MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF - KLP 5 - Teknik Penyampain Berita Buruk [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MK. Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal



MAKALAH KELOMPOK 5 TEKNIK MENYAMPAIKAN BERITA BURUK



DOSEN PEMBIMBING : Ns. Erna Marni, M.Kep



DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 : Ardiyansyah



19031005



Nissa Hidayah



19031013



Liza Ermita



19031029



Lydia Prastika Pratami Yeti 19031035 Widya Aprilia Ningsih



19031035



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH PEKANBARU PEKANBARU 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah terkait “Teknik Menyampaikan Berita Buruk” ini dengan baik. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal. Selain itu, kami juga berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita semua. Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Semoga apa yang dituangkan dalam makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya teman-teman yang membaca. Dengan ini, kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata, kalimat maupun bahasa yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.



Pekanbaru, 09 Oktober 2021



Kelompok 5



1



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .........................................................................................................................4 1.2 Tujuan Penulisan .....................................................................................................................5 1.2.1 Tujuan Umum ...................................................................................................................5 1.2.2 Tujuan Khusus..................................................................................................................5 1.3 Manfaat Penulisan ...................................................................................................................6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Berita Buruk ..............................................................................................................7 2.2 Tujuan Menyampaikan Berita Buruk.................................................................................. 8 2.3 Kesulitan dalam Menyampaikan Berita Buruk ................................................................ 10 2.4 Jenis-Jenis Berita Buruk ....................................................................................................... 10 2.5 Teknik Menyampaikan Berita Buruk ................................................................................. 11 2.6 Hal-Hal di Anggap Penting dalam Menyampaikan Berita Buruk ................................. 16 2.7 Penyampaian Berita Buruk yang Kurang Tepat .............................................................. 17 2.8 Jenis-Jenis Reaksi Pasien terhadap Frustasi...................................................................... 18 2.9 Penyampaian Berita Buruk dengan Metode SPIKES ..................................................... 19 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Role Play..................................................................................................................................22 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan .............................................................................................................................27 4.2 Saran ........................................................................................................................................27 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................iv 2



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterampilan komunikasi efektif merupakan salah satu kompetensi yang mendapat sorotan dalam pelayanan kesehatan. Keterampilan ini dinilai sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan pendekatan patient centered. Komunikasi dalam bentuk verbal dan nonverbal yang baik tidak hanya memberikan pemahaman pasien mengenai penyakitnya, tetapi juga memberikan kepuasan pasien terhadap perawatan yang dilakukan. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi kualitas hubungan perawat-pasien dan meningkatkan efektivitas terapi pasien (Al-Mohaimeed et al., 2013; Hawken et al., 2012; Barnett et al., 2007). Salah satu bentuk komunikasi yang sering menimbulkan keluhan dari pasien atau keluarganya adalah komunikasi yang terjadi ketika pasien dalam keadaan buruk, seperti dalam kondisi kritis, menderita penyakit terminal atau pasangan muda yang mengalami infertilitas. Kasus-kasus tersebut banyak dihadapi dalam praktik, namun cara menyampaikannya kepada pasien masih tetap menjadi masalah bagi perawat. Pasien mengharapkan informasi yang jelas mengenai penyakitnya, namun tidak jarang seorang perawat maupun perawat berupaya menghindar. Kualitas dan kuantitas diskusi perawat-pasien dalam situasi tersebut dinilai sangat kurang. (Clayton et al., 2012; Payan et al., 2009). Informasi mengenai penyakit, termasuk kondisi yang buruk adalah hak pasien. Hal ini terkait dengan otonomi seseorang untuk mengetahui dan menentukan nasibnya sendiri. Dengan informasi tersebut, pasien dapat mempertimbangkan langkah selanjutnya, baik terkait dengan penatalaksanaan penyakit maupun terkait dengan kehidupan pribadinya. Harapan pasien terhadap proses penyampaian berita buruk bervariasi. Sebuah penelitian di Iran menunjukkan bahwa 93% pasien yang menderita penyakit kanker ingin mengetahui penyakitnya dan sebanyak 75,5% pasien ingin menjadi orang pertama yang mengetahui penyakitnya (Arbabi, 2014). Berita buruk yang dimaksud adalah setiap informasi yang merugikan dan berpotensi serius untuk mempengaruhi individu terhadap pandangan pada dirinya dan atau masa depannya dan atau menempatkan mereka pada situasi akan perasaan tidak adanya harapan, putus asa, ancaman terhadap kesejahteraan mental atau fisik seseorang, berisiko mengganggu kemapanan, atau di mana suatu pesan yang diberikan menimbulkan suatu pilihan yang sempit bagi individu dalam hidupnya. 3



Berita buruk dapat didefinisikan sebagai segala informasi yang secara serius dapat memperburuk pandangan seseorang tentang masa depannya. Penyampaian berita buruk adalah suatu hal yang sering harus dilakukan dokter maupun dokter gigi, misalnya pada waktu dokter harus menyampaikan berita kematian, menyampaikan diagnosis suatu penyakit dengan prognosis yang tidak baik, atau menyampaikan rencana terapi yang mengandung resiko yang tinggi. Dalam hubungan ini setiap dokter akan mengetahui bahwa penyampaian berita buruk selalu akan menimbulkan frustasi pada pihak pasien. Ada banyak alasan mengapa seorang petugas medis merasa mengalami kesulitan dalam menyampaikan berita buruk. Sutau rasa empati dan keprihatinan bersama terhadap suatu berita yang akan mempengaruhi pasien sering kali digunakan untuk membenarkan pemotongan berita buruk sehingga tidak tersampaikan. Ketrampilan berkomunikasi dalam penyampaian kepada pasien dengan baik bukan merupakan keterampilan opsional. Hal itu adalah suatu bagian penting dari praktek profesional. Kesalahan dalam komunikasi dapat menimbulkan dampak yang serius baik secara fisik maupun psikis bahkan dapat menimbulkan permasalahan yang harus diselesaikan di pengadilan. Itu sebabnya penguasaan ketrampilan dalam komunikasi khususnya dalam menyampaikan sutau berita buruk merupakan hal penting dalam praktek medis. 1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Untuk memenuhi salah satu tugas dari mata Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui contoh naskah role play menyampaikan berita buruk pada klien anak usia sekolah. 2. Untuk mengetahui cara penyampaian berita buruk pada pasien dewasa laki – laki atau orang tua laki – laki.



