Makalah Kel 8 Gadar It Trauma Abdomen [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH Konsep Tatalaksana Kegawatdaruratan Pada Trauma Abdomen Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah keperawatan gawat darurat terintegrasi Dosen Pengampu : Ady Waluya, S.Kep., Ners., M.Kep



Disusun Oleh: Kelompok 8 Aditya Bella Syuhada



32722001D19003



Asep Muhamad Suhendi



32722001D19011



Dinda Sukma Dinanti



32722001D19023



Fitri Siti Nuraeni



32722001D19035



Melinda



32722001D19057



PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI 2021/202



KATA PENGANTAR Assalamualikum Wr.Wb Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah memberikan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Kegawatdaruratan Pada Trauma Abdomen” disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat terintegrasi. Shalawat serta salam juga selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang sudah terlibat dalam penyusunan makalah ini terutama kepada dosen mata kuliah Manajemen Patient Safety yaitu bapak Ady Waluya, S.Kep., Ners., M.Kep Didalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak sekali kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari rekanrekan semua sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi mahasiswa/i Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb



Sukabumi, 28 Oktober 2021 Penyusun



Kelompok 8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................................................................i



BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4 A.



Latar belakang......................................................................................................4



B.



Tujuan penulisan..................................................................................................5



BAB II TINJAUAN TEORI..............................................................................................6 A.



Konsep Dasar Penyakit........................................................................................6 1. Definisi Trauma Abdomen...................................................................................6 2. Etiologi................................................................................................................6 3. Manifestasi Klinis................................................................................................7 4. Klasifikasi............................................................................................................9 5. Patofisiologi.......................................................................................................11 6. Komplikasi........................................................................................................12 7. Pemeriksaan diagnostik.....................................................................................12 8. Pemeriksaan Radiologi......................................................................................15 9. Pemeriksaan Laboratorium................................................................................18 10.



Penatalaksanaan gawat darurat.....................................................................18



B.



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAAN.........................................................21



a.



Konsep Asuhan Keperawatan.............................................................................21



b.



Diagnosa keperawatan........................................................................................24



c.



Analisa data........................................................................................................24



d.



Intervensi Keperawatan......................................................................................35



e.



evaluasi..............................................................................................................38



BAB IV PENUTUP.........................................................................................................47 A.



KESIMPULAN................................................................................................. 47



B.



SARAN..............................................................................................................47



DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................48



BABI PENDAHULUAN A. Latar belakang Abdomen



adalah



sebuah



rongga



besar



yang



dililingkupi oleh otot-otot perut pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul. Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa yang dikenal dengan sebagai



peritoneum



parietalis.



Membran



ini



juga



membungkus organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis. Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti sebagian besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah organ yang dapat ditemukan di abdomen: komponen dari saluran cema: lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau appendix; Organ pelengkap dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung empedu, dan 5



pankreas; Organ saluran kemih seperti: ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica urinaria); Organ lain seperti limpa (lien). Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan



keadaan



klinik



akibat



kegawatan



dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berpa tindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cema dapat



menyebabkan



perforasi



yang



mengakibatkan



kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga teijadilah peritonitis. kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel. Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat teijadi pada daerah abdomen. Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke 6



tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal. Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita



multi-trauma,



ditimbulkannya



gejala



kadang-kadang



dan



tanda



lambat



yang



sehingga



memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis. B. Tujuan penulisan 1. Tujuan umum: Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur keperawatan gawat darurat dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang



trauma



abdomen



dan



tindakan



asuhan



keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen. 2. Tujuan khusus: a. Untuk mengetahui definisi dari trauma abdomen. b. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen. c. Untuk mengetahui etiologi. trauma abdomen. d. Untuk mengetahui patofisiologi trauma abdomen. 7



e. Untuk



mengetahui



manifestasi



klinis



trauma



abdomen. f. Untuk mengetahui komplikasi trauma abdomen. g. Untuk mengetahui pemeriksaan medis, trauma abdomen. h. Untuk



mengetahui



penatalaksanaan,



trauma



abdomen BABU TINJAUAN TEORI



A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Trauma Abdomen Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (sjamsuhidayat, 2010). Trauma abdomen adalah trauma yang teijadi pada daerah abdomen yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal. Trauma abdomen adalah cedera vicera abdominal yang disebabkan karena luka penetratif atau trauma tumpuk Akibat dari trauma abdomen dapat berupa perforasi ataupun perdarahan. Kematian pada trauma abdomen biasanya teij adi akibat sepsis atau perdarahan.



8



Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011). Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak di antara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk. (Ignativicus & Workman, 2006). 2. Etiologi Kecelakaan atau trauma yang teijadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang



tidak



terkontrol



merupakan



kekuatan



yang



menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar di dalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu : a. Paksaan /benda tumpul Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke 9



dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. b. Trauma tembus Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Disebabkan oleh: luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar di dalam



abdomen.



Selain



luka



tembak,



trauma



abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen. 3. Manifestasi Klinis a. Trauma tembus abdomen (trauma perut dengan penetrasi kedaiam rongga peritonium): 1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ 2) Respon stres simpati s 3) Perdarahan dan pembekuan darah 4) Kontaminasi bakteri 5) Kematian sel Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang 1 0



menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma



dengan



perdarahan.



