Makalah Kebijakan Pembangunan Perikanan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “ KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN”



Oleh : MOH LALONG O 271 20 068



PRODI S1 AKUALUTUR JURUSAN AKUAKULTUR FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS TADULAKO 2021



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2 BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 3 1.1.



Latar Belakang ..................................................................................... 3



1.2.



Tujuan ..................................................................................................... 4



BAB 2 PEMBAHASAN ....................................................................................... 5 2.1



Keunggulan Dan Kelemahan Produk Perikanan Di Indonesia. ........ 5



2.1.1. keunggulan produk perikanan ............................................................... 5 2.2



Tantangan Dan Peluang Dalam Pemanfaatan Produk



Perikanaan. ...................................................................................................... 7 2.2.2. Tantangan Pemanfaatan Produk Perikanan .................................. 7 2.2.1 Peluang Dalam Pemanfaatan Produk Perikanan ........................... 8 2.3



Sertifikasi Produk Perikanan ........................................................... 9



BAB 3 PENUTUP............................................................................................. 12 3.1. Simpulan ................................................................................................. 12 3.2. Saran .......................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 15



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara Maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada (18.000km2) sehingga luas wilayah Indonesia 2/3 merupakan wilayah lautan. Dengan potensi wilayah tersebut Indonesia memiliki potensi ekonomi di sektor kelautan dan perikanan baik berupa perikanan tangkap maupun perikanan budidaya yang merupakan suatu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur (Solikhin,dkk : 2005). Pembangunan perikanan pada dasarnya dititikberatkan pada perikanan tangkap dan perikanan budidaya . Pada dekade 80-an perikanan budidaya mulai mendapat perhatian (budidaya udang di tambak) Menjelang thn 90-an mulai dirintis usaha budidaya ikan di laut



Potensi pengembangan lahan perikanan



budidaya = 27.671.178 ha, terdiri dari : 2.230.600 ha (air tawar), 913.000 ha (air payau), 24.528.000 ha (air laut). Tahun 2004 lahan yang dimanfaatkan mencapai 262.000 ha (air tawar), 500.000 ha (air



payau), dan 370.000 unit budidaya di laut. Sehingga bisa



dikatakan bahwa peluang pengembangan lahan pembudidayaan ikan di Indonesia masih sangat menjanjikan. Sektor perikanan sendiri dibagi menjadi dua, yaitu perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Perikanan tangkap umumnya merupakan kegiatan ekonomi masyarakat yang dilakukan dengan menangkap ikan di perairan dengan menggunakan berbagai macam alat dan metode. Sebagian besar ikan yang ditangkap berasal dari perairan laut, apabila hal ini dilakukan secara terus menerus maka akan mengakibatkan kerusakan ekosistem pada perairan itu sendiri. Maka dari itulah diperlukan adanya perikanan budidaya yang bisa terus berproduksi tanpa harus merusak ekosistem perairan.



Subsektor perikanan budidaya sekarang tengah ditingkatkan pengembangannya setelah perikanan tangkap tak bisa lagi diandalkan untuk menjaga ketersediaan stok ikan nasional. Sumberdaya perikanan terdiri dari sumber daya perikanan laut dan sumberdaya perikanan air tawar. Disamping sumberdaya perikanan laut yang mempunyai keunggulan dan potensi untuk dikembangkan, sumberdaya perikanan air tawar juga sangat potensial untuk dikembangkan. Sumberdaya perikanan air tawar ini meliputi sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya yang dapat mendukung kegiatan perikanan. Salah satu komoditi perikanan air tawar yang dapat menjadi alternatif usaha di bidang perikanan dalam rangka menjalankan perekonomian di Indonesia adalah ikan konsumsi. 1.2. Tujuan Tujuan di buatnya makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui : 1. Keunggulan dan kelemahan produk perikanan indonesia 2. Tantangan dan peluang dalam pemanfaatan produk perikanan 3. Sertifikasi produk perikanan.