4



1.3 Manfaat Penulisan 1. Bagi Pembaca Dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai teknik penyampaian berita buruk 2. Bagi Mahasiswa Dapat dijadikan sumber pengetahuan tentang penyampain berita buruk dalam perawatan paliatif dan dapat dijadikan sumber referensi. 3. Bagi Institusi Pendidikan Dapat menambah kumpulan hasil tugas mahasiswa mengenai teknik penyampaian berita buruk dalam perawatan paliatif yang dapat digunakan sebagai kumpulan referensi untuk mahasiswa kesehatan. 4. Bagi Perawat Dapat dijadikan sumber pengetahuan dalam melakukan asuhan keperawatan terutama perawatan paliatif terhadap pasien.



5



BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Berita Buruk Berita buruk secara medis didefinisikan sebagai informasi yang menciptakan pandangan buruk bagi kesehatan seseorang. Berita buruk tersebut dapat menimbulkan perasaan tanpa harapan pada pasien, ancaman terhadap kesehatan mental dan fisik pasien, atau resiko mengganggu atau mengacaukan gaya hidup atau keseharian pasien (Wright dkk, 2013). Menurut Baile, berita buruk dapat didefinisikan sebagai segala informasi yang secara serius dapat memperburuk pandangan seseorang tentang masa depannya. Sedangkan menurut Aitini & Aleotti Kabar buruk adalah pengalaman tidak nyaman untuk pemberi dan penerima berita Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab seorang petugas medis yang harus dikerjakan dalam praktek pelayanan kesehatan. Menyampaikan berita buruk merupakan keterampilan komunikasi yang penting dan menantang. Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi petugas medis untuk bersikap sensitif dan tepat dalam menyampaikan berita buruk. Secara medikolegal petugas medis berkewajiban menyampaikan atau menginformasikan diganosis yang secara potensial berakibat fatal. Jika petugas medis tidak menyampaikan dengan tepat, komunikasi tentang berita buruk akan berakibat pada munculnya perasaan ketidak percayaan, kemarahan, ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri pasien. Hal-hal tersebut dapat berefek konsekuensi emosional jangka panjang pada keluarga pasien. Terdapat hubungan yang kuat antara persepsi pasien yang menerima informasi adekuat tentang penyakit dan pengobatannya dengan penyesuaian psikologis pasien dalam jangka waktu yang lebih lama. Pasien yang menyadari mereka menerima terlalu banyak atau terlalu sedikit informasi mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami stress atau berkembang menjadi cemas dan atau depresi. Petugas medis sering merasa kesulitan dalam menyampaikan berita buruk terutama untuk penyakit yang mengancam jiwa. Alasannya antara lain merasa tidak siap dan tidak mempunyai pengalaman dalam menyampaikan berita buruk, khawatir berita tersebut akan membuat stres dan memberi efek negatif pada pasien dan keluarganya, serta akan mengganggu hubungan terapetik. Petugas medis merasakan bahwa tugas tersebut tidak menyenangkan dan tidak nyaman; Petugas medis tidak ingin menghilangkan harapan pasien, khawatir dengan reaksi emosional pasien dan atau keluarganya, atau merasa tidak yakin bagaimana menghadapi respon emosi yang sangat 6



dalam. Hal-hal tersebut sering dijadikan alasan dokter untuk menunda menyampaikannya. Padahal hasil penelitian menunjukkan 50-90% pasien di Amerika menginginkan mendapatkan informasi yang lengkap mengenai diagnosis terminal yang mungkin terjadi pada mereka. Mengingat bahwa menyampaikan berita buruk merupakan salah satu bagian dari komunikasi, maka dengan mempelajari dan melatih keterampilan berkomunikasi petugas medis akan mampu menyampaikan berita buruk dengan cara yang dapat mengurangi ketidak nyamanan dan lebih memuaskan pasien dan keluarganya. Penyampaian berita buruk dengan sikap dan cara yang tepat dapat meningkatkan penerimaan pasien dan keluarga tentang penyakitnya dan rencana terapi lebih lanjut, pendorong pencapaian tujuan terapi yang realistis, memberi dukungan mental serta menguatkan hubungan pada pasien. 2.2 Tujuan Penyampaian Berita Buruk 1. Merupakan pekerjaan yang akan sering dilakukan namun membuat stress Selama karirnya, seorang dokter akan mengalami keadaan dimana ia harus menyampaikan informasi buruk kepada pasien atau keluarganya. Penyampaian berita buruk akan menjadi sangat menegangkan ketika seorang dokter kurang berpengalaman, sedang menghadapi pasien yang masih muda, dan ketika prospek keberhasilan pengobatan minim (Campble,2013). 2. Pasien menginginkan kebenaran Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 96% orang berharap diberi tahu ketika ia menderita kanker dan 85% berharap mendapat informasi mengenai perkiraan umur mereka (Campble,2013).. 3. Prinsip hukum dan etik Di Amerika Utara, prinsip informed consent, otonomi pasien, dan hukum telah menciptakan kewajiban etika dan hukum yang jelas untuk memberikan informasi sebanyak yang pasien inginkan tentang penyakit mereka dan pengobatannya. Dokter tidak mungkin menahan informasi medis bahkan jika mereka tahu itu akan memiliki efek negatif pada pasien (Campble,2013). 4. Hasil pemeriksaan klinis Bagaimana cara penyampaian kabar buruk dapat mengubah pemahaman pasien akan informasi, kepuasan perawatan, tingkat harapan, dan psikologi pasien. Banyak pasien mengharapkan informasi yang akurat untuk membantu mereka menentukan pilihan (Campble,2013). 7



Masalah muncul bila dokter harus berhadapan dengan keadaan khusus atau kepribadian pasien yang berbeda-beda. Contohnya, penyakit yang dipengaruhi oleh faktor psikososial. Keadaan lainnya adalah pasien yang berpenyakit kronis, menderita cacat, dan pada pasien kanker. Permasalahan yang sebenarnya muncul ketika kita harus menyampaikan prognosis penyakit dan berapa lama pasien itu dapat bertahan hidup 5. Penyampaian pada pasien mengenai kecacatan/penyakit kronis Pada penyakit kronis atau penyakit yang disertai dengan kecacatan yang berat, sebaiknya dokter memberitahukan kenyataan atau fakta yang ada. Terutama cara adaptasi yang cepat dan tepat terhadap perubahan hidupnya. Pasien penyakit kronis seharusnya menerima kenyataan agar mereka lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan keadaannya. Kecemasan dan rasa takut yang berlebihan tidak saja ditimbulkan dari penyakit yang diderita, tetapi juga dari tekanan masyarakat yang sering memberikan simbol tertentu



