Makalah KEL 3 Terapi Komplementer [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH GERONTIK TERAPI KOMPLEMENTER PADA LANSIA



OLEH KELOMPOK 3 : 1. Elfina Tri Tasya 2. Friska Oktavia 3. Hanika pebti 4. Hanisyah Herti Dwisari 5. Inda Andreani 6. Julian Piter



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KOTA BENGKULU JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN 2021



1



KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang terapi komplementer pada lansia” ini dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.



Penyusun



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.......................................................................................2 DAFTAR ISI......................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN..................................................................................4 1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................4 1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................6 1.2 TUJUAN..................................................................................................5 BAB II PEMBAHASAN...................................................................................7 2.1 PENGERTIAN TERAPI KOMPLEMENTER........................................8 2.2 KLASIFIKASI TERAPI KOMPLEMENTER........................................9 2.3 PENGGUNAAN TERAPI KOMPLEMENTER.....................................10 BAB III PENUTUP...........................................................................................12 3.1 KESIMPULAN........................................................................................12 3.2 SARAN....................................................................................................12 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................13



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis. Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi oleh riwayat maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis, spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan homeostasis sehingga lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia misalnya: stroke, Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis, atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh individu. Stres tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik. Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk menentukan program terapi selanjutnya. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan terapi medis ? 2. Apa yang dimaksud dengan terapi komplementer ? 3. Terapi medic dan komplementer apa yang lazim digunakan pada lansia ? 1.3. Tujuan 1. Mengetahui tentang  terapi medis 2. Mengetahui tentang terapi komplementer 3. Mengetahui terapi medic dan komplementer yang lazim digunakan pada lansia



4



BAB II PEMBAHASAN 2.1  Terapi medis Rehabilitasi merupakan semua tindakan yang bertujuan untuk mengurangi dampak disability serta handicap agar individu lansia dapat berintegrasi dalam masyarakat. Rehabilitasi adalah aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam pelayanan kesehatan lansia.( British G. Society ). Terapi medic adalah proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan fungsional dan fisikologik dan kalau perlu mengembangkan mekanisme kompensasinya agar individu dapat mandiri. Terapi medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk memulihkan atau mengoptimalkan kemampuan seseorang setelah mengalami gangguan kesehatan yang berakibat pada penurunan kemampuan fisik. Reintegrasi adalah rentetan usaha untuk kembali pada kemampuan fungsional yang pernah dimiliki. Reintegrasi terhadap kehidupan normal adalah hal yang samgat di dambakan oleh seorang pasien. Harapan inilah yang mewakili kualitas hidup yang diinginkan . upaya reintegrasi diartikan sebagai reorganisasi kondisi fisik, psikis, dan social serta spiritual menuju kesatuan yang harmonis sehingga adaptasi terhadap kehidupan dapat diperoleh, setelah mengalami sakit atau trauma. Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan bahwa inti upaya mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup seseorang yang menderita sakit adalah yang melaksanakan upaya berdasarkan konsep rehabilitasi. Konsep rehabilitasi menyatu dan berkesinambungan dengan proses penyembuhan penyakit, termasuk berbagai reaksi dan efek samping terapi, khususnya pada penyakit geriatric. Tujuan Rehabilitasi Medik pada Usia Lanjut:  1.      Memberikan pelayanan rehabilitasi medik yang komprehensif. 2.      Berperan dalam mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas hidup pasien ( kesehatan, vitalitas, fisik, dan fungsi). 3.      Mencegah atau mengurangi keterbatasan (impairment ), hambatan (disability) dan kecacatan (handicap ).  2.2  Terapi komplementer Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit; pengobatan penyakit; perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi, bersifat menyempurnakan. Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari



5



negara yang bersangkutan, sehingga  untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu negara. Tetapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan komplementer. Terapi Komplementer  adalah cara Penanggulangan Penyakit yang dilakukan sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis yang Konvensional. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan Komplementer tradisional-alternatif adalah pengobatan non konvensional yang di tunjukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotiv, preventive, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan evektivitas yang tinggi berandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional. Dalam penyelenggaraannya harus sinergis dan terintregrasi dengan pelayanan pengobatan konvensional dengan tenaga pelaksanaanya dokter,dokter gigi, dan tenaga kesehatan lainnya yang memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan komplementer tradisional-alternatif. Jenis pengobatan komplementer tradisionalalternatif yang daoat diselenggarakan secara sinergis dan terintergrasi harus di tetapkan oleh menteri kesehatan setelah memalui pengkajian.             Terapi komplementer banyak menggunakan pada efektifitas dari beberapa terapi (Snyder dan lindquist, 1998). Florence nightingale menggambarkan penggunaan terapi komplementer, seperti musik, didalam perawatan holistik klien (nigthingale, 1860/1969).             Surver di afrika mengemukakan bahwa 42% reponden menggunakan 1 atau lebih terapi komplementer (eisenberg dkk, 1998). Penggunaan terapi komplementer meningkatkan hampir 10% berdasarkan hasil survei tahun 90 (eisenberg dkk, 1993). Terapi komplementer lebih populer di Eropa daripada di Amerika Serikat (peletier, 2000). Di jerman penggunaan herbal merupakan bagian dari keperawatan kesehatan. Hasil penelitian tentang obat herbal menunnjukkan bahwa 70 – 90 % dari terapi kesehatan diseluruh dunia menggunakan terapi komplementer secara rutin sebagai bagian perawatan kesehatan ( kraitzer dan jansen, 2000). 2.2.1     Pengertian Terapi komplementer             Istilah terapi modalitas dalam ilmu keperawatan lebih dikenal dengan terapi komplementer, terapi alternativ, terapi holistis, terapi nonbiomedis, pengobatan integratif atau perawatan kesehatan, perawatan nanalopati, dan perawatan nontradisional. Terapi modalitas merupakan metode pemberian terapi yang menggunakan kemampuan fisik atau elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk membantu proses penyembuhan dan mengurangi keluhan yang dialami



6



klien ( lundy dan jenes , 2009). Terapi komplementer adalah istilah untuk terapi yang bukan bagian dari tepi medis kofensional.             Terapi komplementer atau terapi modalitas di akui sebagai upaya kesehatan nasional oleh nasional center for complementary/ alternative medicine (NCCAM) di amerika. Penggunaan istilah komplementer disebabkan karena pemakaian bersama terapi lain, bukan sebagai pengganti dan pengobatan biomedis. Terapi komplementer juga digunakan dalam praktik keperawatan profesional sebagai terapi alternativ di beberapi klinik keperawatan, misalnya latihan relaksasi oto progesif pada penanganan klien dengan epilepsi yang menyertai penggunaan obat antiepilepsi. Study menunjukkan bahwa penggunaan relaksasi otot progesif dapat meningkatkan kontrol kejang ( whaitma dkk., 1990). Namun demikian, tera[i komplkementer dapat digunakan mandiri atau tidak berhubungan dengan terapi biomedis karena di posisikan sebagai upaya promosi kesehatan, misalnya klien dpijat secara rutin untuk mencegah munculnya stres.             Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi nonbiomedis. Hasil penelitian tentang psikoneuroimunologi mengungkapkan bahwa proses interaktif pada manusia dengantubuh, pikiran, dan interaksi sosial mempengaruhi kesejahteraan seseorang. NCCAM. Menetapkan bahwa terapi komplementer secara garis besar di dasarkan sebagai kategori terapi pikiran penghubung tubuh (mind – body terapies) sementara terapi biomedis lebih banyak mempengaruhi seluruh tubuh dan berfokus pada dampak terapi terhadap pengibatan atau penanganan masalah fisik. Sebagai contoh, pada terapi biomedis, evaluasi efek obat antihipertensi hanya ditentukan melalui tekanan darah dan tidak memperhatikan bagaimana obat mempengaruhi alam rohani dan psikologis.             NCCAM mendefinisikan terapi komplementer adalah suatu penyembuhan yang mencakup sistem kesehatan, modalis, praktik dan teori serta keyakinana dari masyarakat atau budaya dalam periode secara tertentu . CAM mencakup semua praktik serta ide – ide yang dimaknai sebagai upaya mencegah atau mengobati penyakit atau mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan . 2.2.2     Klasifikasi Terapi komplementer             Terdapat lebih dari 1800 terapi komplementer yang diidentifikasi berdasarkan sistem perawatan , terapi yang cukup dikenal luas dan digunakan, variasi dari terapi, praktik budaya asli yang tidak dikenal, dan mekanisme ang mendasari tindakan terapi yang tidak diketahui.  Kategori terapi konmpkementer menurut NCCAM adalah sebagai berikut : 1.    Terapi pikiran, tubuh ( mind – body terapies) 2.    Terapi berbasis biologi ( biologokalli based terapies) 3.    Terapi manipulatife dan berbasis tubuh(manipulatife and body based terapies) 4.    Terapi energi yang termasuk dalam kategori energi hayati bioelektro magnetik( energi and biofild terapies)