Sedangkan



organ



berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam



rongga



peritoneal



sehingga



akan



mengakibatkan peradangan atau infeksi b. Trauma tumpul abdomen (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium) ditandai dengan: 1) Kehilangan darah. 2) Memar/jejas pada dinding perut. 3) Kerusakan organ-organ. 4) Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut. 5) Iritasi cairan usus (FKUI, 1995). Menurut Scheets (2002), secara umum seseorang dengan trauma abdomen menunjukkan manifestasi sebagai berikut: 1) Laserasi, memar,ekimosis 2) Hipotensi 3) Tidak adanya bising usus 4) Hemoperitoneum 5) Mual dan muntah 1 1



6) Adanya



tanda



“Bruit”



(bunyi



abnormal



pd



auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis), 7) Nyeri 8) Pendarahan 9) Penurunan kesadaran 10) Sesak 11) Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent. 12) Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal 13) Tanda Grey-Tumer adalah ekimosis pada sisi tubuh (pinggang) pada perdarahan retroperitoneal. 14) Tanda



coopernail



adalah



ekimosis



pada



perineum,skrotum atau labia pada fraktur pelvis 15) Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe 4. Klasifikasi Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu : a. Trauma tumpul (blunt injury) Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir 1 2



ataupun bagian pintu mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma kompresi ataupuncrw^A injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat maupun organ berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu hamil), dan mengakibatkan



perdarahan



maupun



peritomitis.



Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya adalah crush injury yang teijadi bila suatu alat pengaman (misalnya seat belt jenis lap belt ataupun komponen pengaman bahu) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan motor bisa mengalami trauma decelerasi dimana teijadi pergerakan yang tidak sama antara suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti rupture lien ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak) dibagian ligamentnya (organ yang terfiksir). Pemakaian airbag tidak mencegah orang mengalami trauma abdomen. Pada pasienpasien yang mengalami laparotomi karena trauma tumpul, organ yang paling sering kena adalah lien (40-55%), hepar (35-45%), dan usus (510%). Sebagai tambahan,



15%



nya



retroperitoneal. 1 3



mengalami



hematoma



b. Trauma tajam {penetration injury) Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan



kerusakan



lainnya.



Luka



tusuk



tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya peijalanan peluru, dan berapa besar energy kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%). Trauma pada abdomen dibagi lagi menjadi 2 yaitu trauma pada dinding abdomen dan trauma pada isi abdomen. a. Trauma pada dinding abdomen Trauma dinding abdomen dibagi menjadi kontusio dan laserasi. 1 4



1) Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan teijadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor. 2) Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi Atau teijadi karena trauma penetrasi. b. Trauma pada isi abdomen Sedangkan trauma abdomen pada isi abdomen, terdiri dari: 1) Perforasi organ vi serai intraperitoneum Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen. 2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah. 3) Cedera thorak abdomen Setiap



luka



pada



thoraks



yang



mungkin



menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi



1 5



5. Patofisiologi Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan teijatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang teijadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena teijadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan



disrupsi



jaringan.



Hal



ini



juga



karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang teijadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat teijadi cidera organ intra abdominal yang 1 6



disebabkan beberapa mekanisme : a) Meningkatnya



tekanan



intra



abdominal



yang



mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan teijadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga. b) Teijepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks. c) Teijadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler



1 7



6. Komplikasi a) Trombosis Vena b) Emboli Pulmonar c) Stress ul serasi dan perdarahan d) Pneumonia e) Tekanan ulserasi f) Atelektasis g) Sepsis 7. Pemeriksaan diagnostik a. Trauma Tumpul 1 8



1. Diagnostik Peritoneal Lavage DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikeijakan yang bermakna merubah rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap 98 % sensitive untuk



perdarahan



intraretroperitoneal.



Harus



dilaksanakan oleh team bedah untuk pasien dengan trauma tumpul multiple dengan hemodinamik yang abnormal, terutama bila dijumpai : a) Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan obat-obatan. b) Perubahan sensasi trauma spinal c) Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis d) Pemeriksaan diagnostik tidak jelas e) Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam waktu yang agak lama, pembiusan pemeriksaan



untuk X-Ray



cedera yang



extraabdominal, lama



misalnya



Angiografi f) Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan kecurigaan trauma usus DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal nilai dijumpai hal seperti di atas dan di sini tidak memiliiki fasilitas USG 1 9



ataupun CT Scan. Salah satu kontraindikasi untuk DPL adalah adanya indikasi yang jelas untuk laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain adanya operasi abdomen sebelumnya, morbid obesity,



shirrosis



yang



lanjut,



dan



adanya



koagulopati sebelumnya. Bisa dipakai tekhnik terbuka atau tertutup (Seldinger ) di infraumbilikal oleh dokter yang terlatih. Pada pasien dengan fraktur pelvis atau ibu hamil, lebih baik dilakukan supraumbilikal untuk mencegah kita mengenai hematoma



pelvisnya



ataupun



membahayakan



uterus yang membesar. Adanya aspirasi darah segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang keluar, melalui tube DPL pada pasien



dengan



henodinamik



yang



abnormal



menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi. Bila tidak ada darah segar (>10 cc) ataupun cairan feses ,dilakukan lavase dengan lOOOcc Ringer Laktat (pada



anak-anak



tercampur



10cc/kg).



