MAKALAH KEL 3 Bunda Yenni [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH EVIDENCE BASED DALAM PRAKTIK KEBIDANAN “KEPAKARAN KLINIS (CLINICAL EXPERTISE)”



DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 3 1. AFLITA AMINUDIN 2. ELFI RAHMI 3. ISMI NOVITA SARI 4. MERI MARDIANA ISMAIL 5. MERISA PARE 6. MERLYANTI ANGGELIA 7. RANNI ANGGARA SAKTI 8. RENI RONIATI 9. RESI NOVITA SARI 10. RIZA LORENZA 11. SHINTA MAHARANI 12. SUJINAH 13. YENI WULANDARI 14. YENSI MEILINDA DOSEN PEMBIMBING : YENNI PUSPITA SKM, MPH KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES BENGKULU PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN ALIH JENJANG CURUP 2019/2020



i



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “kepakaran klinis” tepat pada waktunya. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dalam kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta memberikan dukungan berupa moril maupun materil sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Curup, Agustus 2020



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .................................................................................ii DAFTAR ISI ................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................1 B. Masalah .............................................................................................2 C. Tujuan.................................................................................................2 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kepakaran Klinis ...............................................................................3 B. Pertimbangan keilmuan .....................................................................4 C. Pengalaman klinik .............................................................................4 D. Pengambilan keputusan klinis dalam asuhan ....................................5 E. Reflektif .............................................................................................11 F. Nilai Individu ....................................................................................12 G. Dilema Etik ........................................................................................14 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................ B. Saran .................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pengambilan keputusan klinis terdapat paradigma lama, yaitu pengambilan keputusan klinis berdasarkan intuisi, pengalaman klinis, maupun keadaan patofisiologis. Akan tetapi, dalam dekade terakhir ini terdapat pergesaran paradigma, yang semula masih memakai paradigma lama ataupun tradisional menjadi paradigma baru, yaitu pencarian bukti-bukti dan informasi yang berasal dari penelitian yang sistematis, biasa disebut Kedokteran Berbasis Bukti (Evidence-based Medicine – EBM) Dalam paradigma lama, ketika pengambilan keputusan klinis masih berdasar intuisi atau keadaan patofisiologis, setiap jenis penyakit, mungkin akan mendapat perlakuan yang sama saja. Hal ini tentu juga tidak dapat disalahkan,asalkan outcome atau hasilnya pasien menjadi sembuh atau dapat diselamatkan. Akan tetapi, tidak semua yang berdasar intuisi, keadaan patofisiologis, ataupuntextbook dapat dipertanggung jawabkan. Karena, kadang intuisi itu bisa menipu, keadaan patofisiologis pasien kurang jelas, dan textbook yang dipelajari sudah terlalu tua atau tidak relevan lagi. Maka, evidence-based medicine pun menjadi acuan yang digunakan dalam pengambilan keputusan klinis dalam dekade terakhir. Bahkan, di fakultas kedokteran pun mahasiswanya sudah belajar berdasar EBM. Dengan EBM, masalah pasien akan ditanggulangi dengan keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan, sesuai dengan fakta dan bukti yang benar, akurat, dan terkini. Sehingga pasien akan mendapat suatu cara atau penanganan klinis yang terbaik dan dapatdibuktikan tingkat keberhasilannya. Penerapan



EBM



dalam



pengambilan



keputusan



klinis,



harus



berdasarbukti klinis eksternal yang terbaik dan tersedia, yang berasal dari riset yangsistematis. Akan tetapi, jika hanya mengandalakan pemilihan bukti yang terbaikpun tentu juga tidak relevan, jika tidak diimbangi dengan kemampuan klinis individunya. Sehingga, bukti-bukti klinis yang terbaik itu



1



sebagai penunjang darikemampuan klinis individu untuk melakukan penanganan pasien atau tindakan klinis terhadap pasien. Dari Latar belakang diatas, penulis akan membahas tentang Kepakaran klinis (clinical Expertis). B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan Kepakaran klinis ? 2. Apakah yang dimaksud dengan pertimbangan keilmuan ? 3. Apa yang dimaksud dengan pengalaman klinik ? 4. Apa yang dimaksud dengan pengambilan keputusan klinis dalam Asuhan ? 5. Apa yang dimaksud dengan reflektif ? 6. Apa yang dimaksud dengan nilai individu ? 7. Apa yang dimaksud dengan Dilema etik ? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui tentang Kepakaran klinis 2. Untuk mengetahui tentang pertimbangan keilmuan 3. Untuk mengetahui tentang pengalaman klinik 4. pengambilan keputusan klinis dalam Asuhan 5. Untuk mengetahui tentang reflektif 6. Untuk mengetahui tentang nilai individu 7. Untuk mengetahui tentang Dilema etik



2



BAB II TINJAUAN TEORI A.