pada penyakitnya



(Campble,2013). Jika semua stress menumpuk, pasien akan banyak menghadapi masalah. Hal ini dapat melampaui kemampuan dirinya dalam menangani stress. Dokter seharusnya sadar akan segala kemungkinan dan siap membantu serta menolong pasiennya. Khususnya bila informasi yang disampaikan dapat meningkatkan kecemasan, menghilangkan harapan, menimbulkan keinginan untuk bunuh diri, atau timbulya gejala psikopatologik lain. Dalam menentukan suatu penyakit yang kronis dan kecacatan, informasi harus diberikan secara perlahan. Pemberian informasi dapat dimulai dari awal dugaan penyakit sampai diagnosis akhir ditegakkan. Adanya keinginan pasien untuk mengetahui penyakitnya merupakan kesempatan baik bagi dokter untuk menyampaikan keadaan yang mungkin terjadi dan risikonya di kemudian hari (Campble,2013). 6. Penyampaian pada pasien mengenai penyakit kanker/tumor ganas Penyakit kanker merupakan penyakit yang sering ditanggapi dengan cara yang tidak realistis. Pasien sering dijauhi oleh masyarakat dan seolah-olah kematiannya sudah dekat. Kanker sebagai suatu penyakit yang fatal membuat dan mendorong keadaan kurangnya perhatian untuk mendapatkan pengobatan. Ketakutan masyarakat terhadap penyakit kanker memberikan beban tersendiri pada penderitaan pasien, disamping dari akibat proses kanker itu sendiri. Oleh karena itu, sebelum diagnosis kanker disampaikan, tim dokter harus benar-benar sudah yakin. (Campble,2013). 8



Pengobatan kanker biasanya memerlukan waktu yang lama dan hasilnya sering diragukan. Tercipta kesan bahwa penyakit ini lebih buruk dari penyakit infark jantung yang prognosis kematiannya lebih jelek. Namun, karena pengobatan infark jantung lebih jelas, seolah-olah penyakit itu lebih baik. Pada penyakit kanker pemberian informasi kepada pasien semestinya meliputi dua hal, yaitu dokter bersikap jujur dan hormat terhadap pasiennya. Dokter harus dapat menumbuhkan rasa percaya kepada pasien/keluarganya dengan baik sehingga memudahkan dalam memberikan terapi, baik itu radioterapi maupun sitostatika (Campble,2013). 2.3 Kesulitan Menyampaikan Berita Buruk Ada banyak faktor penyebab seorang dokter mengalami kesulitan dalam menyampaikan berita buruk. Berdasarkan American Medical Association's first code of medical ethics pada tahun 1847



dikatakan



bahwa



kehidupan orang sakit dapat dipersingkat tidak hanya oleh



tindakan, tetapi juga oleh kata-kata dan perilaku seorang dokter. Berikut adalah beberapa faktor penyebab sulitnya penyampaian berita buruk: a. Khawatir bahwa berita itu akan menyebabkan efek buruk b. Merasa bertanggung jawab dan takut jika disalahkan c. Tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk melakukannya d. Tidak memiliki pengalaman pribadi e. Khawatir bahwa akan sulit untuk menangani reaksi pasien atau keluarga f. Keengganan untuk mengubah hubungan dokter-pasien yang ada g. Tidak tahu kemampuan dan keterbatasan pasien h. Tantangan tiap individu i. Ketidak pastian tentang



apa



yang



mungkin terjadi selanjutnya dan tidak



memiliki jawaban atas beberapa pertanyaan j. Kurangnya kejelasan peran seorang pelayan kesehatan 2.4 Jenis-Jenis Berita Buruk Di dunia kedokteran, terdapat berbagai jenis berita buruk yang hendak disampaikan kepada pasien. Berikut contoh-contohnya: a. Kegagalan operasi b. Vonis kanker. 9



c. Penyakit kronik seperti gagal ginjal kronik d. Terminal Ilness e. Tidak bisa mempunyai anak. f. Kematian, dan lain-lain. 2.5 Teknik Menyampaikan Berita Buruk Penelitian pada anggota keluarga pasien yang selamat dari kematian yang traumatik menunjukkan, bahwa hal terpenting dari penyampaian berita buruk adalah attitude (sikap dan perilaku) penyampai berita, informasi yang jelas, privasi dan kemampuan penyampai berita menjawab pertanyaan. Terdapat enam langkah dalam menyampaikan berita buruk: 1) Melakukan persiapan a. Persiapkan diri dengan informasi klinis yang relevan dengan berita yang akan disampaikan. Idealnya data rekam medis pasien, hasil laboratorium atau pun pemeriksaan penunjang ada saat percakapan. Persiapkan juga pengetahuan dasar tentang prognosis atau pun terapi pilihan terkait penyakit pasien. b. Aturlah waktu yang memadai dengan lokasi yang privat dan nyaman. Pastikan bahwa selama percakapan tidak ada gangguan dari staf medis lain atau pun dering telepon. c. Jika memungkinkan, sebaiknya ada anggota keluarga yang hadir. Perkenalkan diri pada setiap yang hadir dan tanyakan nama dan hubungan mereka dengan pasien. d. Latihlah mental dan emosi untuk menyampaikan berita buruk. Tulislah kata2 spesifik jika perlu, yang akan disampaikan atau yang harus dihindari dalam penyampaian. 2) Menanyakan apa yang pasien tahu tentang penyakitnya Mulailah diskusi dengan menanyakan apakah pasien tahu bahwa dirinya sakit parah, atau apakah pasien mempunyai pengetahuan tentang penyakitnya tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjajagi apakah pasien atau keluarganya dapat memahami berita buruk yang akan disampaikan. Contoh pertanyaan yang dapat diajukan: i. Apa yang Anda ketahui tentang sakit Anda? ii. Bagaimana Anda menggambarkan kondisi kesehatan Anda saat ini? iii. Apakah Anda khawatir mengenai sakit atau kondisi Anda? iv. Apakah petugas medis Anda sebelumnya mengatakan apa penyakit Anda? Atau menyarankan Anda melakukan suatu pemeriksaan? v. Dengan gejala2 yang ada, menurut Anda penyakit apa yang mungkin terjadi? 10



