Makalah Khitan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Mhd
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Khitan adalah syariat Islam yang menjadi sunnah Nabi Muhamad SAW. bahkan dalam syariat Nabi Ibrahim as. Dalam Al Hadits banyak sekali dijumpai perintah yang mewajibkan khitan. Anak yang sudah mencapai usia baligh wajib melakukannya, karena secara syar’i dirinya sudah dianggap menjadi seorang mukallaf. Perintah khitan sebetulnya adalah ajaran yang dibawa Nabi Ibrahim as. atas perintah Allah SWT. Dalam kitab Mughni Al-Muhtaj dikatakan bahwa lakilaki yang pertama melakukan khitan adalah Nabi Ibrahim as. Islam memerintahkan melakukannya dengan tujuan mengikuti millah Ibrahim as. dan sebagai syarat kesucian dalam ibadah, karena ibadah (shalat) mensyaratkan kesucian badan, pakaian dan tempat. Banyak orang tua yang mengkhitankan anak-anaknya, tetapi hal itu ia lakukan tidak disertai penghayatan terhadap makna khitan. Ia merasa cukup dengan membawa anaknya kepada ahli khitan dan membayar sekian rupiah, lalu selesai. Ia tidak pernah mencari tahu makna apa yang terkandung dalam khitan. Dalam pandangan Islam, anak adalah perhiasan Allah SWT yang diberikan



kepada



manusia.



Hadirnya



akan



membuat



bahagia



ketika



memandangnya, hati akan terasa tentram dan suka cinta setiap bercanda dengan mereka, dialah bunga di kehidupan dunia. Khitan bukan hal asing di kalangan umat Islam. Ia menjadi penting karena di samping menjadi perintah Allah, ia juga menjadi persyaratan kesempurnaan seseorang dalam melaksanakan ibadah seperti, shalat lima waktu, membaca Al Quran, haji dan ibadah lain yang mensyaratakan kesucian dari hadats dan najis. Oleh karena itu, seorang anak yang telah berstatus Mukallaf bertanggung jawab atas semua kewajiban melaksanakan shalat, puasa dan lain-lain. Karena ia sendiri yang terkena kewajiban shalat, makanya dirinya pula yang harus menunaikan shalat tersebut dan bukan kedua orang tua. Tugas orang tua hanya memberi pengertian dan pendidikan kepada anak.



1



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Khitan menurut bahasa berasal dari akar kata arab khatana, yakhtanu, khatnan yang berarti “memotong”. Berdasarkan ilmu syar’i, pengertian khitan berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi hasyafah (kepala kemaluan), sehingga menjadi terbuka. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah membuang bagian dalam faraj yaitu kelentit atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd. Namun keduanya lazim disebut khitan. 2.2 Manfaat Khitan Di antara hikmah-hikmah khitan yang terkandung dari pelaksanaan khitan adalah 1.



Khitan merupakan pangkal fitrah, syiar Islam dan syari’at



2.



Khitan merupakan salah satu masalah yang membawa kesempurnaan adDin yang disyari’atkan Allah swt. lewat lisan Nabi Ibrahim as. sebagaimana terdapat dalam QS. 16:123 yang berbunyi:



3.



Khitan itu membedakan kaum muslimin daripada pengikut agama lain



4.



Khitan merupakan pernyataan Ubudiyah terhadap Allah swt, ketaatan melaksanakan perintah, hukum dan kekuasaannya



Berikut ini adalah sedikit faedah-faedah khitan menurut al-Hawani : Pertama : Dengan memotong Qulfah atau kulup seorang anak, ia akan terbebas dari endapan yang mnegandung lemak, dan lendir-lendir yang sangat kotor. Ini dapat menekan serendah mungkin terjadinya peradangan pada kemaluan, dan proses pembusukan yang diakibatkan oleh endapan lendir-lendir tersebut. Kedua: Dengan terpotongnya Qulfah, batang kemaluan akan bebas dari kekangan semasa terjadi ketegangan (ereksi)