BAB 2 PEMBAHASAN



2.1 Keunggulan Dan Kelemahan Produk Perikanan Di Indonesia.



2.1.1. keunggulan produk perikanan



Di pasar perikanan dunia, Indonesia merupakan salah satu negara eksportir utama. Selama tahun 2005-2009, volume ekspor ikan dan udang dari Indonesia menurun masing-masing sebesar 1,9% dan 3,7% per tahun. Kajian ini bertujuan untuk melihat apakah penurunan tersebut disebabkan oleh daya saing yang rendah atau faktor lain. Penelitian ini menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), yang merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif komoditas di pasar tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 2007-2009 ada 46 komoditas perikanan dalam HS 6digit yang memiliki indeks RCA lebih besar dari satu, yang menunjukkan daya saing kuat di pasar internasional. Beberapa diantaranya bahkan mengalami peningkatan daya saing. Sementara itu, beberapa komoditas memiliki daya saing yang cenderung menurun dan berfluktuasi. Sisanya sekitar 71 komoditas memiliki daya saing lemah (RCA indeks lebih kecil dari satu). Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya saing yang ada, perlu beberapa usaha seperti promosi di pasar domestik maupun pasar internasional; meningkatkan kualitas; mendorong dunia perbankan untuk meningkatkan akses ke modal kerja; memperbaiki infrastruktur; menciptakan nilai tambah dalam pengembangan produk; serta mengurangi tarif bahan baku untuk industri pengolahan ikan dalam negeri.(Deasi Natalia, 2012) 2.1.2. kelemahan 1.



Armada



perikanan



masih



belum



optimal



Perahu/kapal



dengan



menggunakan motor lebih mendominasi dibandingkan perahu/kapal tanpa motor. Secara nasional, terjadi penurunan jumlah perahu/kapal penangkap ikan pada tahun 2014 dibanding tahun 2013. Pada tahun 2013, jumlah perahu/kapal penangkap ikan sebesar 877.333 buah, turun menjadi 576.012 buah di tahun 2014



(34,35 persen). Penurunan paling besar terjadi pada jumlah perahu/kapal tanpa motor yaitu sebesar 63,92 persen, disusul kapal motor sebesar 11,06 persen, dan motor tempel sebesar 5,12 persen dibandingkan tahun 2013. Jumlah alat penangkap ikan yang digunakan mengalami kenaikan selama periode 2010-2013, dengan kenaikan rata-rata sebesar 5,54 persen per tahun. Namun pada tahun 2014 jumlah alat penangkap ikan laut sedikit mengalami penurunan sebesar 0,09 persen dibandingkan tahun 2013. Jenis alat penangkap ikan yang paling banyak digunakan di Indonesia pada tahun 2014 adalah pancing ulur, yaitu sejumlah 170.561 buah. Sementara alat yang paling sedikit digunakan adalah jenis pukat tarik berbingkai sejumlah 100 buah. 2. Masih rendahnya standar kualitas komoditas perikanan Indonesia Sampai tahun 2015, sudah ada 38 negara yang memiliki mutual recognition arrangement (MRA) dengan Indonesia. Apabila terjadi penolakan ekspor, maka otoritas yang berwenang dalam tindak lanjut notifikasi adalah atase perdagangan di luar negeri dan Badan Karantina Ikan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Sebelum tahun 2015, jumlah kasus penolakan ekspor mencapai lebih dari 10 kasus, dengan kasus penolakan terbanyak ditemukan di China tahun 2009 (12 kasus), Italia tahun 2012 (9 kasus), dan Rusia tahun 2010 (7 kasus). Pada tahun 2015 jumlah kasus penolakan ekspor terbanyak adalah 2 kasus masing-masing di Kanada, Rusia, Perancis, dan Inggris.Penyebab penolakan berbeda-beda di setiap negara, sebagai contoh US FDA menetapkan 4 kategori penyebab penolakan terhadap komoditas impor ke Amerika Serikat yaitu adanya bakteri pathogen maupun toksin yang dihasilkan, bahan kimia yang dilarang penggunaannya atau melebihi batas maksimum penggunaan, adanya bahan asing yang seharusnya tidak terdapat pada produk (filthy), serta kesalahan pengemasan (misbranding). Penolakan terbesar impor komoditi perikanan asal Indonesia masih disebabkan oleh bakteri pathogen (80%).16 Sedangkan Chen dalam penelitiannya yang dipublikasikan tahun 2014 menyebutkan bahwa Indonesia memiliki rantai pasokan seafood yang ragamnya berbeda-beda dan pengaturannya