dengan



cara



Sesudah menekan



cairan maupun



melakukan rogg- oll,cairan ditampung kembali dan diperiksa di laboratorium untuk melihat isi gastrointestinal ,serat maupun empedu. (American 2 0



College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 149-150)Test (+) pada trauma tumpul bila 10 ml atau lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm3, leukosit > 500/mm3 atau pengecatan gram (+) untuk bakteri, bakteri atau serat. Sedangkan bila DPL (+) pada trauma tajam bila 10 ml atau lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi awal,sel darah merah 5000/mm3 atau lebih. (Scheets, 2002 : 279-280) 2. FAST



(Focused



Assesment



Sonography



in



Trauma) Individu



yang



terlatih



dengan



baik



dapat



menggunakan USG untuk mendeteksi adanya hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan khusus di tangan mereka yang berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas, specifitas dan ketajaman untuk meneteksi adanya cairan intraabdominal yang sebanding Ultrasound



dengan



DPL



dan



memberikan



cara



CT



abdomen



yang



tepat,



noninvansive, akurat dan murah untuk mendeteksi hemoperitorium, dan dapat diulang kapanpun. Ultrasound



dapat



digunakan



sebagai



alat



diagnostik bedside dikamar resusitasi, yang secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa prosedur 2 1



diagnostik maupun terapeutik lainnya. Indikasi pemakaiannya



sama



dengan



indikasi



DPL.



(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 150) a) Computed Tomography (CT) Digunakan



untuk



memperoleh



keterangan



mengenai organ yang mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk mendiagnosa pelvis



yang



pemeriksaan



trauma sulit fisik,



retroperineal di



diagnosa



FAST,



maupun



maupun dengan DPL.



(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151) b. Trauma Tajam 1. Cedera thorax bagian bawah Untuk



pasien



yang



asimptomatik



dengan



kecurigaan pada diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang, thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan. 2. Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan DPL pada luka tusuk abdomen



depan. Untuk pasien yang relatif



asimtomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), 2 2



opsi pemeriksaan diagnostik yang tidak invasive adalah pemeriksaan diagnostik serial dalam 24 jam, DPL maupun laroskopi diagnostik. 3. Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double atau triple contrast pada cedera flank maupun punggung Untuk



pasien



yang



asimptomatik



ada



opsi



diagnostik antara lain pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple contrast, maupun DPL. Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien yang mula-mula asimptomatik kemudian menjadi simtomatik, kita peroleh ketajaman terutama dalam mendeteksi



cedera



retroperinel



maupun



intraperineal untuk luka dibelakang linea axillaries anterior. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151) 8. Pemeriksaan Radiologi 1. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multi trauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah tegak 2 3



dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya bayangan psoas



menunjukkan



kemungkinan



cedera



retroperitoneal 2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk di atas umbilicus atau dicurigai dengan



cedera



thoracoabdominal



dengan



hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien yang hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka masuk maupun keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan jalannya peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto abdomen tidur. 3. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus i. Urethrografi 2 4



Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus dilakukan urethrografi sebelum pemasangan kateter urine bila kita curigai adanya ruptur urethra. Pemeriksaan



urethrografi



digunakan



dengan



memakai kateter no.# 8-F dengan balon dipompa l,5-2cc di fossa naviculare. Dimasukkan 15-20 cc kontras yang diencerkan. Dilakukan pengambilan foto dengan projeksi oblik dengan sedikit tarikan pada pelvis. ii. Sistografi Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan dengan pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan sistografi. Dipasang kateter urethra dan kemudian dipasang 300 cc kontras yang larut dalam air pada kolf setinggi 40 cm di atas pasien dan dibiarkan kontras mengalir ke dalam bulu-bulu atau sampai (1) aliran terhenti (2) pasien secara spontan mengedan, atau (3) pasien merasa sakit. Diambil foto rontgen AP, oblik dan foto postvoiding. Cara lain adalah dengan pemeriksaan CT Scan (CT cystogram) yang terutama bermanfaat untuk mendapatkan informasi tambahan tentang ginjal maupun tulang pelvisnya. (American College 2 5



of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 148) iii. CT Scan/IVP Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan hematuria dan hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami sistem urinaria bisa diperiksa dengan CT Scan dengan kontras dan bisa ditentukan derajat cedera ginjalnya. Bilamana tidak ada



fasilitas



CT



Scan,



alternatifnya



adalah



pemeriksaan Ivp.Disini dipakai dosis 200mg J/kg bb kontras ginjal. Dilakukan injeksi bolus 100 cc larutan Jodine 60% (standard 1,5 cc/kg, kalau dipakai 30% 3,0 cc/kg) dengan 2 buah spuit 50 cc yang disuntikkan dalam 30-60 detik. 20 menit sesudah injeksi bila akan memperoleh



visualisasi



calyx



pada



X-Ray.



Bilamana satu sisi non-visualisasi, kemungkinan adalah agenesis ginjal, thrombosis maupun tertarik putusnya a.renalis, ataupun parenchyma yang mengalami keduanya



kerusakan memerlukan



massif.