2



Ketiga : Dengan khitan kemungkinan terserang penyakit kanker sangat kecil. Realitas menunjukan penyakit kanker penis ternyata banyak diderita oleh orang yang tidak di khitan. Dan jarang sekali menimpa bangsa-bangsa yang syariat agamanya memerintahkan agar pemeluknya berkhitan. Keempat : Bila secepatnya mengkhitan sang anak, berarti kita telah menghindarkan dari kebiasaan ngompol di tempat tidur. Penyebab utama anak mengompol ditempat tidur pada malam hari karena qulfahnya terasa gatal dan keruh (tergelitik). Kelima : Dengan khitan anak terhinar dari bahaya melakukan onani. Apabila qulfah masih ada, maka lendir-lendir yang tertumpuk dalam gulfah, ini dapat merangsang syaraf-syaraf kemaluan dan mengelitik ujung kemaluan yang merupakan daerah sensitif terhadap rangsangan (stimulus). Maka dia akan sering menggaruknya. Bila hal ini terus berjalan sampai usia puber, maka dia akan semakin sering mempermainkannya sehingga akhirnya kebiasaan itu meningkat pada onani. Keenam : Para dokter mengatakan secara tidak langsung khitan berpengaruh pada daya tahan sek. Oleh sebagian lembaga ilmiah pernah diadakan suatu sensus mengenai hal ini. Hasilnya menunjukan bahwa orang yang berkhitan mempunyai kemampuan seks yang cukup lama dibandingkan orang yang tidak dikhitan. Falh Gray juga menyatakan berdasarkan penelitiannya, orang yang khitan memiliki ketahanan lebih lama dibanding orang yang tidak dikhitan dalam melakukan hubungan suami istri (al-Halwani :46) versi lengkap. 2.3 Hukum Khitan Menurut Imam Mazhab Hukum dasar khitan menurut beberapa mazhab berbeda-beda. Menurut beberapa fuqaha mengenai hukum dasar khitan adalah sebagai berikut: 1. Mazhab Syafi’i. Menurut mazhab Syafi’i, khitan bagi laki-laki dan perempuan hukumnya wajib. Hal ini didasarkan pada Al Qur’an, surah An Nahl : 123. Dalam ayat tersebut yang dimaksud dengan millah Nabi Ibrahim as, salah



3



satunya adalah berkhitan. Dan berdasarkan hadits Rasulullah saw yakni, dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah bersabda, “Potonglah rambut kufur darimu dan berkhitanlah” (HR Muslim) 2. Mazhab Hambali. Menurut mazhab Hambali, khitan bagi laki-laki hukumnya wajib dan khitan memuliakan bagi perempuan. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah saw, “Khitan itu sunah buat laki-laki dan memuliakan buat wanita” (Ahmad dan Baihaqi). 3. Mazhab Maliki dan Hanafi. Menurut kedua mazhab ini hukum khitan adalah sunnah muakkad bagi laki-laki dan perempuan, dalilnya: Dari Anas Ibn Malik R.a, bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada Ummu Athiyyah, tukang khitan perempuan di Madinah: “Sentuhlah sedikit saja dan jangan berlebihan, karena hal itu adalah bagian kenikmatan perempuan dan kecintaan suami.” (HR Abu Dawud) Adapun dalil-dalil yang dijadikan landasan para ulama yang mengatakan khitan hukumnya wajib antara lain: 1. Dari Abu Hurairah Rasulullah saw bersabda bahwa nabi Ibrahim melaksanakan khitan ketika berumur 80 tahun, beliau khitan dengan menggunakan kapak. (H.R. Bukhari). Nabi Ibrahim melaksanakannya ketika diperintahkan untuk khitan padahal beliau sudah berumur 80 tahun. Ini menunjukkan betapa kuatnya perintah khitan. 2. Kulit yang di depan alat kelamin terkena najis ketika kencing, kalau tidak dikhitan maka sama dengan orang yang menyentuh najis di badannya sehingga sholatnya tidak sah. Sholat adalah ibadah wajib, segala sesuatu yang menjadi prasyarat sholat hukumnya wajib. 3. Hadist riwayat Abu Dawud dan Ahmad, Rasulullah saw berkata kepada Kulaib: “Buanglah rambut kekafiran dan berkhitanlah”. Perintah Rasulullah saw menunjukkan kewajiban. 4. Diperbolehkan membuka aurat pada saat khitan, padahal membuka aurat sesuatu yang dilarang. Ini menujukkan bahwa khitab wajib, karena tidak diperbolehkan sesuatu yang dilarang kecuali untuk sesuatu yang sangat kuat hukumnya.



