Makalah Kelompok 3 Aroma Terapi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS 2 “PENATALAKSANAAN AROMA TERAPI” Dosen : Dwi Agustian Faruq, Ners., M.Kep



Disusun Oleh : Kelompok 3 Aprila



2018.C.10a.0958



Melatia Paska



2018.C.10a.0977



Octavia Maretanse



2018.C.10a.0979



Thomas Erik. H



2018.C.10a.0988



Yuni Elia Kartika



2018.C.10a.0993



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2020/2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga kami mampu untuk menyelesaikan makalah dari mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat ini dengan judul “Penatalaksanaan Aroma Terapi” Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.



Palangka Raya, 16 Juni 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................i DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1.1 Latar Belakang..................................................................................................4 1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................4 1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................4 1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................4 BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 2.1 Konsep Dasar Aroma Terapi.........................................................................3 2.1.1 Definisi Aroma Terapi....................................................................................3 2.1.2 Jenis-Jenis Aroma Terapi................................................................................4 2.1.3 Bentuk-Bentuk Aroma Terapi ........................................................................5 2.1.4 Manfaat Aroma Terapi...................................................................................6 2.1.5 Mekanisme Kerja Aroma Terapi...................................................................13 2.1.6 Metode Pemakaian Minyak Essensial...........................................................16 2.1.7 Efek Medis Minyak Essensial dan Fisiologis Minyak Essensial..................23 2.2 Penatalaksanaan Aroma Terapi..................................................................28 BAB III PENUTUP ................................................................................................. 3.1



Kesimpulan .................................................................................................36



3.2



Saran ............................................................................................................40



DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual. Seiring dengan perkembangan zaman, metode pengobatan dalam meningkatkan kualitas kesehatan semakin maju, bahkan saat ini telah banyak ditemukan berbagai pengobatan alternatif yang juga berperan penting dalam kesehatan. Salah satu metode pengobatan yang merupakan metode pengobatan alternatif ialah dengan aromaterapi. Aromaterapi berasal dari kata aroma yang berarti harum atau wangi, dan therapy yang dapat diartikan sebagai cara pengobatan atau penyembuhan (Jaelani, 2017). Sehingga, aromaterapi dapat diartikan sebagai suatu cara perawatan tubuh dan atau penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial dengan konsentrasi yang tinggi dan berasal dari ekstraksi tumbuhan-tumbuhan serta penggunaannya dapat melalui massage, dicampur ke dalam air mandi, ataupun dalam bentuk yang murni. Minyak esensial atau dikenal sebagai minyak atsiri adalah ekstraksi dari berbagai macam tanaman, seperti bunga, daun, kayu, getah, dan ranting (Devereux, 2002). Minyak diekstraksi dari tanaman dengan berbagai cara, tergantung lagi pada spesies tertentu. Ada beberapa cara untuk memproduksi minyak atsiri yaitu dengan enfleurage atau penyarian dengan lemak dingin, penyarian dengan pelarut yang mudah menguap, penyarian dengan lemak panas, dan hidrodistilasi atau distilasi uap (Koensoemardiyah, 2010). Ada berbagai jenis wewangian aromaterapi yang ada, yaitu basil, lavender, jasmine, sandalwood, peppermint, ginger, lemon, orange, geranium, dan masih banyak lagi. Dan setiap wangi-wangian tersebut memiliki kelebihan positif yang bermacam-macam. Misalnya, aroma lavender dipercaya dapat mengurangi rasa stres dan mengurangi kesulitan tidur (insomnia). Sedangkan aroma sandalwood dapat mengurangi stress saat menstruasi dan sebagai penunjang untuk berkonsentrasi. Aroma jasmine dapat meningkatkan gairah seksual, kesuburan wanita, dan anti de qpresi. Dengan aromaterapi yang dapat berperan dalam merelaksasikan pikiran dan mengurangi rasa stres, hal tersebut tentunya berhubungan dengan keadaan emosi yang lebih teratur. 1



Keadaan emosi manusia diatur oleh otak di dalam sistem limbik. Sistem limbik berbeda dengan lobus limbik. Lobus limbik merupakan kesatuan struktur yang terdiri dari archicortex (formasi hipokampalis dan girus dentatus), paleocortex (korteks piriformis dari girus hipokampalis anterior), mesocortex (girus cinguli). Sedangkan, sistem limbik gabungan lobus limbik dan nuklei subkortikal, yaitu amigdala, nuklei septales, hipotalamus, epitalamus, nukleus talamus, dan ganglia basalis. Dalam sistem limbik tidak hanya mengatur tentang emosi, namun juga mengatur memori, dan perilaku. Semuanya dapat saling berkaitan satu sama lain. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1



Apa pengertian aromaterapi?



1.2.2



Apa saja jenis metode pengobatan aromaterapi



1.2.3



Apa saja manfaat dari metode pengobatan aromaterapi?



1.2.4



Bagaimana cara penggunaan metode aromaterapi?



1.2.5



Bagaimana Efek Medis Minyak Essensial dan Fisiologis Minyak Essensial?



1.3 Tujuan Umum dan Khusus 1.3.1



Tujuan Umum



Mengetahui secara umum mengenai metode pengobatan dengan aromaterapi? 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengetahui pengertian metode pengobatan aromaterapi 1.3.2.2 Mengetahui jenis metode pengobatan aromaterapi 1.3.2.3 Mengetahui manfaat dari metode pengobatan aromaterapi 1.3.2.4 Mengetahui cara penggunaan dari metode aromaterapi 1.3.2.5 Mengetahui Efek Medis Minyak Essensial dan Fisiologis Minyak Essensial 1.4 Manfaat 1.4.1



Dapat mengetahui pengertian dari metode pengobatan aromaterapi



1.4.2



Dapat mengetahui jenis metode pengobatan aromaterapi



1.4.3



Dapat mengetahui manfaat dari metode pengobatan aromaterapi



1.4.3.1 Dapat mengetahui cara penggunaan dari metode aromaterapi 1.4.4



Dapat mengetahui Efek Medis Minyak Essensial dan Fisiologis Minyak Essensial



2



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Aroma Terapi 2.1.1



Definisi Aroma Terapi Aromaterapi berasal dari kata aroma yang berarti harum dan wangi, dan therapy yang



dapat diartikan sebagai cara pengobatan atau penyembuhan. Sehingga aromaterapi dapat diartikan sebagai “suatu cara perawatan tubuh dan atau penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial (essential oil ).”(Jaelani, 2009). Aromaterapi adalah istilah modern untuk proses penyembuhn kuno yang menggunakan sari tumbuhan aromatik murni. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan dan kesejehteraan tubuh, pikiran, dan jiwa.(Primadiati, 2012). Aromaterapi adalah terapi komplementer dalam praktik keperawatan dan menggunakan minyak essensial dari bau harum tumbuhan untuk mengurangi masalah kesehatan dan memperbaiki kualitas hidup. (Bangun, Virgona dkk, 2013). Minyak essensial adalah minyak yang berasal dari saripati tumbuhan aromatis yang biasa disebut minyak atsiri. Minyak atsiri ini merupakan hormon atau life force tumbuhan, yang biasa didapat dengan cara ekstraksi. Minyak esensial itu berefek sebagai antibakteri dan antivirus, juga merangsang kekebalan tubuh untuk melawan infeksi tersebut. Minyak esensial adalah konsentrat yang umumnya merupakan hasil penyulingan dari bunga, buah, semak-semak, dan pohon (Primadiati, 2012). 2.1.2



Jenis Aroma Terapi Ada banyak jenis aromaterapi, yaitu minyak esensial, dupa, lilin, garam, minyak



pijat, dan sabun. Jenis-jenis tanaman juga ada sangat banyak, yaitu lavender, jasmine, orange, frangipani, sandalwood, peppermint, basil, ginger, lemon, rosemary, tea tree, dan masih banyak lagi. Modernisasi telah membawa dua macam aromaterapi, minyak esensial untuk tujuan terapi dan minyak esensial untuk minyak wangi, kesenangan, rekreasi atau kebersihan. Minyak atsiri dapat wewangian atau parfum dan masih kurang dalam nilai terapeutik. Untuk minyak esensial untuk perawatan, ia harus berada dalam kelas terapeutik aromaterapi. Selain itu, minyak esensial harus diekstrak, disiapkan dan disimpan dengan baik untuk menjadi terapeutik. Menurut Online Support Minyak Terapi (2009) ada beberapa bahan minyak aromaterapi: 2.1.2.1 Cendana / Sandalwood (Santalum Album) Termasuk dalam minyak esensial utama. Berasal dari kayu tanaman cendana. Bekerja lambat tetapi memiliki efek kerja yang dalam dan lama. Mempunyai efek stimulasi 3



sekaligus efek relaksasi. Karena efek relaksasinya, minyak sangat baik digunakan untuk mengatasi rasa cemas, tegang, dan ketakutan. Cendana juga mempenyai efek penenang dan dapat membantu mengatasi masalah gangguan tidur. Pada perawatan kulit, minyak ini berfungsi sebagai pelembut dan penyejuk yang sangat baik digunakan pada kulit kering, berkerut, berkerak, atau pada kulit meradang karena sinar matahari. Rasa gatal yang timbul pada kulit juga dapat dihilangkan dengan minyak cendana. 2.1.2.2 Lemon (Citrus Lemon) Termasuk minyak esensial sekunder. Berasal dari bagian buah tanaman, merupakan minyak esensial dengan daya kerja tinggi, mudah menguap. Menyegarkan badan dan melancarkan sirkulasi tubuh. Sebagai tonikum yang kaya akan vitamin C, ampuh mengatasi berbagai macam infeksi dan gangguan pencernaan. Sangat banyak digunakan untuk terapi perawatan kulit. Baik digunakan untuk influenza dan sakit tenggorokan. Menguatkan sistem kekebalan tubuh. Membangkitkan nafsu makan. Meringan sakit karena rematik dan nyeri sendi. Menyegarkan pikiran dan meningkatkan konsentrasi. Membantu menghilangkan depresi dan kecemasan. 2.1.2.3 Jasmine (Jasminum Grandiflorum) Berasal dari bagian bunga. Bermanfaat untuk mengurangi depresi dan rasa cemas. Menyejukkan, meningkatkan kepekaan, kejernihan pikiran, ketenangan, menghangatkan emosi, membantu keteraturan sistem pernafasan dan mengurangi iritasi karena batuk. Bersifat sebagai afrodisiak dan dapat dipakai untuk perawat kulit kering dan kulit sensitif. 2.1.2.4 Mawar (Rosa Centifolia) Berasal dari bagian bunga dan kelopak bunga. Menyeimbangkan fungsi-fungsi tubuh, membangkitkan



semangat,



memperbaiki



suasana



hati



(relaksasi),



menenangkan,



antidepresan. Bersifat sebagai antioksidan dan penguat jantung. Dapat dipakai sebagai inhaler pada penderita asma dan sebagai perawatan pada kulit sensitif, kulit kering, dan kulit alergi 2.1.2.5 Green Tea (CamelliaSinensis) Berasal dari bagian daun, bersifat sebagai antioksidan kuat dan antiradikal bebas. Menenangkan pikiran. Membangkitkan semangat, memperbaiki konsentrasi. Dapat dipakai untuk melembutkan dan melindungi kulit. Membantu menyeimbangkan fungsi sel tubuh, meningkatkan fungsi liver, membantu menguraikan asam lemak, menurunkan kadar gula dalam darah, melancarkan sistem pencernaan dan urin. Menurunkan kadar kolesterol, memperbaiki sistem peredaran darah, dapat mengatasi tekanan darah tinggi, membantu 4



mengeluarkan dahak dan membersihkan paru. 2.1.2.6 Lavender (Lavendula Augustfolia) Berasal dari bagian bunga dan kelopak bunga, salah satu minyak terapi yang popular dipakai sebagai antiseptik dan penyembuhan luka. Mempunyai efek relaksasi maupun perangsang, menenangkan kecemasan dan depresi. Minyak lavender digunakan untuk mengatasi masalah pencernaan, gangguan menstruasi, sumbatan pada hidung dan sakit tenggorokan karena influenza. Menghilangkan sakit kepala, nyeri sendi, dan nyeri lainnya. Mengatasi radang kulit akibat gigitan serangga, bisul, bercak, ruam, dan luka bakar. Merangsang pertumbuhan sel untuk regenerasi pada kulit yang luka. Dapat untuk mengatasi jamur pada kulit. 2.1.2.7 Pine (Pinus Sylvestris) Berasal dari bagian bunga dan buah. Aromaterapi cemara bermanfaat untuk mengatasi



gangguan



paru-paru



seperti



influenza,



sakit



tenggorokan,



bronchitis,



tuberculosisdan radang paru-paru (pneumonia). Banyak digunakan sebagai bahan membuat sabun karena efek aroma dan sifat desinfektan. Merangsang tubuh untuk membentuk mukosa, sehingga dipakai untuk radang tenggorokan (laryngitis). Dapat dipakai sebagai antiseptik dan antibakteri. Bermanfaat untuk membantu perawatan infeksi saluran urin dan ginjal, melancarkan buang air kecil dan peredaran darah. Dapat digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka di kulit dan iritasi kulit. Aroma cemara memberikan kesegaran dan membangkitkan semangat. Sangat berguna untuk mengatasi kelelahan fisik dan mental. 2.1.3



Bentuk-bentuk Aromaterapi Bentuk aroma terapi yang banyak ditemukan adalah aroma terapi berbentuk lilin dan



dupa (incense stick dan incense cone). Adapula yang berbentuk minyak esensial tapi umumnya tidak murni, hanya beberapa persen saja menurut Sunito (2010) sebagai berikut : 2.1.2.4 Dupa Dibuat dari bubuk akar yang dicampur minyak essensial grade III, cara penggunaanya adalah dengan cara dibakar. 2.1.2.5 Lilin Biasanya lilin aromaterapi wanginya itu-itu saja, misalnya sandalwood dan lavender Sebab, sejumlah minyak essensial tertentu membuat lilin sulit membeku. Bahan baku lilin itu kemudian dicampur dengan beberapa tetes minyak essensial grade III. Kualitas lilin di 5



pasaran berbeda-beda. Cara sederhana untuk mengetahuinya adalah mencoba membakarnya lebih dahulu, lilin yang bagus tak mudah meleleh dan asapnya tidak hitam.