Nonvisualisasi



pemeriksaan



lanjutan



dengan CT Scan + kontras, ataupun arteriografi renal atau eksplorasi ginjal; yang mana yang diambil tergantung fasilitas yang dimiliki. iv. Gastrointestinal 2 6



Cedera pada struktur gastrointestinal yang letaknya retroperitoneal (duodenum, colon ascendens, colon descendens) tidak akan menyebabkan peritonitis dan bisa tidak terdeteksi dengan DPL. Bilamana ada kecurigaan, pemeriksaan dengan CT Scan dengan kontras ataupun pemeriksaan RO-foto untuk ataupun GI bagi ba de kontr har tract an wa ngan as us dil akukan. Col of Surg Committe (American lege eon e of Trauma,2004' 9. Pemeriksaan Laboratorium 1) Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri 2) Penurunan hematokrit/hemoglobin 3) Peningkatan



Enzim



hati:



Alkaline



fosfat,SGPT,SGOT, 4) Koagulasi : PT,PTT 5) MRI 6) Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik 7) CT Scan 8) Radiograf dada



mengindikasikan



peningkatan diafragma,kemungkinan pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIIIX. 2 7



9) Scan limfa 10) Ultrasonogram 11) Peningkatan serum atau amylase urine 12) Peningkatan glucose serum 13) Peningkatan lipase serum 14) DPL (+) untuk amylase 15) Penigkatan WBC 16) Peningkatan amylase serum 17) Elektrolit serum 18) AGD (ENA,2000:49-55) 10. Penatalaksanaan gawat darurat a. Pre Hospital Pengkajian



yang



dilakukan



untuk



menentukan



masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang teijadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka



harus



segera



ditangani,



penilaian



awal



dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas. 2 8



1. Airway Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya. 2. Breathing Dengan



ventilasi



yang



adekuat.



Memeriksa



pemapasan dengan menggunakan cara ‘lihatdengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan



apakah



ada



napas



atau



tidak.



Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). 3. Circulation Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas). 2 9



Penanganan



awal



trauma



non-



penetrasi



(trauma tumpul) 1. Stop makanan dan minuman 2. Imobilisasi 3. Kirim kerumah sakit. Penetrasi (trauma tajam) 1. Bila teijadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis. 2. Penanganannya bila teijadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka. 3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedai am tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verb an steril. 4. Imobilisasi pasien. 5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum. 6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang. 7. Kirim ke rumah sakit. 3 0



b. Hospital 1. Trauma penetrasi Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen,



seorang



ahli



bedah



yang



berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal



untuk



menentukan



dalamnya



luka.



Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. a. Skrinning pemeriksaan rontgen b. Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks



atau



untuk



menemukan



adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen



sambil



tidur



(supine)



untuk



menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum. c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada. d. Uretrografi Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra. e. Sistografi 3 1



Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada : - fraktur pelvis - trauma non-penetrasi 2. Penanganan pada trauma benda tumpul: a. Pengambilan contoh darah dan urine Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase. b. Pemeriksaan rontgen Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi seger-a. c. Study kontras urologi dan gastrointestinal Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens 3 2



dan dubur (Hudak & Gallo, 2001). B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAAN a. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Primary survey a. Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau obstruksi, b. Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada



napas



cuping



hidung,dan



suara



napas



vesikuler, c. Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan darah dibawah normal bila teij adi syok, pucat oleh karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan dan lokasi, capillary >2detik apabila



refill ada



perdarahan.Penurunankesadaran. d. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor apabila e. adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada medulla spinalis. b) Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada wajah dan tangan, 3 3



memar pada abdomen, perut semakin menegang. 2. Secondary survey a. Fokus Asesment Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut. Temuan yang dianggap kritis: Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap



cahaya



(depresi/non



?



Patah



tulang



depresi,



tengkorak



terbuka/tertutup)?



Robekan/laserasi pada kulit kepala? Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut? Cairan serebrospinal di telinga atau di hidung? Battle sign dan racoon eyes? Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian belakang..Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi trakea atau tugging, emfisema kulit Dada:



Lihat



tampilan



fisik,



tulang



rusuk,



penggunaan otot-otot asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka terbuka, sucking chest wound, Flail chest dengan gerakan dada paradoksikal, suara paru hilang atau melemah, 3 4



gerakan dada sangat lemah dengan pola napas yang tidak adekuat (disertai dengan penggunaaan otototot asesoris). Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang, lakukan auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan yang dianggap kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi dullness. Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta pembengkakan di daerah pubik Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra da luka laserasi pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik, fungsi sensorik.Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah



atau



menghilangnya



denyut



nadi,



menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik. Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah. Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale): teijadi penurunan kesadaran pada 3 5



pasien. b. AMPLE Allergy



: Tidak ada data



Medication: Tidak ada data Past Medical History : Tidak ada data Last Meal : Tidak ada data Event



: Seorang laki-laki 34 tahun di bawa ke



UGD 2 jam yang lalu karena kecelakaan, pasien terseret



mobil



dan



terlempar



dari



motornya. Pemeriksaan fisik difokuskan pada daerah abdomen: Inspeksi: Fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut semakin menegang. Auskultasi: Bising usus Perkusi: Bunyi redup bila ada hemo peritoneum.



3 6



Palpasi: kekauan dan spasme pada perut karena akumulasi darah atau cairan. b. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri 2.



Resiko infeksi



3.



Resiko kekeurangan volume cairan



4.



Keti dakefektifan pola nafas 5. Keti dakefektifan bersihan jalan nafas



6.



Kerusakan integritas kulit



7.



Resiko ketidakseimbangan nutrisi 8. Resiko perdarahan



9.



Defisit perawatan diri c. Intervensi Keperawatan



N o 1.