4



5. Memotong anggota tubuh yang tidak bisa tumbuh kembali dan disertai rasa sakit tidak mungkin kecuali karena perkara wajib, seperti hukum potong tangan bagi pencuri. 2.4 Khitan Bagi Laki-Laki. Khitan pada anak laki-laki dilakukan dengan cara memotong kulup (qalfah/preputium)



atau



kulit



yang



menutupi



ujung



zakar.



Minimal



menghilangkan apa yang menutupi ujung zakar, dan disunnahkan untuk mengambil seluruh kulit di ujung zakar tersebut. Al-Imam al-Mawardi telah menjelaskan, untuk melaksanakan khitan ada dua waktu, waktu yang wajib dan waktu yang mustahab (sunnah). Waktu yang wajib adalah ketika seorang anak mencapai baligh, sedangkan waktu mustahab sebelum baligh. Boleh pula melakukannya pada hari ketujuh setelah kelahiran. Juga disunnahkan untuk tidak mengakhirkan pelaksanaan khitan dari waktu mustahab kecuali karena ada uzur. (Fathul Bari, 10/355) Dijelaskan pula masalah waktu pelaksanaan khitan ini oleh Ibnul Mundzir. Beliau mengatakan, “Tidak ada larangan yang ditetapkan oleh syariat yang berkenaan dengan waktu pelaksanaan khitan ini. Juga tidak ada batasan waktu yang menjadi rujukan dalam pelaksanaan khitan tersebut, begitu pula sunnah yang harus diikuti. Seluruh waktu diperbolehkan. Tidak boleh melarang sesuatu kecuali dengan hujjah. Kami juga tidak mengetahui adanya hujjah bagi orang yang melarang khitan anak kecil pada hari ketujuh.” (Dinukil dari al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 1/352) Yang juga tak lepas dari kaitan pelaksanaan khitan ini adalah masalah walimah khitan. Sebagaimana yang lazim di tengah masyarakat, setelah anak dikhitan, diundanglah para tetangga untuk menghadiri acara makan bersama. Mungkin sebagian orang akan bertanya-tanya, bolehkah yang demikian ini diselenggarakan? Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani telah menyebutkan di akhir-akhir “bab Walimah” pada Kitab an-Nikah dalam syarah beliau terhadap kitab Shahih alBukhari tentang disyariatkannya mengundang orang-orang untuk menghadiri



