Makalah Klp. 1 Konsep Dasar Manajemen Perpajakan - Copy-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Saat ini pajak menjadi primadona penerimaan negara. Hal tersebut tercantum dalam pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Segala pajak dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa digunakan untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”. Pajak harus lebih diberdayakan seiring dengan meningkatnya kegiatan sektor riil. Peranan pajak semakin besar dan signifikan dalam menyumbang penerimaan negara, hal ini dapat dilihat dari terus meningkatnya pendapatan pemerintah dari pajak dalam APBN, yang selanjutnya digunakan untuk mebiayai penyelenggaraan pembangunan mau pun untuk biaya rutin negara. Untuk itu perlu diupayakan peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam membayar pajak. Segala upaya dilakukan pemerintah dalam upaya peningkatan pendapatan negara dari pajak guna mencapai sasaran pembangunan ekonomi yang disusun dengan semangat kebersamaan dan rasa optimis, namun tetap dengan mempertimbangkan kondisi riil yang telah, sedang, dan akan dihadapi. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu masyarakat diharapkan ikut berperan aktif memberikan kontribusinya bagi pendapatan negara, sesuai dengan kemampuannya. Semenjak reformasi perpajakan dijalankan dengan dikeluarkannya undang-undang perpajakan yang baru tahun 1983, sistem perpajakan berubah dari office assessment menjadi self assessment (misalnya untuk Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan sistem yang baru ini, wajib pajak memiliki hak dan kewajiban, baik dalam menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah kewajiban perpajakannya. Hal ini akan terlaksana dengan baik apabila wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan sesuai undang-undang. Dilihat dari sudut pandang pemerintah, jika pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak lebih kecil dari yang seharusnya mereka bayar, maka pendapatan negara dai sektor pajak akan berkurang. Sebaliknya, dari sisi pengusaha atau wajib pajak, jika pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah yang semestinya, akan mengakibatkan kerugian. Salah satu tujuan pengusaha adalah memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham atau investor, dengan cara memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara memperoleh laba maksimum. Kinerja (performance) suatu perusahaan dapat mengungguli perusahaan lain dengan mengimplementasikan strategi yang berbeda. Sasaran keunggulan biaya adalah menjadi pemimpin biaya dalam industri. Bila perusahaan sudah bisa membangun posisi kepemimpinan biaya, perusahaan dapat menggunakan keunggulannya itu untuk mengalahkan kompetitornya melalui persaingan harga. Di era industri 4.0 sekarang ini, 1



dan mengingat besarnya tantangan yang akan dihadapi dimana kompetitor dari berbagai negara dengan beragam produk subsitusi yang sangat menarik dan kompetitif, untuk bisa survive perusahaan dituntut untuk menyesuaikan produknya dengan membangun posisi kepemimpinan biaya sebagai basis strategi bisnisnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pengusaha adalah dengan meminimalkan beban pajak dalam batas yang tidak melanggar aturan, karena pajak merupakan salah satu faktor pengurang laba. Besarnya pajak, seperti kita ketahui, tergantung pada besarnya penghasilan. Semakin besar penghasilan, semakin besar pula pajak yang terutang. Oleh karena itu perusahaan membutuhkan perencanaan pajak atau tax planning yang tepat agar perusahaan membayar pajak dengan efisien. Tax planning adalah suatu alat dan suatu tahap awal dari manajemen perpajakan (tax management). Secara definitif tax management memiliki ruang lingkup yang lebih luas dari sekedar tax planning. Sebagai tax management, pastilah hal itu tidak terlepas dari konsep manajemen secara umum yang merupakan upaya-upaya sistematis yang meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengendalian (controlling). Semua fungsi manajemen tersebut tercakup dalam tax management. Dengan kata lain, manajemen perpajakan merupakan segenap upaya untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi manajemen agar pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan berjalan efisien dan efektif. 2.1. Perencanaan Pajak dan Manajemen Pajak - Pengertian manajemen perpajakan (tax management)dan tax planning Manajemen perpajakan adalah upaya menyeluruh yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi maupun badan usaha melalui proses perencanaan, pelaksanaan (implementasi) dan pengendalian kewajiban dan hak perpajakannya, agar hal-hal yang berhubungan dengan perpajakan dari orang pribadi, perusahaan, atau organisasi tersebut dapat dikelola dengan baik, efisien, dan efektif, sehingga dapat memberikan kontribusi maksimum bagi perusahaan dalam artian peningkatan laba atau penghasilan. Sedangkan tax planning adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak orang pribadi maupun badan usaha sedemikiana rupa dengan memanfaatkan berbagai celah kemungkinan yang dapat ditempuh oleh perusahaan dalam koridor ketentuan peraturan perpajakan (loopholes), agar perusahaan dapat membayar pajak dalam jumlah minimum. Fungsi-fungsi manajemen perpajakan a. Tax Planning