Gambar 2.1.3.2 Lilin 2.1.2.6 Minyak essensial adalah konsentrat yang umumnya merupakan hasil penyulingan dari bunga, buah, semak-semak dan pohon.(Sunito,2010)



Gambar 2.1.3.3 Essensial 2.1.4



Manfaat Aroma Terapi



2.1.4.1 Membantu meringankan Stress Paling populer dari aromaterapi adalah untuk menghilangkan stres. Senyawa aromatik dari berbagai minyak esensial yang berbeda dikenal sebagai relaksan, dan bisa membantu untuk menenangkan pikiran dan menghilangkan kecemasan. Beberapa minyak esensial terbaik untuk menghilangkan stres adalah minyak lemon, minyak esensial lavender, bergamot, peppermint, vetiver, dan ylang. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa minyak lemon bisa meningkatkan mood dan mengurangi kemarahan. 6



2.1.4.2 Antidepresan Aromaterapi juga sangat umum digunakan untuk menghilangkan perasaan depresi, karena efek samping lebih ringan daripada antidepresan farmasi. Sementara aromaterapi berguna untuk pengobatan, psikiater juga tetap diperlukan untuk menilai apakah depresi masih berlanjut atau memburuk. Minyak esensial yang digunakan untuk mengurangi depresi yang banyak disarankan ahli adalah minyak peppermint, chamomile, lavender, dan melati. 2.1.4.3 Meningkatkan memori Alzheimer masih dianggap sebagai penyakit yang tak tersembuhkan, namun ada cara tertentu untuk mengurangi atau memperlambat perkembangannya. Aromaterapi juga sering menjadi sebagai alternatif untuk pengobatan tambahan bagi pasien demensia Alzheimer. Studi telah menunjukkan khasiat aromaterapi pada pasien yang lebih muda dapat meningkatkan kapasitas memori mereka dalam jangka waktu tertentu setelah perawatan. Minyak Sage adalah minyak yang paling sering direkomendasikan untuk efek meningkatkan memori. 2.1.4.4 Meningkatkan jumlah Energi Stimulan seperti kafein, nikotin, pil energi, atau zat lain bisa menmberikan efek yang sangat merusak pada tubuh. Sementara diet dan olahraga juga bisa membantu, namun banyak orang menggunakan aromaterapi untuk memperoleh sedikit rasa lebih semangat. Banyak minyak esensial yang dikenal berguna untuk meningkatkan sirkulasi darah, meningkatkan energi, dan merangsang tubuh dan pikiran tanpa efek samping yang berbahaya. Minyak esensial yang terbaik untuk mendorong energi termasuk lada hitam, kapulaga, kayu manis, minyak cengkeh, angelica, melati, pohon teh, dan rosemary. 2.1.4.5 Penyembuhan dan Pemulihan Banyak minyak esensial yang bermanfaat untuk menstimulasi peningkatan penyembuhan luka atau penyakit. Hal ini bisa disebabkan oleh karena peningkatan aliran oksigen dan peredaran darah kepada luka yang perlu disembuhkan. Sifat anti mikroba dari minyak esensial tertentu juga bisa menjaga tubuh terlindungi selama tahap penyembuhan. Beberapa minyak esensial yang paling populer untuk mempercepat



proses



penyembuhan



termasuk



lavender,



calendula,



rosehip,



Everlasting, dan minyak buckthorn. Sejumlah orang bahkan menggunakan aromaterapi lebih dari sekedar menyembuhkan luka, tapi juga untuk mengurangi tingkat keparahan dan ketidaknyamanan karena masalah kulit seperti psoriasis dan 7



eksim. 2.1.4.6 Mengatasi sakit kepala Aromaterapi bisa menjadi solusi yang bagus untuk menghilangkan sakit kepala, sekaligus mengurangi stres, kecemasan, atau untuk mencegah sakit kepala. Beberapa minyak esensial yang terkait dapat mengurangi sakit kepala dan migrain adalah peppermint, eucalyptus, minyak esensial cendana, dan minyak rosemary. Anda juga dapat mencampur minyak ini dengan minyak pembawa dan menyebarkannya ke kulit, kulit kepala, leher, dan pelipis. Beberapa minyak pembawa terbaik untuk sakit kepala termasuk minyak almond, alpukat, kelapa, aprikot, dan minyak wijen. 2.1.4.7 Mengatasi Insomnia Kurang tidur bisa memperburuk atau menyebabkan sejumlah masalah medis, serta dapat menyebabkan rasa lelah dan kurang berenergi. Denngan demikian, aromaterapi bisa membantu untuk mengatasi masalah sulit tidur atau insomnia, sehingga bisa tidur lelap dan berkualitas. Beberapa minyak esensial terbaik untuk mengatasi gangguan insomnia termasuk lavender, chamomile, melati, benzoin, neroli, mawar, cendana, dan minyak esensial ylang ylang. 2.1.4.8 Sistem kekebalan tubuh Lebih baik mencegah daripada mengobati!. Sebagian besar medis mengatakan, aromaterapi bisa memberikan peningkatan sistem kekebalan tubuh jika digunakan dengan benar. Efek antimikroba, efek anti jamur atau antibakteri dari minyak esensial aromaterapi dapat melindungi Anda dari sejumlah penyakit dan infeksi. Beberapa minyak yang paling efektif untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh termasuk oregano, kemenyan, lemon, peppermint, kayu manis, dan minyak esensial eucalyptus. 2.1.4.9 Menghilangkan rasa nyeri Analgesik yang biasa digunakan untuk mengobati rasa nyeri bisa memiliki banyak efek samping pada tubuh. Nyeri adalah salah satu kondisi umum yang bisa diatasi dengan aromaterapi. Minyak esensia termasuk lavender, chamomile, clary sage, juniper, kayu putih, rosemary, dan minyak peppermint, bisa digunakan untuk tujuan ini. 2.1.4.10 Mengatasi masalah pencernaan Masalah pencernaan tertentu dapat diobati dengan aromaterapi, seperti meringankan sembelit, gangguan pencernaan, kembung, dan mempercepat metabolisme sehingga makanan bisa lebih cepat dicerna. Minyak esensial jeruk biasanya yang terbaik untuk mengobati kondisi pencernaan, termasuk lemon. 8



Tetapi ada juga beberapa studi yang menyarankan jahe, adas, chamomile, clary sage, dan lavender. 2.1.5



Mekanisme Kerja Aromaterapi Mekanisme kerja aromaterapi didalam tubuh berlangsung melalui dua sistem



fisiologis yaitu sistem sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Bau merupakan suatu molekul yang mudah menguap ke udara dan akan masuk ke rongga hidung melalui penghirupan sehingga akan direkam oleh otak sebagai proses penciuman. Proses penciuman terbagi dalam tiga tingkatan, dimulai dengan penerimaan molekul bau pada epitallium olfaktori yang merupakan suatu reseptor berisi 20 juta ujung saraf. Selanjutnya bau tersebut akan ditramisikan sebagai suatu pesan ke pusat penciuman yang terleltak pada bagian belakang hidung. Pada tempat ini, sel neuron menginterpretasikan bau tersebut dan mengantarkannya ke sistem limbik . Sistem limbik merupakan pusat nyeri, senang, marah, takut, depresi, dan berbagai emosi lainnya. selanjutnya respon dikirim ke hipotalamus untuk diolah. Melalui penghantaran respons yang dilakukan oleh hipotalamus seluruh sistem minyak essensial tersebut akan diantar oleh sistem sirkulasi dan agen kimia kepeda organ yang tubuh. Secara fisiologis, kandungan unsur-unsur terapeutik dari bahan aromatic akan memperbaiki ketidakseimbangan yang terjadi didalam system tubuh. Bau yang menimbulkan rasa tenang akan merangsang daerah otak yang disebut nuklues rafe untuk mengeluarkan sekresi serotonin (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Sekresi serotonin berguna untuk menimbulkan efek rileks sebagai akibat inhibisi eksitasi sel (Rujito dkk 2016). Perasaan rileks yang dihasilkan oleh citrus aurantium aromaterapi dikarenakan kembalinya sirkulasi secara normal. Serotonin yang menyebabkan euporia, relaks atau sedatif (Koesmardiansyah, 2009). Saraf penciuman (nervus olfaktorius) adalah satu- satunya saluran terbuka yang menuju otak. Melalui saraf ini, aromaakan mengalir ke bagian otak sehingga mampu memicu memori terpendam dan memengaruhi tingkah laku emosional yang bersangkutan. Hal ini bias terjadi karena aroma tersebut menyentuh langsung pusat emosi dan kemudian bertugas menyeimbangkan kondisi emosional (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Untuk itu citrus aurantium dengan cara inhalasi dapat menurunkan kecemasan dengan meningkatkan serotonin. 2.1.6



Metode Pemakaian Minyak Essensial Cara menggunakan minyak esensial menurut Primadiati (2012) : 1. Kompres



9



Kompres adalah salah satu upaya dalam mengatasi kondisi fisik dengan cara memanipulasi suhu tubuh atau dengan memblokir efek rasa sakit. Caranya adalah dengan menambahkan 3-6 tetes minyak essensial pada setengah liter air. Masukan handuk kecil pada air tersebut dan peras. Lalu, letakkan handuk tersebut pada wilayah yang diinginkan. Bisa juga untuk mengompres wajah dengan menambahkan 2 tetes minyak essensial pada satu mangkuk air hangat. Masukan kain atau handuk kecil pada air dan peras. Letakan pada wajah selama beberapa menit. Ulangi cara tersebut selama tiga kali. 2. Pemijatan /Massage Pemijatan/massage termasuk salah satu cara terapi yang sudah berumur tua. Meskipun metode ini tergolong sederhana, namun cara terapi ini masih sering digunakan. Caranya adalah dengan menggunakan 7-10 tetes minyak esensial yang sejenis dalam 10-14 tetes minyak dasar, atau tiga kali dari dosis tersebut bila menggunakan tiga macam minyak esensial. Cara pemijatan ini dapat dilakukan dengan suatu gerakan khusus melalui petrissage (mengeluti, meremas, mengerol dan mencubit), effleurage (usapan dan belaian) friction (gerakan menekan dengan cara memutar-mutarkan telapak tangan atau jari). 3. Steaming Streaming merupakan salah satu cara alami untuk mendapatkan uap aromatis melalui penguapan air panas. Dalam terapi ini, setidaknya digunakan 3-5 tetes minyak esensial dalm 250 ml air panas. Tutuplah kepala dan mangkok dengan handuk, sambil muka ditundukkan selama 10-15 menit hingga uap panas mengenai muka. 4. Hirup atau Inhalasi Adapun maksud dari terapi ini adalah untuk menyalurkan khasiat zat-zat yang dihasilkan oleh minyak esensial secara langsung atau melalui alat bantu aroma terapi. Seperti tabung inhaler dan spray, anglo, lilin, kapas, tisu ataupun pemanas elektrik. Zat-zat yang dihasilkan dapat berupa gas, tetes-tetes uap yang halus, asap, serta uap sublimasi yang akan terhirup lewat hidung dan tertelan lewat mulut. Caranya adalah teteskan satu tetes minyak esensial pada tisu, kapas atau sapu tangan. Hirup selama menit 15-30 menit. Mekanisme inhalasi terhadap nyeri yaitu perjalanan masuknya aromaterapi, ketika minyak atsiri dalam hal ini adalah aroma lavender dihirup, molekul yang mudah menguap (volatile) dari minyak tersebut dibawa oleh arus udara ke “atap” hidung dimana silia-silia yang lembut 10



muncul dari sel-sel reseptor. Ketika molekul-molekul itu menempel pada rambutrambut tersebut, suatu pesan eletrokimia akan ditransmisikan melalui bola dan saluran olfaktory ke dalam sistem limbik. Hal ini akan merangsang memori dan respons emosional. Hipotalamus berperan sebagai relay dan regulator, memunculkan pesan-pesan yang harus disampaikan ke bagian otak serta bagian badan yang lain. Pesan yang diterima itu kemudian diubah menjadi tindakan yang berupa pelepasan senyawa elektrokimia yang menyebabkan euphoria (kesenangan yang berlebihan), relaks atau sedatif. Sistem limbik ini terutama digunakan dalam ekspresi emosional. Bau yang dihasilkan aromaterapi akan berikatan dengan gugus steroid di dalam kelenjar keringat, yang disebut osmon, yang mempunyai potensi sebagai penenang kimia alami. Respon bau yang dihasilkan akan merangsang kerja sel neurokimia otak. Sebagai contoh, bau yang menyenangkan akan menstimulasi thalamus untuk mengeluarkan enkefalin yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami dan menghasilkan perasaan sejahtera (Dwijayanti, Wening dkk,2014). Hal ini menyatakan bahwa aromaterapi akan merangsang keluarnya hormon enfekalin, serotonin dan endorfin. Enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan hambatan pasca sinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C dan tipe delta A dimana mereka bersinaps di kornu dorsalis. Proses tersebut mencapai inhibisi dengan penghambatan saluran kalsium. Penghambatan nyeri tersebut yaitu dengan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidak dikirim ke korteks serebri dan selanjutnya akan menurunkan persepsi nyeri. Sesuai dengan teori gate control yang dikemukakan oleh Melzack dan Wall bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls nyeri dihambat saat sebuah pertahanan ditutup, sehingga dapat menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan (Dwijayanti, Wening dkk,2014). 2.1.7



Efek Medis Minyak Essensial dan Fisiologis Minyak Essensial Minyak esensial memiliki peran amat penting bagi perkembangan kesehatan saat ini,



yaitu sebagai sumber obat-obatan alami yang aman dan murah, melalui metode aromaterapi. Hal ini cukup beralasan, karena pada minyak esensial terdapat kandungan kimia bahan aktif yang memiliki khasiat dan efek yang cepat dalam membantu penyembuhan penyakit. Bahanbahan aktif dalam minyak essensial ini juga merupakan sediaan kosmetika yang efektif dan



11



praktis.(Damawati, 2016). Adapun efektivitas kimia bahan aktif minyak essensial tersebut dapat dijelaskan melalui mekanisme menurut Sunito (2010) sebagai berikut : a. Butiran molekulnya sangat kecil dengan mudah dapat diserap melalui aliran darah hingga pembuluh kapiler darah di seluruh jaringan tubuh. Zat-zat aktif yang terdapat dalam minyak essensial ini kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh, sehingga akan lebih mudah mencapai sasaran lokasi yang akan diobati (target site). b. Minyak essensial juga memiliki sifat mudah larut dalam lemak, sehingga dengan mudah terserap ke dalam lapisan kulit dan lapisan kulit yang ada di bawahnya (subkutan) bila dioleskan atau digosokkan. c. Minyak esensial mampu meredakan ketegangan pada otot-otot yang sedang mengalami kelelahan akibat aktivitas yang berlebihan. d. Efek dari zat aktifnya dapat mempengaruhi lapisan dinding usus secara langsung, selaput lendir, dan otot-otot pada dinding usus di sekitarnya bila dikonsumsi secara internal melalui oral. e. Minyak essensial juga mampu mempengaruhi impuls dan refleks saraf yang diterima oleh ujung-ujung reseptor saraf pada lapisan terluar dari kulit, dibawah lapisan epidermis. Selain itu, minyak ini dapat mempengaruhi aktivitas fungsi kerja otak melalui sistem saraf yang berhubungan dengan indera penciuman. Respons ini akan dapat merangsang peningkatan produksi masa penghantar saraf otak (neurotransmitter), yaitu yang berkaitan dengan pemulihan kondisi psikis (seperti emosi, perasaan, pikiran, dan keinginan). f. Efek medis minyak essensial juga mampu mempengaruhi kelenjar getah bening. Dalam hal ini, efektifitas zat-zat aktifnya dapat membantu produksi prostaglandin yang berperan penting dalam meregulasi tekanan darah, pengendalian rasa sakit, serta keseimbangan hormonal.