vi. Apakah menurut Anda ada hal serius ketika berat badan Anda turun drastis? 3) Menanyakan seberapa besar keinginan tahu pasien tentang penyakitnya Tahap selanjutnya adalah mencari tahu seberapa besar keinginan tahu pasien, orang tua (jika pasien anak) atau keluarga. Penerimaan informasi setiap orang dapat berbeda tergantung suku, agama, ras, sosial dan budaya masing-masing. Setiap orang mempunyai hak untuk menolak atau menerima informasi lebih lanjut. Jika pasien menunjukkan tanda tidak menginginkan informasi yang lebih detail, maka petugas medis harus menghormati keinginannya dan menanyakan pada siapa informasi sebaiknya diberikan. Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengetahui berapa besar keinginan tahu pasien dapat berupa: i. Jika kondisi ini mengarah pada suatu hal yang serius, apakah Anda ingin mengetahui lebih lanjut? ii. Apakah Anda ingin saya menerangkan dengan lebih rinci mengenai kondisi Anda? Jika tidak, apakah Anda ingin saya menyampaikannya pada seseorang? iii. Beberapa orang mungkin tidak mau tahu sama sekali apa yang terjadi pada diri mereka, sementara keluarga justru sebaliknya. Mana yang Anda pilih? iv. Apakah anda ingin saya menyampaikan hasil pemeriksaan dan menjelaskan dengan tepat apa yang saya pikir jadi masalah kesehatan? v. Siapa sebaiknya yang saya ajak bicara mengenai masalah ini? Sering keluarga pasien meminta petugas medis untuk tidak menyampaikan pada pasien diagnosis atau informasi penting lainnya. Sementara petugas medis mempunyai kewajiban secara hukum untuk memberikan inform consent pada pasien dan disisi lain hubungan terapetik yang efektif juga membutuhkan kerjasama dengan keluarga. Maka jika keluarga meminta demikian, tanyakan mengapa mereka tidak menginginkan petugas medis memberikan informasi pada pasien, apa yang mereka takutkan akan apa yang petugas medis sampaikan, dan apa pengalaman mereka tentang berita buruk. Sarankan bahwa petugas medis bersama keluarga menemui pasien dan menanyakan apakah pasien ingin informasi mengenai kesehatannya dan apa pertanyaan yang mungkin diajukan. 4) Menyampaikan berita Sampaikan berita buruk dengan kalimat yang jelas, jujur, sensitif dan penuh empati. Hindari penyampaikan seluruh informasi dalam satu kesempatan. Sampaikan informasi, kemudian berikan jeda. Gunakan kata-kata sederhana yang mudah dipahami. Hindari kata11



kata manis (eufemisme) ataupun istilah-istilah kedokteran. Lebih baik gunakan kata yang jelas seperti meninggal atau kanke‖. Jangan meminimalkan keparahan penyakit. Sering-sering memberikan jeda setelah penyampaian suatu kalimat. Cek apakah pasien dapat memahami apa yang disampaikan. Gunakan sikap dan bahasa tubuh yang sesuai saat diskusi. Hindari kalimat Saya minta maaf‖ atau Maafkan saya‖ karena kalimat tersebut dapat diniterpretasikan bahwa petugas medis bertanggung jawab atas apa yang terjadi, atau bahwa semua ini karena kesalahan petugas medis. Lebih baik gunakan kalimat Maafkan saya harus menyampaikan pada Anda mengenai hal ini‖. Beberapa kalimat lain yang dapat dipilih untuk menyampaikan berita buruk: i. Saya khawatir berita ini tidak baik, hasil biopsi menunjukkan Anda terkena kanker leher Rahim ii. Saya merasa tidak enak menyampaikannya, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan USG bayi yang Anda kandung sudah meninggal‖ iii. Hasil pemeriksaan laboratorium yag ada tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Hasil ini menunjukkan Anda pada stadium awal penyakit kanker iv. Saya khawatir saya mempunyai berita buruk, hasil biopsi sumsum tulang belakang menunjukkan putri Anda menderita leukemia‖ 5) Memberikan respon terhadap perasaan pasien Setelah berita buruk disampaikan sebaiknya petugas medis diam untuk memberi jeda. Beri waktu pasien atau keluarga untuk bereaksi. Respon pasien dan keluarga dalam menghadapi berita buruk beragam. Ada pasien yang menangis, marah, sedih, cemas, menolak, menyalahkan, merasa bersalah, tidak percaya, takut, merasa tidak berharga, malu, mencari alasan mengapa hal ini terjadi, bahkan bisa jadi pasien pergi meninggalkan ruangan. Siapkan diri dalam menghadapi berbagai reaksi. Dengarkan dengan tenang dan perhatian penuh. Pahami emosi pasien dan ajak pasien untuk menceritakan perasaannya. Contoh kalimat yang dapat digunakan untuk merespon perasaan pasien: i.



Saya dapat merasakan bahwa ini merupakan situasi yang sulit



ii.



Anda terlihat sangat marah. Dapatkan Anda ceritakan apa yang Anda rasakan?



iii.



Apakah berita ini membuat Anda takut?



iv.



Sampaikan saja perasaan Anda tentang apa yang baru saya sampaikan



v.



Saya berharap hasil ini berbeda 12



vi.



Apakah ada seseorang yang Anda ingin saya hubungi?



vii.



Saya akan coba membantu Anda



viii.



Saya akan bantu Anda untuk menyampaikannya pada anak-anak Anda



Selalu diingat bahwa reaksi mereka normal. Sebaiknya sediakan kertas tisu. Komunikasi non verbal yang akan sangat membantu adalah : Petugas medis menyodorkan tisu, menawarkan minuman. Gunakan sentuhan jika memang pantas, karena ada juga pasien atau anggota keluarga tidak suka disentuh, bersikap sensitif terhadap perbedaan budaya dan pilihan personal. Hindari humor atau komentar yang tidak pada tempatnya. Beri waktu pasien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka. Jangan mendesak dengan terburu-buru menyampaikan informasi lebih lanjut. Jika emosi sudah dikeluarkan, biasanya pasien atau keluarga lebih mudah diajak pada langkah berikutnya. 6) Merencanakan tindak lanjut Buatlah rencana untuk langkah selanjutnya, ini bisa berupa: i.



Pemeriksaan lanjut untuk mengumpulkan tambahan informasi



ii.



Pengobatan gejala-gejala yang ada



iii.



Membantu orang tua mengatakan pada anak tentang penyakit dan pengobatannya



iv.



Tawarkan harapan yang realistis. Walaupun tidak ada kemungkinan untuk sembuh, bangun harapan pasien dan sampaikan tentang pilihan terapi apa saja yang tersedia.



v.



Mengatur rujukan yang sesuai



vi.



Menjelaskan rencana untuk terapi lebih lanjut



vii.



Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat memberikan dukungan secara emosi dan praktis, misal keluarga, teman, tokoh yang disegani, pekerja sosial, konselor spiritual, peer group, atau pun terapis profesional



Rencana tindak lanjut ini akan meyakinkan pasien dan keluarga, bahwa petugas medis tidak meninggalkan atau mengabaikan mereka, dan petugas medis akan terlibat aktif dalam rencana yang akan dijalankan. Katakan mereka dapat menghubungi petugas medis jika ada pertanyaan lebih lanjut. Tentukan waktu untuk pertemuan berikutnya. Petugas medis juga harus memastikan bahwa pasien akan aman dan selamat saat pulang. Cari tahu: apakah pasien dapat mengemudikan sendiri kendaraan saat pulang? Apakah pasien sangat cemas atau khawatir, merasa putus asa atau ingin bunuh diri? Apakah ada seseorang di 13



rumah yang dapat memberikan dukungan pada pasien? 7) Mengkomunikasikan Prognosis Pasien sering menanyakan mengenai prognosis, tentang bagaimana perjalanan penyakit mereka ke depannya. Motivasinya antara lain mereka ingin mempunyai kepastian tentang masa depan sehingga dapat merencanakan hidup mereka, atau pasien merasa ketakutan dan berharap bahwa Petugas medis akan mengatakan penyakitnya tidak serius. Sebelum langsung menjawab pertanyaan pasien tentang prognosis, sebaiknya Petugas medis mengumpulkan informasi tentang alasan mereka menanyakan hal tersebut. Pertanyaan yang bisa diajukan antara lain: i.



Apa yang Anda harapkan akan terjadi?



ii.



Apa pengalaman yang Anda punyai tentang seseorang dengan penyakit seperti ini?



iii.



Apa yang Anda harapkan terjadi?



iv.



Apa yang Anda harapkan untuk saya lakukan?



v.



Apa yang membuat Anda takut untuk yang akan terjadi?



Petugas medis harus mempertimbangkan dampak pemberian informasi prognosis. Pasien yang ingin merencanakan hidup mereka biasanya mengharapkan informasi yang lebih rinci. Sedangkan pasien yang sangat khawatir atau cemas, mungkin akan lebih baik mendapat informasi secara umum saja. Jawaban Petugas medis yang definitif seperti : Anda hanya mempunyai usia harapan hidup sampai 1 tahun akan berisiko menyebabkan kekecewaan jika ternyata terbukti usia harapan hidupnya lebih singkat. Jawaban seperti ini juga dapat menimbulkan kemarahan dan rasa frustasi jika dokter merendahkan usia harapan hidup pasien. Kalimat berikut lebih disarankan dalam menjawab pertanyaan tentang prognosis: Sekitar sepertiga pasien dengan kasus seperti ini dapat bertahan hidup sampai satu tahun, separuhnya bertahan hidup dalam 6 bulan, apa yang akan terjadi sesungguhnya pada diri Anda, saya sungguh tidak tahu. Setelah jawaban tersebut Petugas medis sebaiknya melanjutkan dengan menyampaikan bahwa kita harus berharap untuk yang terbaik, sambil tetap berencana untuk kemungkinan terburuk. Sampaikan juga ke pasien dan keluarga bahwa kejutan yang tidak diharapkan dapat terjadi hal ini dan pasien lebih mempersiapkan mental untuk menghadapi sehingga dapat mengurangi penderitaan. Petugas medis harus meyakinkan pasien dan keluarga bahwa Petugas 14



medis akan siap mendukung dan membantu mereka. 2.6 Hal-Hal yang Dianggap Penting oleh Pasien dalam Menyampaikan Berita Buruk 1. Isi Yang dimaksud di sini adalah apa saja yang dibicarakan, dan seberapa banyak informasi atau keterangan yang diberikan oleh perawat. Item ini sangat berhubungan dengan angapan/ kepercayaan pasien terhadap kompetensi perawat di bidangnya, juga tentang pengetahuan perawat mengenai perkembangan terbaru mengenai penyakit/ kasus mereka. Pasien dengan pendidikan yang lebih tinggi diketahui lebih banyak mementingkan isi. Pasien muda, wanita, serta pendidikan tinggi dilaporkan juga menginginkan informasi yang lebih detail mengenai kondisi penyakit, terapi, serta prognosisnya. Pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi dan motivasi tinggi untuk menjalankan terapi, juga menginginkan informasi yang lebih detail. 2. Support Yang dimaksud di sini adalah aspek supportif dalam komunikasi perawat. Jadi apakah dalam penyampaian berita buruk ini perawat bersikap baik, memberi support/ dukungan yang cukup, dll. Termasuk pula di sini apakah perawat bersedia mengkomunikasikan hal – hal yang menyangkut diagnosis,prognosis, treatment, dll kepada keluarga atau orang lain, dan juga menyediakan berbagai informasi yang ingin diketahui pasien. Diketahui pasien wanita lebih banyak mementingkan hal tersebut di atas. Aspek penting dalam memberikan support adalah mendengarkan pasien, serta memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pasien. 3. Fasilitas Yang dimaksud di sini adalah kapan dan di mana informasi diberikan. Apakah dalam ruangan dengan privacy yang cukup, perawat memperhatikan pasien dengan sungguh – sungguh (tidak sambil lalu saja). Juga apakah perawat menunggu sampai seluruh hasil diperoleh, sehingga sudah cukup data untuk menyimpulkan situasi pasien sebelumakhirnya perawat menyampaikan berita buruk pada pasien. Diketahui pasien dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan pasien muda sangat mementingkan hal ini.



15



4. Cara penyampaian Dalam berkomunikasi dengan pasien, perawat harus memberikan informasi dengan singkat, jelas, dan jujur sehingga dapat dimengerti oleh pasien. Perlu memperhatikan intonasi yang lembut, mendengarkan pasien, memberikan support dan meyakinkan pasien dalam menjalani terapi, tanpa melakukan kontak fisik. 2.7 Penyampaian Berita Buruk Yang Kurang Tepat Itu Antara Lain Sebagai Berikut 1. Menunda penyampaian berita buruk sampai saat yang dianggap tepat Kerugian dari cara ini adalah bahwa seringkali pasien dapat menerka maksud dokter dan reaksi-reaksi emosionalnya muncul justru waktu dokter belum siap mental. Akibatnya dokter bertambah sulit mengendalikan emosi pasien.(Pradana, 2012) 2. Membiarkan pasien menyimpulkan sendiri Dalam cara ini dokter tidak secara terbuka menyampaikan berita buruk itu, akan tetapi pasien diharapkan menyimpulkan nasibnya sendiri. Dokter dalam cara ini hanya memberikan pertanyaan sambil “mengiringi” pasien ke arah kesimpulan yang akan dibuatnya. (Pradana, 2012) Teknik ini hanya dapat dilakukan pada pasien-pasien yang mempunyai pendidikan atau kecerdasan yang cukup untuk membuat kesimpulan sendiri. Akan tetapi biasanya pasien tidak sabar dan malahan bertambah jengkel karena ditanya- tanya terus padahal ia sudah dalam keadaan sangat khawatir terhadap kesehatannya. Pasien bisa sampai kepada kesimpulan bahwa dokter mau melepaskan diri dari tangung jawabnya memberi tahu pasien tentang berita buruk itu. (Pradana, 2012) 3. Membungkus berita buruk Dalam cara ini dokter “membungkus” berita buruk itu dengan kata-kata, sedemikian rupa sehingga kedengarannya berita buruk itu lebih baik dari keadaan yang sebenarnya. (Pradana, 2012) Kelemahan dari cara ini adalah bahwa tidak semua pasien bisa menerima kenyataankenyataan yang dibungkus seperti itu.Beberapa pasien malah akan bertambah frustasi karena ia tahu bahwa keadaan yang sebenarnya tidaklah sebaik yang disampaikan dokter. Pasien bisa beranggapan bahwa dokter membohonginya. (Pradana, 2012) 4. Banyak memberi alasan Dengan cara ini, dokter memberikan berbagai alasan ke pasien untuk membenarkan ‘berita buruk’ tersebut.Sebagai contoh, dokter akan mengemukakan alasannya setelah penyampaian 16