2



Tax planning secara ringkas merupakan usaha yang mencakup perencanaan perpajakan agar pajak yang dibayar oleh perusahaan benar-benar efisien. Dalam konsep akuntansi, tax planning merupakan serangkaian strategi untuk mengatur akuntansi dan keuangan perusahaan untuk meminimalkan kewajiban perpajakan dengan cara yang tidak melanggar peraturan perpajakan (in legal way). Tujuan utama tax planning adalah mencari berbagai celah yang dapat ditempuh dalam koridor peraturan perpajakan (loopholes), agar perusahaan dapat membayar pajak dalam jumlah minimal. Dalam tax planning ada tiga macam cara yang dapat dilakukan wajib pajak untuk menekan jumlah beban pajaknya, yakni. 1) Tax avoidance(Penghindaran Pajak) Tax avoidance adalah strategi dan teknik penghindaran pajak dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Metode dan teknik yang digunakan adalah dengan memanfaatkan kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan perpajakan itu sendiri. 2) Tax evasion(Penyelundupan Pajak)



Tax evasion adalah kebalikan dari tax avoidance, strategi dan teknik penghindaran pajak dilakukan secara ilegal dan tidak aman bagi wajib pajak, dan cara penyelundupan pajak ini bertentangan dengan ketentuan perpajakan, karena metode dan teknik yang digunakan tidak berada dalam koridor undang-undang dan peraturan perpajakan. Cara yang ditempuh beresiko tinggi dan berpotensi dikenakannya sanksi pelanggaran hukum atau tindak pidana fiskal atau kriminal. Oleh sebab itu, seorang tax planner yang baik tidak direkomendasikan tax evasion. 3) Tax saving(Penghematan Pajak)



Tax saving merupakan suatu tindakan penghematan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tanpa bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Tax planning dapat ditetepkan ketika wajib pajak akan memulai kegiatan usahanya sampai penutupan usahanya, jika benar benar terjadi. Tax planning dimulai pada saat akan mendirikan perusahaan (pemilihan bentuk usaha, pemilihan metode pembukuan, pemilihan lokasi usaha) ; saat menjalankan usaha (pemilihan transaksi transaksi yang akan dilakukan dalam kegiatan operasionalnya, pemilihan metode akuntansi dan perpajakan, tanggungjawab 3



kepada



stakeholders);



saat



akan



menutup



usaha



(restrukturisasi



usaha/perusahaan, likuidasi, mergerm pemekaran dan sebagainya). b. Tax Administration/Tax Compliance Tax administration/tax compliance mencakup usaha-usaha untuk memenuhi kewajiban administrasi perpajakan dengan cara menghitung pajak secara benar, sesuai dengan ketentuan perpajakan, kepatuhan dalam membayar dan melaporkan tepat waktu sesuai deadline pembayaran dan pelaporan pajak yang telah ditetapkan c. Tax Audit Tax audit mencakup strategi dalam menangani pemeriksaan pajak, menanggapi hasil pemeriksaan pajak maupun strategi dalam mengajukan surat keberatan atau surat banding d. Other Tax Matters Masalah yang mencakup fungsi-fungsi lain yang berkaitan dengan perpajakan, seperti



mengkomunikasikan



ketentuan-ketentuan



sistem



dan



prosedur



perpajakan kepada pihak-pihak atau bagian-bagian lain dalam perusahaan, seperti penerbitan faktur penjualan standar yang berhubungan dengan PPN, pemotongan withholding tax (PPh pasal 23/26) yang berkaitan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, dan jasa profesi serta objek withholding tax lainnya, juga termasuk pelatihan bagi staf yang berkaitan dengan masalah perpajakan dan sebagainya. 2.2. Tujuan, Persyaratan, Faktor- Faktor dan Tahapan-Tahapan dalam Melakukan Manajemen Pajak - Tujuan Tujuan umum manajemen pajak agar hal-hal yang berhubungan dengan perpajakan dari orang pribadi, perusahaan, atau organisasi tersebut dapat dikelola dengan baik, efisien, dan efektif, sehingga dapat memberikan kotribusi maksimum bagi perusahaan dalam artian peningkatan laba atau penghasilan. Tujuan pokok yang ingin dicapai dari manajemen pajak/perencanaan pajak yang baik adalah : a. Meminimalisasi beban pajak yang terutang. Tindakan yang harus diambil dalam rangka perencanaan pajak tersebut berupa usaha-usaha mengefisiensikan beban pajak yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar peraturan perpajakan. b. Memaksimalkan laba setelah pajak c. Meminimalkan terjadinya kejutan pajak (tax surprise) jika terjadi pemeriksaan pajak oleh fiskus 4



d. Memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar, efisien, dan efektif, sesuai dengan ketentuan perpajakan, yang antara lain meliputi: 1.) Mematuhi segala ketentuan administratif, sehingga terhindar dari pengenaan sanksi, baik sanksi administratif maupun pidana, seperti bunga, kenaikan, denda, dan hukum kurungan, atau penjara. 2.) Melaksanakan secara efektif segala ketentuan undang-undang perpajakan yang terkait dengan pelaksanaan pemasaran, pembelian, dan fungsi keuangan, seperti pemotongan dan pemungutan pajak (PPh pasal 21, pasal 22, dan pasal 23) - Persyaratan Persyaratan dalam manajamen pajak atau tax planning yang baik yaitu  Tidak melanggar ketentuan perpajakan. Jadi rekayasa perpajakan yang di desain dan diimplementasikan bukan merupakan tax evasion.  Secara bisnis masuk akal (reasonable). Kewajaran melakukan transaksi bisnis



