Makalah Konsep KGD [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Apdal
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT



DOSEN PENGAMPU : Ns.DEWI MASYITAH S.Kep.,M.Kep,Sp.Kep.MB DI SUSUN OLEH : DIAN APDAL NIM : PO71201180007



POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN T.A 2019/2020



KATA PENGANTAR             Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Konsep KGD.             Penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat Semester V. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam penulisan makalah ini. Walaupun makalah ini belum sempurna tetapi penulis merasa bangga terhadap hasil yang dicapai. Mudah-mudahan makalah sederhana ini bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya. Kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.



Jambi,10 Agustus 2020



Dian Apdal



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i KATA PENGANTAR............................................................................................... ii DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii BAB I  PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang................................................................................................... 3 1.2  Rumusan Masalah............................................................................................... 3 1.3  Tujuan................................................................................................................... 3 BAB 2  PEMBAHASAN 2.1  Konsep KGD………….........................................................................................6 2.2  Peran dan fungsi perawat Gawat Darurat………….………………………..12 2.3 Aspek Legal dalam KGD…………………………………………………….….13 2.4 Pengkajian Primer dan Sekunder………………………………………….…14 2.5 Sistem Pelayanan Gawat Darurat……………………………………………...16 2.6 Sistem Penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT )…………………..26 BAB 3  PENUTUP 3.1  Kesimpulan..............................................................................................................29 3.2 Saran…………………………………………………………………….…….…...29 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..…...………30



BAB I PENDAHULUAN 1.1   LATAR BELAKANG Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis, psikologis, dan sosial klien baik aktual yang timbul secara bertahap maupun mendadak (Dep.Kes RI, 2005). Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan pengkajian primer meliputi : A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai control servikal; B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D: Disability, mengecek status neurologis; E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia (Holder, 2002). Pengkajian yang dilakukan secara terfokus dan berkesinambungan akan menghasilkan data yang dibutuhkan untuk merawat pasien sebaik mungkin. Dalam melakukan pengkajian dibutuhkan kemampuan kognitif, psikomotor, interpersonal, etik dan kemampuan menyelesaikan maslah dengan baik dan benar. Perawat harus memastikan bahwa data yang dihasilkan tersebut harus dicatat, dapat dijangkau, dan dikomunikasikan dengan petugas kesehatan yang lain. Pengkajian yang tepat pada pasien akan memberikan dampak kepuasan pada pasien yang dilayani (Kartikawati, 2012). Oleh karena itu diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan menentukan keberhasilan Asuhan Keperawatan pada system kegawatdaruratan pada pasien dewasa. Dengan Pengkajian yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Aspek – aspek yang dapat dilihat dari mutu pelayanan keperawatan yang dapat dilihat adalah kepedulian, lingkungan fisik, cepat tanggap, kemudahan bertransaksi, kemudahan memperoleh informasi, kemudahan mengakses, prosedur dan harga (Joewono, 2003).



1.2   RUMUSAN MASALAH



1.      Menjelaskan latar belakang perlunya pendidikan kegawatdaruratan ? 2.      Menjelaskan tujuan perlunya pendidikan pembelajaran kegawatdaruratan ? 3.      Menjelaskan konsep kegawatdaruratan ?



1.3   TUJUAN PENULISAN Mahasiswa mampu memahami  tentang  konsep latar belakang dan tujuan pentingnya pendidikan kegawatdaruratan dalam keperawatan dan melakukan klasifikasi pada pasien serta dapat mengaplikasikannya dalam dunia keperawatan nantinya.



BAB II PEMBAHASAN KONSEP KEGAWATDARURATAN



2.1 Latar Belakang KGD Menurut Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang di berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik kedaruratan sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan. Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan bersifat cepat dan perlu tindakan yang tepat, serta memerlukan pemikiran kritis tingkat tinggi. Perawat gawat darurat harus mengkaji pasien mereka dengan cepat dan merencanakan intervensi sambil berkolaborasi dengan dokter gawat darurat. Dan harus mengimplementasi kan rencana pengobatan, mengevaluasi efektivitas pengobatan, dan merevisi perencanaan dalam parameter waktu yang sangat sempit. Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi perawat, yang juga harus membuat catatan perawatan yang akurat melalui pendokumentasian.  Di lingkungan gawat darurat, hidup dan mati seseorang ditentukan dalam hitungan menit. Sifat gawat darurat kasus memfokuskan kontribusi keperawatan pada hasil yang dicapai pasien, dan menekankan perlunya perawat mencatat kontribusi profesional mereka. Serta diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan menentukan keberhasilan Asuhan Keperawatan pada system kegawatdaruratan pada pasien dewasa. Dengan Pengkajian yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Aspek – aspek yang dapat dilihat dari mutu pelayanan keperawatan yang dapat dilihat adalah kepedulian, lingkungan fisik, cepat tanggap, kemudahan bertransaksi, kemudahan memperoleh informasi, kemudahan mengakses, prosedur dan harga (Joewono, 2003).



2.2 Tujuan KGD



Bagi profesi keperawatan pelatihan kegawatdaruratan, dapat dijadikan sebagai aspek legalitas dan kompetensi dalam melaksanakan pelayanan keperawatan gawat darurat yang tujuannya antara lain: a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan keperawatan gawat darurat yang diberikan. b. Menginformasikan kepada masyarakat tentang pelayanan keperawatan gawat darurat yang diberikan dan tanggungjawab secara professional c. Memelihara kualitas/mutu pelayanan keperawatan yang diberikan d. Menjamin adanya perlindungan hokum bagi perawat e. Memotivasi pengembangan profesi f. Meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan Tujuan kegawatdaruratan adalah: a. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya. 2.Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang Iebih memadai. b. Menanggulangi korban bencana.