berita buruk ke pasien Pada penggunaan teknik ini justru membuat pasien putus asa. Dalam keadaan sudah sangat khawatir, biasanya pasien masih mengharapkan petunjuk tentang cara lain yang masih dapat diupayakan untuk mengatasi penyakitnya. Dengan adanya alasan-alasan pembenaran yang dilakukan dokter terhadap pasien justru akan menyebabkan putusnya harapan pasien dan membuat pasien sangat frustrasi. (Pradana, 2012) Keempat cara yang telah dikemukakan diatas untuk mengurangi frustrasi pasien, dapat dilakukan secara terpisah atau dikombinasikan menurut selera dokternya sendiri. Cara -cara tersebut tidak mungkin meniadakan seluruh frustrasi. Frustrasi yang masih ada dapat dirasakan berat atau ringan, tergantung dari kondisi kejiwaan pasien itu sendiri. (Pradana, 2012) 2.8 Jenis-jenis Reaksi Pasien Terhadap Frustasi Berikut penggolongan jenis-jenis reaksi pasien terhadap frustasi. 1. Menerima kenyataan itu dengan sabar Misalnya: Pasien : Baiklah, dok. Barangkali memang sudah demikian nasib saya. Sekarang, apa yang perlu saya lakukan selanjutnya untuk mencegah keparahan penyakit saya? 2. Bereaksi agresif Misalnya: Pasien : Rahang saya akan diangkat dok? Oh ini adalah kesalahan dokter. Dulu saya sudah minya agar pengobatan saya dilakukan di luar negeri saja. Tapi dokter mengatakan bahwa di sini pun dokter dapat melakukannya. Sekarang kalau sudah begini, apa yang dapat dokter lakukan? 3. Penolakan terhadap kenyataan Misalnya: Pasien : Tidak mungkin. Tidak mungkin saya akan kehilangan rahang saya. Setelah diterapi yang terakhir itu mulut saya rasanya sudah lebih enak tidak sakit lagi untuk menelan, bagaimana bisa jadi seperti ini? Paman saya ada yang lebih parah tumornya daripada saya, tetapi dia tidak sampai diangkat rahangnya. Para dokter bisa menolongnya. 4. Regresi Regresi yaitu memberi reaksi dengan mundur kepada tingkat yang kekanak- kanakan. Misalnya, menangis keras-keras, menjerit-jerit sambil menarik-narik rambutnya atau memukul-mukul meja, pingsan, atau mengeluarkan kata-kata sebagai berikut: 5. Stereotipi 17



Stereotipi merupakan reaksi berulang-ulang terus. Misalnya: Pasien : Sungguh saya tidak kira . . . rahang saya akan diangkat? . . . sungguh- sungguh di luar dugaan saya . . . Kehilangan rahang! . . . Bagaimana mungkin? Sungguh tidak saya kira . . . dan seterusnya. Bagaimanapun juga reaksi pasien terhadap frustasi, dokter tidak boleh menanggapinya dengan kontra reaksi yang sama emosionalnya. Dokter harus tetap tenang, tetap menggunakan akal sehat, waaupun tetap harus dapat menunjukkan simpati pada pasien. Untuk itu dokter sebaiknya menggunakan cara yang lebih langsung dalam menyampaikan berita buruk. 2.9 Penyampaian Berita Buruk Dengan Metode SPIKES Metode SPIKES mengacu pada enam tahap dalam penyampaian berita buruk. 1. SETTING UP the interview a. Aturlah privasi. Idealnya, disiapkan ruangan khusus. Penyampaian berita buruk harus dilakukan pada tempat yang nyaman yangmenyediakan privasi bagi pasien dan relatif tenang. Ruangan harus cukup luas untuk menampung para staf atau perawat serta seluruh anggota keluarga pasien yang mendampingi pasien saat penyampaian berita buruk (Buckman, 1996; Maynard, 1991). Siapkan tissue untuk berjaga-jaga apabila pasien menangis (Marrelli, 2008) b. Libatkan orang lain. Kebanyakan pasien biasanya ingin ditemani oleh orang lain. Namun, orang tersebut haruslah pilihan pasien. Ketika ada anggota keluarga pasien, mintalah pasien memilih satu atau dua perwakilan keluarga (Marrelli, 2008) c. Duduk. Posisi duduk akan membuat pasien lebih relaks dan menandakan bahwa dokter tidak terburu buru. Pemilihan waktu dalam penyampaian berita buruk sangat penting. Penjadwalan ulang atau pemilihan waktu lain perlu dilakukan agar dapat menyampaikan berita buruk kepada pasien pada saat yang tepat. Jika terburu-buru, dokter dapat dianggap tidak peduli dengan pasien dan proses. Bukti menunjukkan bahwa dokter mungkin menunda pencairan berita buruk meskipun pada kenyataannya sebagian besar pasien ingin mendengarnya (Blanchard dkk, 1988; Hopper dan Fischbach, 1989) dan beberapa dokter menghindari situasi untuk membicarakan prognosis. Ketika duduk, usahakan tidak ada 18



batas antara dokter dan pasien. Mengatur koneksi dengan pasien. Melakukan kontak mata mungkin saja terasa kurang nyaman, namun ini merupakan cara penting untuk membangun sebuah hubungan. Memegang lengan atau tangan pasien apabila pasien bersedia juga merupakan cara mencapainya. Mengelola waktu dan interupsi. Ketika menyampaikan kabar buruk pada pasien usahakan jangan ada interupsi. Sebaiknya seorang dokter mengatur telepon genggamnya dalam keadaan diam (Marrelli, 2008) 2. Assesing the Patient’s PERCEPTION Langkah