harus berpegang pada praktik dagang yang sehat dan menggunakan standard arm’s lenght price, atau harga pasar yang wajar, yakni tingkat harga antara pembeli dan penjual yang independen, bebas melakukan transaksi.  Didukung oleh bukti bukti pendukung yang memadai (misalnya kontrak, invoice, faktur pajak, PO dan DO). Kebenaran formal dan materiil suatu transaksi keuangan perusahaan dapat dibuktikan melalui bukti pendukung. Melalui persyaratan tersebut, agar dapat terpenuhi dibuatkan perangkat yaitu.  Pemahaman ketentuan perpajakan. Manajemen perpajakan atau tax planning



ini harus dikaitkan dengan kondisi tax administration setempat. Bukan hanya pada Undang-undang, tetapi juga peraturan pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan, Keputusan Pengadilan Pajak, Keputusan Dirjen, Surat Edaran, bahkan ada pada surat menyurat kepada individu. Untuk sifatnya pajak daerah/lokal berarti harus paham juga ketentuan umum pajak daerah. Tax planner harus selalu up to date semacam continuing profesional education.  Pengadministrasian/dokumentasi yang baik. Dengan persyaratan pembukuan, penyelenggaraan pembukuan yang baik dan lengkap juga merupakan suatu persyaratan untuk pengorganisasian suatu tax management yang baik.  Menjaga hubungan dan komunikasi yang baik. Menjaga hubungan baik dengan fiskus perlu dilakukan. Apalagi di negara berkembang, pendekatan secara personal menentukan karena kita bisa mendapatkan keterbukaan informasi. Selain itu kepada manajemen internal juga penting. 5



 Komunikasi dengan kepala divisi/bagian. Seorang tax manager harus



mengkomunikasikan ketentuan/prosedur perpajakan yang terkini pada bagian bagian perusahaan. Masing masing bagian diberikan suatu perangkat manual tax plan yang hanya berkenaan dengan fungsi/aktivitas mereka masing masing, supaya tidak menyimpang dalam pelaksanaannya.  Komunikasi dengan Top Management dan Asosiasi dalam melaksanakan



tax plan tersebut. Dibutuhkan dukungan yang kuat dari top management. Kebijakan perpajakan yang diambil adalah juga merupakan bagian kebijakan perusahaan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh segenap jajaran manajemen mulai dari top management hingga lower management karena ini berdampak pada pencapaian kinerja perusahaan yakni net profit after tax.  Komunikasi dengan konsultan pajak. Fungsi konsultan pajak adalah sebagai penyuluh dan sebagai jembatan antara Wajib Pajak dengan fiskus, serta sebagai kuasa wajib pajak di Pengadilan Pajak. Memilih konsultan pajak, kita harus tahu kualifikasi mereka dan pengalaman kesuksesan dalam menangani kasus kasus serupa agar pelaksanaan berjalan dengan baik.  Implementasi perencanaan pajak. Dalam melakukan perencanaan pajak itu



tidak ada suatu tax plan yang berlaku secara permanen. Keahlian seorang tax planner hanya akan didapat bila secara kontinyu mempelajari dan mendalami masalah masalahnya serta melakukan penilitian, karena perencanaan pajak itu merupakan hasil penelitian yang didesain untuk suatu kejadian atau transaksi transaksi yang akan terjadi. Dalam mendalami masalah tersebut, seorang tax planner harus membuat pemetaan masalah (mapping) dengan mengusahakan agar diperoleh data sebanyak mungkin yang relevan dengan permasalahan tersebut untuk selanjutnya diteliti fakta yang relevan, kemudian disusun tax planning nya. - Faktor-faktor Faktor-faktor dalam melakukan manajemen pajak pada umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu: 1. Kebijakan Perpajakan Kebijakan perpajakan (tax policy) merupakan salah satu unsur yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak, terdapat faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak. - Jenis pajak yang akan dipungut a. Pajak Penghasilan Badan dan Orang Pribadi b. Pajak atas keuntungan modal (capital gains) 6



c. Witholding tax atas gaji, dividen, sewa, bunga, royalti dan lain-lain



d. e. f. g. h.



Pajak atas impor ekspor dan bea masuk Pajak atas undian/hadiah Bea materai Capital transfer taxes/transfer duties Lisensi usaha dan pajak perdagangan lainnya



