pengaruh dari pengirim maupun penerima pesan saling mendeteksi kebohongan atas pesan yang ada.



BAB III PEMBAHASAN 3.1.



Sejarah dan Konsep Interpersonal Deception Theory Penipuan / pembohongan mengacu pada perilaku seseorang yang sengaja untuk menyesatkan orang lain. Teori penipuan interpersonal (IDT) adalah salah satu teori komunikasi kontemporer yang dimaksudkan untuk memprediksi dan menjelaskan kebohongan dalam konteks interaksi interpersonal. IDT dikembangkan oleh David Buller dan Judee K. Burgoon tahun 1990, untuk menawarkan alternatif perspektif psikologis tentang kebohongan. Berkembang dari beberapa dekade penelitian mengenai kredibilitas dan komunikasi antarpribadi, teori ini mengandung seperangkat asumsi dan proposisi yang saling terkait, atau pernyataan yang dapat diuji, menggambarkan prinsip-prinsip komunikasi interpersonal untuk memprediksi dan



menjelaskan



kebohongan



dalam



interaksi



interpersonal.



Ruang



lingkupnya adalah kebohongan selama komunikasi, yang dapat mencakup komunikasi tatap muka, publik, komputasi, atau virtual. Sampai saat ini, lebih dari 20 percobaan telah dilakukan untuk menguji berbagai aspek IDT. IDT tidak dimaksudkan untuk fokus pada satu penyebab tetapi untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang faktor-faktor komunikasi yang relevan dalam produksi pesan kebohongan dan deteksi kebohongan. 3.2.



Asumsi Teori IDT menyebutkan beberapa asumsi tentang sifat komunikasi interpersonal dan kebohongan. Teori ini mengasumsikan, pertama, terjadinya interaksi interpersonal semua pihak dalam peran pengirim dan penerima simultan. Sebagai pengirim, mereka harus secara mental membuat pesan, menyandikan pesan-pesan tersebut menjadi lisan dan nonverbal, mengamati umpan balik dan reaksi komunikator lain ketika mereka berbicara, dan menyesuaikan



komunikasi mereka terhadap reaksi tersebut. Sebagai pendengar, mereka harus mengenali dan menafsirkan pesan orang lain, mengelola perilaku luar mereka, mengirim umpan balik, dan merumuskan kapan giliran mereka bicara. Ada beberapa implikasi dari proses komunikasi interpersonal. Salah satunya adalah adalah proses, aliran sinyal verbal dan nonverbal yang terus berubah yang tidak dapat ditangkap oleh indra manusia. Yang lain adalah bahwa pengirim dan penerima keduanya aktif, bukan pasif, peserta yang berorientasi pada tujuan mengantisipasi, merencanakan, dan beradaptasi ketika interaksi terjadi. Yang lain lagi adalah bahwa pengirim dan penerima melakukan beberapa fungsi komunikasi yang berbeda sekaligus, termasuk menghasilkan dan memproses pesan verbal, menampilkan diri secara menguntungkan, mengatur pergantian giliran, dan mengelola tampilan emosional, di antara yang lainnya. Namun implikasi lainnya adalah bahwa pengirim dan penerima saling bergantung satu sama lain. Tindakan setiap orang



memengaruhi



yang



lain



dan



tidak



dapat



dipahami



tanpa



memperhitungkan apa yang dilakukan pihak lain. Asumsi utama tentang kebohongan adalah bahwa mengukur kredibilitas komunikator lain merupakan bagian tak terpisahkan dari semua interaksi. Meskipun biasanya terjadi pada tingkat bawah sadar, yang mengukur kebenaran orang lain adalah bagian implisit dari sebuah komunikasi manusia. Asumsi kunci lainnya adalah bahwa kebohongan melibatkan tiga kelas aktivitas



yang strategis



atau



disengaja, informasi, perilaku, dan



manajemen image. Tindakan strategis dimotivasi dan disengaja, baik untuk keuntungan sendiri (seperti mengelabui seseorang untuk mendapatkan tabungan mereka) atau untuk kepentingan orang lain (seperti menyelamatkan seseorang dari rasa malu). Namun, Buller and Burgoon menganut pandangan bahwa kebohongan, seperti perilaku yang direncanakan dan dipelajari lainnya, dapat menjadi strategis tanpa disadari. Manajemen informasi mengacu pada upaya untuk mengendalikan isi pesan secara lisan. Manajemen perilaku



