Makalah Keperawatan Jiw1 RBD-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA RESIKO BUNUH DIRI Dosen Pengampuh: Ns. Echa F. Siswanto Amir, S.Kep



Disusun Oleh: Vita Yunita Nurdin (020100100043) Intan Nuraini Djoe (02010010014)



INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHUN 2022



KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Jiwa yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI” meskipun masih jauh dari kesempurnaan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Ns. Echa F. Siswanto Amir, S.Kep yang telah meluangkan waktu baik diwaktu jam kuliah maupun diluar jam kuliah untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini, serta pihak-pihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif demi kemajuan dan kebaikan makalah ini sangat penulis harapkan Akhirnya penulis berharap makalah Keperawatan Jiwa yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI” ini dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum dan mahasiswa IKTGM khususnya.



Kotamobagu, 18 September 2022



Penyusun



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...........................................................................................2 DAFTAR ISI........................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...................................................................................5 B. Rumusan Masalah..............................................................................5 C. Tujuan Masalah..................................................................................6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Bunuh Diri............................................................................7 B. Etiologi Bunuh Diri............................................................................8 C. Faktor Terjadinya Masalah.................................................................9 D. Jenis-jenis Bunuh Diri.......................................................................10 E. Sumber dan Mekanisme Koping........................................................ 11 F. Patopsikologi......................................................................................12 G. Tanda danGejala................................................................................13 H. Komplikasi..........................................................................................13 I. PemeriksaanDiagnostik......................................................................14 J. Penatalaksanaan..................................................................................14 K. Pencegahan.........................................................................................18 L. Mitos Resiko GangguanJiwa.............................................................18 M. Tingkatan Bunuh Diri.........................................................................19 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian..........................................................................................21 B. PohonMasalah...................................................................................32 C. AnalisaData.......................................................................................31 D. DiagnosaKeperawatan.......................................................................32 E. IntervensiKeperawatan......................................................................32



3



F. ImplementasidanEvaluasi.................................................................36 BAB IV PENUTUP A. Simpulan............................................................................................. 38 B. Saran................................................................................................... 38 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................39



4



BAB I PENDAHULAN



A. Latar Belakang Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti Jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahundan China yang mencapai 250.000 pertahun.Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya.Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per 100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi diIndonesia adalah Gunung Kidul, Yogyakarta mencapai 9 kasus per100.000 penduduk. Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia remaja dan dewasa muda (15 – 24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak dari laki laki.Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri pada kalangan perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki Lebih letal atau mematikan seperti menggantung diri. Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah mahasiswa, penderita depresi, paralansia, pecandu alcohol, orang-orang yang berpisah atau becerai dengan pasangan hidupnya,orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumu dan miskin, kelompok professional tetentu,seperti dokter, pengacara, dan psikolog. B. Rumusan Masalah Bagaiman Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan resiko binuh diri? C. Tujuan Masalah



5



1. Tujuan Umum Agar mahasiswa dan tenaga kerja kesehatan dapat menangani pasien dengan resiko bunuh diri dengan benar dan tepat. 2. Tujuan Khusus a. Bagi Mahasiswa Keperawatan Agar mahasiswa keperawatan dapat menangani pasien dengan resiko bunuh diri secara tepat dan mudah apabilah menemuinya disekitarnya Atau pada saat prektek. b. Bagi Tenaga Kesehatan Agar mempermudah kinerja perawat apabilah menemui pasien dengan resiko bunuh diri c. Bagi Masyarakat Agar masyarakat umum bisa menegetahui bahaya dan dapat mencegah bunuh diri dikalangan masyarakat



6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Bunuh Diri Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,2008) Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,2008). Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi pada kematian akibat perilakunya dan biasanya menyangkal apabila dikonfrontasi (Stuart & Sundeen, 2006). Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus harapan merupakan rentang adaptif maladaptif Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain: 1) Ketidakberdayaan, Keputusasaan, Apatis. Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang Bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping



7



yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.



2) Kehilangan, Ragu-ragu Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya: kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir dengan bunuh diri. a. Depresi Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat. b. Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia,2005). B. Etiologi Bunuh Diri Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri: 1



Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.



2



Perasaan ter isolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan



8



3



Interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.



4 Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri. 5



Cara untuk mengakhiri keputusasaan.



Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah sebagai berikut: 1)Genetic dan teori biologi Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat Menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko bunuh diri 2) Teori sosiologi 3) Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social), atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor). Teori psikologi Sigmund Freuddan Karl Menninge rmeyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri. C. Faktor Terjadinya Masalah 1) Faktor Predisposisi Menurut Stuart Gw&Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri antara lain : a. Diagnostik>90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tigagangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalah gunaan zat, dan skizofrenia. b. Sifat Kepribadian Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh



9



diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi. c. Lingkungan Psikososial Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri. d. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif. e. Faktor Biokimia Data



menunjukkan



bahwa



secara



serotogenik,



apatengik,



dan



depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri. 2) Faktor Presipitasi Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah: a



Perasaan



terisolasi



dapat



terjadi



karena



kehilangan



hubungan



interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti b



Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.



c



Cara untuk mengakhiri keputusan.



D. Jenis-Jenis Bunuh Diri Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Bunuh Diri Egoistic (faktor dalam diri seseorang) Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat



10



menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah. 2



Bunuh Diri Altruistic (terkait kehormatan seseorang) Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.



3



Bunuh Diri Anomik (faktor lingkungan dan tekanan) Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.