Setiap kewajiban jenis pajak harus dibayar di mana masing-masing jenis pajak tersebut mempunyai sifat perlakuan pajak sendiri-sendiri. Misalnya, bea masuk dianggap sebagai biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak atau bisa dimintakan restitusi apabila kita melakukan eskpor barang (output), sedangkan Pajak Penghasilan adalah pajak atas laba atau penghasilan kena pajak yang dapat mengurangi besarnya penghasilan bersih setelah pajak. - Subjek Pajak Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan pemisahan antara badan usaha dengan pribadi pemiliknya (pemegang saham) yang akan menimbulkan pajak ganda. Adanya perbedaan perlakuan perpajakan atas pembayaran dividen badan usaha kepada pemegang saham perorangan dan kepada pemegang saham berbentuk badan usaha menyebabkan timbulnya usaha untuk merencanakan pajak dengan baik agar beban pajak perusahaan tersebut rendah. Selain itu, menunda pembayaran dividen dengan cara meningkatkan jumlah laba yang ditahan (retained earning) bagi perusahaan akan menimbulkan penundaan pembayaran pajak. - Objek Pajak Perlakuan perpajakan yang berbeda pada objek pajak yang secara ekonomis hakikatnya sama, akan menimbulkan usaha perencanaan pajak agar beban pajaknya menjadi rendah. Sebagai contoh, transaksi modal perseroan atas dividen dan keuntungan modal; di mana atas pembayaran dividen kepada pemegang saham perorangan diterapkan tarif progressif Pasal17 UndangUndang Pajak Penghasilan, sedangkan keuntungan modal dikenakan pajak dengan tarif tetap sebesar 0,1 persen atau 0,6 persen dari jumlah bruto nilai penjualan saham. - Tarif Pajak Penerapan scheduler taxation tarif di Indonesia menyebabkan seorang perencana pajak merencanakan perpajakan dengan tarif pajak yang serendah mungkin. 7



- Prosedur Pembayaran Pajak Prosedur pembayaran pajak dengan sistem self-assessment dan sistem pembayaran mengharuskan perencana pajak untuk merencanakan pajaknya dengan baik. Di Indonesia saat ini, sistem pemungutan withholding tax penerapannya semakin meningkat. Hal ini mengganggu arus kas perusahaan serta mengakibatkan kelebihan pembayaran atas pemungutan pendahuluan perpajakan tersebut. 2. Undang-undang Perpajakan



Pelaksanaan



kegiatan



perpajakan



selain



diikuti



oleh



undang-undang



perpajakan, dapat juga diikuti oleh undang-undang yang lain seperti Peraturan Pemerintah,



Keputusan Presiden, Keputusan Menteri



Keuangan dan



Keputusan Dirjen Pajak. Tidak jarang pelaksanaan kegiatan perpajakan yang menggunakan undang-undang selain undang-undang perpajakan bertentangan dengan undang-undang perpajakan itu sendiri. Hal ini dapat menjadi celah bagi Wajib Pajak dalam menganalisis perencanaan pajak. 3. Administrasi Perpajakan Sebagai negara berkembang dengan wilayah yang luas dan jumlah penduduknya yang banyak, Indonesia masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakan secara memadai. Kesulitan-kesulitan tersebut



mendorong



perusahaan



dan



perencanaan



keuangan



untuk



merencanakan keuangan dengan baik. Ini dikarenakan terdapat perbedaan penafsiran antara Wajib Pajak dengan fiskus. Selain faktor-faktor di atas, faktor-faktor/motivasi perencanaan pajak menurut T.N. Srinivasan,”Tax Evasion: A Model”, dalam Journal of Public Economics, 1973: 339 – 346) adalah sebagai berikut. 1. Tingkat kerumitan suatu peraturan (Complexity Of Rule)



Kecendrungan Wajib Pajak untuk menghindari kredit pajak semakin tinggi jika tingkat kerumitan suatu peraturan juga semakin tinggi. 2. Besarnya pajak yang dibayar (Tax required to pay)



Kecendrungan Wajib Pajak untuk menghindari kredit pajak semakin tinggi jika besarnya pajak yang dibayar juga semakin tinggi 3. Biaya yang dinegoisasi (Cost of bribe) Kecendrungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran semakin kecil jika biaya negoisasi semakin besar 4. Risiko deteksi (Probability of detection) Kecendrungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran semakin besar jika risiko deteksi semakin rendah. 8



5. Besarnya denda (size of penalty) Kecendrungan Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran semakin besar jika sanksi perpajakan semakin berat. 6. Moral masyarakat



Moral masyarakat akan menentukan sikap Wajib Pajak dalam mematuhi pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakannya - Tahap-tahapan Agar tax plan sesuai harapan, Barry Spitz (1983: 86) mengemukakan tahap-tahapan yang harus ditempuh, yakni : 1) Analysis of the existing data base (melakukan analisis data base yang ada)



merupakan



analisis



terhadap



komponen-komponen



yang



berbeda



pengakuannya antara komersial dan fiskal, dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung perusahaan. Analisis ini dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen pajak, baik secara sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang nantinya akan dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling efisien. Data base yang harus dianalisis antara lain meliputi : - Apakah terdapat kejanggalan atau komponen-komponen yang berbeda : a. Dalam pembayaran dan pelaporan pajak bulanan PPh Pasal 21, PPh Badan, dan PPN b. Dalam pemotongan dan pelaporan pajak bulanan (PPh pasal 23/26), PPh pasal 4 (2) c. Dalam SPT tahunan PPh Pasal 21 dan PPh Badan, dengan senantiasa mengkaitkannya



atau



merekonsiliasikannya



dengan



pembukuan



perusahaan - Analisis implikasi fiskal atas suatu proyek yang sedang ditangani atau yang akan datang 2) Design of one or more possible tax plans (membuat satu model atau lebih rencana besarnya pajak). Setelah melakukan tahapan pertama, harus dibuat beberapa model perencanaan pajak yang akan dilakukan. Pembuatan modelmodel perencanaan pajak tersebut dimaksudkan sebagai alternatif untuk menentukan tax plan mana yang applicable dan paling efisien dan efektif untuk diimplementasikan. Contoh : 1. Pemilihan bentuk usaha. Pada saat seorang investor akan memulai suatu usaha, dia akan memilih bentuk usaha apa saja yang bisa memberikan hasil