Kepakaran Klinis (Clinical Expertist) 1. Pengertian Evidence based Midwifery  Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti. Bukti ini pun tidak sekadar bukti tapi bukti ilmiah terkini yang bias dipertanggung jawabkan.  Evidence based practice(EBP) adalah sebuah proses yang akan membantu tenaga kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu memperoleh informasi terbaru yang dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan efisien sehingga dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011). Suatu istilah yang luas yang digunakan dalam proses pemberian informasi berdasarkan bukti dari penelitian (Gray, 1997). Jadi, Evidence based Midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan bukti dari penelitian yang bisa dipertanggung jawabkan. Praktik dalam kebidanan yang di utamakan adalah lebih didasarkan pembuktian ilmiah hasil observasi/penelitian dan pengalaman praktik terbaik dari semua para praktisi dari seluruh penjuru dunia. Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi. Hal ini terjadi karena Ilmu Kedokteran berkembang sangat pesat. Temuan dan hipotesis yang telah dipergunakan di waktu lalu secara sigap diganti oleh temuan yang lebih baru yang segera menggugurkan teori sebelumnya yang telah lebih dulu digunakan. kemudian hipotesis yang telah digunakan untuk diujikan sebelumnya akan segera ditinggalkan karena telah ditemukan pengujian-pengujian hipotesis yang bagus dan lebih sempurna. untuk lebih di pahami, akan berikan contoh, bila sebelumnya dipercaya bahwa episiotomi adalah sebuah prosedur yang sering digunakan dalam persalinan khususnya pada



3



primigravida, maka untuk saat ini kepercayaan itu dihapuskan oleh temuan yang memperlihatkan bahwa episiotomi yang sering digunakan justru lebih sering menimbulkan/ memunculkan berbagai permasalahan yang kadang lebih merugikan untuk quality of life pasien. B.



Pertimbangan Keilmuan Keputusan terapi dalam dunia kedokteran dan kedokteran gigi harus selalu didasarkan pada pertimbangan ilmiah yang tidak saja menyangkut jenis terapi yang dipilih tetapi juga faktor-faktor yang memungkinkan suatu pendekatan terapi memberikan hasil yang optimal Faktor-faktor tersebut antara lain adalah penyakit, kondisi pasien, efek obat, pertimbangan terhadap manfaat-risiko obat (risk-benefit assessment), hinga aspek ekonomi dari terapi itu sendiri. Pengambilan keputusan terapi (therapeutic decision making process) dengan demikian menjadi bagian penting dari keseluruhan proses yang bertujuan untuk menyembuhkan penyakit, mengurangi atau menghilangkan simptom, hingga memperbaiki kualitas hidup penderita.



C.



Pengalaman Klinik Evidence Based kebidanan digunakan oleh bidan sebagai pemberi pelayanan asuhan kebidanan yang baik karena pengambilan kesepakatan klinis berdasarkan pembuktian. Mengambil keputusan yang tepat dalam asuhan kebidanan yang dilakukan seorang bidan professional dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya pengalaman klinik yang dimiliki dan hasilhasil riset yang terbaik sehingga kualitas asuhan kebidanan berbasis pembuktian terjaga. Bidan yang melaksanakan praktiknya berdasarkan pengalaman klinik yang dimiliki dan hasil-hasil riset yang terbaik berarti telah melaksanakan Evidence base dalam kebidanan. Pengalaman klinik seorang bidan didapatkan dari pengalaman klinis pertama. Pengalaman klinis pertama adalah penggabungan simulasi manusia pasien dalam pendidikan keperawatan sebelum praktik klinik.



4



Melalui pengalaman awal simulasi manusia dapat mulai untuk mengembangan ketrampilan kebidanan yang dibutuhkan dalam persiapan untuk pengalaman klinis pertama. Pengalaman klinik bidan akan berhadapan dengan pasien dan penyakitnya langsung, memberikan tindakan kebidanan dan melaporkan hasil kelolaan kasus klinik yang merupakan rutinitas sehari-hari saat praktek klinik. D.



