Makalah Kel 2 - B - Etbis (Etika Dalam Auditing) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ETIKA DALAM PRAKTIK AUDITING MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi yang diampu oleh Ibu Titi Umi Kalsum Hulopi, SE. M.Ak



OLEH KELOMPOK II Syarafina Dewiyana Taha 921419030 Siti Nur Hasanah Asiku 921419041 Nur Sakina Djafar 921419126 Saraswati Mufida Monoarfa 921419133 Silvana Ahmad 921419119



JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala. Shalawat dan salam kita kirimkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Sallallahualaihiwassalam, karena atas hidayah-Nyalah, makalah yang berjudul Etika Dalam Praktik Auditing dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu upaya untuk memenuhi salah satu tugas Etika Bisnis dan Profesi, dan lebih dari itu sesungguhnya makalah ini merupakan dari proses pembelajaran selama berada di semester 4. Makalah ini berisi tentang gambaran mengenai Etika Dalam Praktik Auditing. Pada dasarnya setiap usaha dalam mencapai suatu keberhasilan pasti akan mengalami hambatan dan rintangan, demikian pula yang telah dialami oleh penulis dalam menyusun makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penulis dan pembaca.



Gorontalo, April 2021 Penyusun



Kelompok II



DAFTAR ISI MAKALAH ........................................................................................................... 1 KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2 BAB I ...................................................................................................................... 4 PENDAHULUAN .................................................................................................. 4 1.1



Latar Belakang ....................................................................................... 4



1.2



Rumusan Masalah .................................................................................. 5



1.3



Tujuan ..................................................................................................... 5



BAB II .................................................................................................................... 6 PEMBAHASAN .................................................................................................... 6 2.1



Teori Etika .............................................................................................. 6



2.2



Teori Auditing......................................................................................... 7



2.3



Etika Profesi ............................................................................................ 9



2.4



Kode Etik Profesi Auditor Internal ...................................................... 9



2.5



Pemahaman Hukum dalam Kewajiban Auditor ............................... 11



2.6



Kewajiban Hukum Bagi Auditor ........................................................ 14



2.7



Tanggung Jawab Auditor Pada Publik .............................................. 15



2.8



Teknik Mewujudkan Tanggung Jawab Profesional ......................... 16



2.9



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit ........................ 18



2.10



Konflik Audit dan Dilema Etika ......................................................... 20



2.11



Pengambilan Keputusan Etis .............................................................. 21



BAB III ................................................................................................................. 24 PENUTUP ............................................................................................................ 24 3.1



Kesimpulan ........................................................................................... 24



DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang



disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Timbul dan berkembanganya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan perkembangan perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Dalam perkembangan usahanya, baik perusahaan perorangan maupun berbagai perusahaan berbentuk badan hukum yang lain tidak dapat menghindarkan diri dari penarikan dana dari pihak luar, yang tidak selalu dalam bentuk penyertaan modal dari investor, tetapi berupa penarikan pinjaman dari kreditur. Dengan demikian, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan tidak lagi terbatas hanya pada kepemimpinan perusahaan, tetapi meluas kepada para investor dan kreditur serta calon investor dan kreditur. Pihak-pihak di luar perusahaan memerlukan informasi mengenai perusahaan untuk pengambilan keputusan tentang hubungan mereka dengan perusahaan. Pada umumnya keputusan mereka berdasarkan kepada informasi yang mereka peroleh dari laporan keungan perusahaan yang disajikan oleh manajemen perusahaan. Dengan demikian, terdapat dua kepentingan yang berlawanan dalam situasi seperti ini. Di satu pihak, manajemen perusahaan ingin menyampaikan informasi mengenai pertanggungjawaban pengelolaan data yang berasal dari pihak luar, di pihak lain, pihak luar perusahaan ingin memperoleh informasi yang andal dari manajemen perusahaan mengenai pertanggungjawaban dana yang mereka investasikan. Baik manajemen perusahaan maupun pihak luar perusahaan yang berkepentingan terhadap perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga yang dapat dipercaya. Tanpa menggunakan jasa auditor independen, manajemen perusahaan tidak akan dapat meyakinkan pihak luar perusahaan bahwa laporan keungan yang disajikan berisi informasi yang dapat dipercaya (Mulyadi, 2008: 2). Auditor menjadi profesi yang diharapkan banyak orang untuk dapat meletakan kepercayaan sebagai pihak yang bisa melakukan audit atas laporan keuangan dan dapat bertanggung jawab atas pendapat yang diberikan.



Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seorang auditor eksternal. Guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni: 1). Standar umum; 2). Standar pekerjaan lapangan; 3). Standar pelaporan. Dimana standar umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keungan yang diauditnya secara keseluruhan. Akuntan publik adalah profesi yang memberikan jasa audit atas laporan keuangan klien untuk memberikan jaminan kepada pemakai laporan keuangan bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Akuntan publik dalam memberikan opininya atas laporan keuangan yang telah diaudit, harus mempertanggungjawabkan semua perikatan audit yang telah dilakukan. 1.2



Rumusan Masalah 1. Bagaimana peranan etika dalam profesi audit? 2. Bagaimana konflik mempengaruhi keputusan etis auditor dalam situasi dilema etika? 3. Apakah etika profesi dan profesionalisme auditor berpengaruh terhadap kualitas auditor?