berkembang dinamis. Kekuatan pasar seafood dipegang oleh pedagang perantara karena nelayan/pembudi daya ikan dan pengolah sangat bergantung pada mereka untuk menghubungkan dengan permintaan terhadap ikan. Di tingkat hilir, implementasi terhadap sistem HACCP meningkat. Namun, operator skala kecil,khususnya mereka yang berada di tingkat hulu, tidak akrab dengan syarat dalam HACCP seperti praktik kebersihan dasar dan sistem pelacakan (trace).(Lukman Adam, 2018) 2.2 Tantangan Dan Peluang Dalam Pemanfaatan Produk Perikanaan. 2.2.2. Tantangan Pemanfaatan Produk Perikanan Tantangan untuk industri pengolahan ikan di Indonesia adalah persaingan yang sangat ketat dalam mendapatkan bahan baku ikan segar, negara



pesaing



telah



menerapkan



integrated



technology



yang



memungkinkan pengolahan di laut yang belum diterapkan oleh industri pengolahan ikan dalam negeri, persyaratan ekspor semakin ketat, masih adanya Illegal Fishing dan transhipment ikan dilaut, kenaikan harga bahan bakar minyak dan masih adanya persepsi negatif pada perdagangan internasional seperti adanya zat pengawet (Mercury Issue) dan ikan yang tidak segar dari Indonesia. Dalam upaya mensukseskan peran industri pengolahan hasil perikanan dalam pembangunan Nasional dengan memperhatikan peluang dan tantangan yang ada, maka beberapa hal perlu dilakukan antara lain: peningkatan jumlah kapal armada penangkapan yang berskala besar (200 GT ke atas), peningkatan pemberlakuan atau penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) bagi unit pengolahan ikan (UPI) atau industri pengolahan ikan, dan peningkatan pendidikan dan pelatihan tentang teknik pengolahan yang baik. Sejak pencanangan industrialisasi perikanan 2011 dan menjadi makin populer tahun 2012 sektor perikanan mulai melakukan pembenahan. Pembenahan tersebut dimulai dengan mendorong peningkatan produksi perikanan untuk



komoditas yang potensial dikembangkan secara ekonomi. Beberapa komoditas unggulan di Maluku Utara adalah tuna, cakalang dan tongkol (TTC), udang dan rumput laut. Sementara itu komoditas tangkap terus digenjot untuk mendukung industri UMKM (pengolahan) seperti ikan asin, kerupuk ikan, abon, ikan asap dan pindang. Namun setelah beberapa tahun berjalan, belum terlihat perkembangan yang signifikan dari tahapan pencapaian program tersebut. Permasalahan terus menggeluti bagi usaha mulai dari bahan baku yang langka serta mahal, logistik yang tidak tersedia, sampai pada kebijakan impor dari pemerintah pada jenis hasil perikanan tertentu. Berdasarkan data masih ada industri pengolahan ikan nasional yang masih mengimpor bahan baku hal ini disebabkan karena; (a) Terjadi kekurangan bahan baku; (b) stok ikan yang tersedia tidak cukup untuk kebutuhan industri; (c) logistik perikanan yang tidak memadai; (d) kecukupan