7



            Menurut NCCAM terapi komplementer menjadi pengobatan untuk kondisi tertentu dan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan ternasuk profesi perawat. Basis filosofi yang mendasari penggunaan terapi komplementer berbeda dengan modal biomedis konfensional. Biomedis berusaha menghilangkan dan memperbaiki etiologi atau masalah yang mendasari serta menekankan pada pengobatan trauma maupun situasi darurat lainya (weil, 1995). Sementara itu tujuan terapi komplementer  dalam sistem keperawatan adalah untuk mencapai keselarasan dan keseimbangan dalam diri seseorang. Zollman dan vickers (1999)menyatakan tujuan dari intervensi  terapeutik adalah untuk mengembalikan keseimbangan dan memfasilitasi respon tubuh daripada menyembuhkan proses penyakit atau penghentian gejala. Oleh karena itu, perawat memberikan perawatan yang mencakup modifikasi gaya hidup, perubahan diet, olah raga, pengobatan khusus, konseling, latihan, bimbingan, pada pernafasan, relaksasi, serta resep herbal. Konsep ini menenkan pentingnya sistem perawatan yang menerapkan pendekatan kepedulian holistik terhadap perawatan klien yang akan meningkatkan pelayanan kesehatan. 2.2.3     Penggunaan terapi komplementer             Foktor yang mempengaruhi perkembangan atau penggunaan terapi komplementer (Astin, 1998:kaptchuk dan eisenberg 1998 : jobs,1998 : mitzdorf dkk,1999)  antara lain: 1.    Adanya kenyakinan bahwa terapi biomedis tidak menyentuh seluruh dominan yang dimiliki individu. 2.    Adanya efek biomedis yang dianggap lebih buruk daripada efek terapi yang diharapkan; 3.    Konsumen menginginkan penyedia layanan kesehatan yang pesuli (carig). 4.    Konsumen menginginkan pengakuan dan perlakuan secarautuh atau holistis. 5.    Konsumen menginginkan keterlibatandalam pengambilan keputusan  dalam menangani masalahkesehatan yang di hadapi. 6.    Faktor lain yang telah meningkatkan penggunaan terapi komplementer adalah peningkatan pengeseran budaya yang menggunakan pelayanan kesehatan selain sistem biomedis.             Terapi komplementer sangat penting dalam klien dengan kondisi kesahatan fonis yang meliputi spiritual, sosial, psikologi, dan masalah fisik (haines, McKibbon dan Kanani, 1996). Terapi komplementer keperawatan Nightingale menyerahkan penggunaan terapi komplementer dalam perawatan klien. Fundamental of nursing menjelaskan beberapa penggunaan prinsip terapi komplementer seperti pijat (massage), panas dan dingin, dan gizi. Pada akhir 1950 – an, proses keperawatan diperkenalkan dengan menggunakan  5 langkah pendekatan pemecahan masalah untuk keperawatan yaitu pengakajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,