9



akhir (net profit after tax) yang lebih besar buat dia, apakah perseroan terbatas (PT), usaha perorangan, atau firma/CV. 2. Bagi badan usaha yang telah go international atau perusahaan multinasional, treaty shopping dapat dilakukan oleh para pengusaha dengan memanfaatkan tarif pajak dan fasilitas perpajakan yang terdapat dalam berbagai tax treaty yang telah disetujui oleh masing-masing kepala negara, yang lebih menguntungkan mereka. 3) Evaluating a tax plan (melakukan evaluasi atas perencanaan pajak). Tahap



evaluasi yang sekaligus merupakan tahap pengendalian pajak ini merupakan langkah akhir dalam manajemen pajak. Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material. Pengendalian pajak dapat dilakukan melalui penelaahan pajak (tax review). Dengan memperhatikan contoh di atas, pengendalian pajak dapat dilakukan sebagai berikut : a. Melakukan review atas pengkreditan Pajak Masukan, apakah Faktur Pajak yang diterima memenuhi syarat sebagai Faktur Pajak Standar. b. Melakukan review apakah faktur pajak telah dibuat dan dilaporkan tepat waktu. c. Melakukan review apakah retur yang telah dicatat dan dilaporkan telah benar, baik secara formal maupun materi. Dalam



tahap



evaluasi



perencanaan



pajak,



kita



misalnya,



dapat



mengimplementasikan program Tax Diagnostic Review (TDR), semacam program untuk menangani kepatuhan wajib pajak yang dapat disusun sendiri oleh tax manager atau tax consultant dari masing- masing perusahaan. Setelah menetapkan alternatif mana yang akan digunakan, perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil yang akan diperoleh dari suatu perencanaan pajak. Tujuan dilakukannya TDR adalah : a. Untuk mengetahui sejauh mana unit bisnis memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. b. Meminimalisasi terjadinya transaksi yang dapat menimbulkan risiko perpajakan. Satu hal yang harus diperhatikan adalah adanya kemungkinan fiskus tidak setuju dengan biaya-biaya yang dapat dikurangkan (deductible items) sehingga nantinya akan merugikan perusahaan. 10



c. Meminimalisasi sanksi perpajakan yang diakibatkan kesalahan pencatatan yang dilkaukan oleh unit bisnis dan kemudian memperbaikinya. d. Agar unit bisnis tidak melakukan kesalahan yang sama pada waktu yang akan datang e. Mempersiapkan unit bisnis dalam menghadapi pemeriksaan yang dilakukan fiskus. 4) Debugging the tax plan (mencari kelemahan dan memperbaiki kembali



rencana pajak). Dalam konsep manajemen, pengawasan atau pengendalian (controlling) dapat dilakukan dengan dua cara, pengawasan preventif dan pengawasan represif. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (tax plan) adalah bentuk pengawasan refresif. Perencanaan pajak yang telah diimplementasikan harus dimonitor dan direview terus dan dicari kelemahan dan kekurangannya. Terkadang ada hal yang menyebabkan suatu rencana pajak memiliki kekurangan, baik yang disebabkan adanya perubahan peraturan perpajakan atau faktor lainnya, sehingga rencana pajak tersebut harus dikaji ulang dan bila ditemukan kelemahan harus segera dimodifikasi untuk keberhasilan tax plan tersebut agar rencana dan tindakan dapat dilakukan tepat waktu. Penambahan biaya yang terjadi akibat adanya perubahan rencana pajak harus dilihat dari perspektif ekonomi, yakni bahwa benefit yang diperoleh harus lebih besar dari cost yang dikeluarkan, atau kita bersikap konservatif selama masih diperoleh penghematan pajak yang lebih besar dengan mengantisipasi kerugian yang akan timbul pada tingkat kerugian yang minimum. 5) Updating the tax plan (Memutakhirkan rencana pajak). Dalam melaksanakan



perencanaan pajak, perlu diproyeksikan perubahan yang terjadi saat ini dan yang akan datang dalam tax plan. Tax plan tersebut harus terus dimutakhirkan sesuai dengan ketentuan terkini, sehingga akibat yang merugikan dari adanya perubahan dan perkembangan tersebut dapat sedini mungkin diantisipasi. Dengan pemutakhiran, diharapkan perencanaan pajak yang sedang berjalan tidak akan mengalami hambatan yang berarti. Sebagai bagian dari pemutakhiran tax plan tindakan



dapat



tersebut, pengembangan rencana atau perangkat



dilakukan,



misalnya



dengan



mengadakan



atau



mengintegrasikan sistem informasi (information system) yang memadai, dalam kaitannya dengan penyampaiannya tax plan kepada petugas yang memonitor implementasi tax plan tersebut dan juga keefektifan pengendalian pajak 11