E. Sumber dan Mekanisme Koping Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme koping pada perilaku bunuh diri yaitu: 1 Sumber Koping Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang Mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya sendiri. 2 Mekanisme Koping Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tak langsung adalah: a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol



11



b. Rasionalisme c. Intelektualisasi d. Regresi Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa memberikan cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara individu dan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanis meadaptif. F. Patopsikologi Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunya ini untuk melakukannya. Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori: 1)



Ancaman bunuh diri Peningkatan



verbal



atau



nonverbal



bahwa



orang



tersebut



mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri. 2) Upaya bunuh diri Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.



3) Bunuh diri Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan.



12



Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang beratakibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya (Stuart&Sundeen, 2006). G. Tanda dan Gejala Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut adalah: Keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan depresi, agitasi dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan BB, berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. Adapun petunjuk psikiatrik anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainana fektif, alkoholisme dan penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja, dimensi dini/status kekacauan mental pada lansia. Sedangkan riwayat psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/ kehilangan, hidup sendiri, tidak bekerja, perubahan/kehilangan pekerjaan baru dialami, faktor-faktor kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif, keputusasaan, harga diri rendah, batasan/gangguan kepribadi ananti sosial. H. Komplikasi Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen suicide sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk bunuh diri, namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide adalah berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika gagal akan meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi perbuatan tentame nsuicide. Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zatkimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare, pupilpi-poin, reaksi cahaya negatif, sesak nafas, sianosis, edema paru, inkontenesia urine dan feces, kovulsi, Skoma, blokade jantung akhirnya meninggal.



13



Pada



klien



akanmenyebabkan



dengan syok



tentamen yang



suicide



diakibatkan



yang karena



menyebabkan penurunan



asfiksia



perfusi



di



jaringanterutama jaringan otak. Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik yang jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardia perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multipleorgan. I. Pemeriksaan Diagnostik Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan terapi resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan tentamen suicide. Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral. J. Penatalaksanaan Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat diRS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnya gangguan badan dengan gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi. 1. Penatalaksanaan Medis pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah orang mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak ditemukan atau melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus bunuh diri membutuhkan obat penenang saat mereka bertindak kekerasan pada diri



14



mereka atau orang lain, dan pasien juga lebih membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi terapeutik. 2. Penatalaksanaan Keperawatan Tindakan keperawatan a



Tindakan Keperawatan untuk pasien 1. Tujuan: a Klien dapat membina hubungan saling percaya b



Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri



c



Klien dapat mengekspresikan perasaannya



d



Klien dapat meningkatkan harga diri



e



Klien dapat menggunakan koping yang adaptif



2. Tindakan Keperawatan a



Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien (1) Perkenalkan diri dengan klien (2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal. (3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur. (4) Bersifat hangat dan bersahabat. (5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat



b



Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri (1) Jauhkan



klien



dari



benda



benda



yang



dapat



membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain). (2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.



15



(3) Awasi klien secara ketat setiap saat. c



Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya (1) Dengarkan keluhan yang dirasakan. (2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan. (3) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya. (4) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain.



d



Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya (1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya (2) Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu (3) Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan



antar



sesama,



keyakinan,



hal-hal



untuk



diselesaikan). e



Membantu pasien untuk menggunakan koping individu yang adaptif (1) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.) (2) Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan oranglain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan. (3) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dana tau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang



16



efektif b. Tindakan Keperawatan untuk keluarga 1. Tujuan: a. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah rasa ingin bunuh diri 2. Tindakan keperawatan Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin bunuh diri adalah : a. Membina hubungan saling percaya (1) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai. (2) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang. b. Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki (1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki (2) Hindari penilaian negatif setiap pertemuan klien (3) Utamakan pemberian pujian yang realitas c. Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga (1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki (2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang kerumah d



Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan (1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan. (2) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan. (3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien



17



e



Memanfaatkan sistem pendukung yang ada (1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien (2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat (3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah (4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga



K. Pencegahan Mereka yang akan melakukan bunuh diri biasanya memberikan peringatan pada keluarganya dan sebelumnya sering mencari nasehat medis. Sehingga ada kemungkinan untuk dicegah dengan diagnosis dan terapi yang lebih baik. Pencegahan berskala besar harus diarahkan untuk mengatasi isolasi sosial, rendahnya harga diri, dan pengurangan kosumsi dan penyalahgunaan alkohol dan obat. L. Mitos Resiko Gangguan Jiwa 1) Gangguan Jiwa: Gila Masyarakat banyak menganggap bahwa orang yang mengidap gangguan jiwa atau gangguan mental emosional hanyalah orang gila. Faktanya, tidak semua orang yang mengalami gangguan jiwa dapat disebut “gila” secara medis. Secara medis mungkin yang disebut “gila” oleh masyarakat adalah orang-orang yang mengalami gangguan psikotik. Gangguan psikotik adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat membedakan dunia nyata dan dunia khayalnya, contoh gejalanya : ada yang merasa dirinya adalah nabi atau artis terkenal, atau merasa bahwa keluarga terdekatnya ingin mencelakakannya selain itu tidak jarang yang dapat mendengar atau melihat hal-hal yang tidak dapat didengar atau dilihat oleh orang lain. 2) Gangguan Jiwa Disebabkan oleh Kutukan dan Guna-Guna