kedua dan



ketiga dari



SPIKES



merupakan



interview



yang menerapkan “sebelum berkata, tanyalah”. Sebelum mendiskusikan hasil medis, dokter menggunakan pertanyaan terbuka untuk menilai persepsi pasien akan keadaannya. Contohnya, “Sejauh mana anda tahu mengenai penyakit anda” atau “Apakah anda tahu kenapa kami melakukan MRI?”. Berdasarkan informasi yang diperoleh, dokter dapat mengoreksi informasi yang salah dan menyesuaikan kabar buruk dengan pemahaman pasien. Dari sini juga dapat dilihat apakah pasien menyangkal suatu penyakit: angan angan ataupun harapan pengobatan yang tidak realistis (Marrelli, 2008) 3. Obtaining the patient’s INVITATION Kebanyakan pasien menginginkan informasi penuh akan diagnosis, prognosis, hingga detail penyakit yang pasien derita. Namun beberapa pasien tidak. Penting untuk menanyakan kepada pasien sedetail apa informasi yang mereka inginkan. Pertanyaan yang bisa dokter tanyakan misalnya, “Bagaimana anda ingin saya menyampaikan hasil tes anda? Apakah anda ingin saya menyampaikan semuanya atau hanya gambaran besar dan kita akan berdiskusi mengenai perawatannya?” (Marrelli, 2008) 4. Giving KNOWLEDGE and information to the patient Memulai percakapan dengan kalimat seperti, “Saya khawatir bahwa kabar yang saya sampaikan adalah kabar yang kurang baik” atau “Dengan berat hati saya sampaikan bahwa...” dapat mengurangi syok pada pasien saat mendengarkan berita buruk. Dalam menyampaikan hasil medis, terjemahkan istilah medis kedalam Bahasa Indonesia, misalnya gunakan kata “menyebar” untuk menggantikan kata “metastasis”. Dokter juga harus menghindari pernyataan yang berlebihan seperti “Kanker yang anda derita sangat buruk. Meskipun anda diobati secepatnya, anda akan tetap tidak dapat bertahan”. Berikan informasi dalam potongan kecil, dan pastikan untuk berhenti menjelaskan untuk memastikan bahwa pasien paham dengan apa yang dijelaskan (Marrelli, 2008) 19



5. Adressing the patient’s EMOTIONS with emphatic responses Merespons emosi pasien merupakan salah satu hal sulit dalam menyampaikan berita buruk. Pasien dapat bereaksi dengan diam, menangis, menyangkal, hingga marah, Pada situasi seperti ini, seorang dokter dapat memberi dukungan dan solidaritas dengan memberi respons empati. Diskusi tidak akan dapat berlanjut selama emosi pasien masih ada (Marrelli, 2008) 6. Strategy and summary Sebelum menentukan rencana perawatan, penting untuk menanyakan apakah pasien sudah siap untuk berdiskusi. Buatlah rencana langkah demi langkah dan berikan penjelasan yang lengkap kepada pasien mengenai rencana perawatannya. Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan sebagai antisipasi jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan selama perawatan (Marrelli, 2008)



20



BAB III PEMBAHASAN 3.1 Role Play



Naskah Role Play Menyampaikan Berita Buruk Pada Klien Anak Usia Sekolah



Atina Balqin Izzah



berperan sebagai



Ibu Atina (Ibu Klien)



Aditiya Pratama



berperan sebagai



Bapak Adit (Bapak Klien)



Hana Muzdalifah



berperan sebagai



Anak Hana (Klien)



Virgiana



berperan sebagai



Perawat Virgin



Muslikah Ida Mugi R. berperan sebagai



Dokter Likah



ADEGAN 1 Setting Tempat



: Nurse Station Ruang Mawar RS. Awal Bros Pekanbaru



Pada suatu hari di ruang mawar rumah sakit awal bros Pekanbaru terdapat seorang anak bernama An. Hana berusia 10 tahun. Perawat mendiagnosis menderita penyakit leukimia kronis. Kemudian tenaga kesehatan akan menyampaikan informasi mengenai penyakit anak tersebut dengan pihak keluarga.



Dokter Likah



: “ Selamat pagi sus?”



Perawat Virgin



: “Selamat pagi dok.”



Dokter Likah



: “Bagaimana kabarnya hari ini?”



Perawat Virgin



: “Baik dok.”



Dokter Likah



: “Sus saya mau bertanya bagaimana perkembangan keadaan An.Hana ?”



Perawat Virgin



: “Ini dok hasil pemeriksaan lab darah An.Hana kemarin.”



Dokter Likah



: “Emmmm. Leukositnya sangat tinggi ya, kalau begitu tolong jadwalkan untuk pemeriksaan BMP pada hari kamis ya. Nanti saya akan menginformasikan kepada pihak keluarga pasien.” 21



Perawat Virgin



: “Iya baik dok.”



Kemudian perawat memanggil pihak keluarga pasien untuk memberikan informasi dan persetujuan untuk dilakukan BMP.



ADEGAN 2 Setting Tempat



: Kamar Klien An. Hana



Perawat Virgin



: “Selamat pagi bu, pak... dengan keluarga An. Hana ?”



Ibu Atina



: “Iya benar sus, saya ibunya dan ini bapaknya Hana.”



Bapak Adit



: “Ada perlu apa sus?”



Perawat Virgin



: “Ibu dan bapak bisa ke ruang perawat sekarang? Ada informasi perkembangan yang ingin disampaikan oleh perawat.”



Ibu Atina



: “Iya sus sebentar lagi kami kesana.”



Perawat Virgin



: “Baik pak, bu terimakasih. Saya permisi dulu.”



Bapak Adit



: “Nak...ibu dan bapak ke ruangan perawat sebentar ya?”



Anak Hana



: “Iya pak. Jangan lama-lama ya?



Ibu dan bapak lalu pergi ke nurse station untuk menemui perawat.



ADEGAN 3 Setting Tempat



: Nurse Station Ruang X RS. Y



Bapak Adit



: “Pagi sus, bagaimana perkembangan anak saya?”



Perawat Virgin



: “Baik Pak, Bu duduk dulu sebentar semuanya akan disampaikan oleh perawat Likah”



Perawat mengarahkan keluarga untuk menemui perawat.



Dokter Likah



: ”Selamat pagi bu, pak. Bagaimana keadaan hari ini?”