2.3 Berpikir Kritis Dalam Keperawatan Berpikir kritis dalam keperawatan menurut studi riset tahun 1997&1998 adalah komponen esensial dalam tanggung gugat profesional dan asuhan keperawatan yang bermutu seperti : kreatifitas, fleksibelitas, rasa ingin tahu, intuisi, pikiran terbuka (Rubenfeld, Barbara K. 2006).



2.4 Model Berpikir Kritis Dalam Keperawatan Terdapat 5 model berpikir yaitu : (Rubenfeld, Barbara K. 2006) a.       T : total recall (ingatan total) b.      H : habits (kebiasaan) c.       I : inquiry (penyelidikan) d.      N : new ideas and creativity (ide baru dan kreatifitas)



e.       K : knowing how you think (mengetahui bagaimana anda berpikir)



2.5 Perspektif Keperawatan Kritis dan Kegawatdaruratan  Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang diberikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis atau rangkaian kegiatan praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat.  Namun UGD dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan. Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan meliputi pertolongan pertama, penanganan transportasi yang  diberikan kepada orang yang mengalami kondisi darurat akibat rudapaksa, sebab medik atau perjalanan penyakit di mulai dari tempat ditemukannya korban tersebut sampai pengobatan definitif dilakukan di tempat rujukan.



2.6 Prinsip Gawat Darurat  a. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).  b. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.  c. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).  d. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi korban dari kedinginan.  e. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan yakinkan akan ditolong.  f. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada kondisi yang membahayakan.  g. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan anastesi umum dalam waktu dekat.  h. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai.  Dalam beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati pimpinan masing-masing rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan Protap yang telah tersedia, maka perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dapat bertindak langsung sesuai dengan prosedur tetap



rumah sakit yang berlaku. Peran ini sangat dekat kaitannya dengan upaya penyelamatan jiwa pasien secara langsung. 



2.7 Falsafah Keperawatan Kritis dan Kegawatdaruratan  a.       Bidang cakupan keperawatan gawat darurat: pre hospital, in hospital, post hospital. b.      Resusitasi pemulihan bentuk kesadaran seseorang yang tampak mati akibat berhentinya fungsi jantung dan paru yang berorientasi pada otak. c.       Pertolongan diberikan karena keadaan yang mengancam kehidupan.  d.      Terapi kegawatan intensive: tindakan terbaik untuk klien sakit kritis karena tidak segera di intervensi menimbulkan kerusakan organ yang akhirnya meninggal.  e.       Mati klinis: henti nafas, sirkulasi terganggu, henti jantung, otak tidak berfungsi untuk sementara (reversibel). Resusitasi jantung paru (RJP) tidak dilakukan bila: kematian wajar, stadium terminal penyakit seperti kanker yang menyebar ke otak setelah 1/2-1 jam RJP gagal dipastikan fungsi otak berjalan.  f.       Mati biologis: kematian tetap karena otak kerkurangan oksigen. mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan yang mulai dari neuron otak yang nekrosis setelah satu jam tanpa sirkulasi oleh jantung, paru, hati, dan lain – lain.  g.      Mati klinis 4-6 menit, kemudian mati biologis.  h.      Fatwa IDI mati: jika fungsi pernafasan seperti jantung berhenti secara pasti (irreversibel atau terbukti kematian batang otak).



2.8 Ruang Lingkup Keperawatan Kritis dan Kegawatdaruratan  a. ICU (Intensive Care Unit) ICU adalah ruangan perawatan intensif dengan peralatan-peralatan khusus untuk menanggulangi pasien gawat karena penyakit, trauma atau kompikasi lain. Misalnya terdapat sebuah kasus dalam sistem persyarafan dengan klien A cedera medula spinalis, cedera tulang belakang, klien mengeluh nyeri, serta terbatasnya pergerakan klien dan punggung habis jatuh dari tangga. Dengan klien B epilepsi mengalami fase kejang tonik dan klonik pada saat serangan epilepsi dirumahnya. Dua kasus diatas memiliki sebuah perbedaan yang jelas dengan melihat kasus tersebut, yang meski dilakukan oleh seorang perawat adalah melihat kondisi si klien B maka lebih diutamakan dibandingkan dengan klien A karena pada klien B kondisi gawat daruratnya disebabkan oleh adanya penyakit epilepsi. Sedangkan untuk klien A dalam kondisi gawat darurat juga akan tetapi ia masuk kedalam unit atau bagian gawat darurat (UGD) bukan berarti tidak diperdulikan. 



b.  UGD (Unit Gawat Darurat) UGD merupakan unit atau bagian yang memberikan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut atau mengalami kecelakaan. Seperti pada kasus diatas pada klien A, ia mengalami suatu kecelakaan yang mengakibatkan cedera tulang belakang dengan demikian yang meski dibawa ke UGD adalah yang klien A yang mengalami kecelakaan tersebut. 