Diagnose keperawatan Kerusakan integritas kulit Definition : Perubahan / gangguan epidermis dan / atau dermis Batasan karakteristik : • Kerusakan lapisan kulit • Gangguan permukaan kulit • Invasi struktur tubuh Faktor



Rencana Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi NOC : Tissue integrity : Skin & NIC : Mucous Membranes Incission Site Care Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, pasien menunjukkan 1. Kaji luka perbaikan integritas kulit dengan insisi kriteria hasil : ( kemeraha N Indikator Awa Tujuan n dan Perfusi 1 5 pemasanga jaringan n selang Tidak ada tanda 2 5 drainase ) infeksi 3 Tekstur 2. monitor luka 5 insisi jaringan 4 Proses 5 untuk penyembuhan menemuka 5 Jaringan kulit 5 n tanda Indikator 1. Gangguan ekstrem dan gejala 37



• • • •



kelembapan hipertermia hipotermia imobilisasi fisik Internal • perubahan status cairan • perubahan turgor • perubahan pigmentasi • penurunan imunologis



2. 3. 4. 5.



Berat Sedang Ringan T idak ada gangguan



meminimal isas i stress / tekanan dari luka insisi 6. ajarkan klien / keluarga cara merawat luka post operasi 7. jelaskan kepada / NOC : Pain Level NICklien : Pain Setelah dilakukan tindakan keperawatan Management 2 x 24 jam, klien menunjukkan perbaikan level nyeri dengan kriteria 1. Mengkaji hasil lokasi, N :Indikator Awa Tujuan karakteristi Melaporkan 1 5 nyeri berkurang Ekspresi wajah 2 5 saat nyeri 3 Gelisah 5 4 Mengerang 5 / 5 TTV 5



2. Nyeri akut Definition : pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal Indikator kerusakan 1. Gangguan ekstrem sedemikian rupa 2. Berat ( international 3. Sedang Association for 4. Ringan study of pain ): Tidak ada gangguan awitan yang tiba- tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan Batasan karakteristik :



38



• Diaforesis • Mengekspres ika n perilaku ( mis :



dengan tim medis dalam pemberian obat golongan analgetik



gelisah, merengek, menangis, waspada, iritabilitas, mendesah ) • Masker wajah ( mis : mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis ) • Sikap melindungi area nyeri • Fokus menyempit ( miss : gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan ) 3. Resiko Infeksi Defenition : Mengalami



NOC : Risk Control : Infectious Process 39



NIC : Infection Control



peningkatan risiko terserang organisme patogenik Faktor Resiko • Penyakit kronis ✓ diabete militus ✓ obesitas • Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan patogen • pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat ✓ gangguan peristaltik ✓ kerusaskan integritas kulit ✓ perubahan sekresi PH trauma jaringan



3x24 jam diharapkan pasien menunjukkan terbe,bas dari infeksi, dengan kriteria ha?il : ■ N Kriteria Awa Tuj o l uan 5 Mengakui resiko diri 1 untuk infeksi 5 Menggunakan tekhnik 2 desinfektan 3 Identifikasi diri dari 5 tanda dan gejala yang 4 potensial 5 Mempertahankan lingkungan bersih 5 Menggunakan 5 pelayanan kesehatan Indikator : 1. Gangguan ekstrem 2. Berat 3. Sedang 4. Ringan Tidak ada gangguan



lingkungan setelah digunakan klien



40



2. 3. 4. 5.



pertahankan tekhnik isolasi batasi jumlah pengunjung ajarkan untuk meningkatkan mencuci tangan untuk setiap tindakan instruksikan klien untuk hand hygiene 6. instruksikan pengunjung untuk hand hygiene sebelum dan sesudah memasuki ruangan klien 7. gunakan sabun antimikroba untuk mencuci tangan 8. cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan 9. gunakan sarung tangan steril 10. pastikan penanganan aseptik dari semua IV line 11. Anjurkan istirahat 12. dorong untuk memenuhi intake cairan 13. pertahankan lingkungan aseptic kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotic



41



4. Ketidakefektifa NOC : Respiratory Status : n bersihan Ventilation jalan nafas Definition : Ketidakmampua n untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahanka n bersihan jalan nafas Batasan Karakteristik • Tidak ada batuk • Suara nafas tambahan • Perubahan frekuensi napas • Perubahan irama napas • Sianosis • Keslutian berbicara/m eng eluarkan suara • Penurunan bunyi nafas • Dispnea • Sputum dalam jumlah yang berlebihan • Batuk yang tidak efektif • Ortopnea • Gelisah • Mata terbuka lebar Faktor yang



NIC : Airway Suction



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. pastikan 2x24 jam, klien menunjukan perbaikan kebutuhan bersihan jalan nafas dengan kriteria oral N Kriteria Awa Tu o l ju 2. auskultasi Tingkat pernafasan 5 1 2



Irama pernafasan



5



3



Akumulasi sputum



5



4



Retraksi dada



5



5



Kedalaman inspirasi



5



Indikator : 1. Gangguan ekstrem 2. Berat 3. Sedang 4. Ringan 5. T idak ada gangguan



42



Definisikekurangan :beresiko volume •Infeksi cairan Disfungsi neuromuskul ar Risiko Faktor mengalami risiko : dehidrasi vaskuler, seluler, atau intraseluler.