1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui peranan etika dalam profesi audit 2. Untuk mengetahui Pengaruh Etika Profesi Dan Profesionalisme Auditor Terhadap Kualitas Audit 3. Untuk mengetahui etika profesi dan profesionalisme auditor berpengaruh terhadap kualitas auditor



BAB II PEMBAHASAN 2.1



Teori Etika Munawir menyebutkan bahwa “etika merupakan suatu prinsip moral dan



perbuatan yang menjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang”.1 Etika sangat erat kaitannya dengan perilaku bermoral. Sukamto mengatakan bahwa moral adalah sikap mental dan emosional yang dimiliki oleh individu sebagai anggota kelompok sosial dalam melakukan tugas-tugas atau fungsi yang diharuskan kelompoknya serta loyalitas pada kelompoknya.2 Etika secara harfiah berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang artinya sama persis dengan moralitas yaitu adat kebiasaan yang baik.3 Kamus Bahasa Indonesia menyebutkan etika memiliki tiga arti yang salah satunya adalah nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Sedangkan etika dalam bahasa Latin yaitu ethica yang berarti falsafah moral. Etika adalah tatanan moral yang telah disepakati bersama dalam suatu profesi dan ditujukan untuk anggota profesi.4 Teori etika dapat membantu proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan moral dan justifikasi terhadap keputusan tersebut. Menurut Duska, teori etika dikembangkan dalam tiga bagian, yaitu: 1. Utilitarianism Theory Teori ini membahas mengenai optimalisasi pengambilan keputusan individu untuk memaksimumkan manfaat dan meminimalkan dampak negatif. Terdapat dua jenis utilitarisme, yaitu: a) Act utilitarisme yaitu perbuatan yang bermanfaat untuk banyak orang. b) Rule utilitarisme yaitu aturan moral yang diterima oleh masyarakat luas.



1



Munawir S, Analisis Laporan Keuangan, (Yogyakarta: Liberty, 1997), hal. 29 Sukamto, Pengajaran Etika Profesional. (Makalah yang disampaikan pada Seminar pengajaran Pemeriksaan Akuntansi, PAU UGM.1991), hal. 3 3 Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998), hal. 23 4 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Jakarta; Balai Pustaka, 2001 2



2. Deontologi Theory Teori etika ini membahas mengenai kewajiban individu kewajiban individu untuk memberikan hak kepada orang lain, sehingga dasar untuk menilai baik atau buruk suatu hal harus didasarkan pada kewajiban, bukan konsekuensi perbuatan. 3. Virtue Theory Teori ini menjelaskan disposisi watak seseorang yang memungkinkan untuk bertingkah laku baik secara moral. Ada dua jenis virtue theory, yaitu: a) Pelaku bisnis individual, seperti: kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan. b) Taraf perusahaan, seperti: kemarahan, loyalitas, kehormatan, rasa malu yang dimiliki oleh manajer dan karyawan.5 2.2



Teori Auditing Ditinjau dari sudut akuntan publik, Audit akuntan adalah Audit secara



objektif terhadap laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan (Simke, 1982; Steven, 1982; Sayle, 2006; Agoes, 2004; Spencer, Julian dan Wood, 2005;Boynton dan Johnson, 2005; Hansen dan Mowe, 2006; Engle et all., 2007; Arens, Elder, and Beasley, 2008). Menurut Sukrisno mengatakan bahwa auditing merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.6 Selanjutnya Mulyadi mendefenisikan bahwa auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara tingkat pernyataanpernyataan tersebut dengan kriteria yang



5



Duska, Ronald., et.al. Accounting Ethics, Second Edition. (United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd. 2011) hal. 197 6 Op.Cit, hal. 4



telah



ditetapkan



serta



penyampaian



hasil



kepada



pemakai



yang



membutuhkannya.7 Auditing merupakan proses yang sistematik yaitu berupa suatu rangkaian langkah atau prosedur yang masuk akal, berkerangka dan terorganisasi. Auditing dilaksanakan dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi dan bertujuan. Proses sistematik tersebut ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang dibuat oleh individu atau badan usaha, serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut. Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi maksudnya adalah hasil proses akuntansi. Pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk menentukan kesesuaian pernyataan tersebut dengan kinerja yang telah ditetapkan. Sekelompok orang yang melaksanakan audit dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan antara lain: 1. Audit independen yaitu auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum terutama dalam bidang atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan. 2. Auditor pemerintahan yaitu auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang diberi tugas pokok melakukan audit atas pertanggung jawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi sebagai pertanggung jawaban keuangan kepada pemerintah. 3. Auditor intern yaitu auditor yang bekerja dalam perusahaan dan diberi tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai organisasi.



7



Mulyadi. Akuntansi Biaya. (Yogyakarta: STIE YPKPN, 2009), hal. 9



2.3



Etika Profesi Arens mengatakan bahwa etika secara garis besar dapat didefenisikan sebagai



serangkaian prinsip atau nilai moral. Setiap orang memiliki rangkaian nilai tersebut walaupun kita memperlihatkan atau tidak secara eksplisit.8 Etika profesi merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari etika sosial. Kata hati niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan. Isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam hal merealisasikan ini terdapat 4 variabel yang terjadi, diantaranya: 1. Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik; 2. Tujuannya yang tidak baik, namun cara mencapainya kelihatannya baik; 3. Tujuannya tidak baik dan cara mencapainya juga tidak baik; 4. Tujuannya baik dan cara mencapainya juga terlihat baik. Menurut Keraf dan Imam membagi etika menjadi dua, yaitu : a) Etika umum, yaitu berkaitan dengan bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak, serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogikan dengan ilmu pengetahuan yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori. b) Etika khusus, yaitu penerapan prinsipprinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika khusus dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Etika individual yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri; 2) Etika sosial, yaitu berkaitan dengan kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia dengan manusia lainnya salah satu bagian dari etika sosial adalah etika profesi, termasuk etika profesi akuntan.9 2.4