bahan



baku



merupakan



kunci



utama



keberhasilan



industrialisasi; dan (e) distribusi stok yang tidak merata antara wilayah pengelolaan perikanan dimana sebagian besar stok bahan baku terdapat di wilayah timur Indonesia. Untuk menjamin ketersediaan bahan baku secara kontinyu dan berkesinambungan diperlukan sistim tata niaga (logistik) yang kuat dan tangguh; (f) sistem logistik perikanan harus dikembangkan atau dibangun mulai dari pusat stok ikan (stocking area), perkapalan dan sistem pendukung termasuk bahan bakar; (g) perlu intervensi berupa komitmen kebijakan pemerintah untuk tidak memberlakukan impor terhadap ikan yang menjadi bahan baku dan tersedia di perairan Indonesia.(Ahmad Talib, 2018). 2.2.1 Peluang Dalam Pemanfaatan Produk Perikanan Komoditi perikanan dalam mendukung industri maka yang harus dilakukan termasuk dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut adalah: (1) industri pengalengan ikan dan biota perairan lain; (2) industri pengasapan ikan dan biota perairan lain; (3) industri pembekuan ikan dan biota perairan lain (dikecualikan pembekuan ikan di laut) dan; (4)



industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota perairan lain. Industri pengolahan hasil perikanan merupakan kegiatan yang mentransformasikan bahan-bahan hasil perikanan sebagai input menjadi produk yang memiliki nilai tambah atau nilai ekonomi lebih tinggi sebagai outputnya. Proses transformasi tersebut dapat dilakukan baik secara fisik, kimia, biologis, maupun



kombinasi



diantara



ketiganya.



Dengan



demikian,



dalam



melakukan proses transformasi, rekayasa penerapan teknologi maupun bioteknologi menjadi power atau kekuatan dalam memaksimalkan nilai tambah yang akan diperoleh sehingga menjadi efek pengganda ekonomi bangsa Indonesia dalam pembangunan nasional. Peran sentral dari industri pengolahan hasil perikanan dalam pembangunan nasional adalah: Penyedia lapangan kerja, Industri pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang baru memanfaatkan 40 persen dari hasil produksi perikanan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.205.189 orang pada tahun 2013. Seandainya, tingkat pemanfaatan produksi perikanan untuk pengolahan ditingkatkan menjadi 80 persen maka tenaga kerja yang diserap akan meningkat menjadi 12 juta-an orang. Angka tersebut sangat signifikan untuk menurunkan angka penggangguran di Indonesia.(Ahmad Talib, 2018). 2.3 Sertifikasi Produk Perikanan Merujuk kepada Organisasi Pangan Dunia (FAO), sertifikasi dibutuhkan suatu produk pangan yang ingin dikonsumsi konsumen, terutama pangan yang ditujukan untuk pasar internasional. Buntutnya, hal ini pun mempengaruhi sertifikasi pada komoditas udang yang notabene merupakan komoditas global. Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran



Produk



Perikanan



Indonesia



(AP5I),



Budhi



Wibowo



menjelaskan, prinsip dasar sertifikasi adalah membuat yakin dan bisa dipercaya oleh calon pembeli atau pembeli (buyer) bahwa produk yang dihasilkan dari dalam negeri terjamin mutunya. Mengakomodir kebutuhan sertifikasi tersebut, Coco Kokarkin selaku Direktur Perbenihan Direktorat



Jenderal



Perikanan



Budidaya



(DJPB)