yang



NOC : Hydration Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil: N Indikator Awal Tujua 1 Tekanan 5 darah, 2 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor 5 kulit baik, membran Mukosa lembab, 3 Ferfusi jaringan 5 4 Intake oral dan 5 intravena Skala Indikator 1. Gangguan ekstrem 2. Berat 3. Sedang 4. Ringan 5. T idak ada gangguan



mempengaru



NIC : Fluid Management 1. Monitor status hidrasi 2. Monitor vital sign 3. Monitor intake output 4. Monitor status nutrisi 5. Anjurkan keluarga untuk memberikan masukan nutrien dan cairan 6. Monitor berat



hi



badan 43



7. Kolaborasi dengan tim medis dalam



44



akses cairan



pemberian



• Penyimpanga



cairan



n



intravena 8. Monitor



yang mempengaru



status



hi asupan



cairan,



cairan



respon



• Kehilangan



pasien



berlebihan



terhadap



melalui rute



cairan.



normal ( mis : diare ) • Usia lanjut • Berat bdan ekstrem • Faktor yang mempengaru hi kebutuhan cairan ( mis : status hipermetabo lik )



• Kegagalan fungsi 6. regulator Ketidakefektif an pola nafas Definition : inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.



NOC : Respiratory Status : Airway Patency Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien menunjukkan jalan nafas patent, dengan kriteria hasil : N Kriteria Awa T o l uj 5 1 Kecepatan pernafasan



NIC : Respiratory Monitoring 1. Monitor kecepatan,



• Perubahan kedalaman pernafasan • Perubahan ekskursi dada • Mengambil posisi tiga titik • Bradipnea • Penurunan tekanan ekspirasi • Penurunan tekanan inspirasi • Penurunan ventilasi semenit • Penurunan kapasitas vital • Dispnea • Peningkatan diameter anterior posterior • Pernafasan cuping hidung • Ortopnea • Fase ekspirasi memanjang • Pernafasan bibir • Takipnea • Penggunaan otot aksesorius untuk bernafas Faktor yang berhubungan • Ansietas • Posisi tubuh



2



Irama pernafasan



5



3



Kedalaman inspirasi



5



4



Cemas / kegelisahan



5



5



Terengah - engah



5



Indikator : 1. Gangguan ekstrem 2. Berat 3. Sedang 4. Ringan Tidak ada gangguan



bernafas, bradypnea, tachypnea, dyspnea 3. Monitor terjadinya dyspne, dan dapat memperbur uk keadaan 4. Perhatikan lokasi trakea 5. Buka jalan nafas dengan tekhnik chinlift 6. Membaca mekanisme ventilator 7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi farmakolog i



• Obesitas • Nyeri • Keletihan otot pernafsan • Cedera 7. Ketidakseimba ng an nutrisi kurang dari kebeutuhan tubuh Definition : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik Batasan karakteristik : • Kram abdomen • Nyeri abdomen • Menghindari makan • Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal • Kerapuhan kapiler • Diare • Bising usus hiperaktif • Kurang makanan • Kurang informasi • Kurang minat pada makanan • Membran mukosa



NOC : Nutritional status



NIC : Nutrition Setelah dilakukan tindakan keperawatan Management selama 2x24 jam, pasien menunjukkan perubahan status nutrisi seimbang, 1. Kaji dengan indikator : adanya N Indikator Awal Tujua alergi 1 BB meningkat 5 2 IMT 5 makanan 3 Mal nutrisi 5 2. Monitor 4 Mampu menelan adanya 5 makanan penurunan 5 Turgor kulit 5 BB 6 Hb, Ht 5 3. Monitor Hb dan kadar Indikator Ht 1. Gangguan ekstrem 4. Monitor 2. Berat mual dan 3. Sedang muntah 4. Ringan 5. Kolaborasi Tidak ada gangguan dengan ahli gizi • Pemberi an diet • Pemberi an supleme n makana n 6. Dorong asupan oral 7. Anjurkan makan sedikit tapi sering 8. Monitor intake nutrisi 9. Kolaborasi dengan tim



mencerna makanan •Faktor psikologis 8. Resiko Perdarahan Defenition : Beresiko mengalami penurunan volume darah yang dapat mengganggu kesehata Faktor resiko • aneurisme • sirkumsisi • Trauma



9. Defisit perawatan diri



NOC : Blood Koagulation ( kougulasi NIC : Bleeding darah ) Percoution ( pencegahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan perdarahan) selama 3x24 jam diharapkan pasien menunjukkan perbaikan status koagulasi 1. monitor darah, Dengan kriteria hasil : Awa Tu tandaN Kriteria tanda o l ju 5 1 Hematokrit perdarahan 2. catat nilai 5 2 Trombosit hemoglobin 3 Petekie 5 3. catat nilai hematokrit 4 Hemoglobin 5 4. monitor nilai laboratoriu 5 Perdarahan 5 m (koagulasi) Indikator : trombosit 1. Gangguan ekstrem 5. lindungi 2. Berat klien 3. Sedang dari 4. Ringan 5. T idak ada gangguan trauma yang dapat menyebabk an perdarahan 6. anjurkan klien untuk meningkatk an intake makanan NOC : Activity Intolerance NICyang : Self Care Setelah dilakukan tindakan keperawatan Assistance 3 x 24 jam, klien menunjukkan status perbaikan perawatan diri secara mandiri, 1. Monitor dengan kriteria hasil : kemampua n pasien N Kriteria Awa T untuk o l menelan 1 Makan 2. Ciptakan