Pengambilan Keputusan Klinis Dalam Asuhan 1. Pengertian Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktik suatu profesi dan keberadaannya sangat penting karena akan menentukan tindakan selanjutnya. Menurut George R.Terry, pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang ada. 2. Hal pokok dalam pengambilan keputusan a. Intuisi



berdasarkan



perasaan,



lebih



subyektif



dan



mudah



terpengaruh b. Pengalaman mewarnai pengetahuan praktis, seringnya terpapar suatu kasus meningkatkan kemampuan mengambil keputusan terhadap suatu kasus c. Fakta, keputusan lebih real, valid dan baik. d. Wewenang lebih bersifat rutinitas e. Rasional, keputusan bersifat obyektif, transparan, konsisten. 3. Teori-Teori Pengambilan Keputusan a. Teori Utilitarisme Ketika



keputusan



diambil,



memaksimalkan



kesenangan,



meminimalkan ketidaksenangan. b. Teori Deontology Menurut Immanuel Kant : sesuatu dikatakan baik bila bertindak baik. Contoh bila berjanji ditepati, bila pinjam hrus dikembalikan



5



c. Teori Hedonisme Menurut Aristippos , sesui kodratnya, setiap



manusia mencari



kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. d. Teori Eudemonisme Menurut



Filsuf



Yunani



Aristoteles,



bahwa



dalam



setiap



kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita. 4. Bentuk pengambilan keputusan a. Strategi : dipengaruhi oleh kebijakan organisasi atau pimpinan, rencana dan masa depan, rencana bisnis dan lain-lain. b. Cara kerja : yang dipengaruhi pelayanan kebidanan di dunia, klinik, dan komunitas. c. Individu dan profesi : dilakukan oleh bidan yang dipengaruhi oleh standar praktik kebidanan. 5. Pendekatan tradisional dalam pengambilan keputusan : a.



Mengenal dan mengidentifikasi masalah



b.



Menegaskan masalah dengan menunjukan hubungan antara masa lalu dan sekarang.



c.



Memperjelas hasil prioritas yang ingin dicapai.



d.



Mempertimbangkan pilihan yang ada.



e.



Mengevaluasi pilihan tersebut.



f.



Memilih solusi dan menetapkan atau melaksanakannya.



6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan a.



Faktor fisik, didasarkan pada rasa yang dialami oleh tubuh sepeti rasa sakit, tidak nyaman dan kenikmatan.



b.



Emosional, didasarkan pada perasaan atau sikap.



c.



Rasional, didasarkan pada pengetahuan



6



d.



Praktik, didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan dalam melaksanakanya.



e.



Interpersonal, didasarkan pada pengrauh jarigan sosial yang ada



f.



Struktural, didasarkan pada lingkup sosial,ekonomi dan politik.



7. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan a.



Penilaian ( Pengumpulan Informasi ) Langkah pertama dalam pengambilan keputusan klinis adalah menilai/menggali keluhan utama klien, keluhan utama ini mengarah kepada masalah yang lebih penting atau merupakan dasar dari masalahnya. Contohnya : 1) Seorang ibu hamil usia kehamilan 9 bulan datang dengan keluhan : susah tidur dan mata berkunang-kunang 2) Ibu datang hamil 9 bulan mengeluh mules dan keluar lendir sejak 6 jam yang lalu. Dalam kasus-kasus lain misalnya dalam pemeriksaan kesehatan reproduksi, tenaga kesehatan menemukan masalah, sedangkan kliennya tidak menyadarinya. Contohnya : Ibu datang hamil 8 bulan dengan keluhan pusing-pusing, nafsu makan biasa, keluhan diatas tidak menggambarkan masalah, namun keluhan ini belum tentu menggambarkan keluhan yang sebenarnya agar petugas dapat menemukan keluhan utama yang ada perlu menggali informasi dan melakukan pemeriksaan langsung contoh : anamnesa ; pusingnya dirasakan sejak kapan ? dalam kondisi yang bagaimana ? apakah sebelum hamil mendapat tekanan darah tinggi, dilanjutkan dengan pemeriksaan tekanan darah ? Hb? edema ? setelah menemukan data-data diatas secara lengkap petugas dapat menemukan keluhan yang sebenarnya.