Kode Etik Profesi Auditor Internal Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses



pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan 8



Arens, et.al. Auditing, an Integrated Approach Seventh Edition. (Upper Saddle River. New Yersey: Prenrice –Hall, 2011), hal. 110 9 A. Sony Keraf dan Robert Haryono Imam, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur, (Yogyakarta, FEUGM, 1995), hal. 41-43



kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen. Prinsip Auditor diharapkan berperilaku dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Integritas. Integritas akan membangun kepercayaan terhadap auditor internal sehingga dapat memberikan dasar keyakinan atas penilaian yang dilakukannya. 2. Objektivitas. Auditor internal menunjukkan objektivitas profesional yang tinggi dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi terkait aktivitas dan proses yang sedang diperiksa. Auditor internal menilai secara seimbang atas semua keadaan yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau pihak lainnya dalam memutuskan. 3. Kerahasiaan. Auditor internal menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang mereka dapatkan dan tidak membuka informasi tersebut tanpa kewenangan yang jelas kecuali terdapat kewajiban hukum atau profesional yang mengharuskan untuk melakukannya. 4. Kompetensi. Auditor internal menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas-tugas audit internal. Aturan Perilaku 1. Integritas Auditor internal:  Harus melaksanakan pekerjaan secara jujur, hati-hati dan bertanggung jawab;  Harus mematuhi hukum dan membuat pengungkapan sesuai ketentuan hukum atau profesi;  Tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan ilegal, atau melakukan kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau organisasi;



 Harus menghormati dan mendukung tujuan organisasi yang sah dan etis. 2. Objektivitas Auditor internal:  Tidak boleh terlibat dalam kegiatan atau hubungan apapun yang dapat, atau patut diduga dapat, menghalangi penilaian secara adil, termasuk kegiatan atau hubungan apapun yang mengakibatkan timbulnya pertentangan kepentingan dengan organisasi;  Tidak boleh menerima apapun yang dapat, atau patut diduga dapat, mengganggu pertimbangan profesionalnya;  Harus mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya, yang apabila tidak diungkapkan dapat mendistorsi laporan atas kegiatan yang direviu. 3. Kerahasiaan Auditor internal:  Harus berhati-hati dalam menggunakan dan menjaga informasi yang diperoleh selama melaksanakan tugas;  Tidak boleh menggunakan informasi untuk keuntungan pribadi, atau untuk hal-hal yang bertentangan dengan hukum atau merugikan tujuan organisasi yang sah dan etis. 4. Kompetensi Auditor internal: 



Hanya terlibat dalam pemberian layanan yang sesuai dengan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dimilikinya;







Harus memberikan layanan audit internal sesuai dengan standar praktik profesional audit internal;







Harus senantiasa meningkatkan keahlian, efektivitas dan kualitas layanannya secara berkelanjutan.



2.5



Pemahaman Hukum dalam Kewajiban Auditor Banyak profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab utama



tuntutan hukum terhadap kantor akuntan publik adalah kurangnya pemahaman pemakai laporan keuangan tentang perbedaan antara kegagalan bisnis dan



kegagalan audit, dan antara kegagalan audit, dan risiko audit. Berikut ini definisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit menurut Loebbecke: 1. Kegagalan bisnis adalah kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidak mampu membayar kembali utangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena kondisi ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang tak terduga dalam industri itu. 2. Kegagalan audit adalah kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat



audit



yang



salah



karena



gagal



dalam



memenuhi



persyaratanpersyaratan standar auditing yang berlaku umum. 3. Resiko audit adalah resiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan dengan wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya laporan tersebut disajikan salah secara material.10 Bila di dalam melaksanakan audit, akuntan publik telah gagal mematuhi standar profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa business failure juga dibarengi oleh audit failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus bertanggung jawab. Sementara, dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik tidak luput dari kesalahan. Kegagalan audit yang dilakukan dapat dikelompokkam menjadi ordinary negligence, gross negligence, dan fraud.11 Ordinary negligence merupakan kesalahan yang dilakukan akuntan publik, ketika menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable care). Dengan kata lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada kalanya auditor menghadapi situasi yang belum diatur standar. Dalam hal ini auditor harus menggunakan “common sense” dan mengambil keputusan yang sama seperti seorang (typical) akuntan publik bertindak. Sedangkan gross negligence merupakan kegagalan akuntan publik mematuhi standar profesional dan standar etika. Standar ini minimal yang harus dipenuhi. Bila akuntan publik gagal mematuhi standar minimal (gross negligence) dan pikiran sehat dalam situasi tertentu (ordinary negligence), yang



10



Loebbecke, Auditing Pendekatan terpadu Buku Satu. (Penerjemah : Amir Abadi Jusuf, Jakarta: Salemba Empat, 2003), hal.787 11 Daniels, Joseph P. & David D. Van Hoose, International Monetary and Financial Economics, third Edition, (Boston: South-Western College Publisher, 2004), hal. 28