8



intervensi, dan evaluasi. Keterampilan pengakajian sangat penting karena berkaitan dengan langkah selanjutnya, yaitu intervensi. Perpedaan dalam menyusun intervensi dipengaruhi oleh pengelompokan yangmeliputi tundakan dependen (dependent), kolaborasi (interdependent), mandiri (independent).             Perawat memiliki otonomi yang luas  dalam memberikan intervensi, terutama tindakan mandiri, sebagai tindakan profesi yang ditunjang pendidikan tinggi. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada perawat untuk dapat memberikan praktik keperawatan komplementer. Menurut Sydner, Bulechek, dan McCloskey (1985), beberapa intervensi keperawatan mandiri yang termasuk terapi komplementer antara lain musik, imagery, relaksasi otot progesif, jurnaling, reminis chance, dan pijat. Indetifikasi dan klasifikasi intervensi keperawatan oleh internasional council of nurses poject (ICNP) dan national intervention clssification project (NIC) telah memperluas ruang lingkup intervensi yang mencangkup seluruh kegiatan keperawatan (ICNP, 1997; McCloskey, dan bulechek. 1996). Dengan demikian berdasarkan konsep keperawatan, istilah intervensi tidak membedakan terapi komplementer dengan tindakan keperawatan lainnya sperti pemantauan status perawatan klien atau koordinasi. Perawat harus menggunakan terapi komplementer yang lebih banyak untuk membantu klien mencapai hasil ksehatan yang lebih optimal. Tabel 1.1 klasifiskasi berdasarkan National Center for Complementary/Alternative Medicine Jenis Contoh Terapi pikiran - Yoga, tah chi, internal qi – gong, meditasi , tubuh imagery,hipnosis, biofedback, dukungan ( mind – body) . kelompok, terapi seni , terapi musik, terapi dansa , Pendekatan prilaku journaling , humor, psikoterapi tubuh, dan psikologi, sosial, pengakuan nonlocality, soul retrieval, dan spiritual untuk penyembuhan spiritual, holistik nursing, plasebo kesehatan . sweat lodges. Terapi sistem Pengobatan tradisional cina (akupuntur, formula pengobatan herbal, diet, exterlan dan internal qi-gong, tai chi, alternatif ( alternatif pijatan dan manipulasi, acupotomy), sistem adat medical sistem ). tradisional seperti pengobatan asli penduduk pengobatan amerika, pengobatan ayuverda, unani-tibbi, nonmedis yang pengobatan kampo, pengobatan tradisional afrika, melibatkan teori dan pengobatan tradisional aborigin, curanderismo, praktik dari sistem sistem pengobatan barat yang tidak konvensional yang komplet. (hemeopati, radiestasia,, cayce-based systems, radionics). Naturopati. Terapi berbasis Herbal, diet khusus (pritkin, omishatki, tinggi biologi (biological serat, makrobiotik), pengobatan orthomolecular



9



based therapies). Terapi yang bersifat alami. Praktik, intervensi, dan produknya berbasis biologis Terapi manipulatif dan berbasis tubuh (manipulative and body sistems) Sistem yang berdasarkan pada kegiatan manipulasi dan atau gerakan anggota tubuh.



(gizi), intervensi farmakologi/biologis/ instrumental (kartilago ozon, cone therapy, sengatan lebahelektrodiasnostik, iridologi



Pengobatan kiropraktik pijatan dan gerakan tubuh atau body work (kranial-sakrum astheopatic manipulative treatment. Pijatan swedia, refleksologi metode pilates, polaritas, gerak tubuh trager, teknik alexander, teknik feldenkrais. Pijatan chinese tui Na, akupresur, ralfing), serta terapi fisika nonkonvensional seperti hidroterapi, distermi, terapi, cahaya dan warna, colonic, pernafasan ;ubang hidung secara bergantian (alternatenostrilbreathing). Terapi energi Sentuhan terpeutik, sentuhan penyembuhan, (energy therapies) penyembuhan natural, shen, reiki, huna, qi-gong Sistem pengobatan external dan magnet yang menggunakan medan energi halus di dalam dan sekitar tubuh



Program Rehabilitasi Untuk memulai program rehabilitasi pada penderita lansia,sebagai tenaga professional harus mengetahui kondisi lansia saat itu,baik penyakit yang menyertai maupun kemampuan fungsional yang mampu dilakukan.salah satunya di kemukakan oleh Katz, DKK yang telah menetapkan Fungsional Assessment Instrument untuk menggolongkan kemandian merawat diri pada lansia dengan berbagai macam penyakit, misal fraktur collum femoris, infark cerebri, arthritis, paraplegia, keganasan, dll. adapun aktivitas yang dinilai adalah Bathing, Dressing, Toileting, Transfering, Continence dan Feeding. 1.      Program Fisioterapi Dalam penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas fisik yang paling ringan kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa dicapai oleh individu tersebut, misalnya : a.       Aktivitas di tepat tidur -     Positioning, alih baring, latihan pasif & aktif lingkup gerak sendi b.      Mobilisasi