7



Oleh karena itu untuk mengidentifikasi masalah secara tepat, tenaga kesehatan perlu mengumpulkan informasi dan proses mengenai keadaan kesehatannya. Hal ini akan membantu pembuatan diagnose yang tepat untuk menangani masalah yang ada. Informasi dapat diperoleh dari riwayat, pemeriksaan fisik, pengujian diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium dan sebagainya, seperti contoh kasus diatas. Pada pengunpulan informasi ini sering terjadi terlalu banyak pengumpulan informasi yang tidak relevant atau tidak dapat membedakan antara informasi yang relevan dan mana yang tidak, sehingga waktu yang dibutuhkan terlalu banyak dan mengganggu pelayanan, menimbulkan ketidakpuasan atau dapat membahayakan jiwa klien apabila dalam kondisi kegawatdaruratan. Agar tenaga kesehatan dapat melakukan proses pengumpulan data



dengan



efektif,



pengumpulan



maka



informasi



berpengalaman



akan



harus



yang



menggunakan



standar.



menggunakan



standar



format



Tenaga ini



yang dengan



mengajukan pertanyaan yang lebih sedikit, lebih terarah dan pemeriksaan yang terfokus pada bagian yang paling relevan. b.



Diagnosis



(Menafsirkan



Informasi/menyimpulkan



hasil



pemeriksaan) Setelah mengumpulkan beberapa informasi, tenaga kesehatan mulai merumuskan suatu diagnosis defferensial (diagnosa banding). Diagnosis defferensial ini merupakan kemungkinan– kemungkinan diagnosa yang akan ditetapkan. Dari diagnosa differensial ini tenaga kesehatan mungkin perlu data tambahan atau hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya. Untuk membantu menentukan diagnosis kerja dari kemungkinan diagnose yang ada. Untuk ketepatan merumuskan diagnose ini perlu pengalaman klinis sehingga tenaga kesehatan bisa melakukan dengan cepat dan tepat.



8



Salah satu contoh ; Seorang ibu yang mengalami perdarahan hebat paska persalinan. Dengan hanya mengetahui beberapa rincian tentang ibu (misalnya graviditas, modus kelahiran serta lamanya persalinan), anda bisa membentuk segera satu diagnosis differensial. Daftar diagnosis ini akan berisi: atonia uteri, laserasi vaginal atau sisa placenta. Sebagai seorang tenaga kesehatan yang berpengalaman, akan mengarahkan pemeriksaan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik kearah pengumpulan informasi yang terfokus untuk mengenyampingkan



kemungkinan-kemungkinan



diagnosis-



diagnosis di dalam daftar tersebut. c.



Perencanaan (Pengembangan Rencana) Setelah memutuskan diagnose kerja, maka tenaga kesehatan akan memilih perencanaan pengobatan atau asuhan. Dalam perencanaan ini bisa ditemukan beberapa pilihan yang perlu dipertimbangkan risiko dan keuntungannya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan prioritas perencanaan adalah : 1) Pengalaman tenaga kesehatan 2) Penelitian dan bukti-bukti klinis (evidence based) 3) Nilai-nilai yang dianut tenaga kesehatan bersangkutan 4) Ketidak jelasan yang disebabkan tidak adanya atau tidak lengkapnya data. Contoh : Sebagai contoh, untuk ibu yang sedang mengalami perdarahan paska persalinan, anda akan memutuskan apakah langkah terbaik untuk



pengobatannya



adalah



memberikan



oxytocin,



atau



melakukan kompresi bimanual. Keputusannya akan didasarkan pada jumlah perdarahan, obat-obat yang tersedia, keberhasilan pengobatan terdahulu yang menggunakan cara yang sama serta



9



informasi – informasi lainnya. Anda akan mempertimbangkan konsekuensinya yang positif, yang bisa timbul dari masingmasing alternatif pengobatan. d.



Intervensi ( Melaksanakan Rencana ) Langkah berikutnya dalam pengambilan keputusan klinis setelah merencanakan pilihan tindakan yang akan dilakukan adalah melaksanakan pengobatan atau asuhan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan langkah ini perlu mengacu pada protokol atau prosedur yang telah dibuat dan di standarisasi. Dalam melaksanalkan tindakan pada klien, perlu memperhatikan reaksi / respon klien terhadap tindakan yang diberikan. Tindakan pemantauan tersebut akan menghasilkan data untuk langkah berikutnya.



e.



