11 0 406 KB
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III Dosen Pembimbing : Adi Nurafandi, S.Kep., Ners
Disusun oleh : Kelompok 1
Acep Hidayatul Mustopa Fany Haifa Latifah Fitriya Marliani Adam S Iim Imas Masru’ah Nandang Hidayat Nita Widiyaningsih
Nita Vindiana Revina Reviany Priansa Rineka Swara Sucinda Siti Asri Suci Yuni Kurnia Putri
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 3B STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS Jalan K.H. Ahmad Dahlan NO. 20 TLP. 0265-773052
2019
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada dosen pembimbing Adi Nurafandi, S.Kep., Ners. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Ciamis, 16 Oktober 2019
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii BAB I...................................................................................................................................1 PENDAHULUAN..................................................................................................................1 1.1
Latar Belakang....................................................................................................1
1.2
Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3
Tujuan Penulisan................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3 PEMBAHASAN....................................................................................................................3 2.1
DEFINISI..............................................................................................................3
2.2
TANDA DAN GEJALA...........................................................................................3
2.3
ETIOLOGI............................................................................................................4
2.4
KLASIFIKASI.........................................................................................................6
2.5
PATOFISIOLOGI...................................................................................................7
2.6
PATHWAY...........................................................................................................8
2.7
PEMERIKSAAN PENUNJANG...............................................................................9
2.8
PENATALAKSANAAN...........................................................................................9
BAB III...............................................................................................................................11 TEORI ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................................11 3.1
Pengkajian....................................................................................................11
3.2
Diagnosa Keperawatan.................................................................................11
3.3
Intervensi Keperawatan................................................................................12
BAB IV...............................................................................................................................20 PENUTUP..........................................................................................................................20 4.1
Kesimpulan.......................................................................................................20
4.2
Saran.................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Katarak merupakan penyebab sedikitnya 50% kasus kebutaan di seluruh dunia. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup, jumlah orang yang terkena semakin bertambah. Katarak bisa dialami pada semua umur bergantung pada faktor pencetusnya. Jumlah buta katarak di Indonesia, terdapat 16% buta katarak pada usia produktif (40-54 tahun), pada hal sebagai penyakit degeneratif buta katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (Khandekar et al., 2015). Besarnya jumlah penderita katarak berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit di dunia. Di Indonesia diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Jumlah ini akan meningkat menjadi dua kali pada tahun 2020, hal ini berkaitan dengan jangka umur harapan hidup meningkat (Soehardjo, 2004). Katarak kini masih menjadi penyakit paling dominan pada mata dan merupakan penyebab utama dari kebutaan di seluruh dunia. Paling sedikit 50% dari semua kebutaan disebabkan oleh katarak. Indonesia merupakan negara dengan angka kebutaan tertinggi kedua di dunia setelah Ethiopia dengan prevalensi di atas 1%. Tingginya angka kebutaan di Indonesia tidak hanya mejadi masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) (2012) katarak merupakan penyebab kebutaan utama di dunia. Terdapat 39 juta orang yang buta di seluruh dunia, dengan penyebab utama kebutaan yaitu katarak sebesar 51%. Selain itu, katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan kedua di dunia dengan angka kejadian sebesar 33% (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 dan 2013, presentase penduduk yang terdiagnosis katarak termasuk katarak senilis mengalami peningkatan sebesar 1,1% yakni pada tahun 2007 dengan prevalensi 1,3% (Kemenkes RI, 2007) dan pada tahun
1
2013 prevalensi katarak meningkat menjadi 2,4%. Selain itu, pada tahun 2013, Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang memiliki prevalensi katarak diatas angka nasional (1,8%) dan merupakan provinsi dengan jumlah kebutaan terbanyak di Indonesia dengan penyebab utama kebutaan adalah katarak (Kemenkes RI, 2013). Karena berbagai masalah diatas maka kamisebagai penulis tertarik untuk membuat makalah terkait Asuhan Keperawatan Katarak. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa pengertian katarak ? 1.2.2
Bagaimana tanda dan gejala katarak ?
1.2.3
Bagaimana etiologi katarak ?
1.2.4
Apa saja klasifikasi katarak ?
1.2.5
Bagaimana patofisiologi katarak ?
1.2.6
Bagaimana pathway dari katarak ?
1.2.7
Bagaimana pemeriksaan penunjang dari katarak ?
1.2.8
Apa saja penatalaksanaan dari katarak ?