18



Saat ini, orang yang mengalami gangguan jiwa seringkali dianggap karena kemasukan roh atau gara-gara menuntut ilmu khusus sehingga pengobatan cenderung mencari pengobatan supra natural dibandingkan medis. Penjelasan dari Prof. dr. Sasanto Wibisono, SpKJ (K), salah satu psikiater yang menjadi pengajar di Universitas Indonesia ini : Masih ada beberapa kerancuan pada makna istilah, yang dapat menghambat usaha memasyarakatkan psikiatri. Istilah psikiatri (inggris: psychiatry) diangkat dari bahasa Yunani, yaitu psyche (soul, mind kehidupan mental, baik yang sadar maupun bawah sadar dalam bahasa Indonesia: roh, jiwa, mental) dan iatreia (healingpenyembuhan). Sesuai dengan kedudukannya sebagai bidang ilmu, maka di dalam bidang psikiatri, psyche berarti mind atau mental dan bukan berarti soul atau roh. 3) Pengidap Gangguan Jiwa Cuman Sedikit di Indonesia Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menunjukkan angka nasional gangguan jiwa dan mental emosional (kecemasan dan depresi) pada penduduk usia sekitar 15 tahun, adalah 11,6%, atau sekitar 19 juta penduduk. Sedangkan dengan gangguan jiwa berat rata-rata sebesar 0,64%(1 juta) penduduk. Dengan provinsi pemegang angka gangguan mental dan emosional tertinggi di Indonesia adalah Jawa Barat yang mencapai angka20%.20% mah masih dikit gaaaan, cuman 1 dari 5 4) Gangguan Jiwa Berobatnya di Dukun atau Paranormal Banyak sebagian orang masih saja pergi kedukun untuk berobat, kurangnya pengetahuan serta kepercayaan terhadap tenaga kesehatan membuat mereka. 5) Semua Obat dari Dokter Ketergantungan pergi kedokter Obat yang dapat menyebabkan ketergantungan hanyalah obat-obatan yang berasal dari golongan benzodiazepine, contohnya alprazolam (xanax). Dan ketergantungan tidak terjadi begitu saja, kalau penggunaannya asal-asalan dan tidak mematuhi aturan dari dokter yang terlatih, baru akan menyebabkan ketergantungan. Obat-obatan dari golongan lain tidak menyebabkan



19



ketergantungan. M. Tingkatan Bunuh Diri Berdasarkan besar kemungkinan individu melakukan bunuh diri, maka bunuh diri dibagi3 yaitu: 1) Ancaman bunuh diri (suicidethreats) Merupakan peringatan verbal atau non verbal bahwa seseorang tersebut mempertimbangkan bunuh diri. Individu akan mengatakan bahwa hidupnya tidak akan lama lagi atau mungkin menunjukkan respon nonverbal dengan memberikan barang-barang yang dimilikinya. Misalkan dengan mengatakan “tolong jaga anakku karena saya akan pergi jauh” atau “segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”. Perilaku ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan saat ini. Ancaman menunjukkan ambivalensi tentang kematian. 2) Percobaan bunuh diri (suicideattempts) Klien sudah melakukan percobaan bunuh diri. Semua tindakan yang dilakukan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu dan dapat menyebabkan kematian, jika tidak dilakukan pertolongan segera. Pada kondisi ini klien aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai cara seperti gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. 3) Completed Suicide Terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar mati mungkin akan mati, jika tidak ditemukan pada waktunya



20



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI I. PENGKAJIAN Nama : Tn. R.m Tanggal Dirawat : 20 maret 2020 Umur : 20 tahun Tanggal Pengkajian : 12 Maret 2018 Alamat : Molibagu Pendidikan : Kuliah Agama : Islam Ruang Rawat : Asoka Status : Belum kawin Pekerjaan : JenisKel. : Laki-laki No RM : 35-60-11 II. ALASAN MASUK 



DataPrimer:Klien mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan, klien seringkali mengatakan “segala sesuatu akan lebih baik jika tanpa saya. Saya adalah orang yang selalu membawa musibah sudah sepantasnya saya pergi jauh dari sini”. Klien selalu membicarakan tentang kematian dan menanyakan tentang dosis obat yang mematikan.



21







Datasekunder: Keluarga klien mengatakan klien tampak. murung dan sedih, sering menyendiri, selalu menjauh bila ada yang mendekati. Keluarga klien mengatakan bahwa klien memiliki riwayat percobaan bunuh diri dengan meminum racun serangga 1 bulan yang lalu.



III. FAKTOR PREDISPOSISI 1. Pernah mengalami ganguan jiwa di masalalu 2. Pengobatan sebelumnya



-







Berhasil



Ya



Tidak



Kurang berhasil



-



Tdk berhasil



IV. PEMERIKSAAAN FISIK Tanggal : 12 Maret 2018 1. Keadaan umum : Klien tampak tidak rapi, pakain kusut, rambut tidak disisir, dan sering melamun Kesadaran Compos mentis 4-5-6 2. Tanda vital: TD :120/80 mm/Hg



N :80 x/m



S : 36,5 derajat Celcius 3. BB: 50 kg



TB :163cm



4. Keluhan fisik: Tidak ada keluhan V. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL Genogram:



22



P : 20x/m



Keterangan : : garis pernikahan: : laki-laki



: garis keturunan



: perempuan : orang terdekat



: bercerai : meningal



x : meningal



: pasien







Masalah / Diagnosa Keperawatan : Diagnosa



perilaku



destruktif



diri



memerlukan



pengkajian



yangcermat.Penyangkalan dari pasien terhadap sikap merusak diri tidak boleh mempengaruhi perawat dala melakukan intervensi keperawatan. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil pengamatan perawat, data-data yang dikumpulkan oleh pemberi pelayanan kesehatan lain dan informasi yang diberikan oleh pasien dan keluarga. 