Evaluasi (Mengevaluasi Rencana Asuhan) Dalam langkah evaluasi pengambilan keputusan klinis, rencana tindakan/pengobatan yang dipilih untuk diagnosisnya harus dievaluasi untuk mengetahui apakah sudah efektif atau tidak. Contoh: Dalam kasus diatas setelah diberikan oxytocin dievaluasi apakah kontraksi uterus menjadi baik sehingga perdarahan berkurang atau tetap. Jika belum efektif maka pilihan tindakan lain perlu dipertimbangkan dan perencanaan, intervensi dan evaluasi mengikuti satu pola yang bersifat sirkuler (berulang) yang banyak persamaannya dengan proses penilaian dan diagnosis bila tetap uterus lembek dan perdarahan banyak, maka tindakan lain diberikan, misalnya kompresi bimanual. Penilaian atas pengobatan bisa juga mengarahkan tenaga kesehatan ke pembentukan diagnosis akhir – diagnosis kerja yang telah dipertegas oleh informasi objektif yang lebih banyak , jika diagnosis akhir ternyata sejalan dengan diagnosis kerja atau



10



diagnosis sementara, maka tenaga kesehatan akan menggunakan rincian dari kasus tersebut didalam memori simpanan pengalaman klinisnya. Keberhasilan suatu intervensi dilihat apabila terjadi perubahan bukan hanya pada gejala tetapi pada penyebab masalahnya, misalnya bagi ibu yang mengalami perdarahan paska persalinan, jika perdarahan berkurang sedangkan uterusnya tetap lembek (yang membuktikan bahwa atonia uteri yang menjadi penyebabnya masih belum terselesaikan), maka penanganannya tidak bisa dianggap berhasil. E.



Reflektif Berpikir reflektif (reflective thinking) merupakan bagian dari metode penelitan yang dikemukakan oleh John Dewey. Pendapat Dewey menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses sosial dimana anggota masyarakat yang belum matang (terutama anak-anak) diajak ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan pendidikan adalah memberikan kontribusi dalam perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman dan pemecahan masalah yang berlangsung secara reflektif (Reflective Thinking). Menurut John Dewey metode reflektif di dalam memecahkan masalah, yaitu suatu proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang definitif melalui lima langkah yaitu : 1.



Siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari luar diri siswa itu sendiri.



2.



Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisa kesulitannya dan menentukan masalah yang dihadapinya.



3.



Lalu dia menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya itu atau satu sama lain, dan mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut. Dalam bertindak ia dipimpin oleh pengalamannya sendiri.



11



4.



Kemudian ia menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan



akibatnya



mempraktekkan



masing-masing.



salah



satu



Selajutnya



kemungkinan



ia



mencoba



pemecahan



yang



dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul-tidaknya pemecahan masalah itu. Bilamana pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat, maka akan di cobanya kemungkinan yang lain sampai ditemukan pemecahan masalah yang tepat. Berpikir reflektif merupakan jantung dari kunci-kunci kompetensi individu (PISA,2000) yang merupakan proses berpikir aktif, hati-hati dan dilandasai ke arah kesimpulan yang definitif (Dewey, 1910) yang dipicu oleh kompleksitas situasi, ketidakpastian, ketidakstabilan ketika individu menghadapi masalah atau situasi yang sulit dan membutuhkan bimbingan (Rogers, 2000). Pentingnya Berpikir Reflektif dalam Penyelesaian Masalah: Polya pada tahun 1945 dalam empat tahapan penyelesaian masalah, yaitu Understand the Problem, Devise a Plan, Carry out the Plan, dan Look Back at the Solution (Melis & Ulrich, 2014); namun Look Back at the Solution mencakup: 1.



kemampuan memaknai dan mengkaji permasalahan yang telah dipelajari,



2.



mengenali hubungan antar konsep,



3.



mampu melihat kemiripan dan perbedaan dua konsep,



4.



bahkan mampu memunculkan masalah terkait konsep yang dipelajari (Sabandar, 2010).



F.



Nilai Individu 1.