1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Untuk mengetahui pengertian katarak 1.3.2
Untuk mengetahui tanda dan gejala katarak
1.3.3
Untuk mengetahui etiologi katarak
1.3.4
Untuk mengeatahui klasifikasi katarak
1.3.5
Untuk mengeatahui patofisiologi dari katarak
1.3.6
Untuk mengeatahui pathway dari katarak
1.3.7
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari katarak
1.3.8
Untuk mengetahui penatalaksanaan dari katarak
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI Katarak adalah pengembangan dari keadaan tidak tembus cahaya dalam lensa. Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang disebabkan oleh adanya pemecahan protein atau bahan lainnya akibat proses oksidasi dan foto-oksidasi. Katarak tidak menimbulkan gejala rasa sakit tetapi dapat mengganggu penglihatan, dari penglihatan kabur sampai menjadi buta (Hamidi & Royadi, 2017). Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Istilah katarak dalam dunia kedokteran diartikan sebagai suatu “ kekeruhan dari lensa mata” (Saputra, Handini, & Sinaga, 2018). Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani “cataracta” yang berarti air terjun. Hal ini disebabkan karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun didepan matanya (Awopi, Wahyuni, & Sulasmini, 2016). 2.2 TANDA DAN GEJALA Katarak ditandai dengan adanya gangguan penglihatan (kabur atau mendung), penurunan tajam penglihatan secara progresif, membutuhkan lebih banyak cahaya untuk melihat hal-hal yang jelas, silau, perubahan persepsi warna dapat terjadi dengan intensitas berkurang, kurangnya kontras atau distorsi kekuningan (Hadini, Eso, & Wicaksono, 2016). Katarak terus berkembang seiring waktu, menyebabkan kerusakan penglihatan secara progresif. Katarak ditandai dengan adanya lensa mata yang berangsur-angsur
menjadi buram yang pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan total (Siswoyo, Murtaqib, & Ratna Sari, 2018). Berikut beberapa tanda gejala yang lain : 1. Warna putih dibagian hitam mata Ciri utama katarak pada mata adalah memutihnya bagian hitam mata, tepatnya pada lensa mata. Lensa mata ini sebenarnya bening atau transparan, namun kalau dari luar hanya terlihat hitam saja. Pada tahap awal memang tidak terlihat nyata, lambat laun terlihat seperti berawan, alu kemudian putih pekat. Hal inilah yang membuat penderitanya mengalami gangguan penglihatan bahkan sampai kebutaan. 2. Mata sensitif terhadap cahaya Ketika mata terkena katarak, maka indera penglihatan akan menjadi sensitif terhadap cahaya. Ketika terkena sorotan lampu, blitz kamera, maka mata akan terasa sakit, begitu silau dan penderita akan berusaha untuk menghindarinya. 3. Pandangan jadi ganda Menyebarnya cahaya yang masuk lensa mata juga dapat membuat pandangan jadi ganda. Hasilnya, sebuah objek jadi terlihat ada dua atau lebih. Meski katarak merupakan pemicu utama kondisi ini, namun pandangan ganda (diplopia) juga dapat disebabkan oleh gangguan medis lain seperti tumor otak, pembengkakan kornea, sklerosis ganda, dan stroke. 4. Semuanya terlihat serba kuning Begitu katarak semakin poarah, maka gumpalan protein yang menutupi lensa mungkin akan berubah warna menjadi kuning atau kecoklatan. Akibatnya semua cahaya yang melalui bagian ini akan memberikan hasil kuning juga.