dilakukan dengan sengaja demi motif tertentu maka akuntan public dianggap telah melakukan fraud yang mengakibatkan akuntan publik dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana. Sebagian besar professional akuntan setuju bahwa bila suatu audit gagal mengungkapkan kesalahan yang material dan oleh karenanya dikeluarkan jenis pendapat yang salah, maka kantor akuntan publik yang bersangkutan harus diminta mempertahankan kualitas auditnya. Jika auditor gagal menggunakan keahliannya dalam pelaksanaan auditnya, berarti terjadi kegagalan audit, dan kantor akuntan publik tersebut atau perusahaan asuransinya harus membayar kepada mereka yang menderita kerugian akibat kelalaian auditor tersebut. Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan bisnis, tetapi bukan kegagalan audit. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan bangkrut, atau tidak dapat membayar hutangnya, maka umumnya pemakai laporan keuangan akan mengklaim bahwa telah terjadi kegagalan audit, khususnya bila laporan audit paling akhir menunjukkan bahwa laporan itu dinyatakan secara wajar. Lebih buruk jika terdapat kegagalan bisnis dan laporan keuangan yang kemudian diterbitkan salah saji, para pemakai akan mengklaim auditor telah lalai sekalipun telah melaksanakannya sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum. Pemahaman terhadap hukum tidaklah mudah mengingat pemahaman tersebut menuntut suatu kesadaran dari perilaku-perilaku yang terlibat di dalamnya dan juga adanya kemungkinan interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan suatu hukum. Hal ini juga yang terjadi pada profesi akuntan public di mana perilaku-perilaku yang terlibat terkadang kurang memahami secara benar apa yang telah menjadi kewajiban yang nantinya akan mempunyai konsekuensi terhadap hukum. Suatu pemahaman yang baik terhadap hukum akan membawa profesi akuntan publik minimal ke dalam praktek-praktek yang sehat, yang dapat meningkatkan performance dan kredibilitas publik yang lebih baik. Sebaliknya apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era reformasi seperti sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke dalam



konteks yang lebih luas pada publik yang sudah mulai berani melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai profesi termasuk profesi akuntan publik. 2.6



Kewajiban Hukum Bagi Auditor Auditor secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek hukum



dan peraturan lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya, seperti kegagalan untuk mematuhi standar profesional di dalam kinerjanya. Profesi ini sangat rentan terhadap penuntutan perkara (lawsuits) atas kelalaiannya yang digambarkan sebagai sebuah krisis. Lebih lanjut Huanakala dan Shinneka menjelaskan bahwa litigasi terhadap kantor akuntan publik dapat merusak citra atau reputasi bagi kualitas dari jasa-jasa yang disediakan kantor akuntan public tersebut.12 Tanggung jawab profesi akuntan publik di Indonesia terhadap kepercayaan yang diberikan publik seharusnya akuntan publik dapat memberikan kualitas jasa yang dapat dipertanggung jawabkan dengan mengedepankan kepentingan public yaitu selalu bersifat obyektif dan independen dalam setiap melakukan analisa serta berkompeten dalam teknis pekerjaannya. Terlebih-lebih tanggung jawab yang dimaksud mengandung kewajiban hukum terhadap kliennya. Kewajiban hukum auditor dalam pelaksanaan audit apabila adanya tuntutan ke pengadilan yang menyangkut laporan keuangan menurut Loebbecke dan Arens serta Boynton dan Kell yang telah diolah oleh Azizul Kholis, I Nengah Rata, Sri Sulistiyowati dan Endah Prepti Lestari adalah seperti berikut ini: 1. Kewajiban kepada klien (liabilities to client), kewajiban akuntan public terhadap klien karena kegagalan untuk melaksanakan tugas audit sesuai waktu yang disepakati, pelaksanaan audit yang tidak memadai, gagal menemui kesalahan, dan pelanggaran kerahasiaan oleh akuntan public 2. Kewajiban kepada pihak ketiga, menurut common law (liabilities to third party) kewajiban akuntan public kepada pihak ketiga jika terjadi kerugian pada pihak penggugat karena mengandalkan laporan keuangan yang menyesatkan. 12



Huanakala dan Shinneke, Kewajiban hukum (legal liability) auditor terhadap public pasar modal, artikel, Media Akuntansi, No.35/September-oktober/2003, Penerbit Intama Artha Indonusa, Jakarta



3. Kewajiban perdata menurut hukum sekuritas federal (liabilities under securities laws) kewajiban hukum yang diatur menurut sekuritas federal dengan standar yang ketat. 4. Kewajiban kriminal (crime liabilities) kewajiban hukum yang timbul sebagai akibat kemungkinan akuntan public disalahkan karena tindakan kriminal menurut undang-undang.13 Sedangkan kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia secara eksplisit memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah ada seperti tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan mengenai Pasar Modal atau Bapepam, UU Perpajakan dan lain sebagainya yang berkenaan dengan kewajiban hukum akuntan.14 Keberadaan perangkat hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia sangat dibutuhkan oleh masyarakat termasuk kalangan profesi untuk melengkapi aturan main yang sudah ada. Hal ini dibutuhkan agar disatu sisi kalangan profesi dapat menjalankan tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat kepatuhan yang tinggi, dan disisi lain masyarakat akan mempunyai landasan yang kuat bila sewaktu-waktu akan melakukan penuntutan tanggung jawab professional terhadap akuntan publik. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban hukum bagi seorang akuntan publik adalah bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga jika memang terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor, maka akuntan publik dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum sebagai bentuk kewajiban hukum auditor. 2.7



Tanggung Jawab Auditor Pada Publik Profesi akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting



dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ketergantungan



13



Kholis, Azizul, I Nengah Rata, Sri Sulistyowati, dan Endah Prapti Lestari, Kewajiban Hukum (Legal Liability) Auditor, Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 3. No.3, Desember. 2001 14 Saleh, AS Rachmad dan Saiful Anuar Syahdan, Perspektif Kewajiban Hukum terhadap Advokasi Akuntan Public di Indonesia, artikel, Media Akuntansi, No.35/September oktober/2003, Penerbit Intama Artha Indonusa, Jakarta



antara akuntan dengan public menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan public didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. 2.8