12



g. Minyak essensial juga ikut membantu kerja enzim, antara lain enzim pencernaan yang berperan dalam menstimulasi nafsu makan, asam hidrokhlorik, pepsin, musin dan substansi lain yang ada dilambung. 2.2



Penatalaksanaan Aroma Terapi



2.2.1 Pengaruh Relaksasi Aromaterapi Jasmine terhadap Kualitas Tidur pada Lansia Hasil uji statistik t independen terhadap perbedaan kualitas tidur antara kelompok kontrol dan intervensi menunjukkan hasil beda rata-rata pengukuran setelah diberikan relaksasi aromaterapi jasmine adalah 6,38 poin dengan p value = 0,001 < α (α = 0,05) dan nilai interval kepercayaan 95% berada dalam rentang 4,737 sampai 8,013. Aromaterapi adalah penggunaan terapeutik minyak esensial tanaman dimana yang digunakan adalah aroma dari tanaman tersebut. Bahan kimia yang ditemukan di dalam minyak esensial akan diserap oleh tubuh dan menghasilkan keuntungan baik fisiologis maupun psikologis. Jasmine memiliki efek yang dapat merangsang saraf dan hormon, sebagai antidepresan, serta memberikan efek relaksasi. Jasmine memiliki kandungan linalool pada aroma yang ditimbulkannya yang memiliki khasiat sebagai zat sedatif yang akan meningkatkan relaksasi pada tubuh . Aroma jasmine merupakan molekul yang mudah menguap ke udara sehingga mudah untuk terhirup oleh indera penciuman. Bau tersebut akan masuk ke dalam rongga hidung melalui penghirupan sehingga aromanya akan direkam oleh otak sebagai proses penciuman. Setelah proses penciuman dengan penerimaan molekul bau pada epitelium olfaktori, selanjutnya bau akan ditransmisikan ke pusat penciuman yang terletak dibagian belakang hidung sebagai suatu pesan. Sel neuron dibelakang hidung akan menginterpretasikan pesan tersebut dan dihantarkan ke sistem limbik (amigdala dan hipokampus). Sistem limbik akan meneruskan pesan ke hipotalamus untuk diolah, melalui hipotalamus seluruh sistem minyak esensial jasmine yang tercium akan diedarkan oleh sistem sirkulasi dan agen kimia kepada organ tubuh yang membutuhkan. Bahan kimia yang terdapat didalam minyak esensial jasmine akan memperbaiki keseimbangan sistem tubuh. Bau yang memiliki bahan kimia sedatif akan menimbulkan rasa tenang dan merangsang otak bagian nulcei raphe untuk mengeluarkan sekresi serotonin yang berfungsi untuk menghantarkan tidur. Pada usia lansia akan mengalami gangguan tidur seperti terbangun ditengah malam atau pergi ke kamar mandi ditengah malam, hal ini akan menimbulkan dampak yang buruk bagi fisiologis maupun psikologis lansia. Selama proses penuaan, lansia akan mengalami perubahan pola tidur seperti pada kelatenan tidur, terbangun dini hari, peningkatan tidur 13



siang, dan penurunan jumlah waktu yang digunakan untuk tidur di malam hari. Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan relaksasi aromaterapi jasmine karena jasmine memiliki kandungan linalool dalam aromanya akan memberikan efek relaksasi yang lembut dan menyenangkan. Efek yang menyenangkan akan memperoleh kesembuhan dari perasaan cemas, stres dan keseimbangan dalam tubuh sehingga akan menimbulkan peningkatan tidur yang nyenyak . 2.2.2



Pemberian Aromaterapi Lemon Terhadap Penurunan Skala Nyeri Post Operasi Laparatomi Aromaterapi merupakan penggunaan ekstrak minyak esensial tumbuhan yang



digunakan untuk memperbaiki mood dan kesehatan. Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat, dan emosi seseorang. Aromaterapi lemon merupakan jenis aroma terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya. Bau berpengaruh langsung terhadap otak manusia, Hidung memiliki kemampuan untuk membedakan lebih dari 100.000 bau yang berbeda yang mempengaruhi manusia tanpa disadari. Bau bauan tersebut masuk ke hidung dan berhubungan dengan silia. Reseptor di silia mengubah bau tersebut menjadi impuls listrik yang dipancarkan ke otak dan mempengaruhi bagian otak yang berkaitan dengan mood (suasana hati),emosi, ingatan, dan pembelajaran (Rahmawati dan Rohmayanti, 2015). Aromaterapi merupakan pemberian minyak essensial melalui metode massase, salep topical, inhalasi, mandi, kompres untuk mengurangi nyeri dan dapat menimbulkan efek relaksasi dan kenyamanan (Sharma, 2009). Aromaterapi lemon memiliki kandungan aktif DLimonene dan L-Limonene yang merangsang sistem saraf pusat dan kandungan lainnya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya (Jaelani, 2010). Berdasarkan yang telah dilakukan didapatkan hasil kedua pasien yaitu Tn. S dan Ny. S mempunyai ambang nyeri yang sama karena dalam proses pemberiannya tingkat penurunan nyeri pada kedua pasien juga sama. Hal ini mengidentifikasi bahwa pemberian aromaterapi lemon pada pasien dengan masalah keperawatan nyeri akut, efektif dapat menurunkan intensitas nyeri pasien secara nonfarmakologis. Penurunan nyeri juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukung yaitu istirahat dan tidur yang cukup, lingkungan yang tenang, dukungan dari keluarga. 14



Pada beberapa hasil dari jurnal penelitian didapatkan kesimpulan bahwa minyak essensial dari lemon dapat memberikan manfaat relaksasi, sedatif, mengurangi kecemasan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Purwandari (2014) dengan judul “ Efektifitas Aroma Terapi Lemon Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Post Laparatomi” didapatkan kesimpulan bahwa aromaterapi lemon dapat menurunkan skala nyeri pada pasien post laparatomi. 2.2.3



Pengaruh Aromaterapi Bunga Lavender (Lavandula Angustifolia) Terhadap Intensitas Nyeri Haid (Dismenore) Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Riniasih (2008) bahwa sebelum



dilakukan pemberian aromaterapi, mayoritas responden mengalami intensitas nyeri haid dengan skala sedang sebanyak 52,7 % dan setelah pemberian aromaterapi, mayoritas responden mengalami nyeri intensitas nyeri haid dengan skla ringan sebanyak 61,8 %. Menurut Pilitteri (2003 cit. Ningsih, 2011) karakteristik skala nyeri sedang yaitu terasa kram pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, kurang nafsu makan, sebagian aktivitas dapat terganggu, sulit/susah berkonsentrasi. Sedangkan karakteristik skala nyeri ringan yaitu terasa kram pada perut bagian bawah, masih dapat ditahan, masih dapat melakukan aktivitas, masih dapat berkonsentrasi. Menurut teori yang dikemukakan oleh Perry dan Potter (2005) bahwa nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada bagian tubuh. Perbedaan tingkat nyeri yang dirasakan juga terjadi karena nyeri bersifat subjektif sesuai persepsi dan respon masing-masing individu yang merasakan. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan seseorang berhubungan dengan makna nyeri yang akan berpengaruh pada pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi dengan nyeri. Nyeri haid atau dismenore adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid/menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas dan memerlukan pengobatan yang ditandai dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut maupun panggul (Judha dkk, 2012). Menurut Corwin (2009) dismenore biasanya terjadi akibat pelepasan berlebihan prostaglandin tertentu, prostaglandin F2 alfa, dari



sel-sel endometrium uterus.



Prostaglandin F2 alfa adalah suatu perangsang kuat kontraksi otot polos miometrium dan kontraksi pembuluh darah uterus. Hal ini memperparah hipoksia uterus yang secara normal terjadi pada haid, sehingga timbul rasa nyeri hebat. Menurut French (2005) faktor predisposisi terjadinya dismenore primer antara lain faktor psikologis, budaya, persepsi individu, pengalaman masa lalu, Winkjosastro (2008) beberapa faktor-faktor yang memegang peranan sebagai penyebab dismenore antara lain 15



faktor kejiwaan remaja yang secara emosional tidak stabil, apalagi remaja tidak mendapat penjelasan yang baik tentang proses menstruasi sehingga hal ini dapat memicu dismenore dapat muncul dengan mudah. Faktor konstitusi seperti penyakit menahun dan anemia, dapat mempengaruhi timbulnya dismenore. Faktor obstruksi kanalis servikalis, wanita yang uterusnya mengalami hiperantefleksi kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya stenosis kanalis servikalis. Stenosis kanalis servikalis bukan penyebab utama munculnya dismenore primer. Faktor endokrin, umumnya ada anggapan bahwa kejang yeng terjadi pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan tonus dan kontraktilitas otot tonus. Faktor alergi, teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara urtikaria, migrain, dan asma bronkhiale. Smith dalam Winkjosastro (2008), menduga bahwa sebab toksin adalah toksin haid. Beberapa faktor yang diduga berperan dalam timbulnya dismenore menurut Sukarni dan Margareth (2013) berkaitan dengan sistem saraf (neurologik) bahwa uterus dipersarafi oleh sistem saraf otonom yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis, Jeffcoate mengemukakan bahwa dismenore ditimbulkan oleh ketidakseimbangan pengendalian sistem saraf otonom terhadap mio-metrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik. Faktor psikis, semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat, khususnya talamus dan korteks. Derajat penderitaan yang dialami akibat rangsang nyeri tergantung pada latar belakang pendidikan penderita. Nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita. Seringkali segera setelah perkawinan dismenore hilang, dan jarang masih menetap setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut (perkawinan dan melahirkan) membawa perubahan fisiologik pada genetalia maupun perubahan psikis. Aromaterapi merupakan suatu metode yang menggunakan minyak atsiri untuk meningkatkan kesehatan fisik seseorang. Minyak atsiri merupakan minyak alami yang diambil dari tanaman aromatik. Minyak jenis ini dapat digunakan sebagai minyak pijat (massage), inhalasi, produk untuk mandi, dan parfum (Koensoemardiyah, 2009). Selain digunakan sebagai inhalasi, aromaterapi bunga lavender juga dapat digunakan melalui cara massage. Hal ini sesuai dengan penelitian Marzouk et al (2013) yang menunjukkan bahwa aromaterapi bunga lavender yang dilakukan dengan massage pada mahasiswi yang mengalami nyeri haid memiliki efek yang signifikan dalam menurunkan nyeri haid. Dalam bidang pengobatan, aromaterapi digolongkan dalam terapi komplementer, yaitu terapi yang dilakukan untuk melengkapi terapi konvensional (Koensoemardiyah, 2009). Kandungan 16



utama bunga lavender (Lavandula angustifolia) adalah linalyl asetat dan linalool (C10H18O). Linalool adalah kandungan aktif utama yang berperan pada efek relaksasi pada lavender. Menurut penelitian Matsumoto et al (2013) aromaterapi lavender dapat mempengaruhi gejala emosional pramenstruasi yang diukur melalui Heart Rate Variability (HRV) karena meningkatkan aktivitas sistem syaraf parasimpatik. Selain itu, menurut hasil dari beberapa jurnal penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa minyak essensial dari bunga lavender (Lavandula angustifolia) dapat memberikan manfaat relaksasi (carminative), sedatif, mengurangi tingkat kecemasan, dan mampu memperbaiki mood seseorang (Dewi, 2013).



Ketika menghirup aromaterapi bunga lavender (Lavandula angustifolia) yang



diteteskan pada tissue responden merasakan nyaman dan tenang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa dalam lavender terkandung senyawa linalyl asetat dan linanolol yang berperan dalam relaksasi, selain itu inhalasi dengan aromaterapi bunga lavender (Lavandula angustifolia) dapat mengurangi rasa sakit dan mempunyai khasiat psikologi menenangkan (Dewi, 2013). Efek aromaterapi positif karena aroma yang segar dan harum merangsang sensory dan akhirnya mempengaruhi organ sehingga dapat menimbulkan efek yang kuat terhadap emosi. Aromaterapi ditangkap oleh reseptor di hidung, kemudian memberikan informasi yang lebih jauh ke area di otak yang mengontrol emosi dan memori serta memberikan informasi ke hipotalamus yang merupakan pengatur sistem internal tubuh, sistem seksualitas, suhu tubuh dan reaksi terhadap stres (Koensoemardiyah, 2009). Bau yang berasal dari aromaterapi diterima oleh reseptor di hidung kemudian dikirimkan ke bagian medulla



spinalis



di



otak,



di



dalam



hal



ini



kemudian



akan



meningkatkan



gelombanggelombang alfa di otak dan gelombanggelombang alfa inilah yang membantu untuk merasa relaksasi (Amera,2008). Relaksasi sendiri dapat dipercaya menurunkan nyeri dengan merileksasikan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Relaksasi juga dapat menurunkan ketegangan fisiologis yang diakibatkan nyeri di abdomen (Stuart dan Sundeen, 1997 dalam Kumalasari, 2012). Relaksasi mempengaruhi bahan transmiter yang ikut terlibat dalam sistem analgesia, khususnya enkefalin dan serotonin. Serotonin menyebabkan neuron lokal medula spinalis mensekresi enfekalin. Enfekalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik pada serabut nyeri tipe C dan tipe A. Serabut ini mungkin mencapai inhibisi presinaptik dengan penghambatan saluran kalsium dalam membran ujung saraf dan mengaktifkan sistem analgesia sehingga dapat menekan seluruh atau hampir seluruh sinyal yang masuk melewati saraf perifer dan menurunkan sampai menghilangkan nyeri (Alexander, 1994 dalam Kumalasari, 2012). 17