2.9 Proses Keperawatan Gawat Darurat  a. Waktu yang terbatas b. Kondisi klien yang memerlukan bantuan segera  c. Kebutuhan pelayanan yang definitif di unit lain (OK, ICU)  d. Informasi yang terbatas  e. Peran dan sumber daya 



2.7 Sasaran Pelayanan Gawat Darurat  



Ketepatan resusitasi efektif dan stabilisasi klien gawat dan yang mengalami perlukaan 



2.8 Aspek Psikologis Pada Situasi Gawat Darurat  



Cemas







Histeris 







Mudah marah 



2.9 Pengkajian terhadap prioritas pelayanan  Perubahan tanda vital yang signifikan (hipo/hipertensi, hipo/hipertermia, disritmia, distres pernafasan). a.       Perubahan/gangguan tingkat kesdaran (LOC) b.       Nyeri dada terutama pada pasien berusia > 35 tahun  c.        Nyeri yang hebat  d.       Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan dengan penekanan langsung 



e.        Kondisi yang dapat memperburuk jika pengobatan ditangguhkan  f.        Hilang penglihatans ecara tiba-tiba  g.        Perilaku membahayakan, menyerang  h.       Kondisi psikologis yang terganggu/perkosaan 



2.10 Triage  Tujuan triage adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu : 



Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien.







Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan.







Memfasilitasi alur pasien melalui unit penanggulangan/pengobatan gawat darurat.



gawat



darurat



dalam



proses



a. Sistem Triage dipengaruhi oleh:  ·         Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan ·         Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien  ·         Denah bangunan fisik unit gawat darurat  ·         Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis 



b. Sistem Pelayanan Gawat Darurat  Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi kondisi kedaruratan yang di alami pasien tetapi juga memberikan asukan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pasien dan keluarga. Sistem pelayanan bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam memberikan pertolongan kedaruratan kepeda pesien.



c. Triage Dalam Keperawatan Gawat Darurat  Yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase keadaan pasien. Pasien-pasien yang terancam hidupnya harus di beri prioritas utama. Triage dalam keperawatan gawat derurat



di gunakan untuk mengklasifikasian keperahan penyakit atau cidera dan menetapkan prioritas kebutuhan penggunaan petugas perawatan kesehatan yang efisien dan sumber-sumbernya. Standart waktu yang di perlukan untuk melakukan triase adalah 2-5 menit untuk orang dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-anak. Triase di lakukan oleh perawat yang profesional (RN) yang sudah terlatih dalam prinsip triase, pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian UGD, dan memiliki kualisifikasi:  ·         Menunjukkan kompetensi kegawat daruratan  ·         Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC ·         Lulus Trauma Nurse Core Currikulum (TNCC) ·         Pengetahuan tentang kebijakan intradepartemen ·         Keterampilan pengkajian yang tepat, dll



2.2 PERAN DAN FUNGSI PERAWAT GAWAT DARURAT PERAN DAN FUNGSI PERAWAT GAWAT DARURAT A. Peran Perawat Menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 peran perawat terdiri dari : 1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks. 2. Sebagai advokat klien Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien & kelg dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat juga berperan dalam mempertahankan & melindungi hak-hak pasien meliputi : - Hak atas pelayanan sebaik-baiknya - Hak atas informasi tentang penyakitnya - Hak atas privacy - Hak untuk menentukan nasibnya sendiri - Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian. 3. Sebagai educator Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.



4. Sebagai koordinator Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien. 5. Sebagai kolaborator Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dll dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan. 6. Sebagai konsultan Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan 7. Sebagai pembaharu Perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan B. Fungsi Perawat 1. Fungsi Independen Merupakan fungsi mandiri & tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi KDM. 2. Fungsi Dependen Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana. 3. Fungsi Interdependen Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemebrian pelayanan. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya



2.3 Issue, Etik dan Legal Gawat Darurat Dalam keperawatan dalam hal issue, etika, dan legal dibahas secara bersamaan. Hal ini disebabkan oleh saling keterkaitannya mengenai issue, etika, dan legal. Sebagai contoh mengenai issue legal yaitu penggunaan Telenursing dalam sistem persyarafan. Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan pasien sama seperti “Telehealth” secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat khususnya praktek “Telenursing” dilarang ( perawat yang online sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan pasien yang menerima telecare harus bersifat local ) guna menghindari malpraktek perawat antar negara bagian. Isu legal aspek seperti akontabilitas dan



malprakatek, dan sebagainya dalam kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit pemecahannya. Menurut Martono, Telenursing ( pelayanan asuhan keperawatan jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau antara beberapa perawat. Tetapi sistem ini justru akan mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan klien dalam menjalin hubungan terapieutik sehingga konsep perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh ners. Sistem ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, seperti di Rumah Sakit Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang meratanya penguasaan teknik informasi oleh tenaga keperawatan serta sarana prasarana yang masih belum memadai. Meskipun demikian terdapat pula keuntungan dari Telenursing ini. Menurut Britton, Keehner, Still & Walden 1999 ada beberapa keuntungan Telenursing adalah yaitu : 1.    Efektif dan efisiensi dari sisi biaya kesehatan, pasien dan keluarga dapat mengurangi kunjungan ke pelayanan kesehatan ( dokter praktek, ruang gawat darurat, RS dan nursing home ). 2.    Dengan sumber daya minimal dapat meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan keperawatan tanpa batas geografis. 3.    Telenursing dapat mengurangi jumlah kunjungan dan masa hari rawat di RS. 4.    Dapat meningkatkan pelayanan untuk pasien kronis, tanpa memerlukan biaya dan meningkatkan pemanfaatan tehnologi. 5.    Dapat dimanfaatkan dalam bidang pendidikan keperawatan ( model distance learning) dan perkembangan riset keperawatan berbasis informatika kesehatan. Telenursing dapat pula digunakan dalam pembelajaran di kampus, video conference, pembelajaran online dan multimedia distance learning. Ketrampilan klinik keperawatan dapat dipelajari dan dipraktekkan melalui model simulasi lewat secara interaktif.  2.4  Pengkajian Primer Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah actual/potensial dari kondisi life threatening ( a.       Airway : ( bebasnya jalan nafas ) dengan control servical Kaji : o   Bersihkan jalan nafas o   Ada tidaknya sumbatan jalan nafas o   Distress pernafasan