Kementerian



Kelautan



dan



perikanan (KKP) mengungkapkan, akan adanya penerapan skema baru sertifikasi sektor budidaya. Yakni, akan ada beberapa poin yang harus ditambahkan dari sertifikasi yang sudah ada, seperti sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).“CBIB yang sudah ada, yakni versi satu berfokus kepada jaminan mutu hasil produksi budidaya dan juga keamanan pangan (food safety). Bebas dari kontaminan obat, benur yang aman maka udang siap dieskpor. Kini kami akan mulai mengembangkan CBIB dari versi satu ke versi dua,” ujar Coco dalam acara perudangan beberapa waktu lalu.Dalam versi dua ini, terang Coco, akan ada beberapa poin tambahan. Yaitu, ketertelusuran, dampak lingkungan dari proses budidaya yang berlangsung, tanggung jawab sosial, serta kesehatan dan kesejahteraaan hewan. “Ini merupakan konsep yang banyak diminta oleh pembeli dari luar negeri dan coba kita terapkan bersama. Disisi lain, kami coba menawarkan sebuah konsep baru bagi pembudidaya, dimana dengan konsep ini akan lebih hemat biaya dan lebih mudah dikontrol, sehingga hasil produksi udang dalam negeri terjamin mutunya,” paparnya. Skema baru ini, terang Coco dimulai dari hilir, yakni dari Unit Pengolahan Ikan (UPI). “Selama ini yang selalu mendapatkan sertifikat adalah pembudidaya. Coba kita balik jika para UPI yang berada di bawah naungan AP5I dan lainnya yang kita berikan sertifikat? Jika para UPI mendapatkan sertifikat otomatis yang di bawahnya, seperti supplier dan lain-lain mendapatkan sertifikat juga. Ini yang membuat sertifikasi akan lebih murah,” jelasnya.



Karena menurut Coco, sertifikasi internasional yang sudah ada cukup mahal biaya pengawasannya. Setiap tahun, UPI dan para pembudidaya harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. “Yakni, bisa sekitar Rp 60 –



Rp 200 juta bahkan ada beberapa bisa mencapai Rp 400 juta. Banyak pembudidaya tidak sanggup memenuhi biaya ini, maka pemerintah membuat gratis untuk semua pembudidaya dan UPI saat ini,” papar Coco. Apabila UPI yang telah mendapatkan sertifikat, kata Coco, Indonesia Good Aquaculture Practices (IndoGAP) dan sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Produk (LS-Pro), maka UPI membentuk tim atau satuan petugas yang mempunyai wewenang untuk mengaudit sektor pembenihan, pakan, pembudidaya, dan supplier. “Jika mereka memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) CBIB maka dipersilahkan produknya dikirim ke UPI. Dan tugas KKP dalam skema ini sebagai pengendali proses,” ungkapnya.Ini, tutur Coco, merupakan skema baru yang coba pemerintah tawarkan kepada para pelaku usaha. UPI diminta untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan dilatih oleh pemerintah. Nantinya SDM tersebut dibekali SOP Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB), CBIB, Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) dan lainnya, sehingga dapat memantau para pembudidaya yang berhak mendapatkan sertifikat CBIB. Serta menentukan hasil produksi yang siap dikirim ke UPI.



BAB 3 PENUTUP 3.1. Simpulan Pada bidang pengebangan kebijakan akauakur ada tiga aspek : 1.



Keunggulan Dan Kelemahan Produk Perikanan Di Indonesia.



Keunggulan. Di pasar perikanan dunia, Indonesia merupakan salah satu negara eksportir utama. Selama tahun 2005-2009, volume ekspor ikan dan udang dari Indonesia menurun masing-masing sebesar 1,9% dan 3,7% per tahun. Kelemahan Armada perikanan masih belum optimal Perahu/kapal dengan menggunakan motor lebih mendominasi dibandingkan perahu/kapal tanpa motor. Secara nasional, terjadi penurunan jumlah perahu/kapal penangkap ikan pada tahun 2014 dibanding tahun 2013. Pada tahun 2013, jumlah perahu/kapal penangkap ikan sebesar 877.333 buah, turun menjadi 576.012 buah di tahun 2014 (34,35 persen). Penurunan paling besar terjadi pada jumlah perahu/kapal tanpa motor yaitu sebesar 63,92 persen, disusul kapal motor sebesar 11,06 persen, dan motor tempel sebesar 5,12 persen dibandingkan tahun 2013. Jumlah alat penangkap ikan yang digunakan mengalami kenaikan selama periode 2010-2013, dengan kenaikan ratarata sebesar 5,54 persen per tahun. Namun pada tahun 2014 jumlah alat penangkap ikan laut sedikit mengalami penurunan sebesar 0,09 persen dibandingkan tahun 2013. 2.