2.2.4



Pemberian Aromaterapi Bunga Mawar Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Wanita Lanjut Usia Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi frekuensi tekanan darah



wanita lanjut usia sebelum dilakukan perlakuan pemberian aromaterapi bunga mawar di UPTD Panti Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Lampung Selatan memiliki ratarata tekanan darah



yaitu 121,04 (Mean Arterial Pressure), dan berada pada rentang



tekanan darah minimum dan maksimum yaitu 110 sampai dengan 136,7. Menurut teori yang dikemukakan



oleh



Mansjoer, dkk (2013), dikatakan tekanan darah tinggi bila tekanan



darah sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tekanan darah diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolic. Menurut Kemenkes (2014), secara umum hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi didalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, anuerisma, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal. Menurut Gunawan (2013), faktor-faktor penyebab hipertensi antara lain faktor yang tidak dapat dikontrol antara lain keturunan, jenis kelamin, umur. Selain itu faktor seperti obesitas, merokok dan konsumsi alkohol. Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak memiliki gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, pendarahan pada hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seorang dengan tekanan darah yang normal. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi frekuensi tekanan darah wanita lanjut usia setelah dilakukan perlakuan pemberian aromaterapi bunga mawar di UPTD Panti Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Lampung Selatan memiliki rata-rata tekanan darah yaitu 113,02 (Mean Arterial Pressure), dan berada pada rentang tekanan darah minimum dan maksimum yaitu 96,7 sampai dengan 133,3. Menurut Mansjoer (2013), salah satu penanganan hipertensi adalah dengan menggunakan aromaterapi. Aromaterapi didasarkan pada teori bahwa inhasi atau penyerapan minyak essensial memicu perubahan pada sistem tubuh, bagian dari otak yang berhubungan dengan memori dan emosi. Hal ini dapat merangsang respon fisiologis saraf, endokrin, atau sistem kekebalan tubuh yang mempengaruhi denyut jantung, tekanan darah, pernafasan, aktifitas gelombang otak dan pelepasan berbagai hormon di seluruh tubuh. Efeknya pada otak dapat baik tenang atau merangang sistem syaraf, serta mungkin membantu dalam menormalkan sekresi hormon. Menghirup minyak essensial dapat 18



meredakan gejala pernapasan, sedangkan aplikasi lokal minyak yang diencerkan dapat membantu untuk kondisi tertentu. Menurut Sudjono (2009) relaksasi merupakan salah satu tehnik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Dalam keadaan tegang yang rendah dengan tanpa adanya emosi yang kuat. Relaksasi akan memberikan batasan sebagai suatu bentuk terapi yang menekankan



pada mengajarkan konseli tentang



bagaimana relaks, dengan asumsi bahwa keadaan otot yang relaks akan membantu mengurangi ketegangan kejiwaan. Aromaterapi didefinisikan sebagai perlakuan dengan menggunakan bau-bauan atau keharuman, biasanya minyak tumbuhan serin digunakan untuk membantu pemijatan, dalam dua kata yaitu aroma yang berarti wangi-wangian (fragrance) dan therapy yang berarti perlakuan pengobatan, jadi secara ilmiah diartikan sebagai wangi-wangian yang memiliki pengaruh terhadap fisiologis manusia. Efek fisiologis dari aromaterapi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu mereka yang bertindak melalui stimulasi sistem syaraf dan orang-orang yang bertindak langsung pada organ atau jaringan melalui efektor reseptor mekanisme. Aromaterapi didasarkan pada teori bahwa inhasi atau penyerapan minyak essensial memicu perubahan pada sistem tubuh, bagian dari otak yang berhubungan dengan memori dan emosi. Hal ini dapat merangsang respon fisiologis saraf, endokrin, atau sistem kekebalan tubuh yang mempengaruhi denyut jantung, tekanan darah, pernafasan, aktifitas gelombang otak dan pelepasan berbagai hormon di seluruh tubuh. Efeknya pada otak dapat memberi ketenangan atau merangang sistem syaraf, serta membantu dalam menormalkan sekresi hormon. Menghirup minyak essensial dapat meredakan gejala pernapasan, sedangkan aplikasi lokal minyak yang diencerkan dapat membantu untuk kondisi tertentu (Sudoyo, 2013). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh M. Ridho (2015) tentang pengaruh pemberian aromaterapi bunga mawar terhadap penurunan tekanan darah pada lanjut usia dengan hipertensi di Sungai Bundung Laut Kabupaten Mempawah tahun 2015 diperoleh bahwa terdapat pengaruh pemberian aromaterapi bunga mawar terhadap pengaruh penurunan tekanan darah sistol dan diastol pada lanjut usia dengan hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan nilai ρ-value=0,000. Pada penelitian ini tekanan darah wanita lanjut usia setelah dilakukan perlakuan pemberian aromaterapi bunga mawar mengalami penurunan dibandingkan dengan sebelum diberi perlakuan. Hal ini dapat disebabkan karena perlakuan pemberian aromaterapi bunga mawar memiliki efek terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi yang 19



dialami oleh responden. Hal ini secara lebih lanjut akan dibahas pada analisis bivariat pada penelitian ini.



20



BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Aromaterapi dapat dipergunakan sebagai relaksan alternatif menghadapi stres, dengan cara masuknya minyak atsiri ke dalam tubuh melalui inhalasi (cara yang paling efektif), internal, dan penyerapan lewat kulit Setelah itu molekul- molekul minyak atsiri akan diserap dan ikut terbawa oleh aliran darah dan limfatik ke selumh tubuh untuk kemudian menimbulkan efek relaksasi dengan kerja sarna sistem saraf dan sistem hormonal. Aromaterapi dianggap lebih aman dibandingkan obat kimia sintetik karena minyak atsiri yang digunakan berasal dari bahan alami yang walallpun bekerja relatif lebih lambat namun efek sampingnya jauh lebih kecil dan tidak menimbulkan ketergantungan serta gejala putus obat asalkan digunakan sesuai indikasi, dosis, dan lama waktu pemakaiannya. Ketika minyak yang beraroma sedatif terhirup oleh hidung dan molekulnya terkunci pada silia hidung, timbul impuls yang ditransmisikan lewat bulbus dan tractus olfactorius ke dalam sistem limbic (amigdala dan hipokampus). Proses ini memicu respon memori dan emosional lewat hipotalamus, yang bekerja sebagai pemancar dan regulator, kemudian impuls terkirim ke otak. Serabut olfactorius membawa impuls ke bagian otak yang disebut nukleus raphe. Aroma sedatif menyebabkan stimlliasi nuklells raphe dan akan melepaskan zat nellrokimia serotonin, keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya keadaan relaksasi. Beberapa bahan minyak aromaterapi antara lain Cendana / Sandalwood (Santalum Album), Lemon (Citrus Lemon), Jasmine (Jasminum Grandiflorum), Mawar (Rosa Centifolia), Green Tea (CamelliaSinensis), Lavender(Lavendula Augustfolia), dan Pine(Pinus Sylvestris). 3.2 Saran Dalam dunia keperawatan pengenalan lebih lanjut tentang aromaterapi serta penggunaannya di masyarakat secara luas, tepat, dan benar untuk menekan dan mengurangi efek negatif yang ditimbulkan obat-obatan kimia sintetik. Penelitian lebih lanjut mengenai khasiat aromaterapi terhadap penyakit dapat mengurangi dampak dari penyakit, antara lain asma, sinusitis, hipertensi, dan lain- lain.



21



DAFTAR PUSTAKA Agusta, Andria. 2002. Aromaterapi, Cara Sehat Dengan Wewangian Alami. Jakarta : Penebar Swadaya Anonim, 2009. Tips Aomaterapi & Relaksasi. www.blanjaspa.com (diakses pada tanggal 24 Oktober 2016) Alexander M.(2001). Biodegradation and Bioremediation. Ed ke-2. California: Academic Pr. Davis C, Marie C, Kerri H, Mark J, Julie F. 2005. The Effect Of Aromatherapy Massage with Music on the Strss and Anxiety Levels of Emergency Nurses. Australasian Emegency Nursing Journal. 8: 43-50 Departement of Health.(2007). Paint management, aromatheraphy sectio B clinical guidelines King Edward Memorial Hospital Perth Western Australia. http//www.kemh.health.wa.gov.au/development/manuals/section/4/8272.p df (diakses pada tanggal 24 Oktober 2016) Deveraux C. 2003. Aromatheraphy: Essential Oil and How to Use Them. United States: Tutle Publishing, pp: 73-75 Field T, Diego M, Hernandez-reif M, Cisneros W, Feijo L, Vera Y, Gil K, Grina D, Claire He Q. 2005. Lavender Fragrance cleansing gels effect on relaxation. International Journal of Neurosciene, 115 (2): 207-222 Howard S, Hughes BM Expectancies.2007. Not aroma, explain impact of lavender aromatherapy .New England Journal of Medicine. 5(365):479- 485 Hutasoit, A.S. 2002. Panduan Praktik Pijat Aromaterapi Untuk Pemula. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Muchtaridi dan Moelyono. 2015. Aroma Terapi: Tinjauan Aspek Kimia Medisinal. Yogyakarta: Graha Ilmu Poerwadi, R. 2006. Aromaterapi Sahabat Calon Ibu. Jakarta: Dian Rakyat Rho, Han, Kim, Lee. 2005. Effects of Aromatherapy Massage on Anxietas and SelfEsteem in Korean Elderly Woman: A pilot Study. InternationalJournal of Neurosciene, 116: 1447-1455 Sharma, S. 2009. Aroma Therapy. Terjemahan Alexander Sindoro. Jakarta: Kharisma Publishing Group. Stevensen, C. J. 1996 . Aromatherapy. New York : Churchill Livingstone Inc http://eprints.undip.ac.id/44834/3/BAB_2.pdf (diakses pada tanggal 24 Oktober 2016) 22



http://library.upnvj.ac.id/pdf/3keperawatanpdf/207312042/bab2.pdf (diakses pada tanggal 24 Oktober 2016) http://library.upnvj.ac.id/pdf/3keperawatanpdf/207312042/bab2.pdf (diakses pada tanggal 24 Oktober 2016)



23



LAMPIRAN



Pengaruh Relaksasi Aromaterapi Jasmine terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Karang Werdha (The Effect of Jasmine Aromatherapy Relaxation towards Sleeping Quality for Elderly at Elderly Association) Mahda Febriyanti Eka Pertiwi Putri, Murtaqib, Mulia Hakam Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegal Boto Jember. Telp./Fax. (0331) 323450 e-mail: [email protected] Abstract During the quality of sleep the elderly is good, some changes that will occur to the elderly are normal as well, but if not, it will cause health problems. This research aims to analyze the effect of jasmine aromatherapy relaxation on sleeping quality to the elderly at elderly association in Jenggawah Jember. This research used quasy experimental design method with pre-post test and control group design. Sleeping quality was measured using a PSQI questionnaire and interventions which were given for 28 days. The result of dependent t test showed no significant difference on the average score of control group (p value = 1,000). While in the intervention group there was a decrease in the mean score of PSQI after being given jasmine aromatherapy relaxation, so that there was a significant difference in sleeping quality of the intervention group (p value = 0,001). Independent t tests showed significant differences between the control group and the intervention group after jasmine aromatherapy relaxation (p value = 0,001). Overall, jasmine aromatherapy relaxation can improve sleeping quality in the elderly, so that jasmine aromatherapy relaxation may be used as an alternative non-pharmacological treatment which has no adverse side effects compared to the use of long-term sleeping pills that would give negative side effects to its users. Keywords: aromatherapy, sleeping quality, elderly.



Abstrak Selama kualitas tidur lansia baik, segala perubahan yang terjadi pada lansia tersebut adalah hal yang normal dan akan menimbulkan masalah kesehatan jika kualitas tidurnya buruk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh relaksasi aromaterapi jasmine terhadap kualitas tidur pada lansia di Karang Werdha Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan metode quasy experimental design dengan pendekatan pre-post test with control design. Kualitas tidur diukur dengan menggunakan kuesioner PSQI dan intervensi diberikan selama 28 hari. Hasil uji t dependen menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada rata-rata skor nilai kelompok kontrol (nilai p = 1,000). Sedangkan pada kelompok intervensi terjadi penurunan rata-rata skor nilai PSQI setelah diberikan relaksasi aromaterapi jasmine sehingga ada perbedaan yang signifikan pada kualitas tidur kelompok



intervensi (nilai p = 0,001). Uji t independen menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah diberikan relaksasi aromaterapi jasmine (nilai p = 0,001). Secara keseluruhan, relaksasi aromaterapi jasmine dapat meningkatkan kualitas tidur pada lansia sehingga relaksasi aromaterapi jasmine dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan non farmakologi yang tidak memiliki efek samping merugikan dibandingkan dengan penggunaan obat tidur jangka panjang yang akan memberikan efek samping negatif bagi penggunanya. Kata Kunci: aromaterapi, kualitas tidur, lansia. Pendahuluan Tidur pada lansia menjadi aspek utama dalam pemulihan mulai dari fungsi-fungsi tubuh sampai tingkat fungsional agar menjadi optimal. Adanya proses penuaan akan berakibat penurunan kualitas tidur pada lansia [1]. Selama kualitas tidur lansia baik, segala perubahan yang terjadi pada lansia tersebut adalah hal yang normal. Akan tetapi sebaliknya, jika kualitas tidur pada lansia terganggu maka akan timbul berbagai masalah kesehatan [2]. Lansia nyaris tidak memiliki tidur pada tahap empat atau yang sering disebut dengan tidur dalam. Hal tersebut terjadi akibat adanya penurunan pada NREM 3 dan 4 dan merupakan perubahan yang normal bagi lansia [3]. Hasil wawancara yang dilakukan di Karang Werdha Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember diketahui bahwa lansia yang mengalami gangguan terhadap kualitas tidur mengaku sulit untuk memulai tidur, sulit untuk mempertahankan tidur, lansia mengalami tidur terlalu dini dan bangun terlalu pagi, lansia tidur terlalu larut dan bangun terlalu pagi, serta ketika terbangun di pagi hari badan terasa tidak segar. Rata-rata tidur para lansia yang menggalami gangguan kualitas tidur memiliki durasi tidur sekitar 5 sampai 6 Jam setiap harinya. Penatalaksanaan dengan terapi non farmakologis sangat dianjurkan karena tidak menimbulkan efek samping, selain itu juga



dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menjadikan lansia dapat menjaga kesehatannya secara mandiri [4]. Aromaterapi merupakan metode penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak essensial dari tanaman dan pohon aromatik dengan pendekatan holistik untuk penyembuhan fisik, ketenangan pikiran dan jiwa serta rohani. Efek yang dihasilkan menyenangkan, sembuh dari nyeri reumatik, peningkatan kenikmatan seksual, tidur nyenyak, dan perkembangan keadaan mental yang baik [5]. Jasmine yang memiliki kandungan senyawa utama seperti linalool memiliki manfaat sebagai antidepresan karena efek jasmine yang akan merangsang hormon serotonin sehingga mendorong energi dan meningkatkan suasana hati. Selain itu jasmine memiliki zat sedatif terhadap saraf otonom dan keadaan jiwa yang bersifat menenangkan tubuh, pikiran dan jiwa serta menciptakan energi positif [6]. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh relaksasi aromaterapi jasmine terhadap kualitas tidur pada lansia di Karang Werdha. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode quasy experiment dengan rancangan pre-post test with control group design. Teknik pengambilan sampel adalah probability sampling dengan pendekatan simple random sampling yang melibatkan 32 responden dengan masingmasing kelompok pada kontrol dan kelompok intervensi sebanyak 16 responden. Sebelum dilakukan randomisasi sample, dilakukan skrining MMSE (Mini Mental State Examination) kepada keseluruhan



calon responden untuk menghindari responden dengan demensia berat. Instrument penelitian berupa kuesioner PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Iindex) dan SOP relaksasi aromaterapi jasmine. Intervensi dengan meneteskan minyak essensial jasmine sebanyak 3 tetes (0,3 ml) pada kertas tissue dan dilakukan sekitar pukul 19.30-20.30 selama 15 menit dalam kurun waktu 28 hari berturut-turut [7-9]. Penelitian ini dilakukan di Karang Werdha Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember. Analisis data menggunakan analisa deskriptif untuk karakteristik responden dan analisa inferensial menggunakan uji t dependen dan uji t independen dengan α= 0,05.. Hasil Penelitian Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia pada Lansia di