o   Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring Sumbatan jalan nafas total o   Pasien sadar: memegang leher, gelisah, sianosis o   Pasien tidak sadar: tidak terdengar suara nafas dan sianosis Sumbatan jalan nafas sebagian o   Korban mungkin masih mampu bernafas namun kualitas pernafasannya bisa baik atau buruk o   Pada korban engan pernafasan yang masih baik, anjurkan untuk batuk dengan kuat sampai benda keluar o   Bila sumbatan partial menetap, aktifkan system emergency o   Obstruksi partial dengan pernafasan buruk diperlakukan seperti sumbatan jalan nafas komplit Sumbatan dapat disebabkan oleh berbagai hal penyebab psien bernafas dengan berbagai suara: -          Cairan akan menimbulkan gurgling -          Lidah jatuh ke belakang akan menimbulkan suara ngorok -          Penyempitan jalan nafas akan menimbalkan suara crowing



b.      Breathing : adekuat pernafasan o   Frekuensi nafas o   Suara pernafasan o   Adanya udara keluar dari jalan nafas Cara pengkajian o   Look  : Apakah kesadaran menurun, gelisah, adanya jejas diatas klavikula, adanya penggunaan otot tambahan o   Listen : Dengan atau tanpa stetoskop apakah ada suara tambahan o   Feel   



o   Circulation : ( adekuat jantung dan sirkulasi tubuh ) dengan control perdarahan o   Ada tidaknya denyut nadi karotis o   Ada tidaknya tanda-tanda syok o   Ada tidaknya perdarahan eksternal



4.      Pengkajian Sekunder Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah airway, breathing, dan circulation yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian objektif dan subjektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki. a.        Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara kontiny Kaji : 1.      Tekanan darah 2.      Irama dan kekuatan nadi 3.      Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu 4.      Saturasi oksigen b.      Riwayat Penyakit 1.      Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit 2.      Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit 3.      Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera 4.      Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada organ tubuh yang mana, gunakan : provoked (P), quality (Q), radian (R), severity (S) dan time (T) 5.      Kapan makan terakhir 6.      Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi pembedahan/kehamilan 7.      Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien. 8.      Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien. 2.5 Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu. 1.      Tujuan SPGDT ·         Didapatkan kesamaan pola pikir / persepsi tentang SPGDT. ·         Diperoleh kesamaan pola tindak dalam penanganan kasus gawat darurat dalam keadaan sehari-hari maupun bencana. 1.      SPGDT merupakan sebuah sistem yang merupakan koordinasi berbagi unit kerja (Multi Sektor)  dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk



menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gawat darurat sehari hari maupun dalam keadaan bencana. 2.      Dalam sistem pelayanan pra rumah sakit dilakukan dengan membentuk /mendirikan public safety centre yiaitu unit jerja yang memberikan layanan umum terutama yang bersifat emergency (perlupertolongan segera) selain layanan pra rumah sakit dilakukan dengan membentuk satuan khusus dalam penanganan bencana dikenal dengan BSB (brigade Siaga Bencana) pelayanan ambulan dan sub sistem komunikasi. 3.      Sistem pelayanan medik di rumah sakit  diperlukan sarana dan pra sarana IGD, HCU, ICU, Kamar Jenazah, dan penunjang antara lain Radiologi, Laboratorium. 4.      Diperlukan juga Hospital disaster plan  perencanaan daru suatu rumah sakit untuk menghadapi kejafian bencana.pelatihan dan simulasi, pembiayaan sangat penting. 1)         Sistem Pra RS Sehari-hari : a.     PSC, Poskesdes. Didirikan masyarakat. Pengorganisasian dibawah Pemda. b.     BSB. Unit khusus pra RS. Pengorganisasian dijajaran kesehatan. c.     Pelayanan Ambulans. Koordinasi dengan memanfaatkan ambulans setempat. d.     Komunikasi. Koordinasi jejaring informasi. e.     Pembinaan. Pelatihan peningkatan kemampuan. 1.a.Sistem Pra RS pada bencana : a.     Koordinasi jadi komando. Efektif dan efisien bila dalam koordinasi dan komando b.    Eskalasi dan mobilisasi sumber daya. SDM, fasilitas dan sumber daya lain. c.     Simulasi. Diperlukan protap, juklak, juknis yang perlu diuji melalui simulasi. d.    Pelaporan, monitoring, evaluasi. Laporan dengan sistematika yang disepakati. 2)      Sistim Intra RS a.     Sarana, prasarana, BSB, UGD, HCU, ICU, penunjang b.    Hospital Disaster Plan, bencana dari dalam dan luar RS. c.     Transport intra RS. d.    Pelatihan, simulasi dan koordinasi untuk peningkatan kemampuan SDM. Pembiayaan dengan jumlah cukup ·         SOP Minimal RS : Sehari-hari dan Bencana (Hosdip, Hospital Diasater Plan) : a.         Kegawatan dengan ancaman kematian