Tantangan Dan Peluang Dalam Pemanfaatan Produk Perikanaan.



Tantangan Tantangan untuk industri pengolahan ikan di Indonesia adalah persaingan yang sangat ketat dalam mendapatkan bahan baku ikan segar, negara pesaing telah menerapkan integrated technology yang memungkinkan pengolahan di laut yang



belum diterapkan oleh industri pengolahan ikan dalam negeri, persyaratan ekspor semakin ketat, masih adanya Illegal Fishing dan transhipment ikan dilaut, kenaikan harga bahan bakar minyak dan masih adanya persepsi negatif pada perdagangan internasional seperti adanya zat pengawet (Mercury Issue) dan ikan yang tidak segar dari Indonesia. Peluang Peran sentral dari industri pengolahan hasil perikanan dalam pembangunan



nasional



adalah:



Penyedia



lapangan



kerja,



Industri



pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang baru memanfaatkan 40 persen dari hasil produksi perikanan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.205.189 orang pada tahun 2013. Seandainya, tingkat pemanfaatan produksi perikanan untuk pengolahan ditingkatkan menjadi 80 persen maka tenaga kerja yang diserap akan meningkat menjadi 12 juta-an orang. Angka tersebut sangat signifikan untuk menurunkan angka penggangguran di Indonesia.(Ahmad Talib, 2018). 3.



Sertifikasi produk perikanan.



sertifikasi dibutuhkan suatu produk pangan yang ingin dikonsumsi konsumen, terutama pangan yang ditujukan untuk pasar internasional. Buntutnya, hal ini pun mempengaruhi sertifikasi pada komoditas udang yang notabene merupakan komoditas global. Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Budhi Wibowo menjelaskan, prinsip dasar sertifikasi adalah membuat yakin dan bisa dipercaya oleh calon pembeli atau pembeli (buyer) bahwa produk yang dihasilkan dari dalam negeri terjamin mutunya. Mengakomodir kebutuhan sertifikasi tersebut, Coco Kokarkin selaku Direktur Perbenihan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan perikanan (KKP) mengungkapkan, akan adanya penerapan skema baru sertifikasi sektor budidaya.



3.2. Saran Pada bidang akuakultur pentingnya kebijakan pembangunan perikanan dalam sektor ekonomi bagi suatu negara maka harus di butuhkan ilmu dan teknologi yang canggih agar dapat memenuhi standar kebutuhan dalam sektor ekonomi yang terutama pada bidang produk perikanan.



DAFTAR PUSTAKA Lukman Adam. (2018). Hambatan Dan Strategi Peningkatan Ekspor Produk Perikanan Indonesia. Jakarta, Hal 20-21 Deasi Natalia. (2012). Kinerja Daya Saing Produk Perikanan Indonesia Di Pasar Global, Vol 6. No. 1 Dananjaya, Irwandaru dan Ajie Wahyujati. (2012). Peningkatan Daya Saing Produk Lokal dalam Upaya Standardisasi Memasuki Pasar Global (Standardisasi Mutu dan Kualitas Produk Udang Windu), UG Jurnal, Vol. 6 No. 02, hlm. 09 – 15. Hilborn, R., Fulton, E. A., Green, B. S., Hartmann, K., Tracey, S. R., and Watson, R. A. (2015). When is a fishery sustainable?, Canada Journal Fisheries Aquatic Science, (72), pp. 1433 – 1441. Huda, S. (2006). Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Non-Migas Indonesia, Jurnal Ilmu-Ilmu Ekonomi, 6 (2), September, pp. 117-124. Rachmawati, Lucky, Djoko Mursinto, and Nurul Istifadah. (2017). Fishery’s Potential in Indonesia, International Journal of Humanities and Social Science Invention, Volume 6 Issue 2, pp.58-64. Saputri, K. (2017) Peluang dan Kendala Ekspor Udang Indonesia ke Pasar Jepang, eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 5(4), pp. 1179 -1194.