2.3 ETIOLOGI Beberapa faktor risiko yang dikaitkan dengan terjadinya katarak antara lain jenis kelamin, penyakit diabetes mellitus (DM), pajanan terhadap sinar
ultraviolet, merokok, dan pekerjaan (DAMIAN FARROW, JOSEPH BAKER, 2015). Katarak juga dapat disebabkan oleh bermacam- macam faktor seperti kelainan bawaan sejak lahir, penyakit, trauma, efek samping obat, merokok, dan radiasi sinar matahari. Tetapi, umumnya penyebab terbesar adalah proses ketuaan/ faktor usia. Penyebab katarak yang utama adalah proses alamiah dengan bertambah lanjutnya usia menimbulkan perubahan pada mata. Banyak faktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya katarak, antara lain penyakit diabetes melitus, pemakaian steroid yang lama, kelainan bawaan metabolisme, pajanan kronis terhadap sinar ultra violet (sinar matahari), riwayat katarak pada keluarga, myopia, alkohol, nutrisi, merokok, derajat sosial ekonomi, status pendidikan, dan multivitamin (Aini & Santik, 2018). Berdasarkan faktor resiko penyebabnya. Katarak dapat di golongkan ke dalam beberapa tipe, yaitu sebagai berikut: 1) Katarak kongenital Adalah katarak yang ditemukan pada anak - anak. Biasanya adalah katarak yang di temukan pada bayi ketika waktu lahir yang disebabkan oleh virus rubella pada ibu yang hamil muda. 2) Katarak komplikata Adalah katarak yang disebabkan oleh beberapa jenis infeksi dan penyakit tertentu seperti diabetes mellitus, hipertensi, glaucoma, lepasnya retina atau ablasi retina dan penyakit umum tertentu lainnya. 3) Katarak trauma Adalah katarak yang diakibatkan oleh cedera mata seperti: pukulan keras, luka tembus, luka menyayat, panas tinggi atau bahan kimia dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa. Katarak trauma dapat terjadi pada semua usia. 4) Katarak senilis Adalah katarak yang disebabkan oleh proses ketuaan/ faktor usia sehingga lensa mata menjadi keras dan keruh. Katarak seilis merupakan
tipe katarak yang paling banyak ditemukan. Biasanya ditemukan pada golongan usia diatas 40 tahun ketas (ilyas,2014).
2.4 KLASIFIKASI Klasifikasi Berdasarkan Usia 1) Katarak kongenital Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga berkaitan dengan penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. Separuh katarak kongenital disertai anomaly mata lainnya, seperti PHPV (Primary
Hyperplastic
Posterior
Vitreous),
aniridia,
koloboma,
mikroftalmos, dan buftalmos (pada glaukoma infantil) (Astari, 2018). 2) Katarak senilis Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak senilis merupakan 90% dari semua jenis katarak. Terdapat tiga jenis katarak senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya, yaitu : a. Katarak nuklearis Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. Nukleus lensa mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia dapat membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut sebagai second sight.
b. Katarak kortikal Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran seperti embun. c. Katarak subkapsuler Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior. Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau, penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan jauh. 2.5 PATOFISIOLOGI Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi (Alshamrani, 2018). Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina (Khandekar et al., 2015). Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak (Fernández, Rodríguez-Vallejo, Martínez, Tauste, & Piñero, 2018). 2.6 PATHWAY
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG Adapun
pemeriksaan
penunjang
yang
bias
dilakukan
untuk
mendiagnosa kasus katarak ini adalah sebagai berikut : 1. Kartu mata snellen / mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,akueus/vitreus humor, kesalahan
refraksi,
penyakit sistem saraf, penglihatan retina. 2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma. 3. Pengukuran Tonografi : TIO (12-25 mmHg) 4. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma. 5. Tes Provokatif : menentukan adanya / tipe glukoma. 6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan. 7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik/ infeksi. 8. EKG, kolesterol serum, lipid, tes toleransi glukosa : kontrol DM.
2.8 PENATALAKSANAAN Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah katarak. Beberapa penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah keruhnya lensa untuk menjadi katarak (Ilyas, 2006). Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat progresifitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih dengan pembedahan (James, 2006). Untuk menentukan waktu katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan dan bukan oleh hasil pemeriksaan. Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas sehari-hari penderita. Digunakan nama insipien, imatur, matur, dan hipermatur didasarkan atas kemungkinan terjadinya penyulit yang dapat terjadi (Wise, Nathoo, Etminan, Mikelberg, & Mancini, 2014). Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implant plastik. Saat ini pembedahan semakin
banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan secara topikal. Operasi dilakukan dengan insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat dari mata) katarak ekatrakapsular. Insisi harus dijahit. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil dari kornea atau sklera anterior (fakoemulsifikasi) (Lin et al., 2017). Jika akibat katarak penglihatan semakin memburuk dan sulit menjalani aktivitas sehari-hari, pengobatan katarak hanyalah dengan prosedur operasi. Beberapa jenis tindakan bedah katarak : 1. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK) EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan. EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKIK meninggalkan kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO). Operasi ini membutuhkan insisi yang lebih besar untuk mengeluarkan inti lensa yang berkabut. Selanjutnya lensa dikeluarkan dengan menggunakan alat penghisap. 2. Small Incision Cataract Surgery (SICS) Operasi dengan irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini dinamakan SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKEK konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di negara berkembang karena tidak membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang padat. Operasi ini dilakukan dengan melakukan insisi kecil pada tepi kornea. Selanjutnya, dokter akan menyinarkan gelombang ultrasound untuk menghancurkan lensa lalu diambil menggunakan alat penghisap.