b.         True emergency c.         Korban massal a.       Keracunan missal :, Khusus :Perkosaan, KDRT, child abused, Persalinan Tidak Normal, Kegawatan 3)      Sistim ANTAR RS a.       Jejaring berdasar kemampuan RS dalam kualitas dan kuantitas. b.      Evakuasi. Antar RS dan dari pra RS . c.       SIM (Manajemen Sistem Informasi). Untuk menghadapi kompleksitas permasalahan dalam pelayanan. d.      Koordinasi dalam pelayanan rujukan, diperlukan pemberian informasi keadaan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan. 2.      Evakuasi : a.    Tata cara tertulis. Harus memiliki Peta geomedik, Kondisi pasien Stabil dan optimal pra dan selama evakuasi hingga tujuan. b.    Kriteria : Fisiologis / Anatomis c.    Mekanisme :Tahu Tujuan dan Prinsip rujukan.ABC stabil,Immobilisasi,Mekanika mengangkat pasien. Sarana-prasarana Evakuasi Minimal : a)      Alat / Bahan / Obat Bantuan Hidup Dasar b)      Cervical collar / splint c)      Short serta Long Spine Board d)     Wheeled serta Scoop Stretcher Jenis Evakuasi : 1)      Darurat : a)        Lingkungan berbahaya (misal kebakaran). b)        Ancaman jiwa (misal perlu tempat rata dan keras untuk RJP). c)        Prioritas bagi pasien ancaman jiwa 2)      Segera : a)      Ancaman jiwa, perlu penanganan segera. b)      Pertolongan hanya bisa di RS (misal pernafasan tidak adekuat, syok).



c)      Lingkungan memperburuk kondisi pasien (hujan, dingin dll). 3)      Biasa :Tanpa ancaman jiwa, namun tetap memerlukan RS HAL-HAL YANG DIATUR KHUSUS 1)        Petunjuk Pelaksanaan Permintaan dan Pengiriman bantuan medik dari RS rujukan. 2)        Protap pelayanan gawat-darurat di tempat umum. 3)        Pedoman pelaporan Penilaian Awal/Cepat (RAH). SPGDT SEHARI-HARI. Time Saving is Life Saving .Response Time sesingkat mungkin.Merujuk The Right Patient to The Right Place in The Right Time. Public Safety Center : (Dinegara tertentu dikenal sebagai 911 indonesia 119) Dilandasi aspek time management sebagai implementasi time saving is life and limbsaving yang mengandung unsur quick respons dan ketepatan. Unsur kecepatan dipenuhioleh subsistem transportasi dan komunikasi, unsur ketepatan dipenuhi oleh kemampuanmelakukan pertolongan. Pelayanan gratis. Di RS, berlaku sistem pembayaran.Untuk skala desa : Poskesdes. Peran Dirjen Yanmed Kemenkes RI : 1)      Kualitas pelayanan & fasilitas pelayanan. 2)      Promotif, kuratif dan rehabilitatif continuum. Pencegahan primer (health promotion dan specific protection). Pencegahan sekunder berupa deteksi dini dan pengobatan serta pembatasan cacad. Pencegahan tertier berupa rehabilitasi medik maksimal. Yanmed dasar merupakan basis dari sistem rujukan medik spesialistik Kebijakan Depkes-Pelayanan : 1)        Pedoman sertifikasi teknologi. 2)        Pedoman penerapan, penapisan dan pengembangan teknologi dan etika. 3)        Standar akreditasi sarana, prasarana. 4)        Standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan. 5)        Penetapan pedoman pembiayaan. Paradigma yanmed : 1)      Pergeseran orientasi dari professional driven menjadi client driven. 2)      Pelayanan medik terintegrasi, holistic-continuum. 3)      Evidence based medicine : fakta yang benar.



4)      Medicine by law. Industri pelayanan medik mengandung unsur sosial,profesional. Undang-undang perlindungan konsumen tidak dapat diterapkan.



ekonomi,



Kebijakan Depkes - PSC : 1)        Menyediakan pelayanan prima pra RS. 2)        Mengusahakan geomedic mapping (sumber daya sarana dan prasarana, lokasi permasalahan : mempermudah koordinasi dan penggerakan sumberdaya kesehatandan non kesehatan). 3)        Komunikasi dan transportasi. 4)        Koordinasi dengan polisi/SAR-PMK, BNPB, BPBD I, BPBD II. Strategi bentuk-kembang PSC : 1)        Administrasi dan manajemen.Pengembangan visi, misi, strategi, kebijakan dan langkahlangkah. 2)        SDM.Memacu perencanaan pengadaan, pemanfaatan serta pengembangannya 3)        Teknologi.Pengembangan teknologi medik dan non medik dan penunjangnya. 4)        Pembiayaan.Public goods, public private maupun private goods : sistem prabayar. Kata kunci pembentukan PSC : 1)      Save community. 2)      Time saving is life and limb saving. 3)      Preparedness, prevention, mitigation, quick response dan rehabilitation. 4)      Administrasi-manajemen, SDM, teknologi dan pembiayaan. TANGGAP DARURAT BENCANA a.       Korban massal. Korban relatif banyak akibat penyebab yang sama dan perlu pertolongan segera dengan kebutuhan sarana, fasilitas dan tenaga yang lebih dari yang tersedia.Tanpa kerusakan infra struktur. b.      Bencana. Mendadak / tidak terencana atau perlahan tapi berlanjut, berdampak pada pola kehidupan normal atau ekosistem, diperlukan tindakan darurat dan luar biasa menolong dan menyelamatkan korban dan lingkungannya. Korban banyak, dengan kerusakan infra struktur. c.         Bencana kompleks.