Variabel



Mea n



Median SD



Usia (tahun):



70,8 Kontrol 8 Interve 65,0 n 6 si Total 67,9 (n=32) 7



Min – Mak s



95% CI







63,50



66,35 8,500 60-85 75,40 62,34 5,118 60-80 67,79



65,50



7,507 60-85



65,26 70,68







71,00



Karang Werdha (n=32) Sumber: Data Primer Januari 2018







Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden 10,44 dengan standar deviasi 2,943. Perbedaan Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan mean antara pengukuran pretest dan posttest Terakhir, Status Pekerjaan, dan Status kelompok kontrol adalah 0,00 poin dengan beda Pernikahan pada Lansia di Karang standar deviasi 1,211 dan nilai t dependen Werdha Karakteristi k Responden



Kontrol Ʃ



Interven si Ʃ %



%



(n=32) 0,001. Hasil interval 95%



Total Ʃ



%



Jenis Kelamin: diyakini rata-rata perbedaan skor pada pengukuran pretest dan posttest kelompok kontrol berada dalam rentang -0,645 sampai 0,645 dengan nilai p = 1,000 > α (α = 0,05). Laki-laki 7 43,8 5 31,3 12 37,5 Perempuan 9 Total 16 Pendidikan : Sekolah



56,3 11 68,8 20 62,5 Kualitas Tidur Kelompok Intervensi 100, 1 100, 3 100, Tabel 4. Hasil Uji t dependen (berpasangan) 0 6 0 2 0 Kualitas Tidur Berdasarkan Pengukuran Tidak 11 68,8 11 34,4 Pretest dan Posttest Lansia di Karang



4 -



SD



25,0 -



SMA



-



1 7 -



6,3 43,8 43,8



7



5 7 7



15,6 21,9 21,9



Werdha Sebelum dan Setelah diberikan SMP Relaksasi Aromaterapi Jasmine pada Kelompok Intervensi Bulan Januari-



Perguruan



Februari 2018 (n=16)



Tinggi



Variabel



Total



16



100, 0



1 6



100, 0



3 2



100, 0



Mea n



SD



t



p value



95% CI



Kualitas Tidur



Pekerjaan: 1



6,3



1



6,3



2



6,3



Tidak Bekerja Petani Total



1



6,3



4



25,0



5



15,6



2 16 9,104 Wiraswasta 9 Pensiunan 1 Status Lain-lain 3 Perkawinan



12,5 100, 0 56,3 6,3 18,8 75,



12 6 3 7 1-



12,5 100, 0 18,8 43,8 87,-



34 2 12 8 23



: Kawin Tidak Kawin Janda/Dud a Total



12



0



4



5



6



-



-



-



-



-



25, 0 100, 0



2



12, 5 100, 0



6



0,001



4 16



1 6



3 2



Pretest



11,94



2,26 5



13,66



6,646 –



12,5 1 1,06 100, Posttest 4,06 3 0 37,5 25,0 Sumber: Data Primer Januari – Februari 2018 9,4 81, pretest dan posttest kelompok intervensi 3 sebesar 7,88 poin dengan beda standar deviasi 18, 8 100, 0



Sumber: Data Primer Januari 2018



1,202 dan nilai t dependen 13,661. Hasil interval 95% diyakini rata-rata perbedaan skor pada pengukuran pretest dan posttest kelompok intervensi berada dalam rentang 6,646 sampai 9,104 dengan nilai p = 0,001 < α (α = 0,05).



Kualitas Tidur Kelompok Kontrol Tabel 3. Hasil Uji t dependen (berpasangan) Kualitas Tidur Berdasarkan Pengukuran Pretest dan Posttest Lansia di Karang Werdha pada Kelompok Kontrol Bulan Januari-Februari 2018 (n=16) Tabel 4 menunjukkan hasil penelitian berdasarkan analisa uji t dependen mengenai perbedaan ratarata kualitas tidur lansia pada kelompok intervensi sebelum dan setelah diberikan relaksasi aromaterapi jasmine. Hasil analisa didapatkan mean pada pengukuran pretest 11,94 poin dengan standar deviasi 2,265 dan pada posttest 4,06 dengan standar deviasi 1,063. Perbedaan mean antara pengukuran Tidur Kelompok Kontrol Variabel Mean SD t p 95% Kualitas dan Kelompok Intervensi value CI Tabel 5. Hasil Uji t Kualitas independen (tidak berpasangan) Tidur Kualitas Tidur Lansia di 10,44 2,804 -0.645 Pretest Posttest 10,44 2,943 0,001 1,000 – 0,645 Karang Werdha pada Kelompok Kontrol Sumber: Data Primer Januari – Februari 2018 dan Intervensi Bulan Januari-Februari 2018 (n=32) Tabel 3 menunjukkan hasil penelitian berdasarkan Variabel n Rerata ± ∆ Rerata p analisa uji t dependen mengenai perbedaan rata-rata SD (95% CI) value kualitas tidur lansia pada kelompok kontrol. Hasil Kualitas analisa didapatkan mean pada pengukuran pretest Tidur 10,44 16 10,44 poin dengan standar deviasi 2,804 dan pada 6,38 (2,943) Kontrol 0, 001 posttest (4,737 – 16 4,06 8,013) Intervensi (1,063) 463 Tabel 5 menunjukkan hasil uji t independen perbedaan kualitas tidur lansia di Karang



Werdha



Kecamatan



Jenggawah



Kabupaten Jember pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah diberikan relaksasi aromaterapi jasmine mendapatkan p value = 0,001 dengan beda rerata (mean difference) sebesar 6,38 poin dan nilai interval kepercayaan 95% berada dalam rentang 4,737 sampai 8,013. Pembahasan Karakteristik Responden Rata-rata usia lansia yang menjadi responden penelitian adalah 67,97 tahun. Ratarata usia



pada kelompok kontrol 70,88 tahun dan pada kelompok intervensi 65,06 tahun. Tidur normal dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk usia [10]. Usia merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kualitas tidur, dengan bertambahnya usia akan mengakibatkan terjadinya gangguangangguan pada tidur seseorang [11]. Bertambahnya usia akan mempengaruhi perubahan fisiologis maupun psikologik pada seseorang, sehingga lansia yang mengalami perubahan-perubahan tersebut juga akan mengalami gangguan pada tidurnya [12]. Kebutuhan tidur pada lansia yang normal menurut National Sleep Foundation adalah 7-8 jam dan dapat disesuaikan sebanyak 5-9 jam setiap harinya [13]. Lansia lebih banyak mengeluhkan terbangun lebih awal sebelum pukul 05.00 pagi dan terbangun ketika waktu



malam hari. Waktu tidur lansia yang berkurang berkaitan dengan faktor penuaannya [10]. Mayoritas responden penelitian berjenis kelamin perempuan 20 (62,5%). Perbedaan gender (jenis kelamin) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi psikologik lansia, sehingga hal tersebut akan berdampak terhadap bentuk adaptasi dan mekanisme koping yang digunakan [14-15]. Mayoritas pendidikan terakhir responden adalah tidak bersekolah/tidak tamat SD 11 (34,4%). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka seseorang tersebut akan semakin siap dalam menghadapi masalah yang terjadi karena dari semakin tingginya tingkat pendidikan berarti semakin banyak pula pengalaman hidupnya [15]. Mayoritas responden penelitian bekerja sebagai wiraswasta 12 (37,5%). Menurut tugas perkembangan lansia berdasarkan Duvall lansia harus dapat menyesuaikan diri terhadap masa pensiun dan penurunan atau penetapan pendapatan [16]. Stres akan timbul ketika seseorang sudah tidak dapat bekerja lagi atau sudah pensiun. Hal tersebut akan menimbulkan kecemasan karena akan mengganggu masalah finansial [15]. Seluruh responden penelitian sudah menikah, 26 (81,3%) lansia menikah dan tinggal bersama pasangannya dan 6 (18,7%) lansia sudah menjadi janda. Menurut tugas perkembangan lansia berdasarkan Duvall lansia harus menyesuaikan diri terhadap kematian pasangan. Kehilangan orang tercinta merupakan stresor yang sering terjadi pada lansia [16]. Perbedaan Kualitas Tidur Kelompok Kontrol Hasil analisa data dengan menggunakan uji t dependen didapatkan hasil selisih rata-rata kualitas tidur kelompok kontrol adalah 0,00 poin dengan p value = 1,000 > α (α = 0,05) dimana pada pengukuran pretest rata-rata kualitas tidur sebesar 10,44 poin yang menunjukkan kualitas tidur lansia dalam



kategori buruk dan pada pengukuran posttest rata-rata kualitas tidur tetap sebesar 10,44 poin yang menunjukkan tidak ada perubahan kualitas tidur secara umum pada kelompok kontrol. Dari hasil analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan terhadap kualitas tidur lansia pada pengukuran pretest dan posttest pada kelompok kontrol. Terdapat 5 (31,25%) lansia mengalami peningkatan skor nilai kualitas tidur, 5 (31,25%) lansia mengalami penurunan skor kualitas tidur, dan 6 (37,5%) lansia lainnya memiliki skor kualitas tidur yang tetap. Kelompok kontrol tidak mendapatkan relaksasi aromaterapi jasmine yang digunakan untuk mengaktivasi rangsang sistem limbik untuk meningkatkan hormon endorfin, enkefalin, serotonin, dan melatonin. Sehingga sistem saraf simpatis pada kelompok kontrol cenderung menetap bahkan meningkat karena tidak mendapatkan stimulus pada saraf parasimpatis nuclei raphe yang berada separuh bagian bawah pons dan medulla oblongata untuk meningkatkan sekresi hormon serotonin dan melatonin [3,17]. Menurunnya aktivasi rangsangan sistem limbik akibat aktivasi Hypothalamic Pituitary Adrenal (HPA axis) oleh hipotalamus menyebabkan gangguan pada sekresi serotonin dan melatonin yang berfungsi untuk menstimulus tidur. Hal ini juga menjadikan faktor untuk seseorang lebih mudah mengalami kecemasan dan stres karena tidak ada stimulus rileks dalam dirinya. Kecemasan, kelelahan dan stres dapat menyebabkan seseorang mengalami kesulitan untuk tidur. Stres menyebabkan seseorang menjadi tegang



sehingga meningkatkan kadar hormon katekolamin yang mengaktivasi saraf simpatis melalui Reticular Activating System (RAS) dan menyebabkan seseorang akan terjaga [3]. Perbedaan Kualitas Tidur Kelompok Intervensi Hasil analisa data dengan menggunakan uji t dependen didapatkan hasil selisih rata-rata kualitas tidur kelompok intervensi pada pengukuran pretest dan posttest adalah 7,88 poin dengan p value = 0,001 > α (α = 0,05) dimana pada pengukuran pretest rata-rata kualitas tidur sebesar 11,93 poin yang menunjukkan kualitas tidur lansia dalam kategori buruk dan pada pengukuran posttest rata-rata kualitas tidur turun menjadi 4,06 poin yang menunjukkan bahwa kualitas termasuk ke dalam kategori baik (skor PSQI 0-21; baik ≤ 5 dan buruk > 5). Dari hasil analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perubahan yang signifikan terhadap kualitas tidur lansia pada pengukuran pretest dan posttest sebelum dan setelah diberikan terapi relaksasi aromaterapi jasmine pada kelompok intervensi. Sebelum diberikan relaksasi aromaterapi jasmine sebanyak 16 (100%) lansia memiliki kualitas tidur yang buruk dan setelah diberikan relakasi aromaterapi jasmine seluruh lansia mengalami penurunan skor kualitas tidur. Terdapat 2 (12,5%) lansia mengalami penurunan skor kualitas tidur yang signifikan, akan tetapi masih masuk ke dalam kategori kualitas tidur buruk dan 14 (87,5%) lansia yang lainnya memiliki kualitas tidur yang baik. Lansia yang masih masuk ke dalam kategori kualitas tidur buruk mengalami penurunan skor yang signifikan sebanyak 6 poin serta tidak lagi mengkonsumsi obat tidur setelah diberikan relaksasi aromaterapi jasmine. Penggunaan aromaterapi jasmine sebagai intervensi untuk memanajemen kualitas tidur agar mendapatkan kualitas tidur yang baik dapat memberikan dampak yang positif bagi responden penelitian. Dampak yang terjadi berhubungan dengan psikologis responden karena kandungan linalool pada jasmine