Teknik Mewujudkan Tanggung Jawab Profesional Salah satu yang mendorong meluasnya expectation gap seperti dituturkan



adalah karena adanya upaya profesi untuk menghindari tanggung jawab pendeteksian kecurangan di mana dimotivasi untuk melindungi kepentingan dirinya guna membelokkan tekanan masyarakat dan mengurangi tanggung jawab hukum auditor. Tanggung jawab hukum dapat terjadi ketika akuntan public memberikan jasa profesionalnya, semisal dalam konteks pasar modal di mana keberadaan akuntan publik sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal mempunyai konsekuensi hukum ketika memberikan jasa profesionalnya.15 Nuansa kepentingan publik melekat pada profesi akuntan publik. Bagaimana profesi akuntan publik ini mengatur diri melalui organisasi profesi, terutama regulasi dalam hal pelaksanaan praktik profesional yang dijalankannya menjadi penting pula untuk dipahami, demikian pula tanggung jawab hukum profesi ini jika terjadi pelanggaran, baik terhadap aturan profesi maupun aturan lain diluar profesi seperti undang-undang dan aturan hukum lainnya yang tentunya juga dapat



Mulis, S. V. I., Martin, O. M., Ruddock, J. G., O’Sullivan, Y. C. Arora, A. Dan Erber ber, E. TIMSS 2007 assessment frameworks. Boston: TIMSS & PIRLS International Study Center. 2005 15



dikenakan karena keterlibatan profesi ini dalam aktivitas bisnis maupun sebagai subjek hukum dari aturan itu sendiri. Sebagai upaya menegakkan self regulation, IAI sebagai wadah organisasi profesi telah menetapkan aturan yang jelas dan tegas bagi anggotanya yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan standar profesi. Untuk tujuan penegakan disiplin anggota IAI, sejak KLB bulan Mei 2007, sesuai Pasal 20 ART IAI, dibentuk Komite Penegakan Disiplin Anggota (KPDA) sebagai pengganti Badan Peradilan Profesi (BP2AP) yang merupakan kelengkapan organisasi ditingkat kompartemen yang dipilih dan diangkat serta bertanggung jawab kepada Rapat Anggota Kompartemen. KPDA ini melakukan koordinasi dengan Majelis Kehormatan (MK). Untuk fungsi pengawasan, sesuai Pasal 17 AD IAPI dibentuk Pengawas yang terdiri dari Pengawas Internal dan Pengawas Profesi. Proses terhadap pelanggaran masih menerapkan konsep delik aduan, artinya pelanggaran yang terjadi atas kode etik dan standar profesi hanya akan diproses bila ada aduan dari anggota maupun masyarakat/pengguna jasa akuntan.16 Jika terdapat keberatan atas penetapan sanksi, baik pengadu dan yang diadukan dapat mengajukan banding ke MK. IAI sudah cukup sering menemukan dan memberi sanksi pada KAP dan Akuntan Publik yang terbukti melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik maupun standar yang berlaku. Pasal 9 ayat (1) ART IAI menyebutkan bahwa setiap anggota dapat dikenakan sanksi berupa: (a) peringatan tertulis, (b) berkewajiban mengikuti Pendidikan Profesional (PPL) bagi anggota perseorangan, (c) denda administratif, (d) pembekuan sementara sebagai anggota, atau (e) pemberhentian tetap sebagai anggota. Profesi akuntan publik yang berkaitan dengan tanggung jawab hukum diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Pasar Modal Undang-Undang Pasar Modal, UndangUndang Perbankan, KUHP dan KUH Perdata. Erick yang menangani Bidang Advokasi IAI-KAP mengemukakan bahwa meskipun profesi ini memiliki peran untuk menilai kewajaran atas laporan keuangan yang diterbitkan manajemen, namun dia tetap memiliki tanggung jawab



16



Satyo. Mendorong Good Governance dengan Mengembangkan Etika di KAP. Media Akuntansi. Edisi Oktober : 2005, hal. 39-42



untuk menemukan dan mengungkapkan adanya kekeliruan dan ketidak-beresan. Apabila dalam menjalankan perannya ternyata terdapat unsur kebohongan maka pelaku dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP. Ketentuan pidana dalam KUHP Pasal 103 mengatakan ketentuan-ketentuan dalam bab I sampai bab VIII buku ini —ketentuan umum KUHP juga berlaku bagi peraturan-peraturan yang oleh ketentuan undang-undang yang lain diancam dengan pidana, kecuali oleh undangundang ditentukan lain. 2.9



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit Dalam menjalankan praktik profesionalnya, akuntan publik sepenuhnya



harus mengikuti aturan etika yang telah ditetapkan dengan berbagai konsekuensinya. Namun demikian, pada umumnya masyarakat tidak mengetahui aturan-aturan yang harus diikuti oleh akuntan publik sehingga terdapat kesenjangan (gap) antara harapan masyarakat dan aturan-aturan yang membatasi praktik akuntan public terlalu besar. Gap ini terkadang dapat memunculkan persepsi yang salah dari masyarakat terhadap profesi akuntan publik. Salah satu contoh klasik adalah pengguna jasa akuntan publik belum dapat secara tegas memilah pengertian “Audit Failure” dan “Business Failure” (Windsor, 2003, William, 2003 dan Wyman, 2003). Etika profesi sangat diperlukan oleh akuntan/auditor mengingat banyak pihak baik internal perusahaan maupun eksternal perusahaan (stakeholder) yang mengandalkan pengambilan keputusannya berdasarkan pendapat akuntan (Windsor, 1995, Wright et al, 1997 dan Wolitzer, 2003). Pengaruh Profesionalisme Pada Kualitas Audit Menurut (Futri & Juliarsa, 2014) sebagai seorang auditor eksternal menjadi profesional adalah sebuah tanggungjawab individu untuk berprilaku yang lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang, kode etik dan peraturan masyarakat yang ada. Hasil penelitian yang dilakukan (Rusyanti, 2010) menunjukkan bahwa profesionalisme auditor berpengaruh positif terhadap variabel kualitas audit. Semakin profesional auditor dalam melakukan tugas auditnya maka kualitas audit yang diberikan oleh auditor akan semakin dipercaya oleh para pengambil keputusan, baik pihak internal maupun pihak ekstrernal perusahaan.