mengacu pada upaya untuk mengendalikan perilaku nonverbal yang menyertainya dan untuk menekan tanda-tanda tipu muslihat apa pun yang tampak "normal". Manajemen image mengacu pada upaya yang lebih umum untuk menjaga kredibilitas dan melindungi wajah seseorang jika tertangkap. Ditangani dengan terampil, ketiga kelas kegiatan strategis ini harus bekerja sama untuk menciptakan keseluruhan kinerja komunikasi yang dapat dipercaya. Pada saat yang sama, perilaku nonstrategis, atau tidak disengaja lainnya, seperti tanda-tanda kegugupan, ketakutan, atau kontrol perilaku yang berlebihan dapat juga terjadi, menghasilkan perilaku yang tidak wajar, merusak penampilan, dan merusak kredibilitas. Asumsi yang terkait adalah bahwa kebohongan lebih menuntut secara kognitif daripada pengungkapan kebenaran. Ini menimbulkan lebih banyak kesulitan bagi pengirim untuk membuat tipuan daripada versi realitas yang sebenarnya karena pengirim tidak hanya harus secara mental menciptakan terjemahan yang benar tetapi juga harus membuat yang menipu dan secara mental menyunting kebenciannya sehingga masuk akal dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Relevansi berbagai asumsi ini adalah, kebohonganuan harus dipandang sebagai aktivitas yang disengaja, diarahkan oleh tujuan dan sebagai fenomena sosial (yaitu, sesuatu yang terjadi di antara orang-orang), bukan hanya psikologis (yaitu, sesuatu yang terjadi di dalam manusia). Tambahan, asumsinya menarik perhatian pada sifat dinamis kebohongan dan deteksi kebohongan, serta pengaruh persepsi dan perilaku penerima pada tampilan pengirim. Misalnya, kecurigaan penerima harus mempengaruhi pikiran pengirim, perasaan, verbalisasi, dan nonverbal display, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat kecurigaan dari perilaku verbal dan nonverbal penerima berikutnya.



3.3.



Proposisi



Berikut penjabaran proposisi dari Interpersonal Deception Theory ini : 1. Apa yang pembohong dan responden pikirkan dan lakukan beragam bergantung pada jumlah interaksi ‘give-and-take’ yang mungkin terjadi pada situasi itu. 2. Apa yang pembohong dan responden pikirkan dan lakukan beragam bergantung pada vagaimana mereka mengetahui dan menyukai satu sama lain. 3. Pembohong membuat banyak strategi pengelakan dan menyembunyikan banyak tanda non verbal daripada yang orang jujur lakukan. 4. Dengan interaksi yang meningkat, pembohong membuat banyak strategi pengelakan dan menunjukkan sedikit kebocoran. 5. Ekspektasi dari pembohong dan responden mengenai kejujuran (bias kebenaran) secara positif berhubungan dengan kedekatan dan hubungan erat yang mereka bangun, 6. Ketakutan pembohong untuk ketahuan dan strategi aktivitas yang berlangsung dengan ketakutan itu adalah rendah ketika bias kebenarannya tinggi, dan vice versa. 7. Motivasi mempengaruhi aktivitas strategi dan kebocoran : a) Orang yang berbohong untuk melindungi dirinya sendiri membuat banyak strategi pengelakan dan menunjukkan banyak kebocoran. b) Bagaimana reaksi pertama responden berhubungan dengan seberapa pentinghubungan mereka dan tanda kecurigaan mereka. 8. Dengan semakin harmonisnya suatu hubungan, pembohong akan lebih ketakutan untuk dicurigai, membuat banyak strategi pengelakan, dan menunjukkan banyak kebocoran. 9. Pembohong ulung lebih meyakinkan sebab mereke membuat banyak strategi pengelakn dan menunjukkan kebocoran yang sedikit daripada pembohong yang tidak terlatih.