berkhasiat untuk memberikan efek relakasasi yang menenangkan dan rileks pada sistem saraf pusat [18]. Pengaruh Relaksasi Aromaterapi Jasmine terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Karang Werdha Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember Hasil uji statistik t independen terhadap perbedaan kualitas tidur antara kelompok kontrol dan intervensi menunjukkan hasil beda rata-rata pengukuran setelah diberikan relaksasi aromaterapi jasmine adalah 6,38 poin dengan p value = 0,001 < α (α = 0,05) dan nilai interval kepercayaan 95% berada dalam rentang 4,737 sampai 8,013. Karena hasil nilai p < α dan nilai interval kepercayaan 95% tidak melewati angka nol, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kualitas tidur setelah diberikan relaksasi aromaterapi jasmine pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Kesimpulan dari pernyataan tersebut adalah Ha dapat diterima dan hal tersebut membuktikan bahwa adanya pengaruh relaksasi aromaterapi jasmine yang signifkan terhadap kualitas tidur terhadap lansia di Karang Werdha Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Kualitas tidur adalah keadaan seseorang merasa puas terhadap tidurnya yang mencakup aspek kualitas dan kuantitas tidur, waktu yang diperlukan untuk dapat tertidur, gangguan tidur seperti frekuensi terbangun dari tidur ditengah malam, serta karakteristik subjektif yang sering ditentukan dengan apakah setelah bangun tidur merasakan perasaan segar dan energik atau tidak [14,19]. Kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penyakit fisik, lingkungan hidup, gaya hidup, stres emosional, stimulan dan alkohol, diet, merokok, motivasi, serta obat-obatan [14]. Aromaterapi adalah penggunaan terapeutik minyak esensial tanaman dimana yang digunakan adalah aroma dari tanaman tersebut. Bahan kimia yang ditemukan di dalam minyak esensial akan diserap oleh tubuh dan



e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.3), September, 2018



468



menghasilkan keuntungan baik fisiologis maupun psikologis. Jasmine memiliki efek yang dapat merangsang saraf dan hormon, sebagai antidepresan, serta memberikan efek relaksasi. Jasmine memiliki kandungan linalool pada aroma yang ditimbulkannya yang memiliki khasiat sebagai zat sedatif yang akan meningkatkan relaksasi pada tubuh . Aroma jasmine merupakan molekul yang mudah menguap ke udara sehingga mudah untuk terhirup oleh indera penciuman. Bau tersebut akan masuk ke dalam rongga hidung melalui penghirupan sehingga aromanya akan direkam oleh otak sebagai proses penciuman. Setelah proses penciuman dengan penerimaan molekul bau pada epitelium olfaktori, selanjutnya bau akan ditransmisikan ke pusat penciuman yang terletak dibagian belakang hidung sebagai suatu pesan. Sel neuron dibelakang hidung akan menginterpretasikan pesan tersebut dan dihantarkan ke sistem limbik (amigdala dan hipokampus). Sistem limbik akan meneruskan pesan ke hipotalamus untuk diolah, melalui hipotalamus seluruh sistem minyak esensial jasmine yang tercium akan diedarkan oleh sistem sirkulasi dan agen kimia kepada organ tubuh yang membutuhkan. Bahan kimia yang terdapat didalam minyak esensial jasmine akan memperbaiki keseimbangan sistem tubuh. Bau yang memiliki bahan kimia sedatif akan menimbulkan rasa tenang dan merangsang otak bagian nulcei raphe untuk mengeluarkan sekresi serotonin yang berfungsi untuk menghantarkan tidur [18]. Pada usia lansia akan mengalami gangguan tidur seperti terbangun ditengah malam atau pergi ke kamar mandi ditengah malam, hal ini akan menimbulkan dampak yang buruk bagi fisiologis maupun psikologis lansia. Selama proses penuaan, lansia akan mengalami perubahan pola tidur seperti pada kelatenan tidur, terbangun dini hari, peningkatan tidur siang, dan penurunan jumlah waktu yang digunakan untuk tidur di malam hari [26]. Untuk mengatasi hal tersebut dapat



digunakan relaksasi aromaterapi jasmine karena jasmine memiliki kandungan linalool dalam aromanya akan memberikan efek relaksasi yang lembut dan menyenangkan [20,21]. Efek yang menyenangkan akan memperoleh kesembuhan dari perasaan cemas, stres dan keseimbangan dalam tubuh sehingga akan menimbulkan peningkatan tidur yang nyenyak [5]. Aroma jasmine yang terhirup oleh hidung akan masuk ke dalam aliran darah dan cairan tubuh serta menimbulkan efek farmakologi yang alami bagi tubuh [5]. Molekul (volatile) aroma jasmine yang terhirup akan sampai di sistem limbik otak (amigdala dan hipokampus) melalui transmisi oleh bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius sehingga akan mempengaruhi saraf, dimana saraf simpatis yang bertugas mengatur ketegangan, kewaspadaan, dan keterjagaan yang akan menurun dan saraf parasimpatis akan bekerja dengan sekresi serotonin dan endorfin sehingga menyebabkan perasaan yang rileks, nyaman, dan lembut [22,23]. Serotonin yang dihasilkan nuclei raphe yang terletak dibagian tengah pons dan medula, serotonin akan berperan sebagai inhibitor untuk membantu menghasilkan tidur yang normal [24]. Pineal gland menghasilkan melatonin, yaitu hormon turunan dari serotonin yang berfungsi untuk memodulasi pola tidur pada irama sikardian [25]. Hormon endorfin yang diproduksi oleh kelenjar pituitary menyebabkan perasaan yang tenang dan senang [17]. Sistem limbik berfungsi untuk mengatur emosi dan perasaan, sehingga aroma jasmine yang lembut akan menyeimbangkan kondisi emosional sehingga akan menciptakan perasaan yang nyaman dan tenang dan akan menyebabkan tidur menjadi lebih nyenyak [18,22]. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Anastasia et al tentang Pengaruh Inhalasi Lavender terhadap Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa ada perbedaan tingkat



e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.3), September, 2018



469



kecemasan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dengan uji t independen mendapatkan hasil nilai p = 0,001 < α (α = 0,05), yang dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan pasien gagal ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisis antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi [27]. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memperlihatkan bahwa penggunaan aromaterapi jasmine sebagai intervensi untuk manajemen tidur pada lansia telah memberikan manfaat yang nyata. Efek sedatif dan relaksasi yang ditimbulkan dari aromaterapi jasmine menyebabkan perbaikan kondisi emosional lansia sehingga lansia akan lebih rileks dan mendapatkan tidur yang nyenyak di malam hari serta bangun dengan segar di pagi hari. Aromaterapi merupakan terapi yang bermanfaat untuk melengkapi asuhan keperawatan di tatanan klinik maupun komunitas serta lazim dan bebas digunakan karena tidak memberikan efek samping [5,26]. Penelitian ini diperkuat dengan teori-teori yang sudah ada dan dengan fakta hasil penelitian mendapati p value pada uji statistik t independen pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi adalah p = 0,001 < α (α = 0,05), maka peneliti menyimpulkan bahwa relaksasi aromaterapi jasmine memiliki pengaruh yang berdampak pada kondisi psikologis lansia di Karang Werdha Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember.



diberikan relaksasi aromaterapi jasmine, sehingga dapat disimpulkan relaksasi aromaterapi jasmine berpengaruh terhadap kualitas tidur lansia. Saran Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai terapi komplementer yang tidak memiliki efek samping negatif, sehingga diharapkan dapat diaplikan dalam pemberian asuhan keperawatan baik ditatanan klinik maupun komunitas. Penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya dimana penelitian selanjutnya diharapkan lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat menyebabkan bias dan dapat menggunakan inovasi terbaru dalam pengontrolan pemberian intervensi kepada responden. Daftar Pustaka [1] Stanley M, Beare PG. Gerontological



[2]



[3]



[4] [5]



Simpulan dan Saran Simpulan Terjadi penurunan rata-rata skor nilai kualitas tidur setelah diberikan relaksasi aromaterapi jasmine yang menunjukkan bahwa kualitas tidur lansia di Karang Werdha Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember membaik setelah diberikan relaksasi aromterapi jasmine. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap rata-rata skor nilai kualitas tidur antara lansia yang tidak diberikan intervensi relaksasi aromaterapi jasmine dengan lansia yang



[6]



[7]



e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.3), September, 2018



nursing: a health promotion/protection approach 2nd edition. Philadelphia: The F.A. Davis Company; 2006. Maas L. Asuhan keperawatan geriatrik: diagnosis NANDA, kriteria hasil NOC, & intervensi NIC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011. Potter PA, Perry AG. Fundamental of nursing: concepts, process, and practice Volume 2 4th edition. Saint Louis: Mosby – Year Book Inc; 2005b. Lanywati E. Insomnia gangguan sulit tidur. Yogyakarta: Kanisius; 2001. Lokanata MD. Aromaterapi. Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Airlangga Periodical of Dermato and Vinereology. 2004; 16(2): 133-146. Kuroda K, Inoue N, Ito Y, Kubota K, Sugimoto A, Kakuda T, et al. Sedative effects of the jasmine tea odor and (R)(-)linalool, one of its major odor components, on autonomic nerve activity and mood status. European Journal of Applied Phsyology [Internet]. 2005 [cited 03 Desember 2017]: 95(2-3): 107-114. Available from: http://dx.doi.org/10.1007/s00421-00514028. Han X, Gibson J, Eggett DL, Parker TL. 470



Bergamot (citrus bergamia) essential oil inhalation improves positive feelings in the waiting room of a mental health treatment center: a pilot study. Phytotherapy Research [Internet]. 2017 [cited 29 Noveber 2017]: 31: 812-816. Available from: . http://dx.doi.org/10.1002/ptr.5806. [8] Kaymaz TT, Ozdemir L. Effects of



aromatherapy on agitation and related caregiver burden in patients with moderate to severe dementia: a pilot study. Geriatric Nursing [Internet]. 2016 [cited 29 November 2017]: 38(3): 231237. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.gerinurse.2016 .1 1.00. [9] Takeda A, Watanuki E, Koyama S. Effects of inhalation aromatherapy on symptoms of sleep disturbance in the elderly with dementia. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine [Internet]. 2017 [cited 29 November 2017]: 1-7. Available from: http://dx.doi.org/10.1155/2017/1902807. [10] Priyoto. Nursing Intervention Classification (NIC) dalam keperawatan gerontik. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2015. [11] Nugroho W. Keperawatan gerontik edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. [12] Azizah LM. Keperawatan lanjut usia edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011. [13] Smith M, Robinson L, Segal R. Sleep needs [Internet]. California: HelpGuide.org; 2017 [Update 2018 Februari; cited 2018 Februari 26]. Available from: https://www.helpguide.org/articles/sleep/s le ep-needs-get-the-sleep-you-need.htm. [14] Berman A, Snyder SJ. Kozier & Erb’s Fundamental of nursing concepts, process, and practice 9th edition. Upper Saddle River: Pearson Education, Inc; 2012. [15] Tamher S, Noorkasiani. Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009.



[16] Potter PA, Perry AG. Fundamental of



nursing: concepts, process, and practice volume 1 4th edition. Saint Louis: Mosby – Year Book Inc; 2005a. [17] Kusnaidi H, Haryanto J, Makhdufli. Aromacare melati meningkatkan pemenuhan kebutuhan tidur pada lansia (aromacare of jasmine increased sleep needs in eldery). Jurnal Ners [Internet]. 2011 [cited 03 Desember 2017]: 6(2): 192200. Available from: https://e-



e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.3), September, 2018



471



journal.unair.ac.id/JNERS/article/view/3991. [18] Setyoadi, Kushariyadi. Terapi modalitas keperawatan pada pasien psikogeriatrik. Jakarta:



Salemba Medika; 2011. [19] Buysse DJ, Reynolds CF, Monk TH, Berman SR, Kupfer DJ. The pittsburgh sleep quality index:



a new instrument for psychiatric practice and research. Psychiatric Research [Internet]. 1989 [cited 03 Desember 2017]: (28): 193-213. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/01651781(89)90047-4. [20] Dave V, Yadav S. Aromatherapy for stress relive. International Journal of Research and



Development in Pharmacy and Life Sciences [Internet]. 2013 [cited 29 November 2017]: 2(3): 398-403. Available from: http://dx.doi.org/10.21276/IJIPSR.2017.05.1 1.220. [21] Raudensbush B. Positive effects of odorant administration on humans: a review. A Sense of Smell Institute White Paper. Virginia: Department of Psychology Wheeling Jesuit University; 2005. [22] Koensoemardiyah. A-Z Aromaterapi untuk kesehatan, kebugaran, dan kecantikan. Yogyakarta:



Lily Publisher; 2009. [23] Utami MS. Prosedur relaksasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada; 2009. [24] Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology 12 th edition. Philadelphia: Elsevier Inc;



2011. [25] Machhi MM, Bruce JN. Human pineal physiology and functional significance of melatonin.



Frontiers in Neuroendocrinology [Internet]. 2004 [cited 14 Maret 2018]: 25(34): 177-195. Available from: https://dx.doi.org/10.1016/j.yfrne.2004.08.0 01. [26] Price S, Price L. Aromatherapy for health professionals. London: Churchill Livingstone; 1997. [27] Anastasia S, Bayhakki, Nauli FA. Pengaruh aromaterapi inhalasi lavender terhadap kecemasan



pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) [Internet]. 2015 [cited 23 Februari 2018]: 2(2): 1510-1519. Available from: https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/ar ticle/view/8333.



472



PEMBERIAN AROMATERAPI LEMON TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI LAPARATOMI Rizqi Nurjanah1, Cemy Nur Fitria2 , Anik Enikmawati 3 1 Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan ITS PKU Muhammadiyah Surakarta 2 Dosen Prodi DIII Keperawatan ITS PKU Muhammadiyah Surakarta 3 Dosen Prodi DIII Keperawatan ITS PKU Muhammadiyah Surakarta JL.Tulang Bawang Selatan NO.26 Tegalsari RT 02 RW 32, Kadipiro, Surakarta *Email: [email protected] Kata Kunci Aromaterapi Nyeri, Post Laparatomi



Lemon , Operas i



Abstrak LatarBelakang : Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah. Survey Dinas Kesehatan Boyolali 2015 menunjukkan menunjukkan kasus laparatomi sebanyak 182 kasus. Nyeri merupakan efek dari pembedahan laparatomi. Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan pemberian aromaterapi lemon. Aromaterapi Lemon mengandung linalool yang memiliki fungsi menimbulkan efek tenang dan relaksasi.Tujuan :Menyusun resume asuhan keperawatan medical bedah dalam penanganan kasus nyeri post operasi laparatomi dengan pemberian aromaterapi lemon. Mengidentifikasi manfaat penggunaan tindakan pemberian aromaterapi lemon dalam penanganan kasus nyeri post operasi laparatomi.Metode penelitian :metode pengumpulan studi kasus data dalam studi kasus ini yaitu melalui observasi, wawancara, pengukuran, dan dokumentasi dan instrument yang digunakan yaitu : aromaterapi lemon, kassa, peniti, format asuhan keperawatan, skala nyeri numeric, sop penggunaan aromaterapi lemon, permohonan menjadi responden, persetujuan menjadi responden.Hasil: pemberian aromaterapi lemon diberikan pada 2 kasus dan dilakukan selama 3 hari dengan waktu ±10 menit dapat membantu menurunkan nyeri pada pasien post operasi laparatomi dari skala 6 menjadi skala 2.Kesimpulan: aromaterapi bermanfaat terhadap penurunan skala nyeri pada 2 kasus pasien post operasi laparatomi.