Konsep Diri :



23



Citra tubuh :Tampilan klien tidak rapi, baju tampak kusut, serta pandangan kosong Identitas : Klien seorang mahasiswa berumur 20 tahun, namun sekarang terpaksa cuti kuliah karena kondisinya Peran : Klien merupakan anak tunggal dari kedua orangnya. Ideal diri : Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien ingin kembali kuliah dan berkunjung ke rumah alm. Sahabatnya. Hargadiri : Klien tampak murung, sedih, depresi, putus asa dan jarang berinteraksi dengan orang lain. Masalah / DiagnosaKeperawatan : Harga diri rendah situasional 



Hubungan sosial a. Orang yang berarti/terdekat: Ibu klien b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: Sebagai warga biasa c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: Klien sering diam, menyendiri, murung dan tak bergairah, jarang berkomunikasi [menarik diri] Masalah/Diagnosa Keperawatan: Isolasi sosial



2. Spiritual a. Nilai dan keyakinan Klien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya. b. Kegiatan ibadah Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.



24



Masalah / DiagnosaKeperawatan: Distress spiritual. VI. STATUS MENTAL 1. Penampilan a. Penampilan 



Tidak Rapi



-



Penggunaan pakai tidak sesuai



-



Cara berpakaian tidak



seperti biasanya Klien tidak rapi,mandi dan berpakaian harus di suruh,rambut tidak pernah tersisir,dan sedikit bau,perubahan kehilangan fungsi,tak berdaya seperti tidak interst,kurang mendengarkan. Masalah/Diagnosa keperawatan: Defisit perawatan diri



b. Pembicaraan -



-







Cepat



Keras







Membisu



Lambat



-



Gagap



Inkhoren



-



Apatis



Tidak mampu memulai pembicaraan



Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi, tidak meloncat-loncat dari tema yang dibicarakan dan dapat berkomunikasi dengan lancar.



c. Aktivitas Motorik -



-



Lesu



Tegang











Gelisa



Agitasi



-



Klien sering menyendiri, tampak murung, dan tidak bergairah Masalah/Diagnosa keperawatan : Defisit aktivitas



d. Alam perasaan  Sedih



-



Ketakutan



- Putus asah



e. Afek -



-







-



25



-



Khawatir



Tremor



Datar



Tumpul



Labil



Tidak sesuai



Labil karena klien mudah marah, mudah emosi bila ditanya tentang masalahnya secara berulang-ulang.



f. Interaksi selama wawancara Selama wawancara klien dapat diajak kerja sama dengan perawat dan kontak mata sepenuhnya. g. Persepsi -



Pendengaran



-



Penglihatan



-



Perabaan



-



Pengecapan



h. Proses pikir Klien bisa menjawab pertanyaan yang diberikan dengan sesuai, namun bicara agak lambat karena diakibatkan perasaan sedih dan bersalahnya yang berkepanjangan.Klien sering berkata bahwa “segala sesuatu akan lebih baik jika tanpa saya.Saya adalah orang yang selalu membawa musibah sudah sepantasnya saya pergi jauh dari sini”. Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi blocking. Masalah/Diagnosa keperawatan: Gangguan proses pikir



i. Isi pikir -



Obsesi



Fobia



Hipokondria



Depresionalisasi



Klien mengatakan tidak ada perasaan curiga kepada orang lain.



j. Tingkat kesadaran Klien sadar penuh (compos mentis) dan konsentrasi saat sedang di wawancarai.



26



k. Memori -



-



Gangguan ingat jangka panjang



-



Gangguang ingat jangka pendek



Gangguan daya ingat saat ini



Klien masih dapat mengingat kejadian masa lalu dan sekarang (saat dibawa ke Puskesmas dan diantar oleh keluarga dan klien dapat mengingat nama perawat saat berkenalan).



l. Tingkat konsentrasi dan berhitung -



Mudah beralih



Tidak mampu kosentrasi



Tidak mampu menghitung



sedrhana Klien mampu konsentrasi dan dapat berhitung secara sederhana



m. Kemampuan penilaian -



Gangguan ringan



Gangguan bermakna



Klien mampu mengambil keputusan yang mana baik dan buruk



n. Daya tilik diri Klien menyadari penyakit yang dideritanya



10. Kebutuhan Persiapan Pulang 1. Makan -



Bantuan minimal



-



Bantuan maksimal



2. BAB/BAK -



Bantuan minimal



-



Bantuan total



27



Klien mampu makan dengan mandiri dengan cara yang baik seperti biasanya, klien makan 3x sehari, pagi, siang dan malam. Klien BAB 1x sehari dan BAK kurang lebih 5x sehari, dan mampu melakukan eliminasi dengan baik, menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK dengan baik. Klien tidak mengetahui tentang pemakaian obatobatan, klien mandi 2x sehari dengan mandiri. 11. Masalah Psikososial dan Lingkungan Klien merasa terasingkan diantara keluarga dan lingkungan karena penyakit yang dialami klien saat ini. VII. MEKANISME KOPING Adaptif 



Maladaptif



Mau bicara dengan orang lain







Menghindar







Menciderai diri



Jelaskan: Karena kehilangan sahabatnya, klien merasa sangat bersalah dan putus asa.Klien menjadi sosok yang pendiam, pemurung, selalu menghindar bila ada yang mendekati, dan koping yang paling buruk adalah percobaan bunuh diri yang dilakukan klien. Koping adaptif yang dilakukan klien adalah cooperatif, mau menjawab pertanyaan perawat, walaupun mungkin dengan beberapa kendala seperti bicara lambat, sering mengulang-ulang pembicaraan dan adanya blocking. Masalah/Diagnosa keperawatan: Koping individu tidak efektif IX ASPEK MEDIS Diagnosis medik : Axis 1 : F. 20,13 Axis 2 : Kepribadian : Introvert Axis



28



3:Axis 4 : Pasien pengangguran Axis 5 : 20-30 Terapimedik : X. ANALISA DATA N



Data



Keperawatan



O 1.



DS:



Klien



bersalah



dan



mengungkapkan keputusasaan,



rasa



Resiko perilaku bunuh diri



Klien



seringkali mengatakan “segala sesuatu akan lebih baik jika tanpa saya. Saya adalah orang yang selalu membawa musibah sudah sepantasnya saya pergi jauh dari sini”. DO: Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencobabunuh diri. 2.