Pengaruh Audit Tenure Terhadap Kualitas Audit Audit Tenure adalah masa perikatan (keterlibatan) antara Kantor Akuntan Publik (KAP) dan klien terkait jasa audit yang disepakati atau dapat juga diartikan sebagai jangka waktu hubungan auditor dan klien. Penelitian yang dilakukan oleh (Supriyono, 1988) menyatakan penugasan audit yang lama kemungkinan dapat pula meningkatkan independensi karena akuntan publik sudah familiar, pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisien dan lebih tahan terhadap tekanan klien. Pengaruh Peer Review terhadap Kualitas Audit Peer review berasal dari kata peer yang berarti rekan sejawat dan review yang berarti telaah kembali, dengan demikian peer review adalah telaah kembali suatu pekerjaan yang dilakukan oleh rekan sejawat (satu profesi). Peer review kantor akuntan publik atau auditor merupakan telaah kembali pekerjaan kantor akuntan publik atau auditor oleh kantor akuntan publik atau auditor yang lain. Peer review sebagai mekanisme monitoring dipersiapkan oleh auditor dapat meningkatkan kualitas jasa akuntansi dan audit. Peer review dirasakan memberikan manfaat baik bagi klien, Kantor Akuntan Publik yang direview dan auditor yang terlibat dalam tim peer review. Manfaat yang diperoleh dari peer review antara lain mengurangi resiko litigation, memberikan pengalaman positif, mempertinggi moral pekerja, memberikan competitive edge dan lebih meyakinkan klien atas kualitas jasa yang diberikan. Pengaruh Profesionalisme, Audit Tenure dan Peer Review Terhadap Kualitas Audit Profesionalisme, audit tenure dan peer review secara bersama-sama mempengaruhi kualitas audit. Hasil penelitian yang dilakukan (Rusyanti, 2010) menunjukkan bahwa profesionalisme auditor berpengaruh positif terhadap variabel kualitas audit. Penelitian yang dilakukan oleh (Supriyono, 1988) menyatakan penugasan audit yang lama kemungkinan dapat pula meningkatkan independensi karena akuntan publik sudah familiar, pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisien dan lebih tahan terhadap tekanan klien. Peer review sebagai mekanisme monitoring dipersiapkan oleh auditor dapat meningkatkan kualitas



jasa akuntansi dan audit. Peer review dirasakan memberikan manfaat baik bagi klien, Kantor Akuntan Publik yang direview dan auditor yang terlibat dalam tim peer review. Manfaat yang diperoleh dari peer review antara lain mengurangi resiko litigation, memberikan pengalaman positif, mempertinggi moral pekerja, memberikan competitive edge dan lebih meyakinkan klien atas kualitas jasa yang diberikan. 2.10 Konflik Audit dan Dilema Etika Banyak pihak yang berkepentingan di dalam sebuah organisasi bisnis. Investor yang menanamkan dananya ke dalam perusahaan atau kreditur yang meminjamkan dananya, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan tidak terbatas kepada manajemen saja, tetapi meluas kepada investor dan calon kreditur serta calon investor dan kreditur. Para pihak tersebut memerlukan informasi mengenai perusahaan, sehingga seringkali ada dua pihak yang berlawanan dalam situasi ini. Di satu pihak, manajemen perusahaan ingin menyampaikan informasi mengenai pertanggungjawaban pengelolaan dana yang berasal dari pihak luar, di lain pihak, pihak eksternal ingin memperoleh informasi yang andal dari manajemen perusahaan. Profesi akuntan timbul untuk memberikan informasi terpercaya bagi kedua belah pihak dalam situasi seperti ini. Kode Etik yang digunakan oleh para professional beranjak dari bentuk pertanggungjawaban profesi kepada masyarakat. Akuntan sebagai sebuah profesi juga tidak terlepas dari pertanggungjawaban kepada masyarakat. Damman (2003) menyatakan bahwa sebenarnya akuntan di dalam aktivitas auditnya banyak hal yang harus dipertimbangkan, karena dalam diri auditor mewakili banyak kepentingan yang melekat dalam proses audit (built-in conflict of interest). Sering kali dalam pelaksanaan auditing, seorang auditor berada dalam konflik audit (Tsui, 1996 dan Gul, 1996). Konflik dalam sebuah audit akan berkembang pada saat auditor mengungkapkan informasi, tetapi informasi tersebut oleh klien tidak ingin dipublikasikan kepada umum. Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi di sisi lainnya