473



ADMINISTRATION OF LEMON AROMATERAPY TOWARDS DECREASE IN PAIN SCALE ON CARE NURSING POST OPERATIONS LAPARATOMI Keywords Lemon Aromatherapy, Pain, Post Laparatomy Surgery



Abstract Background: Laparatomy is one of the major surgical procedures, by applying it to the layers of the abdominal wall to get a part of the abdominal organ that has a problem. The 2015 Boyolali Health Service survey showed 182 cases of laparotomy. Pain is the effect of laparotomy surgery. Pain management can be done by giving lemon aromatherapy. Lemon Aromatherapy contains linalool which has the function of giving effect to calm and relaxation.Objective: Arranging medical nursing care resumes in handling postoperative laparotomy pain cases with the administration of lemon aromatherapy. Identify the benefits of using lemon aromatherapy in the treatment of post-laparotomy surgery pain cases.Methods of research: the method of collecting case study data in this case study is through observation, interviews, measurements, and documentation and instruments used, namely: lemon aromatherapy, gauze, safety pins, nursing care format, numeric pain scale, soup lemon aromatherapy use, application to respondent, approval become a respondent.Result: administration of lemon aromatherapy is given in 2 cases and carried out for 3 days with a time of ± 10 minutes can help reduce pain in patients post laparotomy surgery from scale 6 to scale 2.Conclusion: Aromatherapy is beneficial in reducing the scale of pain in 2 cases of patients post laparotomy.



474



1. PENDAHULUAN Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker, dan obstruksi). Pasca pembedahan pasien merasakan nyeri hebat dan 75% penderita mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang tidak adekuat. Adanya luka yang menyebabkan nyeri tersebut membuat pasien merasa cemas untuk melakukan mobilisasi dini sehingga pasien cenderung untuk berbaring. Nyeri akut setelah pembedahan mayor setidaktidaknya mempunyai fungsi fisiologis positif, berperan sebagai peringatan bahwa perawatan khusus harus dilakukan untuk mencegah trauma lebih lanjut pada daerah tersebut. Nyeri setelah pembedahan normalnya dapat diramalkan hanya terjadi dalam durasi yang terbatas, lebih singkat dari waktu yang diperlukan untuk perbaikan alamiah jaringan-jaringan yang rusak (Purwandari, 2014). Menurut survei World Health Organization (WHO) terdapat 5,9 juta kasus laparatomi didunia. Berdasarkan Data Tabulasi Nasional Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015, tindakan bedah menempati ururan ke-11 dari 50 pertama pola penyakit di rumah sakit seIndonesia dengan persentase 12,8% yang diperkirakan 32% diantaranya merupakan tindakan bedah laparatomi (Kemenkes RI, 2015). Di Jawa Tengah tahun 2015 jumlah kasus laparatomi dilaporkan sebanyak 5.980 kasus. Di Boyolali tahun 2015 terdapat kasus laparatomi sebanyak 182 kasus.



Pasien pasca pembedahan laparatomi biasanya timbul masalah yaitu nyeri akut, penatalaksanaan nyeri bertujuan agar pasien dapat mengontrol nyeri yang dialami Penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pasien dan anggota keluarga. Pasien dan keluarga akan merasakan ketidaknyamanan yang meningkatkan respon stress sehingga mempengaruhi kondisi psikologi, emosi, dan kualitas hidup penatalaksanaan nyeri akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan terapi nonfarmakologi. Salah satu terapi nonfarmakologi yang dapat digunakan yaitu aromaterapi (Purwandari, 2014). Aromaterapi merupakan penggunaan ekstrak minyak esensial tumbuhan yang digunakan untuk memperbaiki mood dan kesehatan. Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat, dan emosi seseorang. Aromaterapi lemon merupakan jenis aroma terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya. Bau berpengaruh langsung terhadap otak manusia, Hidung memiliki kemampuan untuk membedakan lebih dari 100.000 bau yang berbeda yang mempengaruhi manusia tanpa disadari. Bau bauan tersebut masuk ke hidung dan berhubungan dengan silia. Reseptor di silia mengubah bau tersebut menjadi impuls listrik yang dipancarkan ke otak dan mempengaruhi bagian otak yang berkaitan dengan mood (suasana hati),emosi, ingatan, dan pembelajaran (Rahmawati dan Rohmayanti, 2015). Penelitian Purwandari (2014)



“Efektifitas Aroma Terapi Lemon Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Post Laparatomi” menghasilkan bahwa menghirup aroma lemon efektif dalam menurunkan skala nyeri pada pasien post laparatomi. Penelitian Rahmawati dan Rohmayanti (2015) “Efektifitas Aromaterapi Lavender dan Aromaterapi Lemon Terhadap Intensitas Nyeri Post Section Caesaria (SC)” menghasilkan bahwa aromaterapi lemon dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien post sectio caesaria. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah case study (studi kasus). Studi kasus dilakukan pada januari sampai april 2019 di RSUD Pandan Arang Boyolali. Peneliti mendapatkan data klien dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen dari studi kasus dengan menggunakan format asuhan keperawatan, SOP pemeberian aromaterapi lemon, lembar skala nyeri dan formulir observasi. Subyek penelitian studi kasus ini adalah Tn. S dan Ny. S yang mengalami nyeri post operasi laparatomi.



HASIL DAN PEMBAHASAN Pengkajian kasus I pada Tn. S dilakukan pada tanggal 28 Februari 2019 di bangsal Daun Sirih RSUD Pandan Arang Boyolali didapatkan data dengan metode observasi partisipatif, metode wawancara, metode pengukuran, metode dokumentasi. Identitas umum Tn. S adalah seorang bapak berumur 58 tahun, jenis kelamin laki-laki, beragama islam, pendidikan SD, pekerjaan wiraswasta. Klien mengatakan nyeri luka jahitan



operasinya, seperti ditusuk-tusuk, dibagian abdomen kanan bawah, skala nyeri 6, terasa hilang timbul, klien mengatakan nafsu makan menurun. Pasien terlihat memegang sekitar luka, pasien tampak meringis, pasien tampak acuh dengan lingkungan, tekanan darah 130/90 mmhg, Nadi 80x/menit, Respirasi Rate 20x/menit, Suhu 36,8ºC. Keadaan luka baik, tidak ada ada pus, warna dasar luka merah, tidak ada pembengkakan diarea luka, tidak ada gangguan fungsi. Pengkajian kasus II pada Ny. S dilakukan pada tanggal 14 Maret 2019 di bangsal Daun Sirih RSUD Pandan Arang Boyolali didapatkan data dengan metode observasi partisipatif, metode wawancara, metode pengukuran, metode dokumentasi. Identitas umum Ny. S adalah seorang ibu berumur 45 tahun, jenis kelamin perempuan, beragama islam, pendidikan SMP, pekerjaan ibu rumah tangga. Klien mengeluh nyeri pada luka jahitan operasinya, seperti ditusuk-tusuk, bagian abdomen, skala nyeri 6, terasa hilang timbul, pasien mengeluh nafsu makan menurun. Pasien terlihat memegang sekitar luka, pasien tampak meringis, pasien tampak acuh dengan lingkungan, tekanan darah 140/90 mmhg, nadi 80x/menit, respirasi rate 20x/menit, suhu 36,5ºC. Keadaan luka baik, tidak ada ada pus, warna dasar luka merah, tidak ada pembengkakan diarea luka, tidak ada gangguan fungsi. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien Tn. S dan Ny. S, maka ditegakkan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. Rencana keperawatan disusun dengan menetapkan NOC yaitu Kontrol Nyeri, dengan tujuan yang dirumuskan : klien mampu menunjukkan kontrol nyeri yang adekuat setelah 3 hari



pemberian aromaterapi lemon, dengan kriteria hasil yaitu : skala nyeri , ekspresi wajah, sikap melindungi area nyeri, perubahan selera makan, focus pada diri sendiri dengan skor masing-masing 5. Intervensi yang dapat dilakukan berdasarkan NIC antara lain : (1) Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh meliputi lokasi, durasi, kualitas, dan factor penyebab. (2) Observasi kenyamanan non verbal. (3) Ajarkan teknik nonfarmakologi misal relaksasi nafas dalam, guide imajineri, terapi music, pemberian aromaterapi. (4) Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri. (5) Kolaborasi dengan dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan pasien saat ini berubah signifikan dari pengalaman nyeri sebelumnya. Tindakan keperawatan dilakukan selama 3 hari yaitu pada Tn. S dilakukan tanggal 28 Februari-1 Maret 2019 dan Ny. S dilakukan pada tanggal 14 Maret-16 Maret 2019 meliputi : (1) Pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, durasi, kualitas, dan faktor pencetus : nyeri pada luka jahitan operasi, seperti ditusuk-tusuk, dibagian abdomen, dengan skala nyeri Tn. S adalah 6 dan Ny. S adalah 6, terasa hilang timbul. (2) Mengajarkan teknik relaksasi aromaterapi lemon dengan cara menyemprotkan aromaterapi lemon pada kassa sebanyak 10x semprot kemudian dipeniti diarea yang dekat dengan hidung, melakukan terapi selama ±10 menit, menganjurkan pasien bernafas normal dan menghirup aromaterapi lemon. Kemudian Tn. S mengatakan skala nyeri yang awalnya 6 menjadi 5 dan Ny. S mengatakan skala nyeri yang awalnya 6 menjadi 5. Monitor tandatanda vital. Mengontrol lingkungan klien. Menganjurkan pada pasien untuk beristirahat tidur yang adekuat. Evaluasi dilaksanakan pada Tn.S dan Ny.S berdasarkan prioritas diagnosa keperawatan utama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik evaluasi dilakukan pada hari ke 3 Tn. S yaitu pada tanggal 2 Maret 2019 dan Ny. S tanggal 16 Maret 2019 didapatkan nyeri yang berkurang, dengan karakteristik nyeri, nyeri akibat post operasi laparatomi,



seperti ditusuk-tusuk, terasa diabdomen, dengan skala nyeri 2, terasa hilang timbul. Respon objektif yaitu indikator : skala nyeri (5), ekspresi wajah (5), sikap melindungi area nyeri (5), perubahan selera makan (5), fokus pada diri sendiri (5). Pasien tampak rileks. Klien kooperatif. Tanda – tanda vital Tn. S dalam batas normal : tekanan darah 120/80 mmhg, nadi 80x/menit, respirasi rate 20x/menit, suhu 36,2ºC. Tanda-tanda vital pada Ny. S dalam batas normal : tekanan darah 130/80 mmhg, nadi 80x/menit, respirasi rate 20x/menit, suhu 36,6ºC. Assessment yaitu klien mampu menunjukkan kontrol nyeri secara adekuat, planning yaitu intervensi dihentikan. Discharge Planning yaitu pemantauan nyeri. PEMBAHASAN Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor, dengan melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker, dan obstruksi). Pasca pembedahan pasien merasakan nyeri hebat dan 75% penderita mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang tidak adekuat. Pada saat dilakukan pembedahan atau insisi pada lapisan – lapisan dinding abdomen menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan yang mengakibatkan nosiseptor berespon terhadap kerusakan. Nosiseptor adalah persepsi nyeri yang dihantarkan oleh neuron khusus yang bertindak sebagai reseptor, pendeteksi stimulus, penguat, dan pengantar menuju system saraf pusatm system saraf pusat merespon nyeri (Andarmoyo, 2013). Daerah sekitar luka tersebut mengeluarkan zat kimia berupa histamin, bradikimin, prostaglandin yang dapat mengaktifkan nosiseptor sehingga merangsang timbul nyeri. nyeri



Nyeri akibat pembedahan termasuk nosiseptik, nyeri nosiseptik



timbul karena adanya inflamasi dan termasuk kedalam nyeri adaptif artinya proses yang terjadi merupakan upaya tubuh untuk memperbaiki diri dari kerusakan. Penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pasien dan anggota keluarga. Pasien dan keluarga akan merasakan ketidaknyamanan yang meningkatkan respon stress sehingga mempengaruhi kondisi psikologi, emosi, dan kualitas hidup. Adanya luka yang menyebabkan nyeri tersebut membuat pasien merasa cemas untuk melakukan mobilisasi dini sehingga pasien cenderung untuk berbaring. Pengkajian pada kedua pasien didapatkan data klien mengeluh nyeri pada luka jahitan operasinya, seperti ditusuk-tusuk, bagian abdomen, skala nyeri 6, terasa hilang timbul, pasien mengeluh nafsu makan menurun. Pasien terlihat memegang sekitar luka, pasien tampak meringis, pasien tampak acuh dengan lingkungan. Dari data tersebut dapat ditegakkan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik, alasan memilih diagnosa tersebut karena data yang didapatkan sesuai dengan batasan karakteristik dari nyeri akut. Penatalaksanaan dari nyeri akut dapat dilakukan dengan cara pemberian terapi nonfarmakologi salah satu terapi nonfarmakologi adalah pemberian aromaterapi. Aromaterapi merupakan pemberian minyak essensial melalui metode massase, salep topical, inhalasi, mandi, kompres untuk mengurangi nyeri dan dapat menimbulkan efek relaksasi dan kenyamanan (Sharma, 2009). Aromaterapi lemon memiliki kandungan aktif D-Limonene dan LLimonene yang merangsang sistem saraf pusat dan kandungan lainnya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya



(Jaelani, 2010). Berdasarkan yang telah dilakukan didapatkan hasil kedua pasien yaitu Tn. S dan Ny. S mempunyai ambang nyeri yang sama karena dalam proses pemberiannya tingkat penurunan nyeri pada kedua pasien juga sama. Hal ini mengidentifikasi bahwa pemberian aromaterapi lemon pada pasien dengan masalah keperawatan nyeri akut, efektif dapat menurunkan intensitas nyeri pasien secara nonfarmakologis. Penurunan nyeri juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukung yaitu istirahat dan tidur yang cukup, lingkungan yang tenang, dukungan dari keluarga. Pada beberapa hasil dari jurnal penelitian didapatkan kesimpulan bahwa minyak essensial dari lemon dapat memberikan manfaat relaksasi, sedatif, mengurangi kecemasan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Purwandari (2014) dengan judul “ Efektifitas Aroma Terapi Lemon Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Post Laparatomi” didapatkan kesimpulan bahwa aromaterapi lemon dapat menurunkan skala nyeri pada pasien post laparatomi. Kesimpulan dari pemberian aromaterapi lemon pada kedua pasien didapatkan hasil bahwa skala nyeri berkurang yang awalnya skala nyeri 6 (nyeri sedang) menjadi skala nyeri 2(nyeri ringan).



SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Dari hasil pengkajian ke 2 pasien post operasi laparatomi didapatkan data subjektif pasien mengeluh nyeri, nyeri akibat post operasi laparatomi, nyeri



terasa pada abdomen, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6, nyeri terasa hilang timbul, nafsu makan menurun. Data objektif yang didapatkan Pasien terlihat memegang sekitar luka, pasien tampak meringis, pasien tampak acuh dengan lingkungan. Dari hasil analisa data diatas muncul masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. Implementasi yang dilakukan yaitu mengajarkan teknik nonfarmakologi dengan pemberian aromaterapi lemon. Evaluasi dari pemberian aromaterapi lemon pada kedua pasien didapatkan hasil bahwa skala nyeri berkurang yang awalnya skala nyeri 6 (nyeri sedang) menjadi skala nyeri 2(nyeri ringan). 2. Pemberian aroamaterapi lemon bermanfaat untuk mengurangi intensitas nyeri pada pasien post operasi laparatomi.



B. SARAN 1. Bagi Rumah Sakit Sebagai peningkatan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan secara komperehensif terutama pada tindakan memberikan aromaterapi lemon, sehingga dapat memotivasi tenaga keperawatan yang ada di rumah sakit untuk menerapkan tindakan mandiri sebelum tindakan kolaborasi. 2. Bagi Profesi Keperawatan Memberikan wawasan baru terhadap pengembangan pada keperawatan khususnya tindakan pemberian aromaterapi lemon untuk mengurangi intensitas nyeri. 3. Bagi Pendidik Sebagai referensi dan wacana dalam ilmu pengetahuan



khususnya dalam bidang keperawatan pada tindakan pemberian aromaterapi lemon untuk mengurangi intensitas nyeri. 4. Bagi Penulis Menambah wawasan dan pengalaman tentang perawatan pada pasien post operasi laparatomi dan aplikasi melalui proses keparawatan memberikan aromaterapi lemon untuk mengurangi intensitas nyeri.



REFRENSI Andarmoyo,S.



2013.



Konsep



Keperawatan Nyeri. ArRuzz Media.



&



Proses



Yogyakarta :



Black, J.M. & Hawks, J.H.2014. Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Positive Outcome, 8 edition. Ahli bahasa Rizal Ashari Nampira et al ; editor bahasa Indonesia, Aklia Suslia & Peni Puji Lestari Herdman, T & Kamitsuru, S.2015. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. alih bahasa, Budi Anna Keliat et al ; editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester. Jakarta: EGC. Howard, K.B., Bulechek, G.M., Dochterman, M.J., Wagner, C.M.2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Ahli bahasa, intansari Nurjannah, et al. Yogyakarta : Moco Media. Jaelani. 2009. Aroma Terapi, Ed-1. Jakarta : Pustaka Populer Obor Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta. Purwandari, F.2014. Efektifitas Terapi Aroma Lemon terhadap Penurunan Skala Nyeri pada Pasien Post Laparatomi.



Jurnal Online Mahasiswa Program Studi Keperawatan Universitas Riau 1(1), 1-6. Rahmawati, I & Rohmayanti. 2015. Efektifitas Aromaterapi Lavender dan Aromaterapi Lemon terhadap Intensitas Nyeri Post Sectio Caesarea (SC) di Rumah Sakit Budi Rahayu Kota Magelang. Jurnal Kesehatan, Vol.11 No.45. Sharma, S. 2009 . Aroma Terapi. Tangerang : Karisma.



Jurnal Kesehatan Madani Medika, Vol 7 No 1, Juni 2016



ISSN (P): 2088-2246



PENGARUH AROMATERAPI BUNGA LAVENDER (Lavandula angustifolia) TERHADAP INTENSITAS NYERI HAID (DISMENORE) PADA MAHASISWI STIKES MADANI YOGYAKARTA Yuliana Vivian Maharani1 Ery Fatmawati2 Rahmah Widyaningrum3 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Madani Yogyakarta Email: [email protected], [email protected] ABSTRAK Dismenore atau menstruasi yang menimbulkan nyeri merupakan salah satu masalah ginekologi yang paling umum dialami wanita dari berbagai tingkat usia. Aromaterapi bunga lavender digunakan sebagai perawatan untuk mengatasi nyeri, mengurangi rasa sakit pasca-operasi caesar, mengurangi depresi dan kecemasan pada ibu post partum, dan menurunkan dismenore. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh aromaterapi bunga lavender (Lavandula angustifiola) terhadap intensitas nyeri dismenore pada mahasiswi STIKes Madani Yogyakarta. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan quasy eksperimen. Pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive sampling. Uji statistik menggunakan uji paired t-test, untuk menguji efektivitas aromaterapi bunga lavender terhadap intensitas nyeri dismenore. Responden menurut umur yang terbanyak adalah 18-20 tahun yaitu 60 %. Karakteristik nyeri dismenore terbanyak sebelum dilakukan pemberian aromaterapi bunga lavender dalam skala nyeri sedang yaitu 65 %. Sedangkan sesudah pemberian aromaterapi bunga lavender intensitas nyeri terbanyak adalah nyeri ringan yaitu 75 %. Ada pengaruh aromaterapi bunga lavender terhadap penurunan intensitas nyeri haid (dismenore). Kata kunci: aromaterapi bunga lavender, intensitas nyeri, disminore ABSTRACT Dysmenorrhea or painful menstruation is one of the most common gynecological problems experienced by women of all ages. Lavender fragnance therapy is used for pain treatment, for reducing pain post-caesarean section, reducing depression and anxiety in postpartum and reducing dysmenorrhea. The research is to identify effects of lavender fragnance therapy (Lavandula angustifolia) to overcome pain intensity during mentruation (dysmenorheal) case study the students of STIKes Madani Yogyakarta. This study is a quantitative research with quasi experimental approach. Purposive sampling technique is used in this study. The paired t-test is used for statistical test to analyze the effectiveness of lavender fragnance to overcome dysmenorrhea pain intensity. Most respondents according to the age are between 18-20 years old, which is 60%. Most characteristic dysmenorrhea pain prior to administration of lavender fragnance therapy was a moderate pain scale with intensity of 65%. Meanwhile, after giving lavender fragnance therapy the highest intensity of pain was mild pain scale with intensity of 75%. There were significant effect of lavender fragnance therapy on reducing the dysmenorrhea pain intensity. Keywords: lavender fragnance therapy, dysmenorrhea pain intensity



PENDAHULUAN



Mariza, Pemberian Aromaterapi Bunga Mawar terhadap Penurunan Tekanan Darah 30 Menstruasi merupakan perdarahan teratur dari uterus sebagai tanda bahwa alat kandungan telah berfungsi matang (Kusmiran, 2014). Pada saat menstruasi, wanita kadang mengalami nyeri. Sifat dan tingkat rasa nyeri bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Kondisi tersebut dinamakan dysmenorrhea, yaitu keadaan nyeri yang hebat dan dapat mengganggu aktivitas seharihari. 43 Dismenore atau menstruasi yang menimbulkan nyeri merupakan salah satu masalah ginekologi yang paling umum dialami wanita dari berbagai tingkat usia (Bobak, 2004). Menurut Proverawati (2009) angka kejadian dismenore sangat besar di dunia. Rata-rata lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami nyeri menstruasi. Di Amerika angka persentasenya sekitar 60% dan Swedia sekitar 72 %. Sementara di Indonesia angka kejadiannya diperkirakan sebesar 55% perempuan mengalami dismenore. Dismenore terjadi karena uterus atau otot rahim yang berkontraksi atau relaksasi. Pada umumnya, kontraksi otot uterus tidak dirasakan, namun kontraksi yang hebat sering menyebabkan aliran darah ke uterus terganggu sehingga timbul rasa nyeri (Sukarni dan Margareth, 2013). Angka kejadian dismenore tertinggi pada remaja sekitar 20 %-90 %. Sekitar 15 % dari gadis remaja melaporkan mengalami dismenore berat. Sebagian besar remaja ketergantungan dengan obat, dan minoritas memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan (French, 2008). Hasil penelitian Mahmudiono pada tahun 2011, angka kejadian dismenore primer pada remaja wanita yang berusia 14-19 tahun di Indonesia sekitar 54, 89 %. Menururt Wiknjosastro (2008) beberapa penanganan yang diberikan bagi wanita yang mengalami dismenore yaitu pendidikan kesehatan, pemberian obat analgetik, terapi hormonal, terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin dan dilatasi kanalis servikalis. Selain itu, menurut Sukarni dan Margareth (2013) nyeri haid (dismenore) dapat diredakan dengan berendam di air hangat dengan cara mencampurkan garam mandi ataupun minyak aromatik untuk relaksasi. Beberapa terapi alternatif yang juga dapat dilakukan oleh perawat untuk pengobatan dismenore yaitu akupunktur, Transkutaneous Elektronik Stimulasi (TENS), biofeedback, terapi herbal, dan obat (Marzouk et al, 2013). Salah satu terapi yang juga dapat dilakukan adalah dengan aromaterapi. Aromaterapi digunakan sebagai terapi komplementer dalam praktek keperawatan dengan menggunakan minyak esensial dari tanaman wangi untuk meringankan masalah kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup secara umum (Marzouk et al, 2013). Aromaterapi dapat digunakan sebagai alternatif untuk menurunkan tingkat nyeri. Ketika minyak esensial terhirup, sel-sel reseptor penciuman dirangsang dan impuls ditransmisikan ke pusat emosional otak, atau sistem limbik. Aromaterapi dapat memberikan efek santai, dan menenangkan, selain itu meningkatkan sirkulasi darah. Aromaterapi merupakan terapi yang murah dan aman untuk dismenore (Marzouk et al, 2013). Beberapa minyak atsiri yang sering digunakan dalam aromaterapi, terutama yang tanamannya ada di Indonesia yaitu, adas manis (fennel), cengkih (clove bud), cendana (sandalwood), kapulogo sabrang (cardamon), kayu manis (cinnamon), kemangi (basil), kayu putih (eucalyptus), kenanga (ylangylang), jahe (ginger), jeruk (citrus lemon), jeruk bergamot, orange, lavender, chamomil, rose, jasmin, balck pepper, dan valerian (Konsoemardiyah, 2009). Salah satu aroma untuk aromaterapi yang paling digemari adalah bunga lavender. Minyak bunga lavender dengan kandungan linool-nya adalah salah satu minyak aromaterapi yang banyak digunakan saat ini, baik secara inhalasi (dihirup) ataupun dengan teknik pemijatan pada kulit. Pada saat kita menghirup suatu aroma, komponen 30



Mariza, Pemberian Aromaterapi Bunga Mawar terhadap Penurunan Tekanan Darah 31 kimianya akan masuk ke bulbus olfactory, kemudian ke sistem limbik pada otak. Limbik adalah struktur bagian dalam otak yang berbentuk seperti cincin yang terletak di bawah cortex cerebral (Buckle, 2001 dalam Dewi, 2013). Aromaterapi bunga lavender banyak digunakan di bidang klinis kebidanan dan ginekologi psikomatis. Aromaterapi bunga lavender digunakan sebagai perawatan untuk mengatasi nyeri, mengurangi rasa sakit pascaoperasi caesar, mengurangi depresi dan kecemasan pada ibu post partum, dan menurunkan dismenore (Matsumoto et al, 2013). Selain itu, penelitian Ramadini, et al (2010) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara intensitas nyeri haid sebelum dan sesudah dilakukan pemberian aromaterapi pada mahasiswi FIK UNPAD selama 30 menit dalam satu kali tindakan. Berdasarkan studi pedahuluan menggunakan angket yang dilakukan terhadap 60 mahasiswi di asrama putri STIKes Madani Yogyakarta didapatkan (26 orang) 43,3 % mengalami dismenore. Sebanyak (6 orang) 18,3 % mengalami nyeri berat, (26 orang) 43,3 % mengalami nyeri sedang dan (23 orang) 38,3 % mengalami nyeri ringan. Mayoritas (32 orang) 70 % mahasiswi mengatasi nyeri dengan dibiarkan saja, (22 orang) 20 % mengatasi dengan istirahat, dan (6 orang) 10 % menggunakan obat analgetik. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh aromaterapi bunga lavender terhadap intensitas nyeri haid (dismenore) pada mahasiswi di asrama putri STIKes Madani Yogyakarta.



METODE Penelitian ini merupakan penelitian quasy experiment dengan Rancangan pretestposttest one group, Tempat penelitian dilakukan di asrama putri STIKes Madani Yogyakarta pada bulan April-Mei 2015. Populasi dalam penelitian adalah seluruh mahasiswi di asrama putri STIKes Madani Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan nonprobability sampling yaitu purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswi yang mengalami dismenorea sedang dengan kriteria inklusi: 1)Bersedia menjadi responden, 2) Siklus haid teratur, 3) Mengalami dismenore sedang, 4) Tidak sedang menggunakan obat analgetik. Kriteria eksklusi adalah : 1) Mengalami dismenore berat, 2) Mempunyai riwayat asma, 3) Menimbulkan efek samping ketika menghirup aromaterapi seperti alergi, mual, muntah, pusing, dll. Analisa data yang digunakan Analisis univariat dan Analisis bivariat dengan Uji satistik yaitu uji paired sample t-test.



HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran karakteristik responden yang meliputi umur, IMT, siklus menstruasi, lama haid, lamanya mengalami nyeri haid, dan usia menarche dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia, IMT, lama nyeri haid, lama haid, siklus menstruasi No



Karateristik



Frek



%



31



Mariza, Pemberian Aromaterapi Bunga Mawar terhadap Penurunan Tekanan Darah 32 1



Usia (thn) 18-20



14 70 21-23 6 30 2 IMT Underweight 6 30 Normal 14 70 Overweight 3 Siklus mentruasi Teratur 15 75 Tidak teratur 5 25 4 Lama haid 2-6 hari 18 90 7-10 hari 2 10 5 Lama nyeri haid < 3 hari 17 85 > 3 hari 3 15 Sumber: data primer (2015) Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut umur yang terbanyak adalah responden yang berumur 18 sampai 20. Indeks massa tubuh (IMT) sebagian besar normal dan sebagian besar responden yang mengalami siklus menstruasi teratur, sedangkan sebagian besar responden mengalami nyeri haid sela