DS: Klien selalu mengatakan ingin



Isolasi social



sendiri apabila didekati DO: Klien sering menyendiri, selalu menjauh bila ada yang mendekati. 3.



DS: Klien menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan. DO: Pandangan mata klien kosong, dan lebih sering menundukkan mata ke bawah.



29



Harga diri rendah



XI. DIAGNOSA KEPERAWATAN 



Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan



XII. POHON MASALAH Resiko bunuh diri



Isolasi social



Harga diri rendah



Koping keluarga tidak efektif



Kegagalan



Perpisahan



XIII. INTERVENSI KEPERAWATAN Tanggal



No



Diagnosa



.



keperawata



Dx



n Resiko



Tujuan



TUM : Klien tidak



Intervensi



Bina hubungan saling



Bunuh Diri melakukan



percaya dengan:



b/d



 Perkenalkan diri dengan



sosial



isolasi percobaan bunuh diri. TUK 1 :



klien



Klien dapat



 Tanggapi pembicaraan



membina



klien dengan sabar dan



hubungan saling



tidak menyangkal.



30



percaya



 Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.  Bersifat hangat dan bersahabat.  Temani klien saat keinginanmencederai diri meningkat



TUK 2: Klien



 Jauhkan klien dari benda



dapat terlindung



benda yang dapat



dari perilaku



membahayakan (pisau,



bunuh diri



silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).  Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.  Awasi klien secara ketat setiap saat



TUK 3: Klien



 Dengarkan keluhan yang



dapat



dirasakan.



mengekspresikan



 Bersikap empati untuk



perasaannya



meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.  Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa danbagaimana harapannya.  Beri waktu dan



31



kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain.  Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup TUK 4: 4. Klien



 Bantu untuk memahami



dapat



bahwa Klien dapat



meningkatkan



mengatasi keputusannya



harga diri



 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.  Bantu mengindentifikasi sumber-sumber harapan (Misal : Hubungan antar sesama, keyakinan, halhal untuk diselesaikan).



TUK 5: Klien



 Ajarkan untuk



dapat



mengidentifikasi



menggunakan



pengalaman yang



koping yang



menyenangkan setiap hari



adapti



( misal: berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dan lainlainnya).  Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan



32



yang ia sayangi, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.  Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah atau penyakit yang sama dan telah 22 mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif). TUK 6: Klien



 Kaji dan manfaatkan



dapat



sumber-sumber eksternal



menggunakan



individu ( orang-orang



dukungan sosial



terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).  Kaji sistem pendukung keyakinan ( Nilai, pengalaman masa lalu, aktifitas keagamaan, kepercayaan agama).  Lakukan rujukan sesuai indikasi ( misal: konseling



33



pemuka agama ) TUK 7: Klien



 Diskusikan tentang obat



dapat



( nama, dosis, frekuensi,



menggunakanobat



efek danefek samping



dengan benar dan



minum obat )



tepat



 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, obat, dosis, cara, waktu ).  Anjurkan membicarakan efekdan efek samping yang dirasakan  Beri reinforcement positif bila menggunkan obat dengan benar



34



STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN



Hari / tanggal : Jumat 30 September 2022 Ruangan



: Asoka



Nama klien



: Tn. R.m



Umur



: 20 Tahun



A. Prsedur 1. Kondisiklien DS : - Klien mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan. Klien seringkali mengatakan” segala sesuatu akan lebih baik jika tanpa saya.saya adalah orang yang selalu membawa musibah sudah sepantasanya saya pergi jauh dari sini DO : - Ada isyarat bunuh diri,ada ide bunuh diri,klien tampak mencoba untuk bunuh diri 2. Diagnosa Keperawatan Resiko perilaku Bunuh Diri 3. Tujuan Keperawatan



a. Tujuan Umum Klien dapat mengontrol perilaku untuk menciderai dir atau Bunuh diri b. Tujuan Khusus 



Klien dapat membina hubungan saling percaya







Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku bunuh Diri







Klien Dapat Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri



35







Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku Bunuh diri yang pernah dilakukan







Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku Bunuh Diri







Klien



dapat



mengidentifikasi



cara



konstruksi



dalam



mengungkapkan



kemarahan 



 Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku untuk menghindari bunuh diri



4. Tindakan Keperawatan 



Bina Hubungan saling percaya







Identifikasi penyebab perilaku Bunuh Diri







Identifikasi tanda dan gejala perilaku Bunuh Diri







Identifikasi perilaku bunuh diri yang dilakukan







Identifikasi akibat perilaku dari bunuh Diri







Bantu klien memperaktekan latihan cara mengontrol fisik







Anjurkan



klien



memasukkan



kegiatannya



dalm



jadwal



harian



B. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan



SP 1 Pasien Fase Orientasi Selamat paga Pak, perkenalkan nama saya Vita yunita Nurdin, panggil saya Vita saya perawat yang dinas di ruangan ini. Hari ini saya dinas dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang. Saya yang akan merawat Bapak, selama bapak di rumah sakit ini Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa? Berapa lama Bapak mau berbincang dengan saya? Bagai mana kalau 30 menit?