2 Berbaju 3 Mandi 4 Kebersihan Indikator: 1. Gangguan ekstrem 2. Berat 3. Sedang 4. Ringan 5. T idak ada gangguan



5 m 5



akan : mpatka n sien pj 5 dalam n: 4. Pantau tingkat kekuatan dan toleransi aktivitas 5. Pertahank an posisi dan privasi



Contoh Analisa data Kasus N o1



Data



Etiologi S: Kerusakan atau robekan akibat 0 : Fraktur terbuka vaskuler di femur dekstra, trauma memar pada abdomen, Perdarahan perut



Masalah PK perdarahan



semakin



menegang, 2



penurunan S: 0: Fraktur terbuka, memar pada abdomen



Spasme otot, fraktur 1 Pelepasan nyeri Interpretasi nyeri



5 0



Nyeri akut



5 1



a. Intervensi Keperawatan N O 1



DIAGNOSA PK Perdarahan berhubungan dengan kerusakan vaskuler



TUJUAN Setelah



RENCANA KEPERAWATAN



dilakukan



tindakan Shock prevention



keperawatan selama 1 x 10-15 1. Monitoring status sirkulasi (Tekanan menit,



diharapkan



perdarahan



darah,



warna



kulit,



Suhu,



bunyi



berukurang atau teratasi dengan



jantung, irama dan frekuensi jantung,



kriteria:



keberadaan dan kualitas nadi perifer,



Respiratory



Status:



Airway



Patency



CRT) 2. Monitoring



tanda-tanda



inadekuat



1. RR dalam batas normal



oksigenasi jaringan



2. Irama pernapasan teratur



3. Monitor perubahanstatus mental



3. Tidak ada benda asing atau 4. Monitoring



temperature



dan



cairan di dalam rongga respiratory mulut



5. Monitoring intake dan output 6. Monitoring nilai



Circulation Status 1. Nadi dalam batas normal 5 2



khususnya



laboratorium,



status



1. Perdarahan yang terlihat



elevasi untuk meningkatkan preload,



berkurang atau tidak ada. 2. Tidak



ada



sesuai kebutuhan.



distensi 11.



abdomen



Pertahankan kepatenan jalan napas



12.Berikan cairan intravena, berikan RBC



3. Tekanan 1-p darah dalam batas normal



dan atau plasma jika diperlukan. 13.



Berikan oksigen



Bleeding Reduction 1. Identifikasi penyebab perdarahan 2. Beri pekananan atau balut daerah yang luka 3. Monitor jumlah perdarahan yang 2



Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya



Setelah



dilakukan



keluar tindakan Pain managememnt



keperawatan selamalx30 menit nyeri



berkurang



atau



dapat



1. Kaji nyeri secara komprehensif: lokasi,



karakterristik,



durasi,



terkontrol, dengan kriteria:



kualitas, intensitas dan keparahan



Pain level



nyeri. 5 3



3. Pasien tenang



pasang bidai



4. Tanda tanda vital dalam batas normal



5 4



4. Kolaborasi pemberian anti nyeri.



b. EVALUASI 1. Tidak ada perdarahan 2. Tidak ada distensi abdomen 3. Tekanan darah dalam batas normal 4. Nadi dalam batas normal 5. Perdarahan yang terlihat berkurang atau tidak ada. 6. Tidakadadistensi abdomen 7. Tanda tanda vital dalam batas normal 8. Kesadaran baik 9. Nyeri dapat terkontrol



5 5



BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TRAUMA ABDOMEN A.Pengkajian :Tn. T :65 tahun Nama Umur :Laki-laki Jenis :Bugis kelamin :Islam Suku :SD Agama :Jl. Perintis B. Identitas penanggung j awab Nama : Tn. W Jenis kelamin :Perempuan Pendidikan : SMA Pekeijaan : C. Riwayat Keperawatan Wiraswasta Keluhan utama Riwayat penyakit sekarang Hubungan dengan klien : Anak Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan 8 :nyeri pada perut sebelah kanan :klien mengatakan mengalami kecelakaan sepeda motor klien teijatuh dengan posisi dada dan perut kanan membentur Riwayat penyakit dahulu aspal.setelah kejadian klien masih Riwayat penyakit keluarga bisa pulang sendiri tapi setelah beberapa saat dirumah, klien merasa perut sebelah kanan terasa ampeg ,nyeri dan terasa sesak nafas klien mengatakan nyerinya seperti tertusuktusuk skala nyeri 7nyerinya hilang timbul dan oleh keluarga diantar ke rumah sakit. :klien sebelumnya pemah dirawat di



rumah sakit dengan penyakit paru-paru :keluarga dan klien mengatakan tidak pemah menderita penyakit serupa



Genogram



Keterangan :Laki-laki :Perempuan :Meninggal :Keturunan :Perkawinan :Serumah :Klien D. Pengkajian Triage Riwayat alergi : tidak ada a. Airway Bebas,tidak ada sumbatan, tidak ada secret b. Breathing



Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan 02 21/menit R : 26x/menit, pernafasan regular C “8ommHg N: 88x/menit Capillary reffil : < 2 detik d. Disability GCS :E4M5V6 Kesadaran : Compos mentis e. Exposure Terdapat luka lecet, j ej as dan hematoma pada abdomen sebelah kanan E. Pemeriksaan Fisik a. Kepala Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih, kepala dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, selera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis. Hidung simetris tidak ada secret. b. Leher Tidak ada kaku kuduk c. Paru I : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama Pa : fremitus vocal kanan dan kiri sama Pe :sonor A : vesikuler d. Abdomen I : terdapat j ej as dan hematoma pada abdomen sebelah kanan Pa : tidak ada pembesaran hati Pe : pekak



A : peristaltic usus 7x/menit e. Ekstremitas Ekstremitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik, kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah dalam batas normal



F. Pemeriksaan penunjang



Hasil laboratorium Hemoglobin Eritrosit Leukosit Hematokrit Trombosit Gol darah



14,5 g/dl 5,05 106/ul 12,1 103/ul 43,8% 204 O



Nama : Tn. T tumpul abdomen



KLASIFIKASI DATA Dx.



Umur : 65 tahun Jenis kelamin: Laki- laki 2021 Data subjektif - Klien mengatakan sesak nafas - Klien mengatakan perut sebelah kanan terasa ampeg - Klien mengatakan perut sebelah kanan terasa nyeri jika bergerak dan bernafas - klien mengatakan nyerinya seperti tertusuk-tusuk - skala nyeri 7 - nyerinya hilang timbul



n



:



Ruanga :tanggal :15 februari Data objektif - klien Nampak gelisah -TTV: TD: 120/80 mmHg RR: 26x/menit N: 88x/menit S:37°C - klien Nampak mengerang menahan sakit - klien Nampak pucat -terdapat luka lecet pada perut kanan -terdapat j ej as dan hematoma pada abdomen sebelah kanan



G. Diagnosa keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru 2. Nyeri akut b.d adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen 3. Resiko tinggi infeksi b.d kontaminasi bakteri dan feses.



N DATA o. 1. DS: -Klien mengatakan sesak nafas -Klien mengatakan perut sebelah kanan terasa empeg DO: - Klien Nampak gelisah -TD 2. DS: -Klien mengatakan perut sebelah kanan terasa nyeri bila digerakkan dan saat ingin bernafas -Klien mengatakan Nyeri seperti tertusuk- tusuk 3. DS: dan nyerinya -Klien mengatakan lecet dibagian perutnya DO: - Terdapak luka lecet pada perut bagian kanan - Terdap at jejas



ANALISA DATA ETIOLOGI Distensi Abdomen



MASALAH Pola nafas tidak efektif



Peningkatan tekanan diafragmatik l Pola nafas tidak efektif



Kerusakan s^l/j ej as j aringan



Nyeri akut



Merangsang hormon BPH (Bradikinin, Prostaglandin dan istamin) Nyeri akut



Respon metabolik terhadap trauma



Tidak adekuatnya petahanan primer dan sekunder akibat gangguan gastrointestinal



Resiko infeksi



INTERVENSI KEPERAWATAN Nama : Tn.T Dx.Me : tumpul abdomen Ruang :Umur : 65 tahun an Jenis kelamin: Laki-laki Tangga :15 l februari 2021 N o. 1.



Dx. Keperawatan



NOC



Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru



Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan pola nafas efektif dengan kriteria hasil: - Klien mengatakan sesak nafas berkurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri pada klien teratasi dengan kriteria hasil: - Klien mengatakan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan tidak teijadi infeksi pada luka klien dengan kriteria hasil: - Tidak ada tanda-



2.



Nyeri akut b.d adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen



3.



Resiko tinggi infeksi b.d kontaminasi bakteri dan feses



NIC - Kaji pola nafas - Kaji tanda vital - Posisikan klien semi fowler



- Kaji intensitas nyeri -Kaji skala nyeri -Ajarkan tekhnik relaksasi non- farmakologis -Monitor tandatanda infeksi - Monitor suhu tubuh -Anjurkan keluarga klien menemani klien untuk memenuhi



BAB V PENUTUP



A. KESIMPULAN Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul. Trauma abdomen adalah cedera vicera abdominal yang disebabkan karena luka penetratif atau trauma tumpuk Akibat dari trauma abdomen dapat berupa perforasi ataupun perdarahan. Kematian pada trauma abdomen biasanya teijadi akibat sepsis atau perdarahan.



B. SARAN Berdasarkan Kesimpulan di atas maka disarankan bagi setiap orang harus selalu siaga akan hal yang menyebabkan adanya trauma dan dapat di tanggulangi. Sebaiknya kampus harus selalu menyediakan sarana berupa buku-buku pada penerbitan tahun sekarang agar kita mendapatkan reverensi terbaru mengenai hal yang akan didiskusikan.



DAFTAR PUSTAKA Brunner



&Suddarth



(2015).



Buku



Ajar



KeperawatanMedikalBedah. Vol 2. Ed. 8. EGC: Jakarta. Docthwrman, Joanne McCloskey. (2004). Nursing Interventions Classification. St Louis,Mossouri, Elsevier inc. Herdman, T Heather, dkk. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi. Edisi 10. Jakarta: EGC Nurarif, A. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa



Medis



Dan



NICNOC



Jilid3.



Jogjakarta:



MediAction Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta., E. (2014). KapitaSelektaKedokteran. Edisi 4, Jilid E Jakarta: Media Aesculapius



6 8