penghasilan dan pajak-pajak lainnya yang terkait dengan masalah-masalah perpajakan yang dicantumkan dalam setiap kontrak bisnis, sehingga tidak terjadi pelanggaran ketentuan perpajakan. Langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan dalam perencanaan pajak Agar tax plan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, langkah praktis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Mengusahakan agar terdapat penghasilan yang stabil untuk menghindari



pengenaan pajak dari kelas penghasilan yang tarifnya tinggi (top rate brackets). 2) Mempercepat atau menunda beberapa penghasilan dan biaya-biaya untuk memperoleh keuntungan dari kemungkinan perubahan tarif pajak yang tinggi atau rendah, seperti penangguhan pengenaan PPN, PPN yang ditanggung pemerintah, dan seterusnya. 3) Menyebarkan penghasilan menjadi penghasilan dari beberapa wajib pajak, seperti pembentukan kelompok perusahaan. 4) Menyebarkan penghasilan menjadi penghasilan beberapa tahun untuk mencegah penghasilan tersebut termasuk kedalam kelas penghasilan yang tarifnya tinggi, dan tunda pembayaran pajaknya dengan penjualan cicilan, kredit, dan seterusnya. 5) Mentransformasikan penghasilan biasa menjadi capital gain jangka panjang 6) Mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai pengecualian dari potongan-potongan 7) Mempergunakan uang dari hasil pembebasan pengenaan pajak untuk keperluan perluasan perusahaan yang mendapatkan kemudahan. 8) Memilih bentuk usaha yang terbaik untuk operasional usaha. 9) Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha yang sedemikian rupa sehingga dapat diatur secara keseluruhan penggunanaa tarif pajak, potensi penghasilan, kerugian-kerugian, dan aset yang dapat dihapus (Harnanto, 1994) 2.3. Tax Avoidance dan Tax Evasion - Tax Avoidance Tax avoidance adalah upaya mengefisiensikan beban pajak dengan cara menghindari pengenaan pajak dengan mengarahkannya pada transaksi yang bukan objek pajak. Tax avoidance merupakan strategi dan teknik penghindaran pajak dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Metoda yang digunakan dengan memanfaatkan kelemahan yang terdapat dalam undang undang dan peraturan perpajakan. 12



Contoh : pada jenis perusahaan yang PPh badannya tidak dikenakan secara final, untuk mengefisiensikan PPh pasal 21 karyawan, dapat dilakukan dengan cara memberikan semaksimal mungkin kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura, mengingat pemberian natura pada perusahaan yang tidak terkena PPh final bukan merupakan objek PPh pasal 21. Misal pada saat perusahaan dalam kondisi rugi secara fiskal, atau memiliki kompensasi kerugian fiskal dalam jumlah yang relatif besar di tahun-tahun sebelumnya. - Tax Evasion Tax evasion adalah upaya wajib menghindari pajak terutang secara ilegal dengan cara menyembunyikan keadaan yang sebenarnya, namun tidak aman bagi wajib pajak, karena metode yang digunakan sebenarnya tidak pada cakupan Undangundang dan Peraturan Perpajakan itu sendiri. Tax evasion merupakan kebalikan tax avoidance. Cara yang ditempuh berisiko tinggi dan berpotensi dikenakan sanksi pelanggaran hukum/tindak pidana fiskal atau kriminal. Ada enam cara pengelakan pajak yang biasa dilakukan yaitu. 1. Penggeseran pajak (tax shifting). Pemindahan atau mentransfer beban pajak



dari subjek pajak kepada pihak lain, dengan demikian orang atau beban yang dikenakan pajak mungkin sekali tindak menanggungnya. Ada dua jenis penggeseran pajak yang sering dilakukan dalam pengelakan pajak yaitu.  Penggeseran pajak ke depan (forward shifting). Penggeseran ini terjadi apabila pabrikan mentransfer beban pajaknya kepada penyalur utama, pedagang besar dan akhirnya kepada konsumen. Misalnya PPN yang mengakibatkan kenaikan harga sebesar PPN yang dikenakan.  Penggeseran pajak ke belakang (backward shifting). Penggeseran ini terjadi bilamana beban pajak ditransfer dari konsumen atau pembeli melalui faktor distribusi kepada pabrikan. Penggeseran ini mengakibatkan pemotongan harga jual sebesar pajak yang dikenakan kepadanya. 2. Kapitalisasi (capitalization). Pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah pajak yang akan dibayarkan kemudian oleh pembeli. Kapitalisasi ini sering terjadi jika pembeli harga tetap seperti tanah atau gedung dibebani pajak balik nama, agar beban pajak tidak menjadi tanggungan pembeli maka beban pajak dialihkan kepada penjual. Maka harga beli harta menjadi berkurang. Kapitalisasi ini bisa disebut pengalihan pajak ke belakang. 3. Transformasi (transformastion). Merupakan cara pengelakan pajak dilakukan