10. Kredibilitas yang dirasakan penipu secara positif terkait dengan interaktivitas, bias kebenaran responden, dan keterampilan komunikasi si penipu, tetapi menurun sampai komunikasi penipu itu tidak terduga. 11. Akurasi responden dalam penipuan turun ketika interaktivitas, bias kebenaran responden, dan keterampilan komunikasi si penipu meningkat. Deteksi terhubung secara positif dengan keterampilan mendengarkan responden, keakraban relasional, dan sejauh mana komunikasi penipu tidak terduga. 12. Kecurigaan para responden terlihat jelas dalam kegiatan strategis dan kebocoran mereka. 13. Titik dimana pembohong tahu kalo dia dicurigai. Persepsi kecurigaan meningkat ketika perilaku responden tidak terduga. Setiap reaksi responden yang menandakan ketidakpercayaan, keraguan, atau kebutuhan akan lebih banyak informasi meningkatkan persepsi penipu terhadap kecurigaan. 14. Kecurigaan nyata atau terbayang meningkatkan aktivitas strategis dan kebocoran para penipu. 15. Cara penipuan dan kecurigaan ditampilkan dalam suatu interaksi yang berubah seiring waktu. 16. Dalam interaksi yang menipu, timbal balik adalah pola respon adaptif yang paling khas. 17. Ketika percakapan selesai, akurasi deteksi responden, penilaian mengenai kredibilitas pembohong, dan bias kebenaran bergantung pada langkah strategis final si penipu dan kebocoran serta keterampilan mendengarkan responden dan kecurigaan. 18. Ketika percakapan selesai, penilaian penipu terhadap kesuksesan tergantung pada reaksi akhir responden dan persepsi si penipu tentang kecurigaan itu sendiri.



3.4.



Strategi Seseorang yang Berbohong



Menurut Buller dan Burgoon, ada 3 strategi yang digunakan seseorang saat menyampaikan pesan kebohongan, yaitu : 1. Falsification Falsification atau disebut juga penyamaran, maksudnya adalah seseorang menyampaikan pesan / informasi yang bertolak belakang dengan kejadian sebenarnya. Pembohong memanipulasi informasi sedemikian rupa dengan mendramatisir kejadian tidak terjadi seolah – olah itu nyata. 2. Concealment Strategi ini dilakukan dengan cara menyembunyikan separuh kebenaran dan menutupinya dengan fakta yang dikarang sendiri. Dengan kata lain, separuh informasi adalah benar dan separuhnya lagi adalah bohong. 3. Equivocation Strategi bohong yang terakhir ini adalah pengelakan yakni menolak mentah – mentah bahwa ia tidak berbohong dan apa yang disampaikannya adalah benar adanya. Contoh Kasus : “Ketika ada anak rumahan yang jarang seklai keluar, kecuali untuk kuliah dan les. Disamping itu , anak tersebut akan meminta ijin kepada orangtua apabila ingin keluar. Ketika itu anak rumahan itu memiliki pacar. Suatu ketika, sehabis pulang kuliah, anak rumahan itu tidak langsung pulang karena dijemput oleh pacarnya dan mengajak nonton di bioskop. Karena sudah tau pasti tidak akan diberi ijin oleh orangtuanya, maka anak rumahan itu memberiitahu dengan alasan “Mampir ke Mall untuk melihat-lihat buku.” Dan pasangan itu pun mampir ke toko buku terlebih dahulu untuk melihat-lihat buku, sebelum pergi ke bioskop. Contoh tersebut adalah gambaran “Teori Penipuan Antar Pribadi”yang berjalan dengan tetap mengatakan kejujuran tetapi tidak menceritakan secara keseluruhan.



Dalam teori penipuan antar pribadi biasa disebut Concealment (Penyembunyian). Anak rumahan itu juga bisa memberi alasan “Ada Matakuliah tambahan sehingga pulangnya telat”. Teori penipuan yang dilakukan oleh Putri adalah Falsification (pemalsuan), jauh dari kenyataan yang sebenarnya. Selain itu apabila anak tersebut ingin memberikan alasan yang meyakinkan dan tidak ingin terlihat adanya suatu penipuan atau tidak ingin terjadi kebocoran (Pengelakan), Putri bisa saja memberikan alasan yang tegas seperti “Pulang kuliah kali ini agak telat ya mah…”. 3.5.



Ciri – Ciri Pesan Yang Mengandung Kebohonga : Bahasa dan Tampilan dari Pembohong



1. Ketidakpastian dan ketidakjelasan. Pembohong akan menyampaikan jawaban secara singkat dan tidak berkomitmen. Cara lain yang khas untuk tidak mengidentifikasi orang yang berbohong adalah bicaranya pasif dan menggunakan kata ganti tak tentu. 2. Nonimmediasi, keengganan, dan penarikan. Keinginan untuk keluar dari situasi sering disandikan pada tindakan nonverbal. Pembohong mungkin akan menunda – nunda percakapan dengan dalih ingin melakukan sesuatu, seperti mungkin berpaling untuk membuat kopi, duduk lebih jauh terpisah dari biasanya, atau condong ke belakang daripada maju saat ia menjawab. 3. Disasosiasi. Disasosiasi adalah cara menjauhkan diri dari apa yang telah kamu lakukan. 4. Citra diri dan perilaku yang melindungi hubungan. Ketika orang lain orang mengetahui bahwa kata-kata seseorang ucapkan itu bukanlah yang mereka ketahui