5



walimah dalam khitan. Beliau juga menyebutkan bahwa riwayat dari ‘Utsman bin Abil ‘Ash z yang menyatakan: “Kami tidak pernah mendatangi walimah khitan semasa Rasulullah n dan tidak pernah diadakan undangan padanya.” Mungkin masih tersisa pertanyaan di benak ayah dan ibu, manakala mengingat buah hatinya menanggung rasa sakit, bolehkah memberikan hiburan kepadanya. Dikisahkan oleh Ummu ‘Alqamah: “Anak-anak perempuan saudara laki-laki ‘Aisyah dikhitan, maka ditanyakan kepada ‘Aisyah, ‘Bolehkah kami memanggil seseorang yang dapat menghibur mereka?’ ‘Aisyah mengatakan, ‘Ya, boleh.’ Maka aku mengutus seseorang untuk memanggil ‘Uda, lalu dia pun mendatangi anak-anak perempuan itu. Kemudian lewatlah ‘Aisyah di rumah itu dan melihatnya sedang bernyanyi sambil menggerak-gerakkan kepalanya, sementara dia mempunyai rambut yang lebat. ‘Aisyah pun berkata, ‘Cih, setan! Keluarkan dia, keluarkan dia!’.” (Dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Adabul Mufrad no. 945 dan dalam ash-Shahihah no. 722) Atsar dari Ummul Mukminin ‘Aisyah kali ini menunjukkan disyariatkannya memberikan hiburan kepada anak yang dikhitan agar dia melupakan sakit yang dirasakannya. Bahkan ini termasuk kesempurnaan perhatian ayah dan ibu kepada sang anak. Akan tetapi, tentu saja hiburan tersebut tidak boleh berlebih-lebihan sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang, seperti menggelar nyanyian, menabuh alat-alat musik, dan selainnya yang tidak ditetapkan oleh syariat. (Ahkamul Maulud, 113—114) Semua ini tentu tak kan luput dari perhatian ayah dan ibu yang ingin membesarkan buah hatinya di atas ketaatan kepada Allah l dan Rasul-Nya n. Mereka berdua tak akan membiarkan sekejap pun dari perjalanan hidup mutiara hati mereka, kecuali dalam bimbingan agamanya. 2.5 Khitan bagi wanita. Khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang



6



vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd. Bagi wanita fungsi khitan adalah (di antaranya) untuk menstabilkan rangsangan syahwatnya. Jika dikhitan terlalu dalam bisa membuat dia tidak memiliki hasrat sama sekali, sebaliknya, jika kulit yang menonjol ke atas vaginanya (Klitoris) tidak dipotong bisa berbahaya, karena kalau tergesek atau tersentuh sesuatu dia cepat terangsang. Maka Rasululloh Shallallahu alaihi wa Salam bersabda kepada tukang khitan wanita (Ummu A'Thiyyah), yang artinya: "Janganlah kau potong habis, karena (tidak dipotong habis) itu lebih menguntungkan bagi perempuan dan lebih disenangi suami." (HR: Abu Dawud) Mengenai khitan bagi wanita ini memang kurang dikenal oleh sebagian besar masyarakat kita, namun semoga saja melalui informasi ini, kita mulai mengamalkannya dan bagi muslimah dengan profesi medis mulai mempelajari atau mendalami hal ini sehingga membantu umat Islam dalam melaksanakan khitan bagi kaum wanita, sehingga jangan sampai yang mengkhitan muslimah yang baligh adalah para lelaki. Sebuah kekhawatiran apabila tidak di khitan bagi wanita adalah akan menyebabkan menjadi salah satu pendorong dia menjadi lesbian. Maka dari itu Islam memerintahkan agar menstabilkan syahwatnya dengan cara khitan 2.6 Hukum khitan. 1) Ulama-Ulama Yang Mengatakan Wajib Imam Nawawi (al-Majmu’ (1/301) mengatakan bahwa jumhur atau mayoritas ulama menetapkan khitan itu wajib bagi laki-laki dan perempuan. Imam Nawawi menekankan bahwa jumhur itu mewakili mazhab Syafi’i, Hanabilah dan sebagian Malikiah. Pendapat ini turut didukung oleh Syaikh Muhammad Mukhtar al-Syinqithi (Ahkamul Jiraha wa Tibbiyah (168)) dan salafi Syam pimpinan alAlbani. Kalau menurut Imam Ibn Qudamah (al-Mughni 1/85) malah lain lagi. Menurut beliau jumhur menetapkan bahwa khitan wajib bagi laki-laki tapi dianjurkan (mustahab) bagi perempuan. Imam Qudamah malah mendakwa bahwa



7



jumhur itu mewakili sebagian Hanbilah, sebagian Maliki dan Zahiri. Pendapat Ibn Qudamah disetujui oleh Syaikh Ibn Uthaimiin. Disini kita bisa melihat bahwa istilah jumhur (mayoritas) itu sendiri tidak sama antara Imam Ibn Qudamah dan Imam Nawawi. Dalil-dalil yang mereka pakai untuk menyatakan bahwa khitan itu hukumnya wajib adalah sebagai berikut. a.