Pengertian Nilai merupakan pola perhatian dalam hidup, baik secara individu maupun secara kelompok. Setiap individu atau kelompok



12



biasanya memiliki perhatian terhadap nilai tertentu yang mungkin berbeda dengan individu atau kelompok yang lain. Nilai merupakan pendukung dasar-dasar sikap atau merupakan disposisi yang dapat mengarah kepada perbuatan (Allport, 1961) dan nilai sangat berkaitan dengan apa yang diinginkan atau apa yang dipilih (Smith, 1969). Klukhohn (1962) menjelaskan bahwa nilai merupakan suatu konsepsi yang secara implisit atau eksplisit membedakan individu maupuk



kelompok



dan



memiliki



kespesiftkan



yang



dapat



mempengaruhi pemilihan cara bagi individu ataupun kelompok dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Nilai banyak didasarkan pada kegunaan sesuatu dengan pertimbangan kognitif dan bukan pertimbangan emosi atau afeksi (Klukhohn, 1962). Nilai merupakan keyakinan dan sebagai patokan yang mengarahkan perbuatan sefta cara pengambilan keputusan dalam menghadapi sesuatu yang sifatnya sangat spesiftk (Rokeach, 1968). Nilai dapat merupakan salah satu aspek sikap. Nilai mernpunyai sifat lebih khusus dibandingkan sikap dan merupakan disposisi atau kesiapan yang ada pada diri seseorang untuk berbuat atau bertindak (Oppenheim, 1976). Sikap lebih berorientasi kepada hal yang umum dan dapat menunjukkan sifat positif atau negatif, sedangkan mlai di samping merniliki sifat khusus juga memiliki sifat positif karena mlai banyak berkaitan dengan suatu cam bertingkah laku yang disukai (Rokeach, 1973). Nilai bukan merupakan acuan mutlak hagi individu, tetapi merupakan kecenderungan atau pertimbangan yang ditentukan secara moral dengan melihat ketentuan estetika (Klukhohn. 1962). 2.



Sifat Nilai Nilai tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena nila terbentuk dan dimiliki melalui proses yang lama, yaitu sebagai hasil interaksi



individu



dengan



13



lingkungannya.



Setiap



manusia



mempunyai nilai sesuai dengan keyakinan atau pilihannya. Atas dasar itulah manusia bertingkah laku dan berbuat yang diarahkan untuk mencapai tujuan hidup sesuai dengan keyakinan yang ada pada dirinya. Nilai memiliki Bifat yang kompleks dan unik. Ada beberapa' sitat nilai(Rokeach, 1973) Yang dapat dirangkum sebagai berikut. a.



Nilai mempunyai sifat tahan lama



b.



Nilai sebagai keyakinan



c.



Nilai sebagai alat dan tujuan akhir



d.



Nilai bersifat eksplisit atau implisit



e.



Nilai sebagai suatu konsepsi tentang sesuatu yang disukai secara individu dan sosial



3.



Fungsi nilai Setiap manusia memiliki sifat positif terhadap nilai tertentu, dan sikap tersebut merupakan cermin dari orientasinya terhadap nilai tersebut. Nilai mempunyai beberapa fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. a. Nilai berfungsi sebagai standar, yaitu standar yang menunjukkan tingkah laku dari berbagai cara b. Nilai berfungsi sebagai rencana umum (general plans) dalam penyelesaian konflik dan pengambilan keputusan. c. Nilai berfungsi motivasional d. Nilai berfungsi penyesuaian e. Nilai berfungsi ego defensive f. Nilai berfungsi sebagai pengetahuan atau aktualisasi diri



G.



Dilema Etik Istilah etik secara umum, digunakan sehari- hari pada hakekatnya berkaitan dgn falsafah, dan moral yaitu mengenai apa yang dianggap baik atau buruk dimasyarakat dalam kurun waktu tertentu. Sesuai dengan