benar, maka akan timbul



konflik



ketidakpercayaan diantara mereka dan bisa berujung pada ketidakharmonisan hubungan. Karena hal ini bisa merusak reputasi seseorang dan mengancam hubungan mereka, mereka secara sadar berusaha menekan isyarat tubuh yang



mungkin menandakan penipuan. Untuk menutupi isyarat kebocoran, mereka berusaha tampil ekstra tulus. Pembohong cenderung mengangguk setuju ketika responden berbicara, menghindari gangguan, dan sering tersenyum. Sebagai catatan, Buller and Burgoon, menyatakan "Tampaknya tersenyum mungkin strategi sederhana yang bertujuan untuk menutupi tipuan. " 3.6.



Leakage (Kebocoran) : Kebenaran akan terungkap Satu abad yang lalu, seorang ahli psikologi, Sigmun Freud menyatakan



tentang penggunaan tanda non-verbal untuk mendeteksi kebohongan. Berdasarkan pada salah seorang pasiennya yang tidak mau menyampaikan kebenaran tentang pikiran dan perasaan suramnya. Freud mendapatkan, “jika mulutnya diam, dia akan bermain dengan tangannya, pengkhianatan akan keluar dari setiap porinya”. Buller dan Burgoon setuju bahwa perilaku di luar kendali si pembohong bisa dijadikan sinyal kebohongan. Tanda ini dikembangkan oleh psikolog social Universitas Rochester, Miron Zuck, yakni ada 4 tanda yang menjelaskan kebocoran ini terjadi : Pertama, upaya intens seorang pembohong untuk mengelabui lawan bicaranya bisa kelihatan. Kebocoran informasi strategis biasanya sejalan dengan kegiatan non strategis. Kedua, berbohong menyebabkan physiological arousal (ketagihan fisiological). Orang yang berbohong satu kali, untuk selanjutnya pasti akan terus berbohong. Ketiga, emosi dominan yang dirasakan oleh orang yang berbohong adalah rasa bersalah dan kecemasan. Keempat, proses kognitif yang kompleks dapat membebani otak seseorang melebihi kapasitasnya. Sehingga ada beberapa prilaku yang tidak bisa dikendalikannya terlihat oleh orang lain. Tanda – tanda non verbal untuk mengetahui kebohongan seseorang : -



Tangan yang tidak pernah diam



-



Berkedip lebih sering dan pupil mata membesar



-



Sering melakukan kesalahan dalam berbicara (salah tata Bahasa, pengulangan, lidah keserimpet, dll)



-



Keragu – raguan dalam berbicara (sering jeda, dan canggung)



-



Nada suara lebih tinggi



-



Ketidaksesuaian antara isyarat verbal dan non verbal



Bias Kebenaran dan Kecurigaan Bias kebenaran adalah situasi ketika seseorang mempercayai suatu kebohongan, sedangkan kecurigaan adalah seseorang mencurigai orang lain sedang melakukan kebohongan. Mengapa orang sering dibohongi? Jawabannya adalah karena orang tersebut telah memiliki kontrak social dengan orang lain, bahwa status mereka sebagai pihak yang dekatm seperti teman special, sahabat dan keluarga. Orang yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan orang lain, maka ia cenderung akan sulit mengetahui kebohongan yang dilakukan seseorang kepadanya. Dilain sisi, kecurigaan bisa saja terjadi dengan ciri, orang yang curiga tersebut menunjukkan sifat skeptic (menarik diri dari pembicaraan), dan menghindari konfrontasi langsung untuk menyembunyikan kecurigaannya. 3.7.



Kritik terhadap Teori Teori penipuan interpersonal ini menggarisbawahi kompleksitas penipuan



ketika orang berbicara dan menanggapi satu sama lain secara tatap muka. Sangat sulit untuk tahu pasti ketika seseorang tidak mengatakan yang sebenarnya.