36



Fase Kerja “Apa yang menyababkan Bapak R merasa Bersalah? Terus Penyebabnya apa? Samakah dengan sekarang? “ Ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa Bersalah, bagaimana kalau kita belajar salah satu cara dulu?” “Begini Pak kalau tanda-tanda rasa bersalah sudah bapak A rasakan, Bapak berdiri, lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan perlahan-lahan melalui mulit seperti mengeluarkan rasa marah di ualang selama 5x ya pak” “Bagaimana Perasaanya Pak?” Fase Terminasi “ Bagaimana perasaan Bapak R setelah bincang-bincang dengan saya? “Jadi Pak coba selama saya tidak ada “Sekerang kita buat jadwal latihannya ya Pak, berapa kali sehari bapa mau latihan Napas dalam?” “Baik bagaimana 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk mencegah mengendalikan rasa bersalah bapak.” “Tempatnya di sini saja ya Pak”? “Selamat Pagi”. SP 2 Fase Orientasi



37



“Selamat Siang Pak R, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi” “Baik, sekarang kita akan belajar mengendalikan perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara yang kedua”. “Mau berapa lama?. Bagaimana kalau 20 menit? “Dimana Kita bicara? Fase Kerja “Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal selain napas dalam Bapak dapat memukul kasur dan bantal”. “Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar Bapak? “Nah coba sekarang Bapak lakukan pukul kasur dan bantal” “Ya sekali lagi Pak “Kekesalan lampiaskan ke kasur dan bantal” Fase Terminasi “Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi”? “Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi? Nah Bagus” “Mari kita msukan ke dalam jadwal kegiatan sehari-hari Bapak. Pukul berapa Bapak mau memprktikan memukul bantal?



38



“Oh oke baiklah besok jam 10 pagi, kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik. Sampai jumpa” SP 3 Fase Orientasi “selamat pagi Pak, sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang kita bertemu lagi. Bagaimana Pak sudah dilakukan teknik napas dalam dan pukul kasur bantal? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? “Oh bagus. Bagaimana kalau sekarang kita lakukan cara bicara yang baik untuk mencegah marah”? “Dimana kita berbincang-bincang?. Bagaiman kalu di halaman depan saja?” Bisa kita berbincang-bincang 30 menitan? Fase Kerja “Baiklah sekarang kita latihan cara bicara yang baik” “Kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah ada tiga caranya Pak” “Baiklah yang pertama meminta dengan cara baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Coba baik minta uang dengan baik katakan “Bu, saya perlu uang untuk membelih the.” Coba Bapak Praktikan “Yah bagus Pak” “Yang kedua menolak dengan baik, jika ada yang menyruh dan Bapak tidak ingin pergi katakan “maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan.” Coba Bapak praktekan. Bagus Pak “Yang Ketiga Mengngkapkan perasaan keseal, jika ada perkataan orang lain yang membuat kesal, Bapak dapat mengatakan”saya tidak ingin marah karena perkataanmu itu.” Coba Praktekkan. Nah Bagus”



39



Fase Terminasi “Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengendalikan marah dengan bicara yang baik?” “Coba Bapak sebutkan lagu cara bicara yang baik yang kita pelajari tadi! Bagus sekali! Sekarang mari kita memasukan dalam jadwal. Berapa kali sehari baik mau latihan bicara dengan baik? “Ok nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasah marah Bapak, Yaitu dengancara beribadah Bapak setuju? Mau dimana Pak? ? Baik sampai nanti ya!”



SP 4 Fase Orientasi “Selamat siang Pak, susuai janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi” “ Bagaimana Pak sudah sering latihan cara merdedakan marah yang saya sudah ajari” Ok baiklah “Bagaimana sekarang kita latihan cara lain untuk mecegah marah dengan cara beribadah? “Bagaiman Kalau kita langsung ke mushola aja untuk latihan nya” Fase Kerja “Coba Bapak ceritakan ke saya ibadah yang bisa Bapak Lakukan” “Baik yang mana yang mau di coba Pak?” “Baiklah Mari kita lakukan”



40



Fase Terminasi “Bagai mana perasaan Bapak setelah kita melakukan Prakek merdhkan marah dengan cara beribadah Pak?” “Baiklah pak seteleh ini jika Bapak ada perasaan mara Bapak bisa coba beribadah untuk meghilangkan rasa mara” “Baiklah Pak Waktunya sudah selasai saya ijin pamit yaa!!!



41



XIV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI N



TGL/JAM



O



DIAGNOSA



IMPLEMENTASI



EVALUASI



KEPERAWAT AN



1.



10/4/2010



Resiko bunuh



Sp 1



S:



PK.10.00



diri



Fase orientasi



- Klien mengatakan



WIB



P: Selamat pagi Pak



sudah mengerti cara



K: Pagi suster



mengungkapkan rasa



P: perkenalkan nama saya Vita



marah dengan cara fisik:



Yunita Nurdin, panggil saya Vita



relaksasi napas dalam



saya perawat yang dinas di



- Kasien mengatakan



ruangan ini. Hari ini saya dinas



perasaanya lebih tenang



dari jam 7 pagi sampai jam 2



dan rileks setelah



siang. Saya yang akan merawat



memperagakan cara



Bapak, selama bapak di rumah



yang telah dilatih



sakit ini Nama bapak siapa, senangnya



O: - Klien menunjukkan tanda-



dipanggil apa?



tanda percaya kepada



K: Nama saya Bapak R



perawat



P: Berapa lama Bapak mau berbincang dengan saya? K: Terserah anda P:Bagaimana kalau 30 menit? K: Baiklah bisa Fase Kerja P: Apa yang menyababkan



42



- Ekspresi wajah klien bersahabat - Ada kontak mata - Klien mau berjabat tangan dan mau menyebutkan nama - Klien mau duduk berdampingan dengan



Bapak R merasa bersalah? K: Banyak P: Terus Penyebabnya apa? K: saya merasa sahabat saya meninggal gara-gara saya P: Pak Ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah dan rasa bersalah bapak, bagaimana kalau kita belajar



perawat - Klien mau mengungkapkan masalah yang dihadapi - Klien mau menceritakan penyebab perasaan marah - Klien mau menceritakan kembali cara yang dilakukan untuk mengungkap rasa kesal



salah satu cara dulu?”