Bencana disertai permusuhan yang luas, disertai ancaman keamanan serta arus pengungsian luas. Korban banyak, kerusakan infra struktur, disertai ancaman keamanan. d.      Masalah saat bencana : 1)   Keterbatasan SDM. Tenaga yang ada umumnya mempunyai tugas rutin lain 2)   Keterbatasan peralatan / sarana. Pusat pelayanan tidak disiapkan untuk jumlah korban yang besar. 3)   Sistem Kesehatan. Belum disiapkan secara khusus untuk menghadapi bencana. e.       Fase pada Disaster Cycle : 1)   Impact / bencana. 2)   Acute Response / tanggap segera. 3)   Recovery / Pemulihan. 4)   Development / Pembangunan. 5)   Prevention / Pencegahan. 6)   Mitigation / Pelunakan efek bencana. 7)   Preparedness / Menyiapkan masarakat. f.       Fase Acute Response  : 1)   Acute emergency response: Rescue, triase, resusitasi, stabilisasi, diagnosis, terapi definitif. 2)   Emergency relief: Makanan minuman, tenda untuk korban “sehat”. 3)   Emergency rehabilitation: Perbaikan jalan, jembatan dan sarana dasar lain untuk pertolongan korban. g.      Prinsip Safety : 1)      Do no further harm. 2)      Safety diri saat respons kelokasi. Pengaman, rotator, sirine, persiapan pada kendaraan, parkir 15 - 30 m dari lokasi 3)      Safety diri ditempat kejadian. Minimal berdua. Koordinasi, cara mengangkat pasien, proteksi diri. 4)      Safety lingkungan. Waspada. h.      Protokol Safety : 1)   Khusus. Atribut, tanda pengenal, perangkat komunikasi khusus tim, jaring kerjasama dengan keamanan, hanya daerah yang dinyatakan aman.  Hindari, ambil jarak dengan kendaraan keamanan, pakai kendaraan kesehatan / PMI.



2)   Umum. Koordinasi dengan instansi setempat, KIE netralitas, siapkan jalur penyelamat, logistik cukup, kriteria kapan harus lari i.           Tim Tanggap Darurat Petugas yang pertama datang / berada dilokasi menentukan Petugas dan Area : 1)   RHA 2)   Komando / komunikasi / logistik 3)   Ekstrikasi 4)   Triase 5)   Tindakan 6)   Transportasi j.           Initial Assessment Penilaian cepat & selamatkan hidup :Persiapan, Triase, Survei Primer, Resusitasi, Survei Sekunder, Monitor & Re-evaluasi pasca Resusitasi, Tindakan Definitif k.        Kematian segera Gagal oksigenasi organ vital, Cedera SSP masif, Keduanya merupakan penyebab kematian yang dapat diprediksi l.           Tingkat Respons 1)   Respons tingkat I : dapat diatasi sistem setempat (propinsi) 2)   Respons tingkat II : dapat diatasi sistem regional 3)   Respons tingkat III : tidak dapat diatasi sistem regional m.    Posko Gadar Bencana : 1)   Penyediaan posko pelyanan kesehatan oleh petugas yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Perhatikan sarat-sarat mendirikan posko. 2)   Penyediaan dan pengelolaan obat. 3)   Penyediaan dan pengawasan makanan dan minuman. 3. RAPID HEALTH ASSESSMENT (RHA) : a.       Pengertian :Penilaian kesehatan cepat melalui pengumpulan informasi cepat dengan analisis besaran masalah sebagai dasar mengambil keputusan akan kebutuhan untuk tindakan penanggulangan segera. b.      Tujuan RHA :



Penilaian cepat sesaat setelah kejadian untuk mengukur besaran masalah, hasilnya berbentuk rekomendasi untuk keputusan penanggulangan selanjutnya. Khususnya menilai : jenis bencana, lokasi, penduduk terkena, dampak yang telah / akan terjadi, kerusakan sarana, sumberdaya, kemampuan respons setempat. c.       Penyusunan instrumen : Berbeda untuk tiap jenis kejadian, namun harus jelas tujuan, metode, variabel data, kerangka analisis, waktu pelaksanaan dan instrumen harus hanya variabel yang dibutuhkan. d.      Ruang lingkup : Medis, epidemiologis, lingkungan. e.       Variabel : Lokasi, waktu, jumlah korban dan penyebaran, lokasi pengungsian, masalah kesehatan dan dampaknya (jumlah tewas-luka, kerusakan sarana,  endemisitas setempat, potensi air bersih, kesiapan sarana, ketersediaan logistik, upaya yang telah dilakukan, fasilitas evakuasi, kesiapan tenaga, geografis, bantuan diperlukan, kemampuan respons setempat, hambatan). f.       Pengumpulan data : 1)   Waktu : Tergantung jenis bencana. 2)   Lokasi : Lokasi bencana, daerah penampungan, daerah sekitar sebagai sumber daya. 3)   Pelaksana / Tim RHA : Medis, epidemiologi, kesling, bidan/perawat, sanitarian yang bisa bekerjasama dan  mempunyai kapasitas mengambil keputusan. g.      Metode RHA:Pengumpulan data dengan wawancara dan observasi langsung. h.      Analisis  RHA : Diarahkan pada faktor risiko, penduduk yang berisiko, situasi penyakit dan budaya lokal, potensi sumber daya lokal, agar diperoleh gambaran terkait. i.        Gambaran yang diharap : 1)      Luasnya lokasi, hubungan transportasi dan komunikasi, kelancaran evakuasi, rujukan dan pertolongan, dan pelayanan. 2)      Dampak kesehatan (epidemiologi). 3)      Potensi sarana . Potensi daerah terdekat. 4)      Potensi sumber daya  setempat & bantuan. 5)      Potensi sumber air dan sanitasi. 6)      Logistik. Yang ada dan yang diperlukan. j.        Rekomendasi : Berdasar analisis. Segera disampaikan pada yang berwenang mana yang bisa diatasi sendiri, mana yang perlu bantuan : Obat-bahan-alat, tenaga medik-paramedik-surveilans-sanling,