BAB IV KESIMPULAN Teori Interpersonal Deception merupakan salah satu teori komunikasi antarpribadi. Pengembangan teori ini didasari oleh bagaimana individu kemudian memanipulasi informasi dengan sengaja yang kemudian diketahui dan dapat diprediksi kebohongankebohongan yang tercipta. Dikembangkan oleh David Buller dan Judee K. Burgoon, yang menawarkan perspektif lain dalam sudut pandang psikologis mengenai perilaku manipulatif informasi ini. Asumsi utama tentang kebohongan adalah bahwa mengukur kredibilitas komunikator lain merupakan bagian tak terpisahkan dari semua interaksi. Meskipun biasanya terjadi pada tingkat bawah sadar, yang mengukur kebenaran orang lain adalah bagian implisit dari sebuah komunikasi manusia. Ada tiga strategis yang dilakukan seseorang ketika berbohong yaitu falsification (penyamaran), concealment (penyembunyian), dan equivocation (pengelakan). Seseorang yang berbohong melibatkan aktivitas strategis dan non strategis. Strategis bagaimana ia menyiapkan mental, informasi, emosi dan lain – lain agar menunjukkan kebenaran dalam melakukan kebenaran. Sedangkan aksi non strategis adalah aktifitas lain yang secara tidak sadar ditampilkan oleh seseorang yang sedang berbohong. Hal ini bisa mengundang kecurigaan dari lawan biara (suspicion), namun di lain sisi krtika lawan bicara menganggap benar apa yang disampaikan pembohong, ini disebut bias kebenaran. Sampai saat ada situasi ketika lama – kelamaan kebohongan akan terungkap, disebut sebagai leakage (kebocoran).



DAFTAR PUSTAKA A.Griffin,Emory. dkk. 2003. A First Look at Communication Theory.Boston : McGraw-Hill. Dapat diakses melalui websites www.afirstlook.com. Kurniawati,Rd. Nia Karnia. 2014. Komunikasi Antarpribadi : Konsep dan Teori Dasar. Yogyakarta :Graha Ilmu. Littlejohn, S.W & Karen A.F.2009.Encyclopedia-of-communication-theory.pdf. University of New Mexico : A SAGE Reference Publication.



LAMPIRAN Pertanyaan 1. M. Reza Pratama Apakah menurut pernyataan Sigmund Froyd yang menyatakan bahwa meremas tangan dan kaki tidak bisa diam itu adalah 100% menandakan bahwa seseorang melakukan kebohongan? Tidak selalu orang yang meremas tangan dan kaki yang tidak bisa diam itu merupakan orang yang sedang berbohong, karena bisa saja orang yang meremas tangan itu sedang gugup atau merupakan kebiasaan. Selain itu menyesuaikan dengan konteksnya, seseorang bisa merasa curiga apabila lawan bicaranya sedang melakukan kebohongan. Seseorang bisa melihat lawan bicara yang bebohong dari meremas tangan atau dilihat dari ekspresinya yang merasa bersalah. 2. Diego Marcelino Apakah teori kebohongan ini bisa diterapkan juga dalam komunikasi massa? Contohnya seperti kita mengetahui media massa sedang berbohong. Tidak, karena dalam teori kebohongan ini lebih menjelaskan kebohongan yang tejadi dalam komunikasi interpersonal, sementara dalam komunikasi massa, ruang lingkupnya lebih besar, sehingga teori ini tidak relevan apabia diaplikasikan dalam komunikasi massa. 3. Gerindra Cleory Dalam berperilaku saat berkomunikasi, pengirim berupaya untuk menjaga hubungan dan imej. Megapa orang yang berbohong juga menjaga imejnya? Untuk membangun hubungan yang baik dan harmonis dengan orang lain, seseorang pasti akan menjga citra dirinya agar terlihat baik di depan lawan bicaranya, salah satunya dengan berbohong.



4. M. Fikri Arman Kenapa orang lebih memilih kebohongan yang manis daripada kejujuran yang pahit? Jadi pernah kan nonton series black mirror dimana ada episode ttg alat perekam apa yang dilihat manusia, jadi ada pasangan yang menikah dan punya anak, ternyata setelah diputar kembali kenangan2 yang ada di alat perekam terungkap bahwa anak mereka itu hasil hubungan si istri sama orang lain. nah disitu kenapa keboongan yang manis itu lebih dapat dipilih dari kejujuran yang pahit karena muatan-muatan psikologis yang ada pada kebohongan tersebut lebih dapat membuat hubungan menjadi lebih harmonis