10



-      Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan -      Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan, berpakaian, dll 2.      Program Okupasi terapi Latihan ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan memberikan latihan dalam bentuk aktivitas, permainan, atau langsung pada aktiviats yang diinginkan. Misalnya latihan jongkok-berdiri di WC yang dipunyai adalah harus jongkok, namun bila tidak memungkinkan maka dibuat modifikasi. 3.      Program Ortotik-prostetik Bila diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia maka seorang ortotis-prostetis akan membuat alat penopang, atau alat pengganti bagian tubuh yang memerlukan sesuai dengan kondisi penderita. Dan untuk lansia hal ini perlu pertimbangan lebih khusus, misalnya pembuatan alat diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga mudah dipakai, dll. 4.      Program Terapi Wicara Program ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara saja, tetapi perlu diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan fungsi menelan apabila ditemukan adanya kelemahan pada otot-otot sekitar tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan saraf vagus, saraf lidah, dll 5.      Program Sosial-Medik Petugas sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal bersama lansia, melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya yang berkaitan dengan aktivitas yang dibutuhkan penderita, tingkat sosial-ekonomi. Hal ini sangat penting sebagai masukan untuk mendukung program lain yang ahrus dilaksanakan, misalnya seorang lansia yang tinggal dirumahnya banyak trap/anak tangga, bagaimana bisa dibuat landai atau pindah kamar yang datar dan biasa dekat dengan kamar mandi, dll 6.      Program Psikologi Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnya, yang mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya apakah seorang yang tipe agresif, atau konstruktif, dll. Juga untuk memberikan motivasi agar lansia mau melakukan latihan, mau berkomunikasi, sosialisasi dan sebgainya. Hal ini diperlukan pula dalam pelaksanaan program lain sehingga hasilnya bisa lebih baik. BAB III PENUTUP



11



3.1 Kesimpulan Terapi medis adalah meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien. Optimalisasi terapi medis harus aman, efektif, pemilihan terapi secara bijak dan pelayanan kesehatan secara akurat serta adanya kesepakatan antara pasien dan pemberi pelayanan berdasarkan informasi terkini. Terapi komplementer merupakan terapi holistis atau terapi nonbiomedis. Hasil penelitian tentang psikoneuroimunologi mengungkapkan bahwa proses interaktif pada manusia dengantubuh, pikiran, dan interaksi sosial mempengaruhi kesejahteraan seseorang. NCCAM. Menetapkan bahwa terapi komplementer secara garis besar di dasarkan sebagai kategori terapi pikiran penghubung tubuh (mind – body terapies) sementara terapi biomedis lebih banyak mempengaruhi seluruh tubuh dan berfokus pada dampak terapi terhadap pengibatan. 3.2 Saran Dengan adanya makalah yang kami buat ini tentang terapi medik dan terapi komlementer diharapkan pembaca atau teman-teman sejawat dapat memperoleh manfaat dari makalah yang kami buat. Jika ada pengembangan yang bermanfaat mohon untuk dilayangkan pada penulis makalah ini karena masukan dari pembaca atau bapak/ ibu dosen sangat mendukung demi kesempurnaan makalah yang kami buat.



DAFTAR PUSTAKA Kusumanto, R., Iskandar, Y., 1981. Depresi, Suatu problema Diagnosa dan Terapi pada praktek umum. Jakarta: Yayasan Dharma Graha Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3, Gangguan-gangguan Kejiwaan. Jakarta: Rajawali Pers. Martono, Hadi dan Kris Pranarka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Mubarak, Wahid Iqbal. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.J akarta : Salemba Medika Maryam, R.Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta : EGC Setyoadi, Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas keperawatan pada klien psikogeriatik. Jakarta : Salemba medika Stockslager, Jaime L. 2007. Buku Saku Asuhan Keparawatan Geriatrik. Edisi II. Jakarta : EGC



12



Tarigan, C., Julita 2003. Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional dan Dispepsia Organik. Diakses dalam http://www.usu.go.id. Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta : EGC



13