atau marah secara sehat



K: Baiklah



sesuai dengan cara yang



P: Begini Pak kalau tanda-tanda



telah diajari perawat



marah dan rasa bersalah sudah



- Klien mengungkapkan



bapak R rasakan, Bapak berdiri, lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan perlahan-lahan melalui mulit seperti mengeluarkan rasa marah di ualang selama 5x ya pak”



perasaanya setelah memperagakan cara yang telah diajarkan - Klien mau mendiskusikan kontrak yang jelas dengan perawat (lokasi dan waktu)



coba Bpk parktekan



A:



K: Baik saya akan mencobanya



Masalah teratasi, klien



P: Bagaimana Perasaanya Pak?”



mampu mengungkapkan



K: Perasaan mara saya sedikit



rasa kesal atau marah



berkurang



dengan cara yang telah



Fase Terminasi



diajari perawat tentang



P: Bagaimana perasaan Bapak R



mengungkapkan rasa



setelah bincang-bincang dengan



kesal atau marah dengan



saya?



cara sehat dan baik yaitu



K: Perasaan saya jauh lebih



cara pertama, cara fisik.



nyaman dara sebelumnya



43



P: Jadi Pak coba selama saya



P:



tidak ada coba Bapak praktekan



Intervensi dilanjutkan /



secara mandiri



Lanjutkan SP 2



K: Baik P: Sekerang kita buat jadwal latihannya ya Pak, berapa kali sehari bapa mau latihan Napas dalam?” K: Dua kali sehari aja P: Baik bagaimana 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk mencegah mengendalikan marah.” K: Baik bisa P: Tempatnya di sini saja ya Pak”? K: Iya saya nyaman kalau disini P: Baiklah Selamat Pagi”. Sp 2 Fase Orientasi P: Selamat Siang Pak R, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi” K: Siang Suster senang bertemu lagi P: Baik, sekarang kita akan belajar mengendalikan perasaan marah dan rasa bersalah dengan kegiatan fisik untuk cara yang kedua”.



44



S: - Klien mengatakan sudah mengerti cara mengungkapkan rasa marah dengan memukul dengan bantal - Pasien mengatakan perasaanya lebih tenang dan rileks setelah memperagakan cara yang telah dilatih



K: Baik suster P: Mau berapa lama?. K: Terserah suster saja P: Bagaimana kalau 20 menit?” K: Ya baik bisa P: Dimana Kita bicara? K: Ditempat tidur saja kali ini saya ingin ditempat tidur P: Ok baiklah Fase Kerja P: Kalau ada yang menyebabkan



O: - Klien menunjukkan tandatanda percaya kepada perawat - Ekspresi wajah klien bersahabat - Ada kontak mata - Klien mau berjabat tangan dan mau menyebutkan nama - Klien mau duduk



bapak marah dan muncul



berdampingan dengan



perasaan kesal selain napas



perawat



dalam Bapak dapat memukul kasur dan bantal”. K: Bagaiman caranya? P: Nah Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Nah coba sekarang Bapak



- Klien mau mengungkapkan masalah yang dihadapi - Klien mau menceritakan penyebab perasaan marah - Klien mau menceritakan kembali cara yang dilakukan untuk



lakukan pukul kasur dan bantal”



mengungkap rasa kesal



K: Oke saya akan mencobanya



atau marah secara sehat



P: Ya sekali lagi Pak



sesuai dengan cara yang



Kekesalan lampiaskan ke kasur



telah diajari perawat



dan bantal” K: Baiklah saya akan mencoba sekali lagi Fase Terminasi P: Bagaimana perasaan Bapak



45



- Klien mengungkapkan perasaanya setelah memperagakan cara yang telah diajarkan - Klien mau mendiskusikan kontrak yang jelas dengan



setelah latihan cara menyalurkan



perawat (lokasi dan



marah tadi”?



waktu)



K: Perasaan saya semakin lega



A:



P: Ada berapa cara yang sudah



Masalah teratasi, klien



kita latih, coba bapak sebutkan



mampu mengungkapkan



lagi?



rasa kesal atau marah



K: Ada dua yang petama cara



dengan cara yang telah



relaksasi nafas dan kedua cara



diajari perawat tentang



teknik memukul dengan bantal



mengungkapkan rasa



P: Nah Bagus” Mari kita msukan



kesal atau marah dengan



ke dalam jadwal kegiatan sehari-



cara sehat dan baik yaitu



hari Bapak. Pukul berapa Bapak



dengan cara memukul diri



mau memprktikan memukul



dengan bantal



bantal?



P:



K: Pukul 7 pagi dan 3 sore aja



Intervensi dilanjutkan /



P: Oh oke baiklah besok jam 10



Lanjutkan SP 3



pagi, kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik. Sampai jumpa” K: Iya sampai jumpa



-



Sp 3 Fase Orientasi P: Selamat pagi Pak, sesuai dengan janji saya kemarin,



46



S: - Klien mengatakan sudah mengerti cara



sekarang kita bertemu lagi.



mengungkapkan rasa



K: Pagi senang bertemu anda



marah dengan cara



lagi



berbicara baik



P: Bagaimana Pak sudah



- Pasien mengatakan



dilakukan teknik napas dalam



perasaanya lebih tenang



dan pukul kasur bantal?



dan rileks setelah



K: Ya sudah



memperagakan cara



P: Apa yang dirasakan setelah



yang telah dilatih



melakukan latihan secara teratur?