pencegahan-immunisasi, makanan minuman, masalah sanling, kemungkinan KLB, koordinasi, jalur komunikasi, jalur koordinasi, bantuan lain. 4.      Triase Memilah berdasar beratnya kelainan.Menentukan prioritas siapa yang ditolong lebih dulu.Oleh petugas pertama tiba / berada ditempat. Untuk memudahkan survei primer  dilakukan pada bencana / pra RS, sumber daya terbatas dengan cara tagging / pelabelan / pemasangan pita warna, ditulis, dll. a.         Prioritas hasil triase 0 =  hitam / deceased : fatal / tewas. I  =  merah / immediate : perlu tindakan & transport segera untuk tetap hidup.        II =  kuning / delayed : tak akan segera mati.        III= hijau / minor : walking wounded. b.        Jenis Triase 1)      METTAG : tagging, resusitasi ditempat  (lapangan / UGD). 2)      START : RPM 30 detik, tagging, resusitasi di ambulans. 3)      Umumnya kombinasi keduanya : RPM 30”, tagging, resusitasi di ambulans atau lapangan, sesuai sarana & tenaga yang ada. c. Algoritma Sistem START 5.      GEOMEDIC MAPPING Manfaat :Keterpaduan konsep penyusunan pelayanan kesehatan dalam bencana, Memudahkan mobilisasi sumberdaya (SDM, logistik medik, ambulans) Tujuan penyusunan map 1)      Umum : Gambaran kekuatan sumberdaya (SDM, sarana-prasarana, fasilitas kesehatan)dan lokasi potensi bencana untuk menunjamg SPGDT. 2)      Khusus : a.       Identifikasi kekuatan dalam upaya preparednes b.      Mengetahui Potensi bencana dan penanggulangannya c.       Dapat mengambil langkah sesuai potensi yang ada d.      Pedoman pada gawat darurat bencana



Kandungan map :



1)   Resource map : informasi sumber daya 2)   Hazard map : informasi jenis dan karakter hazard 3)   Vulnerability map : distribusi elemen masyarakat yang terancam 4)   Community & environtmental map : informasi mengenai komunitas Prinsip mapping : 1)   Potensi ancaman gawat darurat 2)   Bagaimana penanggulangan potensi saat ini dan yang akan datang 3)   Simbol seragam agar tidak terjadi miskomunikasi 4)   Didistribusikan dan disosialisasikan 5)   Termasuk sarana transport dan komunikasi 6)   Tentukan koordinator intra dan lintas sektor serta pusat informasi bersama 7)   Tentukan kerjasama didaerah perbatasan 8)   Perbaharui setiap 6 bulan 9)   Perlu komitmen pihak terkait dalam kerjasama lintas sektor 6.      KOMUNIKASI PPGD : Latar Belakang :KonsepTime saving is life & limb saving, adanya peningkatan kasus gawat darurat, Perubahan epidemiologi penyakit, Potensi bencana yang tinggi, Kondisi geografis kepulauan dll. Penghubung fase SPGDT (Pra, Intra dan Antar RS) Manfaat : 1.    PPGD S/B (rujukan, konsultasi, pengetahuan, multi sektor dini) 2.    Mengatasi rasa terisolasi/tidak aman petugas Masalah Pemilihan Perangkat keras Komunikasi : 1.    Fasilitas tidak memadai/merata dan tidak dijamin bebas gangguan 2.    Toleransi minimal kasus gawat darurat bila ada hambatan komunikasi Pilihan: 1.    Utama: Fasilitas telekomunikasi umum 2.    Cadangan: Radio. Menjadi pilihan utama bila fasilitas telepon tidak ada a.       Fasilitas umum gagal b.      Dapat menghubungkan titik pelayanan terendah hingga teringgi



c.       Dapat mengatasi keadaan terburuk dari segi teknis Prosedur Komunikasi Radio: 1.    Mengenal perangkat 2.    Mampu menyiapkan perangkat 3.    Pedoman berbicara serta tatacara berkomunikasi Sistem Komunikasi PPGD: 1.    Jenis jaringan :Intra sektor sistem tertutup, lintas sektor sistem terbuka, sistem penunjang 2.    Bentuk jaringan :Intra Tim, lokal, regional, nasional 3.    Aspek Muatan : Gawat darurat : S/B/KLB; Normal : rujukan program, alat 4.    Aspek Teknis : Hardware sesuai, software Network, pelaporan, logbook, kode 5.    Pengembangan Teknis : Inter/intranet, teleconference, video-phone 6.    Aspek Pengembangan SDM : Perorangan : Teknis, prosedur, kemampuan koordinasi, pelaporan ASPEK LEGAL PELAYANAN GAWAT DARURAT - SAFE COMMUNITY 1.    Konsep/program PBB/WHO 2.    UU Kesehatan Np. 23/1992 3.    UU Kepolisian Negara RI No. 2/2002 4.    UU Penanggulangan Bencana No. 24/2007 5.    Peraturan Ka. BNPB No. 3/2008 6.    Perda Penanggulangan Bencana No. 5/2007 7.    Charitable immunity & Medical Necessity 8.    dll. 2.6 Sistem penanggulangan  gawat darurat terpadu Sistem penanggulangan  gawat darurat terpadu  adalah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan Pra RS, pelayanan rumah sakit, pelayanan anatar rumah sakit, pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan pada time saving is life and limb saving  yang elibatkan pelayanan oleh masyarakat wam umum, awam khusus, petugas medis, pelayanan aabulan gawat darurat, dan pealayan komunikasi. Gerakan safe communyti