oleh pabrikan dengan cara menanggung beban pajak yang dikenakan 13



terhadapnya. Cara ini biasanya dilakukan produsen sehingga kenaikan harga jual tidak menurunkan pangsa pasarnya supaya keuntungan perusahan tidak berkurang maka beban pajak yang seharusnya dapat ditransfer kepada konsumen dapat dikompesasikan dengan meningkatkan efisiensi perusahaan. Pengelakan pajak terjadi dengan mengubah pajak (transformasi) ke dalam keuntungan yang diperoleh melalui efisiensi produksi. 4. Penyelundupan pajak (tax evasion) 5. Penghindaran pajak (tax avoidance) 6. Pengecualian pajak (tax exemption) adalah pengecualian pengenaan pajak yang diberikan kepada perorangan atau badan berdasarkan Undang-undang Pajak. Ada beberapa pengecualian pengenaan pajak yang diberikan oleh Pemerintah sekarang misalnya.  PPh Pasar 21 ditanggung Pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2009 tentang PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Atas Penghasilan Pekerja pada Kategori Usaha Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan MenterI Keuangan Nomor 49/PMK.03/2009.  Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 Tahun 2001 yang diubah ketiga kalinya



dengan PP No. 07 Tahun 2007 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari Pengenaan Pakak Pertambahan Nilai.  Pasal 3 Undang-undang PNN No. 12 Tahun 1985 yang diubah dengan UU PBB No 12 Tahun 1994 Tentang Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi Bangunan adalah objek pajak yang. a. Digunakan semata mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu, merupakan hutan lindung, hitung suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hal, c. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asa perlakuan timbal balik, d. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.



14



Selain karena adanya suatu kesengajaan untuk mengurangi atau tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, wajib pajak juga sering bertindak lalai dan baru disadari belakangan setelah ada pemeriksaan fiskus. Kelalaian memenuhi kewajiban pajak yang harus dilakukan oleh wajib pajak tidak saja terbatas pada kecurangan dan penggelapan dalam segala bentuknya, namun menurut Oliver Oldman kelalaian wajib pajak juga meliputi dalam hal. 1. Ketidaktahuan (ignorance), yakni wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan



adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut. 2. Kesalahan (error), yakni wajib pajak paham dan mengeri mengenai ketentuan



peraturan perundang-udangan perpajakan tapi salah dalam menghitung datanya. 3. Kesalahpahaman (misunderstanding), yakni wajib pajak salah menafsirkan ketentuan pertaturan perundang-undangan perpajakan. 4. Kealpaan (negliance), yakni wajib pajak alpa untuk menyimpan buku beserta bukti buktinya secara lengkap. Contoh tindakan yang termasuk kategori di atas adalah salah dalam pengisian SPT, tidak menyampaikan SPT tepat waktu, tidak membayar pajak terutang tepat waktu, membayar dengan cek kosong pada kewajiban pajaknya. 2.4. Aspek Legalitas dalam Manajemen Pajak Untuk menentukan legalitas tax management / tax planning yang didesain, apakah legal (tax avoidance) atau ilegal (tax evasion), maka rambu rambu yang dapat dipakai adalah ketentuan pidana pasal 38, 39, 41, 41A, 41B dan 43 Undang-undang KUP No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU KUP No. 7 Tahun 2007. (Terlampir) 2.5. Anti Tax Avoidance Dalam menghadapi permasalahan tax avoidance, umumnya negara menerbitkan ketentuan pencegahan penghindaran pajak yang diatur dalam peraturan perundangundangan perpajakan:  Spesific Anti Avoidance Rule (SAAR), yaitu ketentuan anti penghindaran pajak atas transaksi seperti : transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping dan 



controlled foreign corporation (CFC). General Anti Avoidance Rule (GAAR), yaitu ketentuan anti penghindaran pajak untuk transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang bertujuan untuk penghindaran pajak atau untuk transaksi yang tidak memiliki substansi bisnis. 15



Di banyak negara seperti Israel dan Kanada telah memuat ketentuan mengenai praktik unacceptable tax avoidance atau aggressive tax planning yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Ini disebabkan karena tax planning yang dilakukan oleh Wajib Pajak sudah semakin offensive, yaitu dengan membuat suatu transaksi semu yang pada dasarnya tidak ada tujuan bisnis atau membuat suatu usaha di negara-negara yang diketagorikan sebagai tax haven country. Negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, membuat aturan dan kebijakan yang mengatur anti penghindaran pajak. 1. Anti Thin Capitalization



Ketentuan anti thincapitalization merupakan upaya wajib pajak mengurangi beban pajak dengan cara memperbesar pinjaman, agar dapat membebankan biaya bunga dan mengecilkan laba. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 18 ayat 1 UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.03/2015 yang mengatur Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak penghasilan (Debtto Equity Ratio). 2. Controlled Foreign Corporation (CFC) Rules Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 18 Ayat 2 UU PPh yang memuat aturan mengenai kewenangan Menteri Keuangan menetapkan saat diperolehnya dividen oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada Badan Usaha di luar negeri yang tidak menjual saham di bursa efek paling rendah 50%. 3. Transfer Pricing



Ketentuan mengenai Transfer Pricing diatur dalam Pasal 18 Ayat 3 UU PPh. Dalam pasal ini mengatur kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk menentukan kembali besaran penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besar Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa. 4. Anti-treaty Shopping



Ketentuan mengenai anti treatyshopping diatur dalam PER-25/PJ/2010 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. 5. Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha



PER-32/PJ/2011 mengatur tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa.