Ibu dan Bapak



: “Baik dok.”



Dokter Likah



: “Benar dengan keluarga An. Hana ?” 22



Bapak Adit



: ”Iya benar dok saya bapaknya, dan ini ibunya.”



Dokter Likah



: “ Begini pak, bu. Saya ingin menyampaikan beberapa hal mengenai penyakit anak ibu dan bapak. Dari hasil pemeriksaan lab yang sudah dilakukan, menunjukan hasil leukosit anak bapak lebih dari normal, trombosit dan Hbnya rendah. Kami mencurigai anak bapak menderita penyakit leukimia, namun untuk hasil pastinya kami akan melakukan pemeriksaan BMP.”



Bapak Adit



: “Itu pemeriksaan apa ya dok? Jika anak saya menderita penyakit tersebut apa bisa sembuh dok?”



Dokter Likah



: “BMP itu pemeriksaan dengan mengambil sample cairan pada tulang belakang, nanti sebelum dilakukan tindakan tersebut akan di bius terlebih dahulu. Mengenai penyakit leukimia kemungkinan untuk sembuh ada. Kita lihat perkembangan anak bapak dan ibu dengan melakukan terapi, yaitu kemoterapi dan tranfusi darah. Bagaimana pak, bu? Setuju atau tidak jika An. Hana dilakukan pemeriksaan tersebut?”



Ibu Atina



: “Lakukan yang terbaik dok, yang penting anak saya bisa membaik.”



Dokter Likah



: “Baik, kami akan melakukan pemeriksaan tersebut, untuk tanda persetujuan mohon diisi dan tanda tangan sebagai bukti bahwa bapak ibu setuju.”



Perawat menyerahkan inform consent kepada wali An. Hani dan orang tua An.Hani menandatangani surat pernyataan tersebut.



Keesokan harinya, perawat melakukan pemeriksaan BMP pada An. Hana , di kemudian hari didapatkan hasil An. Hana positif penderita penyakit leukimia, kemudian perawat memberitahukan kepada pasien dan pihak keluarga.



ADEGAN 4 Setting Tempat



: Kamar Klien An. Hana



Perawat Virgin



: “Selamat pagi dek Hana? gimana kabarnya hari ini?” 23



Anak Hana



: “Pagi juga suster, kabarnya baik sus.”



Perawat Virgin



:“Alhamdulillah kalau baik. O iya dek, saya mau memberitahukan hasil pemeriksaan yang kemarin dilakukan.”



Ibu Atina



: “O iya sus, bagaimana hasilnya?”



Anak Hana



: “Iya apa sus?”



Perawat Virgin



: “Baik sebelum saya sampaikan. Saya harap adek dan ibu siap ya untuk hasilnya?”



Anak Hana



: “Baik suster.”



Perawat Virgin



: “Dari hasil pemeriksaan yang didapatkan hasilnya bahwa adek positif menderita leukimia”



Setelah itu ibu dan anak hani syok mendengar hasil bahwa anaknya menderita sakit leukimia



Anak Hana



: “Leukimia itu apa sus?”



Perawat Virgin



: “Begini dek, di tubuh adek itu terdapat dua sel darah, ada sel darah merah dan sel darah putih, nah leukimia itu kelebihan sel darah yang putih dan kekurangan sel darh merah, karena terlalu banyak sel darah putih jadi nanti dilakukan tindakan tranfusi darah dan kemoterapi biar sel darahnya itu seimbang.”



Anak Hana



: “Oo begitu ya sus. Tapi bisa sembuh kan sus?”



Perawat Virgin



: “ Insyallah bisa dek, asalkan didukung adek patuh sama pengobatannya, terus yang penting adek harus tetap semangat, karena faktor paling penting buat kesembuhannya adek itu ya di diri adek sendiri.”



Anak Hana



: “(hanya mengangguk)”



Perawat Virgin



: “Jangan takut ya dek, dek Hana pasti bisa. Kan banyak yang sayang sama adek, ada ayah, ibu, teman-teman adek, suster, perawat, jadi banyak yang dukung adek biar se,buh, jadi dek Hana juga harus semangat. Oke?”



Anak Hana



: “Iya sus makasih ya, aku pasti bisa sembuh” (sambil tersenyum).



Perawat Virgin



: “Iya dek sama-sama.” 24



Ibu Atina



: “Adek pasti bisa, percaya ya dek!”



Anak Hana



: “Iya bu makasih.”



Suster Virgin



: “Ya sudah kalau begitu suster pamit dulu ya dek?”



Anak Hana



: “Iya Suster”



Perawat Virgin



: ”Baik pak bu saya permisi dulu, adeknya itu punya semangat tinggi, jadi sebagai orang tua harus lebih bersemangat ya pak bu untuk memberi motivasi.”



Ibu dan bapak Perawat Virgin



: “Iya sus terimakasih ya?” : “Iya bu, pak sama-sama.”



25



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Menyampaikan berita buruk pada pasien adalah salah satu tanggung jawab seorang petugas medis yang harus dikerjakan dalam praktek pelayanan kesehatan. Menyampaikan berita buruk merupakan keterampilan komunikasi yang penting dan menantang. Terdapat kewajiban secara sosial dan moral bagi petugas medis untuk bersikap sensitif dan tepat dalam menyampaikan berita buruk. Secara medikolegal petugas medis berkewajiban menyampaikan atau menginformasikan diganosis yang secara potensial berakibat fatal. Jika petugas medis tidak menyampaikan dengan tepat, komunikasi tentang berita buruk akan berakibat pada munculnya perasaan ketidak percayaan, kemarahan, ketakutan, kesedihan atau pun rasa bersalah pada diri pasien. 4.2 Saran Makalah ini membahas tentang teknik menyampaikan berita buruk yang sangat penting, diharapkan setelah membaca makalah ini dapat di terapkan dalam lingkup rumh sakit jika ingin menyampaikan berita buruk.



26



DAFTAR PUSTAKA Pradana. 2012. Hubungan Perawatan Paliatif Dengan Kualitas Hidup Pasien. denpasar. T. M, Marrelli. 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC ASCO. 2017. Palliative Care Improving Quality of Life for People with Cancer and Their Families. Cancer.Net Ferrel. B. R & Coyle, N. 2010. Perawatan Palliative Pasien HIV/AIDS. Campbel. L. Margaret. 2013. Nurse To Nurse : Perawatan Palliative Care. Salemba Medika Setiawati. 2008. Proses pembelajaran dalam pendidikan kesehatan, Jakarta: TIM. Repository UGM : Komunikasi Efektif Dokter-Pasien 2017



27