10
BAB III TEORI ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian a. Aktivitas / istirahat Gejala :
perubahan aktifvitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b. Makan / cairan Gejala : mual / muntah (pada komplikasi kronik / glaukoma akut) c. Neurosensori Gejala : gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat / merasa di ruang gelap. Tanda : tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil. d. Nyeri / kenyamanan Gejala :
ketidaknyamanan ringan/mata berair. Nyeri tiba – tiba, berat menetap atau tekanan pada sekitar mata.
e. Penyuluhan dan pembelajaran Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskular, riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor, ketidakseimbangan endokrin.
3.2 Diagnosa Keperawatan a) Pre Operasi 1) Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan, penglihatan ganda. 2) Ansietas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan kemungkinan kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.
b) Post Operasi 1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasif. 2) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah pengangkatan). 3) Gangguan sensori – perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/ status organ indera, lingkugan secara terapeutik dibatasi. 4) Kurang
pengetahuan
tentang
kondisi
prognosis
pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. 3.3 Intervensi Keperawatan Pre Operasi NO
DX
TUJUAN NOC :
Pre Operasi 1.
1. Orientasikan
Gangguan
gangguan
persepsi sensori
sensori teratasi.
visual penglihatan b.d
INTERVENSI
persepsi
terhadap
pasien
lingkungan
aktifitas.
/ Kriteria hasil :
2. Bedakan
Dengan penglihatan
kemampuan
lapang
pandang
diantara kedua mata.
penurunan
yang terbatas klien
ketajaman
mampu
penglihatan,
lingkungan
disorientasi
penglihatan
semaksimal
tetap berada di sisi
ganda.
mungkin.
pasien.
melihat
3. Observasi
4. Dorong
Mengenal
tanda
klien
perubahan stimulus
melakukan
yang
sederhana
positif
dan
dengan
untuk aktivitas seperti
negatif.
menonton TV, radio,
Mengidentifikasi
dll.
kebiasaan
5. Anjurkan menggunakan
pasien
lingkungan.
kacamata
katarak,
cegah lapang pandang perifer
dan
catat
terjadinya bintik buta. 6. Posisi
pintu
harus
tertutup
terbuka,
jauhkan rintangan. 2.
Cemas
b.d NOC :
pembedahan yang
1. Ciptakan
yang tenang dan relaks,
kecemasan teratasi
akan Kriteria hasil :
dijalani
lingkungan
berikan dorongan untuk
dan Mengungkapkan
verbalisasi
dan
kemungkinan
kekhawatirannya dan
mendengarkan dengan
kegagalan untuk
ketakutan mengenai
penuh perhatian.
memperoleh
pembedahan
penglihatan
akan dijalani.
ansietas
Mengungkapkan
respon
kembali.
yang
2. Yakinkan klien bahwa mempunyai normal
dan
pemahaman tindakan
diperkirakan
terjadi
rutin perioperasi dan
pada
pembedahan
perawatan.
katarak
yang
akan
dijalani. 3. Tunjukkan kesalahpahaman diekspresikan
yang klien,
berikan informasi yang akurat. 4. Sajikan
informasi
menggunakan dan
metode media
instruksional. 5. Jelaskan kepada klien aktivitas
premedikasi
yang diperlukan. 6. Diskusikan
tindakan
keperawatan
pra
operatif
yang
diharapkan. 7. Berikan
informasi
tentang
aktivitas
penglihatan dan suara yang berkaitan dengan periode intra operatif.
Post Operasi NO 1.
DX
TUJUAN
Gangguan rasa NOC: nyaman akut) prosedur invasif.
(nyeri
nyeri teratasi
b.d Kriteria hasil :
INTERVENSI 1. Bantu
klien
dalam
mengidentifikasi tindakan penghilangan
klien melaporkan
nyeri yang efektif.
penurunan nyeri
2. Jelaskan bahwa nyeri
secara progresif
dapat terjadi sampai
dan nyeri
beberapa jam setelah
terkontrol setelah
pembedahan.
intervensi.