Dalil dari Al’Quran



a)



Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya (Al’Quran 2:124). Menurut Tafsir Ibn Abbas, khitan termasuk ujian ke atas Nabi Ibrahim dan ujian ke atas Nabi adalah dalam hal-hal yang wajib (al-Fath, 10:342).



b) Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (Al’Quran 16:123). Menurut Ibn Qayyim (Tuhfah, 101), khitan termasuk dalam ajaran Ibrahim yang wajib diikuti sehingga ada dalil yang menyatakan sebaliknya. b. Dalil Hadith a)



Dari Utsaim bin Kulaib dari ayahnya dari datuknya, bahwa dia datang menemui RasuluLlah S.A.W dan berkata, “Aku telah memeluk Islam. Maka Nabi pun bersabda, “Buanglah darimu rambut-rambut kekufuran dan berkhitanlah.” [HR Ahmad, Abu Daud dan dinilai Hasan oleh al-Albani]. Hadith ini dinilai dha’if oleh manhaj mutaqaddimin.



b) Dari az-Zuhri, bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa masuk Islam, maka berkhitanlah walaupun sudah dewasa.” Komentar Ibn Qayyim yang memuatkan hadith di atas dalam Tuhfah, berkata walaupun hadith itu dha’if, tapi ia dapat dijadikan penguat dalil. c.



Atsar Salaf



a) Kata Ibn Abbas, ” al-Aqlaf (orang belum khitan) tidak diterima solatnya dan tidak dimakan sembelihannya.” (Ibn Qayyim, Tuhfah) dalam versi Ibn Hajar “Tidak diterima syahadah, solat dan sembelihan si Aqlaf (org belum khitan)”. Itulah dalil-dalil yang dipegang oleh mayoritas fuqaha yang menyatakan khitan itu wajib.



8



2) Ulama-Ulama Yang Mengatakan Sunnat Pendapat ini didukung oleh Hanafiah dan Imam Malik. Syeikh alQardhawi menyetujui pendapat ini dan berkata, “Khitan bagi lelaki cuma sunnah syi’ariyah atau sunnah yang membawa syi’ar Islam yang harus ditegakkan. Ini juga pendapat al-Syaukani. (Fiqh Thaharah) a.



Dalil Hadisth



a)



Dari Abu Hurayrah ra: “Perkara fitrah ada lima: berkhitan….” (Sahih Bukhari-Muslim). Oleh kerana khitan dibariskan sekali dengan sunan alfitrah yang lain, maka hukumnya adalah sunat juga. (al-Nayl oleh Syaukani).



b) “Khitan itu sunnah bagi kaum lelaki dan kehormatan bagi kaum wanita.” (HR Ahmad, dinilai dha’if oleh mutaqaddimin dan mutaakhirin seperti al-Albani). Jika hadith ini sahih barulah isu hukum wajib dan sunat dapat diselesaikan secara muktamad. Sayangnya hadith yang begini jelas adalah dha’if.



9



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Khitan menurut bahasa berasal dari akar kata arab khatana, yakhtanu, khatnan yang berarti “memotong”. Berdasarkan ilmu syar’i, pengertian khitan berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Khitan pada anak laki-laki dilakukan dengan cara memotong kulup (qalfah/preputium)



atau



kulit



yang



menutupi



ujung



zakar.