14



perubahan/perkembangan norma/nilai. Dikatakan kurun waktu tertentu karena etik dan moral bisa berubah dengan lewatnya waktu. Merupakan Suatu pernyataan



komperhensif dari profesi yang



memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakan praktik dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien/ pasien , kelurga, masyarakat teman sejawat, profesi & dirinya sendiri. Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah penyelesaiannya baik atau salah (Jones, 1994). Penyimpangan mempunyai konotasi yang negative yang berhubungan dengan hukum. Seseorang bidan dikatakan professional bila ia mempunyai kekhususan. Sesuai dengan peran dan fungsinya seorang bidan bertanggung jawab menolong persalinan. Dalam hal ini bidan mempunyai hak untuk mengambil keputusan sendiri yang harus mempunyai pengetahuan yang memadai dan harus selalu memperbaharui ilmunya dan mengerti tentang etika yang berhubungan dengan ibu dan bayi. Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat dunia, juga mempengaruhi munculnya



masalah/penyimpangan



etik



sebagai



akibat



kemajuan



teknologi/ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik terhadap nilai. Arus kesejahteraan ini tidak dapat dibendung, pasti akan mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dengan demikian penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi juga dalam praktek kebidanan misalnya dalam praktek mandiri, tidak seperti bidan yang bekerja di RS, RB atau institusi Kesehatan lainnya, mempertanggungjawabkan sendiri apa yang dilakukan. Dalam hal ini bidang yang praktek mandiri menjadi pekerja yang bebas Mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik. Etik sebagai filsafat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang benar salah, baik buruk, yang secara umum dipakai sebagai suatu perangkat prinsip



15



moral yang menjadi pedoman suatu tindakan. Bidan dihadapkan pada dilema etik membuat keputusan dan bertindak didasarkan atas keputusan yg dibuat berdasarkan Intuisi mereflekasikan pada pengalamannya atau pengalaman rekan kerjanya. Masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi. Bidan harus memahami dan mengerti situasi etik moral, yaitu : 4.



Untuk melakukan tindakan yang tepat dan berguna.



5.



Untuk mengetahui masalah yang perlu diperhatikan Menurut Daryl Koehn (1994) bidan dikataka profesional bila dapat



menerapkan etika dalam menjalankan praktik. Bidan ada dalam posisi baik yaitu memfasilitasi pilihan klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menetapkan dalam strategi praktik kebidanan : 1.



Informed Choice Informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya. Menurut kode etik kebidanan internasionl (1993) bidan harus menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggung jawabnya terhadap hasil dari pilihannya. Definisi informasi dalam konteks ini meliputi : informasi yang sudah lengkap diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Pilihan (choice) berbeda dengan persetujuan (consent) : g.



Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan



h.



Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan menerapkan aspek otonomi pribadi menentukan “ pilihannya” sendiri.



16



2.



Bagaimana Pilihan Dapat Diperluas dan Menghindari Konflik Memberi informai yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka. Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya dan menerima tanggungjawab keputusan yang diambil. Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informasi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka. Untuk



pemegang



merencanakan,



kebijakan



mengembangkan



pelayanan sumber



kesehatan daya,



perlu



memonitor



perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah, propinsi untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu. Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik dapat ditekan serendah mungkin. Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang obyektif bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan. 6.



Beberapa Jenis Pelayanan Yang Dapat Dipilih Klien f.



Bentuk pemeriksaan ANC dan skrening laboratorium ANC



g.



Tempat melahirkan



h.



Masuk ke kamar bersalin pada tahap awal persalinan.



i.



Di dampingi waktu melahirkan



j.



Metode monitor DJJ



k.



Augmentasi, stimulasi, induksi



l.



Mobilisasi atau posisi saat persalinan



m. Pemakaian analgesia n.



Episiotomi 17



o.



Pemecahan ketuban



p.



Penolong persalinan



q.



Keterlibatan suami pada waktu melahirkan



r.



Teknik pemberian minuman pada bayi



s.



Metode kontrasepsi



18



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan



B. Saran



DAFTAR PUSTAKA Belsey,



J.,



Snell,



T.,



2001.



What



is



Evidence-Based



Medicine?.



http://www.evidence-based-medicine.co.uk. Bracke, P.J., Howse, D.K., Keim, S.M., 2008. Evidence-based medicine search : a customizable federated search engine, Journal of the Medical Library Association, 96(2), 108-113. Glasziou, P., Del Mar, C., 2003. Evidence-based Workbook, London: BMJ Publishing Group. Hannes, K., Leys, M., Vermeire, E., Aertgeerts, B., Buntinx, F., Depoorter, A., 2005. Implementing evidence-based medicine in general practice: a focus group based study, http://www.biomedcentral.com/1471-2296/6/37. Setiawan.2010. Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan.2010. Jakarta: trans info media CV Synthia Dewi Nilda. 2011. Etika Profesi Kebidanan. Rohima : Yogyakarta.



19