1.      Meningkatkan rasa cita cinta bernegara demi terjalinnya kesatuan dan persatuan bangas, dimana rasa sehat dan aman merupakan keutuhan perekat bangsa. 2.      Mengusakan peningkatan serta pendayaan sumber daya manudia, sarana, dan prasarana yang ada gunanya menjamin rasa sehat aman, yang merupakan hak azasi manusia. 3.      Memasyarakatkan sistem peanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) sehari hari dan bencana secara effektif dan effisien. 4.      Meningkatkan peran seta masyarakat dalam SPGDT melalui pendidikan dan pelatihan 5.      Membentuk Brigade GADAR yang terdiri dari komponen lintas sektor baik medk, maupun non medik, berperan dalam pelaksanaan SPGDT dalam melibatkan peran seta masyarakat. 6.      Dengan terlaksana butir butir diatas diharapakan tercapai keterpafuan anatara pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan kedaan sehat dan aman bagi bangsa dan negara Indonesia, Safet communyti menghadapi GADAR sehari hari maupun bencana. 7.      Terlaksananya SPGDT menjadi dasar menuju Indonesia sehat dan safe communyti, dalam safe communyti terdapat nilai hakiki kemanusiaan, yang terdiri dari, keadaan aman,   sehat, sejahtera, dan kedilan. D. Visi dan Misi Safe Communyti. Menjadikan gerakan masyarakat yang mampu melindungi masyarakat dalam kedaan kedarutatan sehari hari dan melindungi masyarakat dalam kedaan situasi bencana maupun dampak akibat bencana  sehingga tercipta perilaku masyakara dan lingkungan disekitranya untuk situasi sehat dan aman. E. Misi gerakan Safe Communyti 1.      Mendorong terciptanya gerakan masyarakat untuk menjadi sehat, aman dan sejahtera. 2.      Mendorong kerjasama lintas sektor dan program dalam gerakan mewujudkan masyarakat sehat dan aman. 3.      Mengembangkan standar nasional dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatn 4.      Mengusahakan dukungan pendanaan bidang kesehatan dari pemerintah bantuan luar negeri dan bantuan lain dalam rangka pemertaan dan perluasan jangkauan pelayanan kesehatan terutama dalam kedaan darurat. 5.      Menata sistem pendukung pelayanan kesehatan pra rumah skit dan pelaynan kesehatan rumah sakit dan seluruh unit pelayanan kesehatan di Indonesia. F.Nilai nilai dasar. 1.      Safe communyti meliputi aspek care (pencegahan, penyiagaan dan mitigasi) 2.      Equity adanya kebersamaan dan insitusi pemerintah, kelompok organisasi profesi, san masyarakat dalam gerakan safe commmunyti



3.      Partnership menggalang kerjasama lintas sektor dan masarakat untuk mencapai tujuan dalam geakan SC 4.      Net Working membangun suatu jaring kerjasama salam suatu sistem dengan melibatkan seluruh potensi yang terlibat dalam gerakan SC 5.      Sharing memiliki rasa saling membutuhkan dan kebersamaan dalam memecahkan segala permasalahan dalam gerakan SC     G. Tujuan dan Maksud Safe Communyti. Memberikan pedoman buku bagi daerah dalam melaksanakan gerakan safe communyti agar tercipta masyarakat sehat aman dan sejahtera. Tujuan : 1.      Menggerakkan partisipasi masyakat dalam gerakan safe commnuty dan menata perilaku masyakarat dan lingkungan menuju perlaku sehat dan aman. 2.      Membangun sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) yang dapat diterapkan pada seluruh lapisan masyarakat. 3.      Membangun respon masyakarat pada pelayanan kesehatan dalam kedaan gawat darurat melalui pusat pelayanan kesehatan terpadu anatara lain PSC (public safe commnuty centre dan ptensi penyiapan fasilitas kesehatan serta masyakata dalam mengajadpi benaca. 4.      Memperoleh respon time kegawatdaruratan untuk menghindar kematian dan kecataan yang seharusnya tidak perlu terjadi.



BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Keperawatan kegawatdaruratan adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang diberikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis atau rangkaian kegiatan praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat.  Namun UGD dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan. Keperawatan kegawatdaruratan meliputi pertolongan pertama, penanganan transportasi yang diberikan kepada orang yang mengalami kondisi darurat akibat rudapaksa, sebab medik atau perjalanan penyakit di mulai dari tempat ditemukannya korban tersebut sampai pengobatan definitif dilakukan di tempat rujukan.



3.2 SARAN Sebagai seorang calon perawat yang nantinya akan bekerja di suatu institusi Rumah Sakit tentunya kita dapat mengetahui mengenai perspektif keperawatan kritis dan kegawatdaruratan, dan ruang lingkup kritis dan kegawadaruratan. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, karena manusia tidak ada yang sempurna, agar penulis dapat belajar lagi dalam penulisan makalah yang lebih baik. Atas kritik dan saran dari pembaca, penulis ucakan terimakasih.



DAFTAR PUSTAKA Hudak, Gallo.1996. Keperawatan Kritis.(4th ed).Jakarta: EGC. Rubenfeld, Barbara K. 2006. Berfikir Kritis dalam Keperawatan.(2th ed). Jakarta: EGC. http://materikeilmuankeperawatan.blogspot.co.id/2015/09/konsep-kegawatdaruratan-i.html?m=1 http://onijuntak.blogspot.co.id/2014/09/konsep-keperawatan-gawat-darurat-triase.html?m=1 https://miranurdimansyah.wordpress.com/2013/10/28/keperawatan-gawat-darurat/ http://nursingscience-2008.blogspot.co.id/2014/12/basic-life-support-itu-hukumnya-wajib.html? m=1