O: - Klien menunjukkan tanda-



K: Perasaan saya suduh jauh



tanda percaya kepada



membaik jikalau sayamerasa



perawat



marah P:Oh bagus. Bagaimana kalau sekarang kita lakukan cara bicara yang baik untuk mencegah marah”? K: Baiklah saya setuju



- Ekspresi wajah klien bersahabat - Ada kontak mata - Klien mau berjabat tangan dan mau menyebutkan nama - Klien mau duduk



P: Dimana kita berbincang-



berdampingan dengan



bincang?. Bagaiman kalu di



perawat



halaman depan saja?”



- Klien mau



K: Yah ide yang bagus



mengungkapkan masalah



P: Bisa kita berbincang-bincang



yang dihadapi



30 menitan? K: Iya bisa Fase Kerja P: Baiklah sekarang kita latihan cara bicara yang baik” Kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah ada



47



- Klien mau menceritakan penyebab perasaan marah - Klien mau menceritakan kembali cara yang dilakukan untuk mengungkap rasa kesal atau marah secara sehat



tiga caranya Pak”



sesuai dengan cara yang



K: Apa saja itu?



telah diajari perawat



P: Baiklah yang pertama



- Klien mengungkapkan perasaanya setelah



meminta dengan cara baik tanpa



memperagakan cara yang



marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Coba baik minta



telah diajarkan - Klien mau mendiskusikan kontrak yang jelas dengan



uang dengan baik katakan “Bu,



perawat (lokasi dan



saya perlu uang untuk membelih



waktu)



the.” Coba Bapak Praktikan K: Bu saya perlu uang untuk



A:



membelih teh



Masalah teratasi, klien



P: Yah bagus Pak”



mampu mengontrol rasa



P: Yang kedua menolak dengan



marah dengan cara



baik, jika ada yang menyruh dan



bercerita dengan baik



Bapak tidak ingin pergi katakan “maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan.” Coba Bapak praktekan. K: Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan. P: Bagus Pak P: Yang Ketiga Mengngkapkan perasaan keseal, jika ada perkataan orang lain yang membuat kesal, Bapak dapat mengatakan”saya tidak ingin marah karena perkataanmu itu.”



48



P: Intervensi dilanjutkan / Lanjutkan SP 4



Coba Praktekkan. K: Saya tidak ingin marah karena perkataan mu itu P: Nah Bagus” Fase Terminasi P: Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengendalikan marah dengan bicara yang baik?” K: Saya merasa bahagia bisa mengetahui cara mengendalikan amarah dengan bicara baik. P: Coba Bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang kita pelajari tadi! K: Yang pertama Bu saya perlu uang untuk membelih teh yang kedua maaf saya tidak bisa melakukan kerena sedang ada pekerjaan yang ketiga saya tidak ingin marah dengan perkataanmu itu P: Bagus sekali! P: Ok nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasah marah Bapak, Yaitu dengancara beribadah Bapak setuju? K: Ya saya setuju



49



P: Mau dimana Pak? K: Mantri aja yang tentukan P: Baik sampai nanti ya



Sp 4 Fase Orientasi P: Selamat siang Pak, K: Selamat siang P: susuai janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi” Bagaimana Pak sudah sering latihan cara merdedakan marah yang saya sudah ajari” K: Iya sudah P: Ok baiklah Bagaimana sekarang kita latihan cara lain untuk mecegah marah dengan cara beribadah? K: Oke ayo P: Bagaiman Kalau kita



S: - Klien mengatakan sudah mengerti cara mengungkapkan rasa marah dengan cara beribadah/baca Qur’an - Pasien mengatakan perasaanya lebih tenang setelah baca Qur’an O: - Klien menunjukkan tandatanda percaya kepada perawat - Ekspresi wajah klien bersahabat - Ada kontak mata - Klien mau berjabat tangan



langsung ke mushola aja untuk



dan mau menyebutkan



latihan nya”



nama



K: Yah ide yang sangat bagus



- Klien mau duduk



Fase Kerja



berdampingan dengan



P: Coba Bapak ceritakan ke saya



perawat



ibadah yang bisa Bapak Lakukan”



50



- Klien mau mengungkapkan masalah



K: Saya bisa sholat dan baca alQuran P: Baik yang mana yang mau di coba Pak?” K: Baca Qur’an saja P: Baiklah Mari kita lakukan” Fase Terminasi P: Bagai mana perasaan Bapak setelah kita melakukan Prakek



yang dihadapi - Klien mau menceritakan penyebab perasaan marah - Klien mau menceritakan kembali cara yang dilakukan untuk mengungkap rasa kesal atau marah secara sehat sesuai dengan cara yang telah diajari perawat



merdhkan marah dengan cara mengaji Pak?” K: saya merasa tenang dan tidak ada rasa marah dan rasa bersalah



A:



yang saya rasakan



Masalah teratasi, klien



P: Baiklah pak seteleh ini jika



mampu mengontrol rasa



Bapak ada perasaan mara Bapak



marah dengan cara



bisa coba beribadah untuk



beribadah/ membaca



meghilangkan rasa mara”



Qur’an



K: Baik pasti akan saya lakukan P: Baiklah Pak Waktunya sudah selasai saya ijin pamit yaa!!! K: Iyaa terimakasi ya suster vita



P: Intervensi dihentikan/masalah teratasi



BAB IV PENUTUP



51



A. Kesimpulan Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991: 4). Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. B. Saran Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan dapat mengerti dan dapat memahami mengenai resiko bunuh diri beserta dengan asuhan keperawatannya. Dengan tujuan agar dapat bermanfaat untuk menjalankan tugas sebagai perawat kejiwaan kedepannya.



DAFTAR PUSTAKA Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC



52



Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram M. Wilkson Judith.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi (NIC) dan Kriteria Hasil (NOC). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika Aditama



53