(Windsor dan Askhanasy, 1995). Karena auditor seharusnya secara sosial juga bertanggung jawab kepada masyarakat dan profesinya daripada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan pragmatis pribadi atau kepentingan ekonomis semata, sehingga seringkali auditor dihadapkan kepada masalah dilema etika dalam pengambilan keputusannya. Situasi dilema menurut Gunz, Gunnz dan McCutcheon (2002) adalah “situations in which professional must choose between two or more relevant, but contradictory, ethical directives, or when every alternative results in an undesirable outcome for one or more persons”. Dilema etika muncul sebagai konsenkuensi konflik audit karena auditor berada dalam situasi pengambilan keputusan yang terkait dengan keputusannya yang etis atau tidak etis. Situasi tersebut terbentuk karena dalam konflik audit ada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap keputusan auditor sehngga auditor dihadapkan kepada pilihan keputusan etis dan tidak etis. 2.11 Pengambilan Keputusan Etis Keptusan etis (ethical decision) perdefinisi adalah sebuah keputusan yang baik secara legal maupun moral dapat diterima oleh masyarakat luas (Trevino, 1986; Jones 1991). Beberapa review tentang penelitian etika (Ford dan Richardson, 1994; Louewers, Ponemon dan Radtke, 1997; Loe et.al., 2000; Paolillo & Vitell, 2002) mengungkapkan beberapa penelitian empiric tentang pengambilan keputusan etis. Mereka menyatakan bahwa salah satu determinan penting perilaku pengambilan keputusan etis adalah faktor-faktor yang secara unik berhubungan dengan individu pembuat keputusan, dan variabel-variabel yang merupakan ciri pembawaan sejak lahir (gender, umum kebangsaan dan sebagainya). Sedangkan faktor-faktor lainnya adalah faktor organisasi, lingkungan kerja, profesi dan sebagainya. Penelitian tentang pengambilan keputusan etis, telah banyak dilakukan dengan berbagai pendekatan mulai dari psikologi sosial dan ekonomi. Beranjak dari berbagai hasil penelitian tersebut kemudian dikembangkan dalam paradigma ilmu akuntansi. Louwers, ponemon dan Radtke (1997) menyatakan pentingnya penelitian tentang pengambilan keputusan etis dari pemikiran dan perkembangan



moral (moral reasoning and development) untuk profesi akuntan dengan 3 alasan, yaitu pertama, penelitian dengan topik ini dapat digunakan untuk memahami tingkat kesadaran dan perkembangan moral auditor dan akan menambah pemahaman tentang bagaimana perilaku auditor dalam menghadapi konflik etika. Kedua, penelitian dalam wilayah ini akan lebih menjelaskan problematika proses yang terjadi dalam menghadapi berbagai pengambilan keputusan etis auditor yang berbeda-beda dalam situasi dilema etika. Ketiga, hasil penelitian ini akan dapat membawa dan menjadi arahan dalam tema etika dan dampaknya pada profesi akuntan. Beberapa model penelitian etis seringkali hanya mendeskripsikan bagaimana proses seseorang mengambil keputusan terkait dengan etika dalam situasi dilema etika (Jones, 1991; Trevino, 1986). Sebuah model pengambilan etis tidak berada kepada pemahaman bagaimana seharusnya seseorang membuat keputusan etis (ought to do), namun lebih kepada pengertian bagaimana proses pengambilan keputusan etis itu sendiri. Alasannya adalah sebuah pengambilan keputusan akan memungkinkan menghasilkan keputusan yang etis, dan memberikan label atau mendefinisikan apakah suatu keputusan tersebut etis atau tidak etis akan mungkin sangat menyesatkan (McMahon, 2002). Rest (dalam Zeigenfuss dan Martison, 2002) menyatakan bahwa model pengambilan keputusan etis terdiri dari 4 (empat tahapan), yaitu pertama pemahaman tentang adanya isu moral dalam sebuah dilema etika, dalam tahapan ini mengambarkan bagaimana tanggapan sesorang terhadap isu moral dalam sebuah dilema etika. Kedua adalah pengambilan keputusan etis, yaitu bagaimana seseorang membuat keputusan etis. Ketiga adalah moral intention yaitu bagaimana seseorang bertujuan atau bermaksud untuk berkelakuan etis atau tidak etis. Sedangkan keempat adalah moral behaviour, yaitu bagaimana seseorang bertindak atau berperilaku etis tidak etis. Jones (1991) menyatakan ada 3 unsur utama dalam pengambilan keputusan etis, yaitu pertama moral issue, menyatakan seberapa jauh ketika seseorang melakukan tindakan, jika itu, maka akan mengakibatkan kerugian atau keuntungan bagi orang lain. Kedua adalah moral agent, yaitu seseorang yang,



membuat keputusan moral. Ketiga keputusan etis itu sendiri yaitu sebuah keputusan yang secara legal dan moral dapat diterima oleh masyarakat luas (Jones, 1991). Perkembangan penalaran moral sering disebut juga kesadaran moral, merupakan faktor penentu yang melahirkan perilaku moral dalam pengambilan keputusan etis, sehingga untuk menemukan perilaku moral yang sebenarnya hanya dapat ditelusuri melalui penalarannya. Artinya, pengukuran moral yang benar tidak sekedar mengamati perilaku moral yang tampak, tetapi harus meihat pada kesadaran moral yang mendasari keputusan perilaku moral tersebut. Dengan mengukur tingkat kesadaran moral akan dapat mengetahui tinggi rendahnya moral tersebut (Jones, 1991). Trevino (1998) menyusun sebuah model pengambilan keputusan etis dengan menyatakan bahwa keputusan etis adalah merupakan sebuah interaksi antara faktor individu dengan faktor situasional. Dia menyatakan bahwa pengambilan keputusan etis seseorang akan sangat tergantung kepada faktor-faktor individu. Model yang diajukan oleh Trevino (1986) dapat dijelaskan yaitu ketika seseorang dihadapkan pada sebuah dilema etika maka individu



tersebut



akan



mempertimbangkan secara kognitif dalam benaknya. Hal ini searah dengan pernyataan jones (1991) tentang moral Issue yang ada dalam dilema etika tersebut bahwa kesadaran kognitif moral issue tersebut akan tergantung kepada faktor individual (pengalaman, orientasi etika dan komitmen kepada profesi) dan faktor situasional (nilai etika organisasi).



BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan 1. Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen. 2. Pemahaman yang baik terhadap hukum akan membawa profesi akuntan publik minimal ke dalam praktek-praktek yang sehat, yang dapat meningkatkan performance dan kredibilitas publik yang lebih baik. Sebaliknya apabila akuntan publik kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era reformasi seperti sekarang ini maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke dalam konteks yang lebih luas pada publik yang sudah mulai berani melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai profesi termasuk profesi akuntan public. 3. Kewajiban hukum auditor dalam pelaksanaan audit apabila adanya tuntutan ke pengadilan yang menyangkut laporan keuangan menurut Loebbecke dan Arens serta Boynton dan Kell yang telah diolah oleh Azizul Kholis, I Nengah Rata, Sri Sulistiyowati dan Endah Prepti Lestari adalah seperti berikut ini: kewajiban kepada klien, kewajiban kepada pihak ketiga, kewajiban perdata, dan kewajiban kriminal 4. Akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan public didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas



kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus



menunjukkan



dedikasinya



untuk



mencapai



profesionalisme yang tinggi. 5. Profesi akuntan publik yang berkaitan dengan tanggung jawab hukum diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Pasar Modal Undang-Undang Pasar Modal, UndangUndang Perbankan, KUHP dan KUH Perdata. Erick yang menangani Bidang Advokasi IAI-KAP mengemukakan bahwa meskipun profesi ini memiliki peran untuk menilai kewajaran atas laporan keuangan yang diterbitkan manajemen, namun dia tetap memiliki tanggung jawab untuk menemukan dan mengungkapkan adanya kekeliruan dan ketidak-beresan. Apabila dalam menjalankan perannya ternyata terdapat unsur kebohongan maka pelaku dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP. Ketentuan pidana dalam KUHP Pasal 103 mengatakan ketentuan-ketentuan dalam bab I sampai bab VIII buku ini —ketentuan umum KUHP juga berlaku bagi peraturan-peraturan yang oleh ketentuan undang-undang yang lain diancam dengan pidana, kecuali oleh undang-undang ditentukan lain. 6. Profesionalisme, audit tenure dan peer review secara bersama-sama mempengaruhi kualitas audit. Hasil penelitian yang dilakukan (Rusyanti, 2010) menunjukkan bahwa profesionalisme auditor berpengaruh positif terhadap variabel kualitas audit. Penelitian yang dilakukan oleh (Supriyono, 1988) menyatakan penugasan audit yang lama kemungkinan dapat pula meningkatkan independensi karena akuntan publik sudah familiar, pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisien dan lebih tahan terhadap tekanan klien. Peer review sebagai mekanisme monitoring dipersiapkan oleh auditor dapat meningkatkan kualitas jasa akuntansi dan audit. Peer review dirasakan memberikan manfaat baik bagi klien, Kantor Akuntan Publik yang direview dan auditor yang terlibat dalam tim peer review. Manfaat yang diperoleh dari peer review antara lain mengurangi resiko litigation, memberikan pengalaman positif, mempertinggi moral pekerja, memberikan competitive edge dan lebih meyakinkan klien atas kualitas jasa yang diberikan.



7. Konflik dalam sebuah audit akan berkembang pada saat auditor mengungkapkan informasi, tetapi informasi tersebut oleh klien tidak ingiin dipublikasikan kepada umum. Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi di sisi lainnya (Windsor dan Askhanasy, 1995). Karena auditor seharusnya secara sosial juga bertanggung jawab kepada masyarakat dan profesinya daripada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan pragmatis pribadi atau kepentingan ekonomis semata, sehingga seringkali auditor dihadapkan kepada masalah dilema etika dalam pengambilan keputusannya. 8. Trevino (1998) menyusun sebuah model pengambilan keputusan etis dengan menyatakan bahwa keputusan etis adalah merupakan sebuah interaksi antara faktor individu dengan faktor situasional. Dia menyatakan bahwa pengambilan keputusan etis seseorang akan sangat tergantung kepada faktor-faktor individu. Model yang diajukan oleh Trevino (1986) dapat dijelaskan yaitu ketika seseorang dihadapkan pada sebuah dilema etika maka individu tersebut akan mempertimbangkan secara kognitif dalam benaknya. Hal ini searah dengan pernyataan jones (1991) tentang moral Issue yang ada dalam dilema etika tersebut bahwa kesadaran kognitif moral issue tersebut akan tergantung kepada faktor individual (pengalaman, orientasi etika dan komitmen kepada profesi) dan faktor situasional (nilai etika organisasi).



DAFTAR PUSTAKA Budisusetyo, S., Basuki., Hendaryatno. 2005. Internal Auditor Dan Dilema Etika. Ventura. Vol. 8, No 1, April 2005 Dewi, P., dan Murti, A. 2019. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit. Media Bina Ilmiah. Vol.13 No.7 Februari 2019 Djatmiko, B., dan Rizkina, HZ. 2014. Etika Profesi, Profesionalisme, dan Kualitas Audit. Star – Study & Accounting Research. Vol. Xi, No 2, 2014 Purnamasari, D., dan Hernawati, E. 2013. Pengaruh Etika Auditor, Pengalaman, Pengetahuan dan Perilaku Disfungsional Terhadap Kualitas Audit. Jurnal NeO-Bis. Vol. 7, No 2, Desember 2013 Siregar, GB. 2017. Etika dan Tanggung Jawab Hukum Auditor. Yurisprudentia. Vol. 3, No 1, Juni 2017 Tandiontong, M. 2016. Kualitas Audit dan Pengukurannya. ALFABETA: Bandung