16



Ketentuan pertama hingga keempat merupakan Specific Anti AvoidanceRule (SAAR), yaitu ketentuan anti penghindaran pajak atas transaksi. Sedangkan ketentuan kelima merupakan General Anti AvoidanceRule (GAAR), yaitu ketentuan pajak yang semata-mata dilakukan wajib pajak untuk tujuan penghindaran pajak atau transaksi yang tidak memiliki substansi bisnis. Ketentuan anti tax avoidance di atas diatur secara jelas dan rinci dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, baik ketentuan formal terkait dengan sanksi, dan ketentuan materialnya. Tujuan diberlakukannya ketentuan di atas untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak maupun Pemerintah agar tidak semakin merugikan penerimaan negara. Martatilova dalam tesisnya yang berjudul Tinjauan Yuridis Mengenai Peraturan Anti Penghindaran Pajak (Anti Avoidance Rule) Menurut Peraturan PerundangUndangan Perpajakan di Indonesia menyimpulkan bahwa Peraturan Anti Penghindaran Pajak (Anti Avoidance Rule) yang dimiliki Indonesia saat ini belum mampu menyelesaikan masalah penghindaran pajak karena ketiadaan ketentuan mengenai Peraturan Umum Anti Penghindaran Pajak atau General Anti Avoidance Rule (GAAR). Pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam mengatasi permasalahan penghindaran pajak (tax avoidance) di Indonesia yaitu dengan adanya pasal-pasal yang bertujuan sebagai anti-tax avoidance dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), namun ketentuan ini berlaku sebagai Peraturan Khusus Anti Penghindaran Pajak atau Specific Anti Avoidance Rule (SAAR) yang hanya dapat diterapkan pada transaksi tertentu yang spesifik. Hingga saat ini, pemerintah belum mengeluarkan ketentuan yang mengatur mengenai Peraturan Umum Anti Penghindaran Pajak atau General Anti Avoidance Rule (GAAR) sehingga belum dapat mengantisipasi praktik penghindaran pajak yang belum diatur dalam ketentuan yang bersifat khusus. Padahal, dari tahun ke tahun timbul kecenderungan adanya praktik penghindaran pajak yang semakin sulit dan canggih untuk dideteksi dan ditangkal oleh Peraturan Khusus Anti Penghindaran Pajak. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang menghasilkan kajian preskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa Indonesia perlu membuat peraturan yang khusus mengatur mengenai Peraturan Umum Anti Penghindaran Pajak atau General Anti Avoidance Rule 17



(GAAR), yang memberikan definisi mengenai tax avoidance, acceptable tax avoidance, unacceptable tax avoidance, dan tax evasion, juga mengatur mengenai tahap-tahap atau metode yang harus dilakukan oleh otoritas pajak dalam memeriksa suatu kasus penghindaran pajak dan/atau sebelum melakukan penyesuaian atas suatu transaksi yang diduga merupakan penghindaran pajak. 3.



Penutup Manajemen perpajakan adalah suatu strategi manajemen untuk mengendalikan, merencanakan, dan mengorganisasikan aspek-aspek perpajakan dari sisi yang dapat meguntungkan nilai bisnis perusahaan dengan tetap melaksanakan kewajiban perpajakan secara peraturan dan perundang-undangan. Sehingga dengan adanya perencanaan pajak yang didukung suatu konsep manajemen pajak yang jelas, diharapkan dapat mengoptimalkan tingkat likuiditas perusahaan. Tax avoidance dan Tax Savings merupakan strategi dan teknik penghindaran pajak dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Sementara itu, Tax evasion adalah



upaya wajib menghindari pajak



terutang secara ilegal dengan cara menyembunyikan keadaan yang sebenarnya, namun tidak aman bagi wajib pajak, karena metode yang digunakan sebenarnya tidak pada cakupan Undang-undang dan Peraturan Perpajakan. Peraturan Anti Penghindaran Pajak (Anti Avoidance Rule) yang dimiliki Indonesia saat ini belum mampu menyelesaikan masalah penghindaran pajak karena ketiadaan ketentuan mengenai Peraturan Umum Anti Penghindaran Pajak. Ketentuan saat ini yang berlaku sebagai Peraturan Khusus Anti Penghindaran Pajak atau Specific Anti Avoidance Rule (SAAR) yang hanya dapat diterapkan pada transaksi tertentu yang spesifik



18



DAFTAR REFERENSI Drs. Chairil Anwar Pohan, M. S., MBA. 2013. MANAJEMEN PERPAJAKAN Strategi Perencanaan Pajak dan Bisnis. Edisi Revisi ed. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. https://economia.icaew.com/features/january-2019/eu-anti-tax-avoidance-measures-qa diakses pada 29/08/2019 https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/5-ketentuan-anti-tax-avoidance/ diakses pada 29/08/2019 Martatilova, L. P. A. "Tinjauan Yuridis Mengenai Peraturan Anti Penghindaran Pajak (Anti Avoidance Rule) menurut Peraturan Perundang-undangan perpajakan di Indonesia", Universitas Indonesia. Suandy, E. 2016. Perencanaan Pajak. 6 ed. Jakarta Selatan: Salemba Empat.



19