3. Lakukan
tindakan
mengurangi
nyeri
dengan cara:
- Posisi : tinggikan bagian kepala tempat tidur, ganti
posisi
dan
ganti
tidur,
posisi dan tidur pada sisi
yang
tidak
dioperasi - Distraksi - Latihan relaksasi 4. Berikan obat analgetik sesuai program 5. Lapor nyeri
dokter
jika
tidak
hilang
½
jam
setelah
pemberian obat, jika nyeri disertai 2.
Resiko
mual. 1. Tingkatkan
tinggi NOC :
terjadinya
infeksi tidak terjadi
penyembuhan
infeksi
Kriteria hasil :
dengan :
berhubungan
-
dengan prosedur invasif
(bedah
pengangkatan).
Tanda-tanda infeksi
luka
Beri
dorongan
tidak terjadi
untuk
mengikuti
Penyembuhan luka
diet seimbang dan
tepat waktu
asupan cairan yang
Bebas
adekuat
drainase
purulen , eritema,
-
dan demam
Instruksikan klien untuk
tetap
menutup
mata
sampai pertama
hari setelah
operasi
atau
sampai diberitahukan. 2. Gunakan aseptic
tehnik untuk
meneteskan tetes mata :
-
Cuci
tangan
sebelum memulai -
Pegang
alat
penetes agak jauh dari mata. -
Ketika meneteskan hindari
kontk
antara
mata
dengan tetesan dan alat penetes. 3. Gunakan
tehnik
aseptic
untuk
membersihkan
mata
dari dalam ke luar dengan tisu basah / bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan dan
memasukkan
lensa
bila
menggunakan. 4. Tekankan pentingnya tidak
menyentuh
/
menggaruk mata yang dioperasi. 5. Observasi tanda dan gejala infeksi seperti : kemerahan, mata drainase injeksi
kelopak bengkak, purulen,
konjunctiva
(pembuluh
darah
menonjol), peningkatan suhu. 6. Anjurkan
untuk
mencegah ketegangan pada jahitan dengan cara : menggunakan kacamata protektif dan pelindung mata pada malam hari. 7. Kolaborasi obat sesuai indikasi : - Antibiotika (topical,
parental
atau
sub
conjunctiva) - Steroid. 3.
Gangguan
Hasil yang diharapkan:
sensori
–
perceptual
:
1. Tentukan
ketajaman
Meningkatkan
penglihatan,
catat
ketajaman
apakah
atau
penglihatan b.d
penglihatan dalam
kedua mata terlibat
gangguan
batas situasi
penerimaan sensori/ organ
status indera,
satu
2. Orientasi
pasien
individu.
terhadap
lingkungan,
Mengenal
staf/ orang lain di area
gangguan sensori
3. Observasi tanda-tanda
lingkugan
dan berkompensasi
dan
secara
terhadap perubahan
disorientasi,
gejala-gejala
terapeutik
pertahankan
dibatasi.
pengamanan
tempat
tidur sampai
benar-
benar
sembuh
dari
anesthesia. 4. Ingatkan
klien
menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar ± 25%, penglihatan
perifer
hilang. 4.
Kurang
Tujuan :
pengetahuan
Setelah diberikan
kondisi
tentang kondisi
tindakan keperawatan
prognosis
tipe
prognosis
berupa HE diharapkan
prosedur,
tipe
pengobatan
klien mengerti dengan
prosedur lensa.
berhubungan
kondisi, prognosis,dan
dengan mengenal sumber
tidak pengobatan. Kriteria hasil :
informasi.
individu
2. Tekankan pentingnya evaluasi
perawatan.
Beritahu
untuk
Dapat melakukan
melaporkan
perawatan dengan
penglihatan berawan.
prosedur yang
1. Kaji informasi tentang
3. Informasikan
benar
klien
Dapat
menghindari
menyembuhkan
mata
kembali apa
bebas.
yang telah dijelasakan
kepada untuk tetes
yang
4. Dorong
dijual
pemasukan
cairan yang adekuat, makan terserat. 5. Anjurkan klien untuk menghindari membaca, mengangkat
berkedip, yang
berat, mengejar saat defekasi, membongkok panggul, hidung
pada meniup
penggunaan
spray, bedak bubuk, merokok.