Minimal



menghilangkan apa yang menutupi ujung zakar, dan disunnahkan untuk mengambil seluruh kulit di ujung zakar tersebut. Khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Hukum melakukan khitan berbeda-beda, ada sebagian ulama mengatakan wajib dan ada yang mengatakan sunnah bagi kaum lelaki dan kehormatan bagi kaum wanita. Menurut Kata Ibn Abbas, ” al-Aqlaf (orang belum khitan) tidak diterima solatnya dan tidak dimakan sembelihannya.” (Ibn Qayyim, Tuhfah). 3.2 Saran 1. Bagi wanita yang telah mampu, mengetahui bahwa khifadh (khitan wanita) itu memiliki banyak manfaat, meskipun tidak ada dalil shahih yang mewajibkan, dan siap untuk dikhifadh, berkhifadhlah! 2. Bagi yang telah mampu dan mengetahui manfaat khitan, namun belum siap untuk di khitan, maka persiapkan diri terlebih dahulu. 3. Bagi yang telah mampu, namun belum siap dan belum mengetahui manfaat khitan, maka terlebih dahulu mencari informasi tentang manfaat khitan



10



DAFTAR PUSTAKA



Tausyiah275.blogsome.com – Tinjauan Sunat (Khitan) Perempuan Menurut Islam Hasan, M. Ali.2003.Masail Fiqhiyah al-Haditsah.Jakarta: Raja Grafindo Persada. Asrori, Achmad Ma’ruf, Ismail, Suheri, Faizin, Khoirul. 1998. Berkhitan, Akikah, Kurban. Surabaya : Penerbit Al Miftah. Hindi, Maryam Ibrahim, Dr. 2008. Misteri di Balik Khitan Wanita. Solo : Penerbit Zamzam. Muslim Al-Atsari, Al-Ustadz Abu Ishaq. 2007. Makalah Sunnah-sunnah Fithrah (Masalah Khitan). Niam, Muhammad. 2010. Makalah Ajaran Khitan dalam Islam.



11



KATA PENGANTAR Segala puji kita panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi, Tuhan yang senantiasa melimpahkan taufik serta hidayah Nya kepada kita semua. Alhamdulillah, berkat rahmat Nya pula segala bentuk kesukaran berbuah kemudahan dalam menyelesaikan tulisan makalah ini. salam dan taslim tak lupa kita haturkan kepada Baginda Rasulullah SAW, Nabi akhir zaman pembawa serta penyempurna pedoman dan tuntunan hidup bagi umat manusia di muka bumi. Merupakan fondasi utama dari makalah ini adalah sebagai acuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang segala ilmu syar'I khususnya dalam bidang pensucian diri. Hal ini dianggap sangat penting mengingat keberadaan hukum – hukum islam yang kurang ditegakkan oleh kaum muslimin. Sedangkan peranan ilmu syar'i adalah cermin untuk melihat varian problema itu dalam bingkai solusi dan penyelesaian. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan sesuatu yang sesuai atau tidak dengan target tujuan yang telah ditetapkan. Materi yang kami susun dalam makalah ini merupakan jenis materi yang agak lumayan rumit diniliai dari tingkatan keilmuannya. Oleh sebab itu, kami tidak berani menilai bahwa dalam penulisan makalah ini mengandung nilai kesempurnaan. Namun dalam mendekati kesempurnaan itu kami sangat berharap saran serta sumbangsi pola pikir anda sangat kami butuhkan. Sebagai manusia biasa kami sangat sarat dengan kekurangan dan kesalahan, dengan itu kami menyampaikan permintaan maaf dan ucapan terimah kasih yang sebasar- besarnya .



Matangglumpangdua, Maret 2013



Penulis



i



12



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ...................................................................................



i



DAFTAR ISI ..................................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..........................................................................................



1



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian ................................................................................................



2



2.2 Manfaat Khitan ..........................................................................................



2



2.3 Hukum Khitan Menurut Imam Mazhab ...................................................



3



2.4 Khitan Bagi Laki-Laki. ..............................................................................



5



2.5 Khitan bagi wanita. ...................................................................................



6



2.6 Hukum khitan. ...........................................................................................



7



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ...............................................................................................



10



3.2 Saran .........................................................................................................



10



DAFTAR PUSTAKA



13 ii