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Istilah katarak dalam dunia kedokteran diartikan sebagai suatu “ kekeruhan dari lensa mata.” Faktor risiko yang dikaitkan dengan terjadinya katarak antara lain jenis kelamin, penyakit diabetes mellitus (DM), pajanan terhadap sinar ultraviolet, merokok, dan pekerjaan. Katarak ditandai dengan adanya gangguan penglihatan (kabur atau mendung), penurunan tajam penglihatan secara progresif, membutuhkan lebih banyak cahaya untuk melihat hal-hal yang jelas, silau, perubahan persepsi warna dapat terjadi dengan intensitas berkurang, kurangnya kontras atau distorsi kekuningan. pengobatan katarak hanyalah dengan prosedur operasi. Operasi katarak terdiri dari pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implant plastik. Saat ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi umum. 4.2 Saran Katarak adalah suatu penyakit degeneraf karena bertambahnya faktor usia, jadi untuk mencegah terjad inya penyakit katarak ini dapat dilakukan dengan pola hidup yang sehat seperti tidak mengkonsumsi alkohol dan minuman keras yang dapat memicu timbulnya katarak dan selalu mengkonsumsi buah-buahan serta sayuran yang lebih banyak untuk menjaga kesehatan. Untuk menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan katarak sebaiknya perawat mengkaji masalah yang ada pada klien.
DAFTAR PUSTAKA Aini, A. N., & Santik, Y. D. P. (2018). Kejadian Katarak Senilis di RSUD Tugurejo. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 2(2), 295–306. https://doi.org/10.15294/higeia.v2i2.20639 Alshamrani, A. Z. (2018). Cataracts Pathophysiology and Managements. The Egyptian Journal of Hospital Medicine, 70(1), 151–154. https://doi.org/10.12816/0042978 Astari, P. (2018). Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 45(10), 748–753. Awopi, G., Wahyuni, T. D., & Sulasmini. (2016). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Katarak Di Poliklinik Mata Puskesmas Dau Kabupaten Malang. Nursing News, 1, 550–556. Fernández, J., Rodríguez-Vallejo, M., Martínez, J., Tauste, A., & Piñero, D. P. (2018). From presbyopia to cataracts: A critical review on dysfunctional lens syndrome. Journal of Ophthalmology, 2018. https://doi.org/10.1155/2018/4318405 Hadini, M. A., Eso, A., & Wicaksono, S. (2016). Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Katarak Senilis di RSU Bahteramas Tahun 2016. Jurnal Medula, 3(2), 256–267. Retrieved from http://ojs.uho.ac.id/index.php/medula/article/view/2552 Hamidi, M., & Royadi, A. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Katarak Senilis Pada Pasien Di Poli Mata Rsud Bangkinang. Jurnal Ners Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, 1(1), 125–138. Khandekar, R., Sudhan, A., Jain, B. K., Deshpande, M., Dole, K., Shah, M., & Shah, S. (2015). Impact of cataract surgery in reducing visual impairment: A review. Middle East African Journal of Ophthalmology, 22(1), 80–85. https://doi.org/10.4103/0974-9233.148354 Lin, H. T., Long, E. P., Chen, J. J., Liu, Z. Z., Lin, Z. L., Cao, Q. Z., … Liu, Y. Z. (2017). Timing and approaches in congenital cataract surgery: A four-year, two-layer randomized controlled trial. International Journal of Ophthalmology, 10(12), 1835–1843. https://doi.org/10.18240/ijo.2017.12.08 Saputra, N., Handini, M. C., & Sinaga, T. R. (2018). Faktor risiko yang Mempengaruhi Kejadian Katarak (Studi Kasus Kontrol di Poli Klinik Mata RSUD DR. Piringadi Medan tahun 2017). Jurnal Ilmiah Simantek ISSN : 2550-0414 Jurnal Ilmiah Simantek ISSN : 2550-0414, 2(2), 104–113. https://doi.org/10.1523/JNEUROSCI.0129-11.2011 Siswoyo, S., Murtaqib, M., & Ratna Sari, T. B. (2018). Terapi Suportif Meningkatkan Motivasi untuk Melakukan Operasi Katarak pada Pasien
Katarak di Wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember (Supportive Therapy to Increase Motivation to Undergo Cataract Surgery on Patients with Cataract in the Area of. Pustaka Kesehatan, 6(1), 118. https://doi.org/10.19184/pk.v6i1.6865 Wise, S. J., Nathoo, N. A., Etminan, M., Mikelberg, F. S., & Mancini, G. B. J. (2014). Statin Use and Risk for Cataract: A Nested Case-Control Study of 2 Populations in Canada and the United States. Canadian Journal of Cardiology, 30(12), 1613–1619. https://doi.org/10.1016/j.cjca.2014.08.020